Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN BENCANA DAN KEJADIAN

LUAR BIASA
Telaah Laporan Konfirmasi Kasus Flu Burung di Kota Bengkulu Provinsi
Bengkulu Tahun 2012

Oleh :
IKM B 2015

Rizki Rakhma Dewi 101511133017


Regina Rachmayanti Hapsari 101511133047
Ulfi Rizqi Fadlliyyah 101511133050

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017
BAB I
LATAR BELAKANG
Flu burung yang dikenal dengan istilah avian influenza (AI) merupakan
penyakit zoonis yang disebabkan oleh virus Avian Influenza tipe A. Penyakit yang
awalnya hanya ditemukan pada unggas ini merupakan salah satu penyakit hewan
menular yang bersifat akut. Flu burung merupakan penyakit influenza yang
menyerang unggas baik pada burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang lain
seperti babi.
Penyakit flu burung pertama kali dilaporkan pada tahun 1878 sebagai
wabah yang menyerang ayam dan burung di Italia (Perroncito, 1878), yang
disebut juga sebagai Penyakit Lombardia berdasarkan nama suatu daerah
lembah di hulu sungai Po. Pada tahun 1955 Schafer dapat menunjukkan ciri-ciri
organisme itu sebagai virus influenza A (Schafer, 1955). Flu burung di manusia
pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997 yang menginfeksi 18 orang
diantaranya 6 orang pasien meninggal dunia. Kemudian awal tahun 2003
ditemukan 2 orang pasien dengan 1 orang meninggal. Virus ini kemudian
merebak di Asia sejak pertengahan Desember 2003 sampai saat ini (Depkes RI,
2006).
Sejak tahun 2003 hingga saat ini, WHO mencatat kasus Flu Burung A
H5N1 sebanyak 859 kasus konfirmasi dengan 453 kematian yang tersebar di
beberapa negara diantaranya adalah Azerbaijan, Bangladeh, China, Djibouti,
Indonesia, India, Iraq, Kamboja, Nigeria, Pakistan, Thailand, Turki, Vietnam,
Laos PDR, dan Myanmar. Jumlah kasus yang dilaporkan di Indonesia dari Juni
2005 sampai dengan Desember 2016 sebanyak 199 kasus dengan 167 kematian.
Kasus tersebar di 15 provinsi dan 58 Kabupaten/Kota. Provinsi yang tertular Flu
Burung antara lain Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur, Banten, Bali, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Beberapa
kasus diantaranya merupakan kluster, namun hingga saat ini penularan masih
terjadi dari unggas ke manusia. Kasus konfirmasi terakhir (sebelum kasus ke-200
di Klungkung Bali) adalah kasus cluster pada Maret 2015 di Kota Tangerang,
Banten.

1
Dengan melihat latar belakang tersebut, maka perlu adanya pembuatan
laporan investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung untuk mendapatkan
gambaran mengenai kasus konfirmasi Flu Burung dan upaya penanggulangan Flu
Burung di Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu.

BAB II
KRONOLOGI KEJADIAN
Flu burung pertama diidentifikasi pada satu pasien di rumah sakit yang
selanjutnya disebut kasus tersangka flu burung. Pada tanggal 24 Februari 2012,
kasus berobat ke IGD RSUD Dr.M.Yunus setelah mengeluh demam, pusing dan
mual. Pada tanggal 27 Februari 2012, kasus difoto thorax dengan hasil kesan
Community-Acquired Pneumonia (CAP) dan TBC paru. Tanggal 28 Februari
2012 pukul 03.00 WIB dini hari, kasus mengalami batuk darah dan dikonsulkan
ke spesialis paru dengan hasil diagnosa pneumonia dan atelektasis. Pukul 08.00
WIB tanggal yang sama, kasus mengalami penurunan kesadaran dan dipindahkan
ke ICU dan dinyatakan suspek Flu Burung.
Pengambilan spesimen kasus dilakukan pada 29 Februari 1 Maret 2012
oleh perawat dan petugas laboratorium rumah sakit. Hasil pemeriksaan spesimen
kasus pada tanggal 2 Maret 2012 adalah positif Flu Burung. Investigasi KLB
kemudian dilakukan pada tanggal 6-8 Maret 2012 oleh tim investigasi Pusat
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan dengan mengambil serum pada orang
yang kontak dengan penderita (keluarga, tetangga, medis). Keluarga dan tetangga
yang kontak sebanyak 17 orang, dan 1 orang menunjukkan gejala batuk dan pilek.
Pada laporan ini tidak dijelaskan secara rinci, bagaimana kasus KLB flu
burung mulai menyebar dan jumlah kasus yang terjadi. Jumlah pelaporan kasus
awal dan riwayat pelaporan KLB flu burung tidak dicantumkan dalam laporan.
Hal lain yang dicantumkan adalah data kasus dan hubungan kasus dengan kontak
hingga terjadi penularan penyakit flu burung.

2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kejadian Luar Biasa (KLB)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010, Bab 1, Pasal 1 Ayat 2, KLB merupakan
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Wabah memiliki arti suatu kejadian yang sudah melebihi batas normal dan
dapat menyebabkan suatu penyakit dalam jumlah yang sangat banyak.
Kejadian luar biasa juga disebut sebagai peningkatan kejadian kasus penyakit
yang lebih banyak dari eksternal normal pada suatu wilayah atau kelompok
tertentu, selama periode tertentu. Penyakit-penyakit berpotensi Wabah atau
KLB:
1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/
mempunyai memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus
neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting:
malaria, frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis,
meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,
tetapi masuk program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis,
gonorrhoe, filariasis, dan lain-lain.
Suatu Kejadian Luar Biasa (KLB) bisa berasal dari berbagai sumber,
sumber-sumber tersebut antara lain: manusia, kegiatan manusia, binatang,
serangga, udara, makanan dan minuman. KLB tidak selalu berasal dari suatu
penyakit maupun bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial juga
dapat menimbulkan KLB. Contoh bencana sosial seperti perang atau ledakan
bom dapat menyebabkan ketidakseimbangan sosial di masyarakat karena
mengancam keselamatan mereka.

3
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan
KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada
atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Penanggulangan KLB dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
beserta masyarakat secara terpadu. Penanggulangan KLB meliputi:
a. Penyalidikan epidemiologis;
b. Penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan
karantina;
c. Pencegahan dan pengebalan;
d. Pemusnahan penyebab penyakit;

4
e. Penanganan jenazah akibat wabah;
f. Penyuluhan kepada masyarakat;
g. Upaya penanggulangan lainnya.
Dinas kesehatan kabupaten/kota dapat melakukan upaya penanggulangan
secara dini apabila di daerahnya terdapat salah satu kriteria KLB yang
terpenuhi, baik sebelum maupun setelah daerah ditetapkan dalam keadaan
KLB. Upaya penaggulangan dini dilakukan kurang dari 24 jam sejak daerah
tersebut memenuhi salah satu kriteria KLB.
2.2 Flu Burung
Avian influenza (AI) atau flu burung adalah penyakit akut yang berasal
dari oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family
Orthomyxoviridae. Flu burung merupakan penyakit influenza yang
menyerang unggas baik pada burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang
lain seperti babi. Penyakit ini dapat terjadi saat perubahan musim/cuaca
dengan gejala penyakit seperti demam, batuk, sakit kepala, diare, mual, pilek,
bersin dan rasa pegal di otot dan tulang. Penularan penyakit flu burung ke
manusia dapat melalui:
a. Binatang : kontak langsung dengan unggas yang sakit maupun produk
unggas yang berasal dari unggas yang sakit;
b. Lingkungan : udara atau peralatan yang tercemar virus flu burung
(terkontamnasi tinja unggas yang sakit);
c. Manusia : kontak dengan manusia yang positif terkena flu burung;
d. Mengkonsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan sempurna.
Masa inkubasi flu burung pada unggas rata-rata 4 hari (2 7 hari).
Sedangkan masa inkubasi rata-rata virus flu burung secara umum 3 hari (1-7
hari),dan masa penularan pada manusia adalah 1 hari sebelum dan 3-5 hari
setelah gejala timbul. Sedang masa penularan pada anak dapat mencapai 21
hari (Depkes RI, 2007).

5
BAB IV
RENCANA PERSIAPAN PENYELIDIKAN
Menurut (CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer,
1985; Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)
Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya
(penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang
(pengendalian). Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB,
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan diagnosa etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
8. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
9. Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan
10. Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan
kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah diatas tidak harus
dikerjakan secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan
secara serentak. Pemastian diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal
yang harus dikerjakan (Mausner and Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989
dalam Maulani, 2010).
1. Persiapan Penelitian Lapangan
Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam
pertama sesudah adanya informasi. Pada tahapan ini ada 3 kategori yang
harus disiapkan yaitu persiapan investigasi, persiapan administrasi, dan
persiapan konsultasi. Persiapan investigasi meliputi pengetahuan tentang
penyakit potensial KLB, keterampilan investigasi lapangan, keterampilan
analisis data, dukungan tinjauan pustaka, dan instrurmen investigasi.
Persiapan administasi meliputi penyediaan perijinan, surat-surat atau

6
dokumen legal lainnya yang mendukung investigasi. Persiapan konsultasi
berupa menjalin kerja sama dengan tim, ataupun pejabat wilayah yang berada
di wilayah tersebut.
2. Pemastian Diagnosis Penyakit
Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan
gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi
frekuensi gejala klinisnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal yang
diperlukan adalah keterampilan klinis, kualitas pemeriksaan lab, serta
komunikasi yang baik antara tim kesehatan dengan pasien.
3. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit
yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa
(endemik) pada populasi yang dianggap berisiko, pada tempat dan waktu
tertentu. Adanya KLB juga ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari
kriteria KLB. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa
menyusun dengan grafik pola maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.
4. Identifikasi kasus atau paparan
Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus
dengan teliti. Dalam rangka menghitung kasus, terlebih dahulu harus
dipikirkan mekanisme untuk mengidentifikasi kasus dari berbagai sumber
kasus yang mungkin, seperti dari/di:
a. Fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas, klinik, RS.
b. Pemukiman/ tempat tinggal,
c. Tempat perhelatan/ pertemuan,
d. Dll.
Informasi yang dapat digali dari setiap kasus adalah:
a. Identitas kasus dan karateristik demografis, misal; nama, umur, jenis
kelamin, suku, pekerjaan,
b. Karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan tanda sakit yang
dialami, serta hasil lab,

7
c. Karateristik faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan sebab-sebab
penyakit dan faktor-faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan
penyakit yang diteliti,
d. Informasi pelapor kasus.
Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format pelaporan
yang standar, kuesioner atau form abstraksi/ kompilasi data. Hasil
perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB.
Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis
penyakit. Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk
indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini cara penentuan paparan dapat
dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan penyakit tersebut. Ini
penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak jelas
(bervariasi).
5. Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah
(lamanya KLB berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva epidemik.
Kurva epidemik adalah suatu grafik yang menggambarkan frekuensi
kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode
wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan cara penularan
penyakit.
b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah
untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya dengan
tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan
tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah variabel
geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan, tempat
(lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan
hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari
orang ke orang atau melalui vector.

8
c. Deskripsi kasus berdasarkan orang
Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis
sumber penularan atau etiologi penyakit. Orang dideskripsikan menurut
variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status perkawinan,
tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang
hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini
memungkinkan memusatkan perhatian pada satu atau beberapa variabel
di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan, karena
dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis
ini akan berguna untuk membantu pengujian hipotesis mengenai
penyebab penyakit atau sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan
sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer,
1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).
6. Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan
atau diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara
penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah sesudah semua langkah
penyelidikan KLB dilaksanakan. Menurut Goodman et al. (1990) dalam
Maulani (2010), kecepatan keputusan cara penanggulangan sangat tergantung
dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara penularannya, sebagai
berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat
dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan
yang luas.
b. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat
dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih
diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan cara
penularannya.
c. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah
diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih
memerlukan penyelidikan yang luas tentang etiologinya.

9
d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka
penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara
penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.
7. Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
a. Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan
membuktikan adanya agent pada sumber penularan.
b. Identifikasi keadaan penyebab KLB
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan
keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan.
8. Perencanaan penelitian lain yang sistematis
Penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk
melakukan penelitian. Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan
epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui
kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB,
kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem
surveilans.
b. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
c. Evaluasi terhadap program kesehatan.
9. Penyusunan Rekomendasi
Rekomedasi yang diusulkan dapat berupa program pengendalian, dan
penanggulangan KLB.
10. Penyusunan laporan KLB
Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang
berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan
kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan penanggulangan
dan pengendalian KLB yang disarankan dapat dilaksanakan. Laporan tertulis
diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi dapat
dipergunakan untuk merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim
surveilans yang lebih baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program

10
kesehatan serta dapat dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian
KLB.

BAB V
PEMASTIAN KASUS
Pemastian kasus yang dilakukan untuk memastikan apakah gejala-gejala
yang diderita pasien merupakan gejala dari penyakit flu burung pada pasien yang
awalnya menunjukkan gejala demam, pusing, dan mual. Pasien tersebut diperiksa
di laboratorium. Kemudian pasien tersebut didiagnosis mengalami demeam
typhoid namun mengalami batuk yang makin sering dan sesak nafas. Hasil foto
thorax menggambarkan bahwa pasien mengalami Community-Acquired
Pneumonia dan TBC dengan demam tinggi. Hal tersebut berlanjut hingga pasien
mengalami batuk darah dan dilarikan ke spesialis paru dan mengalami penurunan
kesadaran. Setelah itu, pasien diduga sebagai kasus flu burung. Kemudia
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan memeriksa spesimen. Spesimen
berupa swab hidung, swab tenggorok, cairan Endo Tracheal Tube (ETT) dan
serum diambil dari kasus selama 2 hari berturut-turut. Pada spesimen tersebut
dilakukan pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-
PCR) untuk mengetahui adanya materi genetik Flu Burung dan pemeriksaan
serum dilakukan dengan metode Hemaglutinasi Inhibisi (HI) untuk mengetahui
antibodi terhadap Flu Burung. Pengambilan spesimen serum juga dilakukan pada
kontak kasus. Hasil pemeriksaan (RT-PCR) menunjukkan positif H5N1 Keluarga
dan tetangga pasien juga ikut diperiksa dengan pengambilan swab hidung dan
swab tenggorokan sedangkan kontak tanpa gejala batuk dan pilek diambil
spesimen darah.

BAB VI
PEMASTIAN KLB
Pemastian KLB Flu Burung Provinsi Bengkulu ditetapkan melalui kriteria
yang tercantum dalam Permenkes Nomor 1501 tahun 2010, bahwasannya dapat
dikatakan KLB apabila memenuhi minimal satu kriteria. Terdapat salah satu
kriteria KLB yang telah ada yaitu timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang

11
dalam hal ini adalah flu burung yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah. Hal ini dapat dilihat bahwa Provinsi Bengkulu sebelumnya
belum pernah mengalami penyakit flu burung, tetapi mulai muncul pada tahun
2012.

BAB VII
DESKRIPSI MENURUT WTO
7.1 Berdasarkan Orang
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti tidak secara gamblang menjelaskan
karakteristik sasaran yang mengalami kasus KLB flu burung yang terjadi di
Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu, Provinsi
Bengkulu. Yakni hanya terdapat satu tersangka kasus yang positif H5N1.
Namun berdasarkan investigasi lapangan yang dilakukan di lingkungan
tempat tinggal kasus. Dalam dua bulan terakhir kasus tinggal bersama kakek
neneknya di Kelurahan Kebun Dahri Kecamatan Ratu Samban Kota
Bengkulu dan seminggu sekali ke rumah orang tuanya di Perumnas
Universitas Bengkulu (UNIB) kecamatan Muara Bangkahulu, Kota
Bengkulu. Di rumah orang tua kasus terdapat satu ekor burung hias
sedangkan ditemukan adanya kematian burung cicak ranti di tetangga rumah
kakek nenek kasus. Kondisi lingkungan di rumah kakek nenek kasus
merupakan daerah padat penduduk dan di sekitarnya terdapat ruko yang
memelihara burung walet. Juga ada beberapa tetangga yang memelihara ayam
dan terdapat satu pet shop.
7.2 Berdasarkan Tempat
Berdasarkan hasil penelitian, kasus dan kontak KLB flu burung di daerah
Bengkulu hanya terdapat konfirmasi 1 kasus flu burung yang terjadi yakni
tepatnya di Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu,
Provinsi Bengkulu.
7.3 Berdasarkan Waktu
Berdasarkan hasil penelitian, kasus KLB flu burung di Bengkulu sejak
tahun 2005 2015 hanya terdapat 1 laporan mengenai konfirmasi positif

12
terkena Flu Burung tepatnya pada 2 Maret 2012 yang berada di Kelurahan
Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.

BAB VIII
UPAYA PENANGGULANGAN KLB
Berdasarkan hasil penelitian, penanggulangan KLB flu burung sebagai
upaya tindak lanjut penyelidikan di Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan
Ratusamban, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu yang dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut :
1. Melengkapi Sarana dan Prasarana Kesehatan dan Peningkatan Deteksi Dini
Didapatkan hasil bahwa keterbatasan sarana dan prasarana di RS yang
menjadi kendala dalam tatalaksana penanganan kasus flu burung di
Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu. Yakni
dengan melengkapi fasilitas rumah sakit di daerah kota Bengkulu dengan
ruangan isolasi untuk pasien yang positif virus H5N1. Serta peningkatan
teknologi untuk ketelitian pengecekan sampel dari spesimen agar tidak
memakan banyak waktu dalam penetapan positif terinveksi atau tidak.
2. Pengobatan dan Perawatan Penderita
Pada pasien yang positif virus flu burung harus diberikan oseltamivir
selama dirawat di rumah sakit, karena hasil penelitian yang didapatkan
kemungkinan positif terjangkit virus H5N1 disebabkan tidak adanya stock
oseltamivir di rumah sakit. Padahal sebenarnya pemberian oseltamivir
diberikan sedini mungkin pada infeksi influenza agar dapat terefikasi klinis
secara maksimal. Sehingga mempertipis kemungkinan terjangkit virus H5N1.
Serta diperlukan tenaga ahli dan kecepatan dalam penanganan kasus ini.
3. Sosialiasi
Karena didapatkan hasil bahwa adanya lingkungan padat penduduk dan
banyak ruko yang memelihara burung walet, tetangga yang memelihara ayam
atau unggas lainnya yang mengalami kematian sebanyak 25 ekor unggas di
bulan Februari 2012, sehingga perlu diadakan sosialisasi pada masyarakat
mengenai penanganan yang aman jika ditemukan kematian pendadak pada

13
unggas serta bagaimana menjaga kebersihan kandang unggas dan vaksinasi
unggas atau burung hias.
4. Penanggulangan lain
Penanggulangan lain yang dapat dilakukan yakni seperti pembentukan
posko pengobatan, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen, maupun
peningkatan kegiatan surveilans kasus KLB flu burung.

BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
Sejak tahun 2003 hingga saat ini, WHO mencatat kasus Flu Burung A
H5N1 sebanyak 859 kasus konfirmasi dengan 453 kematian yang tersebar di
beberapa negara diantaranya adalah Azerbaijan, Bangladeh, China, Djibouti,
Indonesia, India, Iraq, Kamboja, Nigeria, Pakistan, Thailand, Turki, Vietnam,
Laos PDR, dan Myanmar. Pada kronologi kejadian KLB flu burung di kota
Bengkulu, flu burung pertama diidentifikasi pada satu pasien di rumah sakit
yang selanjutnya disebut kasus tersangka flu burung pada tanggal 24 Februari
2012 disertai gejala-gejala yang dialami hingga hasil pemeriksaan spesimen
kasus pada tanggal 2 Maret 2012 ditetapkan sebagai positif Flu Burung.
Pemastian diagnosa KLB ini berdasarkan langkah-langkah yakni meliputi
persiapan penelitian lapangan, pemastian diagnosis penyakit, penetapan KLB,
identifikasi kasus atau paparan, deskripsi KLB, penanggulangan sementara,
identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB, perencanaan
penelitian sistematis, penyusunan rekomendasi, hingga penyusanan laporan
KLB. Pemeriksaan yang dilakukan juga cukup banyak hingga bisa dikatakan
sebagai KLB atau tidak, yakni pemeriksaan di laboratorium (untuk diagnosis
demam, batuk, dan sesak napas), pemeriksaan lebih lanjut dengan memeriksa
spesimen swab hidung dan tenggorok, cairan ETT (Endo Tracheal Tube)
serta pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-
PCR) untuk mengetahui adanya materi genetik Flu Burung dan pemeriksaan
serum dilakukan dengan metode Hemaglutinasi Inhibisi (HI) untuk
mengetahui antibodi terhadap Flu Burung (untuk pasien yang mengalami

14
batuk darah hingga harus dilarikan ke spesialis paru dan diduga kasus flu
burung). Dalam pemastian kasus KLB, kota Bengkulu sebelumnya belum
pernah mengalami penyakit flu burung, dan muncul pada tahun 2012.
Kejadian kasus KLB flu burung selama tahun 2005 2015 hanya terjadi di
Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu, Provinsi
Bengkulu dengan pasien atau tersangka kasus berjumlah satu orang pada
tahun 2012. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan yakni dengan
melengkapi sarana dan prasarana kesehatan berupa ruang isolasi dan
peningkatan teknologi untuk deteksi dini, lebih diperhatikan pengobatan dan
perawatan pasien, serta adanya sosialisasi pada masyarakat mengenai KLB
flu burung maupun upaya lainnya.
9.2 Saran
Mengenai kasus KLB flu burung di provinsi Bengkulu ini yang terbilang
jarang, perlunya kewaspadaan yang tinggi agar tidak menjadi kasus yang
lebih parah. Dengan menerapkan upaya penanggulangan kasus flu burung
tersebut serta ditingkatkan lagi kewaspadaan diri terhadap tanda-tanda dari
virus flu burung melalui seperti sosialisasi kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
BBC Indonesia. Fakta tentang Penyakit Flu Burung. [Online] Diakses di :
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/10/051017_birdflufacts.s
html pada 18 Oktober 2017 pukul 16:20 WIB.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Kemenkes Umumkan Kasus


Flu Burung ke 200. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
[Online] Diakses di :
http://www.depkes.go.id/article/view/17110800005/kemenkes-umumkan-
kasus-flu-burung-ke-200.html pada 18 Oktober 2017 pukul 16:05 WIB.

Maulani, N. 2010. Kejadian Luar Biasa Catatan Kuliah. Program Studi S1


Kesehatan Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.

Mohamad, K. Flu Burung. [Online] Diakses di :


http://influenzareport.com/influenzareport_indonesian.pdf pada 18 Oktober
2017 pukul 15:40 WIB.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Nomor


1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

15
Putranto, R.H., Pratiwi, E. 2012. Studi Kasus: Konfirmasi Kasus Flu Burung di
Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu Tahun 2012. [Online] Diakses di
http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v44i2.5451.85-90 pada 15 November 2017
pukul 13:00 WIB.

Unicef Indonesia. Sekilas - Flu Burung. [Online] Diakses di :


https://www.unicef.org/indonesia/id/health_nutrition_7194.html pada 18
Oktober 2017 pukul 16:18 WIB.

16

Anda mungkin juga menyukai