Teori Kritis Jean Baudrillard
Teori Kritis Jean Baudrillard
Santana Sembiring
Mahasiswa Pascasarjana MIP
UGM 2017
Kritik Jean Baudrillard Tentang Simulasi dan Simulakra serta kaitannya dengan
Hyperreality
Dengan berkembang teknologi saat ini banyak masyarakat tidak dapat membedakan
bagaimana realitas yang sesungguhnya dengan realitas buatan. Masyarakat saat ini sudah
dimanipulasi oleh teknologi dan diperantarai oleh media. Sebagai contoh misalnya
pemaknaan berbeda sering kali terjadi dalam media sosial, saya ambil contoh instagram.
Kebanyakan foto-foto yang dimuat dan disebarkan melalui instagram adalah foto cantik dan
terbaik. Sehingga orang melihat foto yang diunggah tersebut akan tertarik karena terlihat
cantik. Padahal jika dilihat realitas sesungguhnya bisa saja foto yang ada dalam instagram
tersebut sudah diedit dan dipoles sedemikian rupa atau diambil dari tempat dan jarak yang
sudah diatur sebelumnya. Dengan contoh tersebut, menurut Baudrillard sudah terjadi proses
merusak realitas itu sendiri sehingga dia menyebutnya dengan hyperrealitas. Baudrillard
mengatakan bahwa simulasi adalah sebuah representasi dari realitas yang asli, namun yang
terjadi adalah simulasi muncul sebagai upaya dari media untuk menciptakan kembali realitas
sesuai dengan kode produksi media sehingga yang terjadi adalah ada upaya untuk membuat
tiruan (simulakra) yang benar berdasarkan persepktif media sehingga persepktif dari media
tersebut adalah realitas yang sesungguhnya (Debrix, 2009:74).
Pemikiran Boudrillard mengenai pemaknaa tentang simulasi, simulakra serta
berakhirnya pada hyperrealitas pada dipergunakan dalam contoh politik. Saya ambil contoh
kasus poliltik yang lain. Sebagai contoh misalnya menjelang pemilihan Presiden Amerika
Serikat periode kedua, Barack Obama sebagai calon petahana membuat sebuah simulakra
yang cukup hebat sehingga menghasilkan hyperrealitas yang hebat pula. Dengan mengatakan
bahwa teroris Osama Bin Laden telah mati pada saat ditangkap oleh militer As. Belakangan
diketahui bahwa foto yang menyatakan teroris telah mati diragukan kebenarannya.
Pasalnya foto tersebut telah diedit dan diambil gambar janggut yang serupa kemudian
ditempelkan pada orang yang dibuat mirip dengan sasaran. Selain hal ini seperti film Rambo
II, dalam film tersebut dikatakan bahwa militer AS menang melawan militer Vietnam
padahal realitas sesungguhnya militer AS lah yang kalah dalam peperangan itu. Dari contoh
diatas dapat kita ketahui bahwa peran media dan model sangat menentukan realitas tiruan
yang dibuat. Media yang berperan bisa kamera, media elekronik, internet, ataupun melalui
produksi film yang ditambahkan melalui skenario dan teknik permainan kamera.
Dengan adanya permainan dari media sedemikian rupa menyebabkan yang
hiperrealitas menjadi pengganti kenyataan yang sesungguhnya. Pillang dalam Azwar (2014,
39) mengatakan hiperrealitas komunikasi, media dan makna menciptakan satu kondisi
dimana semuanya dianggap lebih benar daripada kebenaran. Kita tak dapat membedakan lagi
antara kebenaran dengan kepalsuan, antara isu dengan realitas ini semuanya tidak lepas dari
perkembangan teknologi yang dapat mensimulasi pemikiran manusia.
Daftar Rujukan
Aditya, Ramadhan. (2013). Masyarakat Indonesia Keranjingan Gadget Hingga 2017. Diakses
dari okezone.com
https://techno.okezone.com/read/2013/08/22/57/854018/masyarakat-indonesia-
keranjingan-gadget-hingga-2017
Azwar, Muhammad. (2014). Teori Simulakrum Jean Baudrillard dan Upaya Pustakawan
Mengidentifikasi Informasi Realitas. Khzanah Al-Hikmah. Vol. 2 No.1. 38-48
Debrix, Francois. (2009). Walter Benjamin. Edkins, Jenny & Williams, Nick Vaughan. Teori-
teori Kritis: Menantang Pandangan Utama Studi Politik Internasional. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ramadhan, Bagus. (2016). Data Terbaru, Ternyata Jumlah Ponsel di Indonesia Melebihi
Jumlah Populasi. Diakses dari goodnewsfromindonesia.id
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/01/21/data-terbaru-ternyata-jumlah-
ponsel-di-indonesia-melebihi-jumlah-populasi