Anda di halaman 1dari 22

2014

STUDI KEPUSTAKAAN
7 ALAT PENGUKURAN MUTU
MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU LAYANAN KESEHATAN
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA

SUCITRA MELANI - 1406521390


SUCITRA MELANI
12/14/2014
A. DEFENISI MUTU DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Mutu layanan kesehatan dapat didefenisikan dengan berbagai cara, dengan


implikasi yang berbeda bagi penyedia layanan kesehatan, pembayar pihak ketiga,
pembuat kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya. National Academies Institute of
Medicine (IOM) memberikan defenisi mutu layanan kesehatan sebagai derajat ketika
layanan kesehatan bagi individu dan populasi meningkatkan probablitas hasil akhir
kesehatan yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan professional saat ini.
Defenisi ini menyoroti berbagai aspek mutu. Pertama, layanan kesehatan bermutu
tinggi harus mencapai hasil akhir kesehatan yang diinginkan bagi individu yang sesuai
dengan pilihan mereka yang beragam. Kedua, layanan kesehatan harus mencapai hasil
akhir kesehatan yang diinginkan bagi populasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku
tentang efisiensi pembuat kebijakan dan pembayar pihak ketiga. Terakhir, layanan
kesehatan harus sesuai dengan standar profesional dan bukti ilmiah, konsisten dengan
keefektifan fokus klinis dan penyedia layanan kesehatan.
Mutu sebagai suatu konsep yang diterapkan dan dipraktekkan dengan cara dan
gaya yang sama pada setiap keadaan. Pada umumnya, mutu layanan kesehatan
terfokus pada konsep bahwa layanan kesehatan memiliki tiga landasan utama yaitu
mutu, akses dan biaya. Walaupun satu sama lain saling bergantug dan masing-masing
dapat berdampak pada yang lain, mutu berdampak lebih kuat pada dua landasan
lainnya. Mutu dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat diberikan dengan cara
yang pantas, efisien dan hemat biaya. Layanan yang bermutu adalah layanan yang
berorientasi pelanggan (costumer oriented), tersedia (availabe), mudah didapat
(accessible), memadai (acceptable), terjangkau (affordable) dan mudah dikelola
(controllable). Mutu tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi.
Yang dimaksud dengan pelanggan pelayanan kesehatan secara umum adalah
masyarakat (individu atau kelompok) atau institusi pengguna jasa pelayanan kesehatan,
yang membutuhkan pelayanan kesehatan atau yang punya potensi membayar jasa
pelayanan kesehatan. Mereka dimasukkan sebagai pelanggan dari luar (external
costumer) institusi. Institusi pelayanan kesehatan juga memiliki pelanggan dari dalam
(internal costumer) yaitu mereka yang bekerja di institusi pelayanan tersebut. Setiap

SUCITRA MELANI | 1
kelompok pelanggan ini perlul diberi pelayanan sebaik-baiknya oleh pihak manajemen
institusi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Jenis jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh institusi penyedia pelayanan
kesehatan harus bersifat menyeluruh (comprehensive health service) yang meliputi
pelayanan kesehatan pencegahan (promotive health service), pengobatan (curative
health service), pengobatan (curative health service) dan rehabilitasi (rehabilitative
health service). Pelanggan individu dilayani di dalam gedung untuk pengobatan dasar
atau rehabilitasi medis. Petugas kesehatan menunggu kehadiran pelanggan ini
(pelayanan pasif). Untuk pelanggan kelompok masyarakat, diberikan pelayanan di luar
gedung. Pelayanan untuk kelompok masyarakat bersifat proaktif karena petugas
kesehatan mendatangi kelompok masyarakat untuk memberikan pelayanan.
Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added value
bagi dokter, paramedis, perusahaan farmasi, pemasok alat-alat kedokteran, termasuk
pimpinan institusi penyedia jasa layanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan
yang diberikan kepada pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau
sesuatu yang bersifat emosional. Kalau pelanggan mengatakan bahawa value mereka
adalah pelayanan kesehatan yang bermutu, kepuasan pelanggan adalah mutu pelayan
kesehatan. Kalau pelanggan mengatakan value mereka adalah kesembuhan dari
serangan penyakit atau gangguan kesehatan yang mereka derita maka kepuasan
pelanggan kesehatan adalah pelayan yang memberikan kesembuhan bagi mereka.
Pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman mereka kepada teman,
keluarga dan tetangga. Ini akan menjadi referensi yang baik kepada institusi penyedia
pelayanan kesehatan.Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap
kesesuaian tingkat harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa
pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima. Kepuasan pengguna jasa
pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih kinerja institusi pelayanan
kesehatan dengan harapan pelanggan.

B. Program Jaminan Mutu


Jika institusi pelayanan kesehatan merencanakan untuk mengembangkan
manajemen mutu jasa pelayanannya, institusi tersebut harus lebih dahulu merumuskan
tujuan umum pengembangan mutu. Ada dua tujuan umum pengembangan mutu
SUCITRA MELANI | 2
produk pelayanan kesehatan yang perlu dirumuskan, yaitu tujuan antara dan tujuan
akhir.
Tujuan (sasaran) antara . Pimpinan dan staf institusi kesehatan merumuskan
masalah mutu produk jasa layanannya. Sebelumnya merumuskan tujuan
pengembangan mutum, masalah mutu proses dan produk (output) harus
diidentifikasi lebih dahulu. Rumusan masalah ini dijadikan dasar penetapan
tujuan peningkatan mutu. Strategi ini disebut benchmarking. Ada beberapa jenis
benchmark yaitu internal benchmark (membandingkan mutu antarbagian,
antarbidang, antarseksi). Benchmark yang membandingkan hasil yang pernah
dicapai tahun-tahun sebelumnya disebut historical benchmark. Ada juga
benchmark yang membandingkan jasa pelayanan antar institusi pelayanan
kesehatan swasta-pemerintah, antar kota, antar negara yang disebut external
benchmark.
Tujuan (sasaran) akhir . Tujuan akhir menjaga mutu pelayanan institusi
kesehatan adalah meningkatnya mutu produk atau jasa pelayanan kesehatan
dikaitkan dengan kepuasan pengguna jasa pelayanan.

Institusi pelayanan kesehatan yang mengembangakan program jaminan mutu


secara konsisten dan berkelanjutan akan mendapat manfaat :

- Meningkatnya efektivitas pelayanan kesehatan tersebut


- Terjaminnya efisiensi manajamen pelayanan kesehatan
- Masyarakat menerima produk jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhannya
- Para petugas kesehatan akan terlindungi jika terjadi gugatan hukum.

Jika proses pengembangan program jaminan mutu sudah dimulai, terdapat 4 kriteria
yang harus diperhatikan oleh pimpinan institusi pelayanan kesehatan :

1. Berkesinambungan (continuous quality improvement). Semua kegiatan program


untuk menjaga mutu harus mengikuti urutan kegiatan dan siklus pemecahan
masalah yang sudah ditetapkan staf dan pimpinan.
2. Sistematis. Kegiatan yang dilaksanakan berurutan dan jelas sasaran yang ingin
dicapai.

SUCITRA MELANI | 3
3. Objektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan standar mutu
yang sudah ditetapkan. Standar ini harus disesuaikan dengan kemampuan
institusi pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan pendanaan dan
kemampuann SDM yang ada.
4. Terpadu. Kegiatan program jaminan mutu di sebuah institusi pelayanan
kesehatan tidak boleh terpisah dari kegiatan rutin manajemen instusi pelayanan
kesehatan tersebut (day to day management).

Dengan pendekatan dan analisis sistem, mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji
berdasarkan output (keluaran) sistem pelayanan kesehatan (intermediate output) dan
hasil akhir program jaminan mutu (outcome), Output sistem pelayanan kesehatan akan
dipengaruhi oleh tiga komponen sistem yang lain, yaitu :

1. Input Masukan (dana, tenaga, dan sarana/prasarana).


Jumlah (kuantitas) dan kualitasnya (standard of personels and facilities) harus
mendapat prioritas perhatian pimpinan jika institusi pelayanan kesehatan
merencanakan akan mengembangkan mutu pelayanannya. Upaya untuk menjaga
mutu input oleh pimpinan (supervisi, monitoring langsung dan tidak langsung
sebelum proses dimulai) merupakan strategi pimpinan untuk menjaga (preventif
action) mutu proses dan output program jaminan mutu mencapai sasarannya
secara optimal.
2. Proses (tindakan medis dan nonmedis).
Semua rincian kegiatannya harus dituangkan ke dalam standard of conduct.
Proses ini harus tertulis sebagai dokumen penting masing-masing unit kerja
institusi pelayanan kesehatan. Semua dokumen ini harus mudah diperoleh dan
dipahami isinya oleh semua staf yang terkait dengan proses pengembangan
program jaminan mutu.
3. Lingkungan (kebijakan, institusi dan manajemen).
Kondisi lingkungan yang kondisi dengan program jaminan mutu disebut Standard
of organization and management. Dengan memanfaatkan standar ini, masalah
mutu pelayanan kesehatan akan dapat diidentifikasi lebih cermat. Dukungan
pihak manajemen untuk pengembangan program jaminan mutu pelayanan
kesehatan tidak kalah pentingnya dengan aspek tekhnis pelayanan kesehatan,

SUCITRA MELANI | 4
yaitu aspek medis dan asuhan keperawatan. Kalau dukungan pihak manajemen
tidak memadai sesuai dengan standar pelayanan, mutu pelayanan pasti akan
turun.

C. PERBAIKAN MUTU
Sehubungan dengan program jaminan mutu yang dilakukan di institusi pelayanan
kesehatan, ketika siklus penerapan mutu layanan kesehatan telah diselesaikan, tugas
berikutnya setelah melakukan pemantauan dan penilaian adalah membuat rencana
kegiatan perbaikan. Tujuan melakukan pemantauan itu sendiri adalah mengukur
penyimpangan dari suatu ketentuan atau ambang batas agar organisasi dapat
mempelajari penyebab terjadinya penyimpangan tersebut dan menetapkan satu atau
beberapa proses kegiatan untuk mengurangi penyimpangan tersebut. Proses atau
sekumpulan proses yang dapat mengurangi penyimpangan tersebut adalah perbaikan
mutu.
Menurut Siklus Mutu (Quality Cycle) yang dikembangkan oleh proyek Quality
Assurance Project oleh USAID, langkah-langkah berikut (atau paling tidak beberapa dari
langkah-langkah ini) harus sudah dilakukan sebelum proses perbaikan dapat dimulai :
1. Merencanakan mutu
2. Menyusun standar (dan indikator)
3. Mengkomunikasikan standar
4. Melakukan pemantauan (terhadap ambang batas)
5. Mengidentifikasi dan menentukan prioritas berbagai peluang untuk melakukan
perbaikan
6. Mendefenisikan kunci-kunci untuk peluang perbaikan
7. Membentuk sebuah tim
8. Menganalisis dan mempelajari berbagai peluang perbaikan bagi akar penyebab
masalah
9. Menyusun solusi dan tindakan untuk melakukan perbaikan
10. Menerapkan dan mengevaluasi upaya-upaya perbaikan, kemudian memulai
siklusnya dari awal lagi.
Langkah 5 hingga 10 semuanya berhubungan dengan proses perbaikan. Masing-
masing langkah melibatkan sejumlah kegiatan dan tugas.
SUCITRA MELANI | 5
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layanan yang
diberikan oleh suatu organisasi kepada para pelanggannya, yaitu pendekatan kualitatif
dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memenuhi proses
evaluasi internal. Pendekatan ini utamanya berfokus pada proses kerjakan dengan
benar pada kali pertama. Proses evaluasi eksternal paling baik dinilai dengan
pendekatan kuantitatif, yang dapat menentukan seberapa besar kepuasan pasien.
Pendekatan ini meliputi pengumpulan dan analisis data mengenai sifat dasar dan ruang
lingkup masalah atau masalah-masalah potensial yang dihadapi konsumen. Data harus
dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, serta menurut kecenderungan
kejadian, dan tingkat pengukuran ketidakpuasan pelanggan yang dikelompokkan
menurut kategori dan pengalaman tertentu.
Begitu sebuah peluang perbaikan telah dipilih, langkah selanjutnya dalam siklus
perbaikan adalah mendefenisikan peluang perbaikan dalam istilah yang lebih
operasional. Selain itu, peluang perbaikan harus dinyatakan melalui pernyataan yang
berisi istilah yang jelas dan sederhana sehingga dengan mudah dapat dilaksanakan oleh
anggota tim yang ditugaskan. Persyaratan lain dalam mendefenisikan peluang
perbaikan adalah bahwa pernyataan operasional tidak boleh mengandung pengajuan
sebuah solusi, atau mengidentifikasi penyebab, dan tidak boleh menyatakan tuduhan.

D. ALAT PENGUKUR MUTU

Alat atau Tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat
membantu kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu
dengan alat tersebut. Kita membutuhkan informasi yang lebih terstruktur dan mudah
dipahami dari sebuah koleksi data. Untuk keperluan tersebut diperlukan alat yang dapat
membantu kita mengolah data. Dalam konteks Manajemen Kualitas, alat yang dapat
digunakan untuk membantu mewujudkan kualitas dikenal dengan nama Seven Basic
Tools of Quality, dan Seven New Tools of Quality yang masing-masing dilengkapi
dengan Seven Steps Methodology atau bila digabung dikenal dengan nama 7 basic
tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah. 7 basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah adalah alat-alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan
lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk

SUCITRA MELANI | 6
dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas
kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.

Seven Basic Tools of Quality terdiri dari beberapa jenis alat yang lebih bersifat
eksploratif kuantitatif. Alat-alat tersebut yakni:

a. Check Sheet*/ Check List/ Tally Chart


Lembar isian merupakan alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data.
Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang ada.
Untuk mempermudah proses pengumpulan data maka penlu dibuat suatu lembar
isian (check sheet), dengan memperhatikan sbb :
Maksud pembuatan harus jelas
Informasi apa yang ingin diketahui ?
Apakah data yang nantinya diperoleh cukup lengkap sebagai dasar untuk
mengambil tindakan ?
Stratifikasi harus sebaik mungkin
Mudah dipahami dan diisi
Memberikan data yg lengkap tentang apa yg ingin diketahui.
Dapat diisi dengan cepat, mudah dan secara otomatis bisa segera dianalisa.
Kalau perlu disini dicantumkan gambar dan produk yang akan dicheck.
Ada beberapa jenis lembar isian yang dikenal dan umum dipergunakan untuk
keperluan pengumpulan data, yaitu antara lain: Production Process Distribution
Check Sheet, Lembar isian jenis ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang
berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga
akhirnya akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi. Seperti halnya dengan
histogram, maka bentuk distribusi data berdasarkan frekuensi kejadian yg diamati
akan menunjukkan karakteristik proses yang terjadi

Contoh sebuah check list :

Teknisi laboratorium yang hadir (X) atau tidak hadir (o)

SUCITRA MELANI | 7
Hari Toni Agung Anton Budi Jono
Senin X 0 X X X
Selasa X X O X X
Rabu 0 X X X X
Kamis X X O X X
Jumat X X X X O
Sabtu X X O X X
Total (X) 5 5 3 6 5

b. Histogram
Merupakan sebuah diagram batang yang dimodifikasi, dengan data di sumbu X
adalah data kontinue dan batangnya saling berimpit satu sama lainnya.
Histogram berguna untuk menyajikan sebuah gambaran mengenai unsur-unsur
data dan untuk menunjukkan pola data. Histogram dibuat untuk menyajikan data.
Contohnya, sumbu X memperlihartkan waktu yang digunakan (dalam interval)
untuk kunjungan rutin pasien rawat jalan, sedangkan sumbu Y memperlihatkan
jumlah seluruh kunjungan rutin di dalam masing-masing interval waktu.
Sebuah histogram dibuat melalui beberapa langkah. Pada contoh diatas, kita
mengumpulkan data dengan membuat sebuah tabel kolom kunjungan pasien
menurut waktu yang digunakan (dalam menit) di bagian pasien rawat jalan.
Kemudian kita membagi-bagi waktu menjadi interval yang sama bergantung pada
rentang waktu yang digunakan dalam menit. Langkah berikutnya adalah membuat
sebuah daftar titik yang berisi jumlah kunjungan pasien yang masing-masing berada
pada suatu interval waktu yang diidentifikasi. Lalu, kita membuat sebuah histogram
menggunakan informasi di atas dengan menempatkan jumlah kunjungan pasien
pada sumbu Y, sedangkan interval-interval waktu ditempatkan pada sumbu X. Tiap-
tiap interval waktu akan mewakili lebar batang, sedangkan jumlah kunjungan
pasien akan menentukan tinggi batang.

SUCITRA MELANI | 8
Jumlah Kunjungan Rawat Jalan
30
25
20
15
jumlah pasien
10
5
0
jam 8 - jam 12 jam 12 - jam 4 jam 4 - jam 8 jam 8 - jam 12

c. Scatter Diagram / Diagram Pencar


Teknik ini berguna untuk menyajikan data dari dua variabel yang mungkin memiliki
hubungan (tetapi tidak selalu sebagai suatu dampak) satu sama lainnya. Data yang
dikumpulkan untuk setiap variabel kemudian ditempatkan pada suatu grafik dengan
satu variabel di sumbu X dan variabel lainnya di sumbu Y. jika suatu pola terbentuk,
suatu hubungan positif atau negatif dapat disimpulkan. Tekhnik ini dianggap
sebagai cara yang paling mudah dalam mencatat suatu analisis korelasi tanpa
benar-benar menghitung kekuatan signifikansi hubungan antar variabel-variabel
tersebut. teknik ini sangat mudah dibuat dan berguna untuk memperlihatkan pola
data dan memberikan data penunjang untuk membuat diagram sebab akibat.
Walaupun diagram pencar terkadang digunakan untuk menggambarkan pasangan
data diskret (misalnya, diagram jumlah), namun diagram tebar paling berguna
untuk menggambarkan data kontinue (misalnya waktu versus suhu badan pasien).

d. Pareto Diagram

Omachonu (1991), Alfredi Pareto (1897) yang merupakan seorang ahli ekonomi Italia, dan
M.C. Lorenz (1907), yaitu seorang ahli ekonomi Amerika membangun suatu konsep yang
menyatakan bahwa sebagian besar proporsi pendapatan total pada suatu populasi hanya

SUCITRA MELANI | 9
dinikmati oleh beberapa anggota populasi tersebut. Ahli mutu yang bernama J. Juran
menerapkan prinsip tersebut pada masalah-masalah mutu yang dikelompokkan menjadi
masalah-masalah yang banyak tetapi tidak penting, dengan kata lain kebanyakan masalah
disebabkan oleh hanya sedikit penyebab. Prosedur yang mengelompokkan masalah-
masalah mutu ini disebut sebagai Analisis Pareto.

Konsep pareto lebih jauh lagi dikenal sebagai hukum 80-20. Konsep ini dapat diterapkan
dalam layanan kesehatan, misalnya dari 80% kesalahan pencatatan, 20% disebabkan oleh
staf. Contoh lain, 80% kesalahan pengobatan 20%nya disebabkan oleh staf perawat dan
seterusnya. Dengan menggunakan grafik batang dan grafik garis, data dapat dianilisis lebih
lanjut menurut prinsip Pareto tersebut. Untuk melakukannya, ada beberapa langkah yang
perlu diikuti untuk menyajikan data dalam bentuk grafik yang sesuai dengan prinsip Pareto:

1. Identifikasi suatu masalah mutu yang akan dipelajari. Contohnya keluhan pasien dalam
layanan pemberian makanan.
2. Tentukan dan laksanakan suatu metode pengumpulan data. Misalnya survey melalui
surat.
3. Kelompokkan keluhan pasien menurut jenisnya, misalahnya suhu, rasa, ketepatan
waktu layanan, estetika dan lain-lain.
4. Hitunglah frekuensi keluhan menurut kategori tertentu, misalnya suhu 74 keluhan, rasa
43 keluhan, dan seterusnya
5. Letakkan frekuensi setiap kategori keluhan pada grafik batang dan susunlah kategori-
kategori itu menurut frekuensi yang terbanyak hingga terkecil dari kiri ke kanan pada
sumbu horizontal (sumbu X). Dua sumbu vertikal harus dibuat, sumbu vertikal sebelah
kiri (sumbu Y) akan dibagi menurut interval tertentu hingga mencapai jumlah frekuensi
tertinggi (contohnya 74), sementara garis vertikal ke kanan dibagi menjadi besaran
persentase dari 0% hingga 100%.
6. Jumlahkan nilai-nilai persentase grafik batang dan hitung nilai total kumulatif di
seluruh tiap-tiap grafik batang. Letakkan nilai totalnya pada grafik yang sama, tetapi
dalam bentuk grafik garis.

Diagram Pareto sangat diperlukan, tidak hanya untuk menampilkan penyebab suatu
masalah mutu tetapi juga menyediakan suatu alat diagnostik dan pemantauan bagi tim
mutu yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau kemajuan langkah-
langkah perbaikan mutu yang sedang dilakukan. Signifikansi diagram Pareto semakin

SUCITRA MELANI | 10
terbukti ketika digunakan sebagai motivasi untuk mencapai bentuk akhir diagram batang
mengenai keluhan pasien yang menjadi lebih datar.

e. Fish Bone Diagram / Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat adalah sebuah alat yang berguna untuk mengidentifikasi
penyebab dan sub penyebab masalah, disebut juga sebagai diagram tulang ikan
atau diagram Ishikawa. Diagram ini adalah diagram yang menampilkan akar
penyebab suatu masalah pada situasi dalam beberapa kategori penyebab terkait.
Tiap-tiap kategori tersebut selanjutnya menampilkan beberapa subkategori yang
masing-masingnya dapat bercabang lagi dan menjadi lebih banyak subkategori yang
menampilkan sejumlah penyebab yang terkait dengan masalah. Untuk membuat
diagram tulang ikan, digunakan beberapa alat perbaikan mutu lainnya, contohnya
brainstorming, survey dan lain-lain.
Diagram sebab-akibat dibuat oleh tim perbaikan mutu dalam beberapa langkah.
Begitu suatu masalah terjadi, masalah tersebut kemudian dicatat. Catatan tersebut
selanjutnya diperbaiki agar dapat mencerminkan realistis dan penyebab yang dapat
ditelusuri untuk dipelajari lebih mendalam. Sejumlah penyebab yang telah dicatat
tersebut kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kategori (dan subkategori)
dan ditampilkan pada sebuah diagram dengan panah-panah yang diarahkan ke

SUCITRA MELANI | 11
masalah utama. Berbagai kategori untuk mengelompokkan penyebab dapat
ditentukan sendiri oleh tim atau dapat mengacu pada daftar baku yang berisi
berbagai kemungkinan penyebab masalah menurut kategori. Sebuah daftar
penyebab yang berbeda dapat dibuat melalui penggunaan setiap kategori berikut
ini : manusia, material, mesin, metode dan tindakan.

f. Control Chart/ Grafik


Diagram kendali merupakan alat yang dirancang untuk memantau suatu proses
selama suatu periode waktu untuk mempelajari kecenderungan dan variasinya.
Diagram ini dirancang untuk menampilkan kestabilan proses di sekitar
kecenderungan yang telah terjadi sebelumnya (yang dapat diterima). Diagram ini
dapat mengukur perubahan kecil di dalam proses yang dipantau. Dengan diagram
kendali, kita dapat melakukan analisis pada suatu perubahan proses dan dapat
mengetahui jika ada faktor yang mempengaruhi kecenderungan proses yang
dipantau.
Diagram kendali dapat membantu upaya proses perbaikan yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi saat-saat ketika proses berada di luar kendali, yaitu diluar
batas yang diperhitungkan. Oleh karena itu diagram kendali dapat digunakan untuk
mengidentifikasi peluang untuk memperbaiki suatu proses. Diagram ini juga
SUCITRA MELANI | 12
berguna untuk menentukan apakah menyimpangnya suatu proses dari jalur yang
seharusnya (rata-ratanya) disebabkan oleh penyebab-penyebab khusus atau umum.
Penyebab khusus memiliki kecenderungan terjadi secara sporadis dan akut
sehingga membutuhkan kewaspadaan tim manajemen. Di pihak lain, penyebab
umum merupakan penyebab jangka panjang yang tidak memiliki kemampuan
mengacaukan kestabilan sebuah proses, namun dapat menghasilkan dampak kecil,
yaitu menyimpangkan suatu proses dari seharusnya. Penyebab umum
penyimpangan pelaksanaan suatu proses merupakan hasil dari interaksi beberapa
penyebab selama suatu periode waktu. Penyebab umum harus dipelajari oleh tim
perbaikan mutu yang tepat pada sebuah organisasi. Diagram kendali berguna untuk
mengendalikan penyimpangan agar tetap berada pada nilai pengukuran yang masih
dapat diterima
Diagram kendali pada dasarnya adalah diagram tren dengan tambahan tiga garis
horizontal. Satu garis mewakili nilai rata-rata yang digambarkan antara garis batas
kendali atas (rata-rata +2 simpangan baku) dan garis batas kendali bawah (rata-rata
2 simpangan baku). Sebuah proses dikatakan terkendali jika garis
kecenderungannya terletak diantara garis batas atas dan garis batas bawah di
sekitar rata-rata. Dalam kasus tersebut, penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh
penyebab umum sehingga diperlukan intervensi yang dilakukan oleh tim mutu.
Namun jika garis kecenderungan berada di luar garis batas kendali atas dan garis
batas kendali bawah, prosesnya dinyatakan di luar kendali. Dalam kasus ini,
penyebab yang membuat proses berada di luar batas kendali dianggap sebagai
penyebab khusus sehingga merupakan tanggung jawab pihak manajemen untuk
menyelesaikannya.
Namun terdapat unsur tambahan pada konsep ini. Proses juga dianggap berada di
luar kendali jika paling sedikit ada tiga titik yang letaknya berurutan pada garis
kecenderungan proses yang terletak di bawah atau paling sedikit ada tiga titik yang
berurutan terletak di atas garis rata-rata, walaupun garis kecenderungan proses
masih berada di antara garis batas kendali atas dan batas kendali bawah. Sekali lagi,
penyebab khusus dikaitkan pada tipe kecenderungan seperti ini.
Garis batas kendali bukan merupakan suatu standar atau suatu ambang batas.
Batas kendali adalah ukuran yang menggambarkan perjalanan atau karakter suatu
SUCITRA MELANI | 13
proses. Oleh karena itu, suatu proses yang dikendalikan tidak selalu berarti
merupakan suatu proses yang baik, dan suatu proses yang tidak dikendalikan tidak
selalu merupakan suatu proses yang buruk.

New 7 tools atau dikenal juga dengan 7 management tools mulai diperkenalkan
sekitar tahun 1970-an. Tujuan awalnya adalah untuk mengembangkan teknik-teknik
pengendalian kualitas dengan menggunakan pendekatan desain. New 7 tools ini
dikembangkan untuk dapat mengorganisasikan data-data verbal secara terstruktur.
Berbeda dengan basic 7 tools yang digunakan untuk mengorganisasikan data numerik.
Penggunaan new 7 tools ini tidak bertentangan dengan basic 7 tools, melainkan saling
mendukung. Ketujuh alat manajemen kualitas yang masuk kelompok ini antara lain:

a. Interrelationship Diagram
Disebut juga sebagai diagram keterkaitan masalah, adalah alat untuk menganalisis
hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah yang kompleks sehingga kita dapat
dengan mudah membedakan persoalan apa yang merupakan driver (pemicu terjadinya
masalah) dan persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari masalah).

SUCITRA MELANI | 14
b. Affinity Diagram
Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah besar
gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang bersifat data verbal melalui
sesi curah pendapat (brainstorming), kemudian mengelompokkannya ke dalam
kelompok-kelompok yang sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini
diciptakan pada tahun 1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang,
sehingga sering disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro).
Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat (pinpointing)
masalah dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan dapat menghasilkan
strategi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, metode ini
membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam organisasi. Affinity diagram
selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk membuat sebuah fishbone diagram.

c. Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja,
seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau
aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang
lebih rendah dan rinci. Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang
menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi
dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan
banyak batang dan cabang.
Tree Diagram telah digunakan secara luas dalam perencanaan, desain, dan
pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika
suatu perencanaan dibuat, yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-

SUCITRA MELANI | 15
item yang dapat dikelola (manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan
suatu masalah juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci
dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika risiko-
risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree diagram lebih baik
ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang mana masalah
tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat ini hanya untuk masalah-
masalah yang dapat dipecahkan secara hirarkis.

d. Matrix Diagram
Matrix diagram adalah alat yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan
yang diperlukan untuk suatu perbaikan proses atau produk. Matrix diagram selalu
terdiri dari baris dan kolom yang menggambarkan hubungan dua atau lebih faktor
untuk mendapatkan informasi tentang sifat dan kekuatan dari masalah sehingga
kita bisa mendapatkan ide-ide untuk memecahkan masalah.

SUCITRA MELANI | 16
e. Matrix Data Analysis
Matrix data analysis adalah alat yang digunakan untuk mengambil data yang
ditampilkan dalam matrix diagram dan mengaturnya sehingga dapat lebih mudah
diperlihatkan dan menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel. Hubungan
antara variabel data yang ditampilkan pada kedua sumbu diidentifikasi dengan
menggunakan simbol-simbol untuk derajat kepentingan atau data numerik untuk
evaluasi.

SUCITRA MELANI | 17
f. Arrow Diagram / Activity network diagram
Activity network diagram adalah alat yang digunakan untuk merencanakan atau
menjadwalkan proyek. Untuk menggunakannya, kita harus mengetahui urutan tugas-tugas
beserta durasinya. Beberapa versi activity network diagram yang luas pemakaiannya
adalah: CPM (critical path method), PERT (program evaluation and review technique), dan
PDM (precedence diagram method)

g. PDPC (Process Decision Program Chart)


PDPC adalah diagram untuk memetakan rencana kegiatan beserta situasi yang
mungkin terjadi sehingga PDPC bukan saja dibuat untuk tujuan pemecahan akhir
dari suatu masalah, tetapi juga untuk menanggulangi kejutan risiko yang mungkin
terjadi. Dengan kata lain PDPC digunakan untuk merencanakan skenario, jika pada
situasi tertentu terjadi masalah, kita telah merencanakan bagaimana kemungkinan
penyelesaian masalahnya sehingga kita siap untuk menanganinya.

Selanjutnya Methodology of Seven Steps terdiri dari:

1. Menentukan Pokok Masalah


2. Memahami Situasi dan Menentukan Target/ Sasaran/ Tujuan

SUCITRA MELANI | 18
3. Menyusun Rencana Aktvitas
4. Menganalisa Faktor-Faktor dengan tahapan Investigasi Penyebab dan Efek,
Investigasi Kondisi saat ini dan masa lalu, Percobaan Stratifikasi, Melihat perubahan
dengan berjalannya waktu, Melihat Keterkaitan
5. Menyusun dan Mengimplementasikan Aktivitas perbaikan
6. Memastikan efektivitas dan efisiensi
7. Melakukan Standardisasi dan Pola Kontrol

Setiap tahapan dalam metodologi 7 langkah membutuhkan analisa-analisa


yang bisa dibantu oleh tools-tools ini. Perbedaan keduanya adalah jika 7 basic tools lebih
ke eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools lebih ke eksplorasi kualitatif.
Aplikasi alat-alat bantu tersebut di atas, tidak hanya terbatas dalam lingkup QMS (Quality
Management System) saja. Karena, kalau saja para pakar yang menekuni disiplin ilmu
lainnya, seperti misalnya : ahli politik, ahli ekonomi, ahli pemasaran dan lain sebagainya,
berkenan untuk mempelajari secara massif penggunaan alat-alat bantu ini dan
memahaminya secara baik, mereka dapat memanfaatkannya untuk melengkapi keilmuan
dan kemampuan analisisnya.

Kemampuan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah yang
dahsyat dalam mengemukakan fakta/fenomena inilah yang menyebabkan para pakar
dalam setiap proses kegiatan mutu sangat tergantung pada alat-alat bantu ini. Meskipun
demikian, keberhasilan dalam menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah sangat dipengaruhi oleh seberapa massif pengetahuan si pengguna
akan alat bantu yang dipakainya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki, akan semakin
tepat dalam memilih alat bantu yang akan digunakan.

Itulah sebabnya, ada 2 hal pokok yang perlu menjadi pedoman, sebelum
menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah, yaitu : efisien
(tepat) dan efektif (benar). Efisien, maksudnya adalah ketepatan dalam memilih alat
bantu yang sesuai dengan karakteristik persoalan yang akan dibahas. Efektif, artinya
bahwa penggunaan alat bantu tersebut dilakukan dengan benar, sehingg persoalan
menjadi lebih jelas, mudah dimengerti dan memberikan peluang untuk diperbaiki.

SUCITRA MELANI | 19
Pengelompokkan 7 alat pertama dapat dikatakan brillian, karena
mempermudah proses analisa dengan tetap mengacu kepada prinsip manajemen
kualitas yaitu berbicara dengan fakta. 7 basic tools merupakan koleksi alat-alat statistik
yang berbasis matematika, tetapi masih mudah untuk diajarkan, sehingga 7 alat kualitas
bisa diimplementasikan ke bidang non-engineering dan diajarkan tanpa harus
membutuhkan tingkat pendidikan tinggi.

Pengelompokkan 7 alat kedua (7 New Tools) timbul karena adanya kebutuhan


untuk memecahkan permasalahan kualitatif pada tingkatan manajemen. Apa
permasalahan kualitatif? Misalnya,

Ketidaksamaan cara pandang yang berujung kepada perdebatan yang berlebihan,


(affinity diagram)
Perlunya alat bantu untuk mengelompokkan permasalahan atau solusi, (affinity
diagram)
bagaimana caranya mengetahui resiko pelaksanaan? (PDPC)
bagaimana kita tahu ada pekerjaan yang paralel dan ada pekerjaan yang genting
sehingga tidak boleh mundur? (arrow diagram)
Apakah permasalahan ini berdiri sendiri atau berhubungan yang lain? kok coba
disolusikan selalu berulang kembali timbul masalah yang sama? (interrelationship
diagraph dan matrix diagram)

SUCITRA MELANI | 20
DAFTAR PUSTAKA

Muninjaya, MPH, A.A. Gde (2010). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wagner, Cordula, etc (1999). A Measuring Instrument for Evaluation of Quality Systems.
International Jurnal for Quality in Health Care Vol.11 Number 2; pp 119-130

Al-Assaf, A. F. (2009). Mutu Pelayanan Kesehatan : perspektif internasional. Jakarta : EGC.

Buchbinder, Sharon B. (2014). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC

Goetsch, David L. (2002). Manajemen Mutu Total. Jilid 1. Jakarta : PT. Prenhallindo

SUCITRA MELANI | 21

Anda mungkin juga menyukai