7 Alat Mutu
7 Alat Mutu
STUDI KEPUSTAKAAN
7 ALAT PENGUKURAN MUTU
MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU LAYANAN KESEHATAN
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
SUCITRA MELANI | 1
kelompok pelanggan ini perlul diberi pelayanan sebaik-baiknya oleh pihak manajemen
institusi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Jenis jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh institusi penyedia pelayanan
kesehatan harus bersifat menyeluruh (comprehensive health service) yang meliputi
pelayanan kesehatan pencegahan (promotive health service), pengobatan (curative
health service), pengobatan (curative health service) dan rehabilitasi (rehabilitative
health service). Pelanggan individu dilayani di dalam gedung untuk pengobatan dasar
atau rehabilitasi medis. Petugas kesehatan menunggu kehadiran pelanggan ini
(pelayanan pasif). Untuk pelanggan kelompok masyarakat, diberikan pelayanan di luar
gedung. Pelayanan untuk kelompok masyarakat bersifat proaktif karena petugas
kesehatan mendatangi kelompok masyarakat untuk memberikan pelayanan.
Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added value
bagi dokter, paramedis, perusahaan farmasi, pemasok alat-alat kedokteran, termasuk
pimpinan institusi penyedia jasa layanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan
yang diberikan kepada pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau
sesuatu yang bersifat emosional. Kalau pelanggan mengatakan bahawa value mereka
adalah pelayanan kesehatan yang bermutu, kepuasan pelanggan adalah mutu pelayan
kesehatan. Kalau pelanggan mengatakan value mereka adalah kesembuhan dari
serangan penyakit atau gangguan kesehatan yang mereka derita maka kepuasan
pelanggan kesehatan adalah pelayan yang memberikan kesembuhan bagi mereka.
Pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman mereka kepada teman,
keluarga dan tetangga. Ini akan menjadi referensi yang baik kepada institusi penyedia
pelayanan kesehatan.Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap
kesesuaian tingkat harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa
pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima. Kepuasan pengguna jasa
pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih kinerja institusi pelayanan
kesehatan dengan harapan pelanggan.
Jika proses pengembangan program jaminan mutu sudah dimulai, terdapat 4 kriteria
yang harus diperhatikan oleh pimpinan institusi pelayanan kesehatan :
SUCITRA MELANI | 3
3. Objektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan standar mutu
yang sudah ditetapkan. Standar ini harus disesuaikan dengan kemampuan
institusi pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan pendanaan dan
kemampuann SDM yang ada.
4. Terpadu. Kegiatan program jaminan mutu di sebuah institusi pelayanan
kesehatan tidak boleh terpisah dari kegiatan rutin manajemen instusi pelayanan
kesehatan tersebut (day to day management).
Dengan pendekatan dan analisis sistem, mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji
berdasarkan output (keluaran) sistem pelayanan kesehatan (intermediate output) dan
hasil akhir program jaminan mutu (outcome), Output sistem pelayanan kesehatan akan
dipengaruhi oleh tiga komponen sistem yang lain, yaitu :
SUCITRA MELANI | 4
yaitu aspek medis dan asuhan keperawatan. Kalau dukungan pihak manajemen
tidak memadai sesuai dengan standar pelayanan, mutu pelayanan pasti akan
turun.
C. PERBAIKAN MUTU
Sehubungan dengan program jaminan mutu yang dilakukan di institusi pelayanan
kesehatan, ketika siklus penerapan mutu layanan kesehatan telah diselesaikan, tugas
berikutnya setelah melakukan pemantauan dan penilaian adalah membuat rencana
kegiatan perbaikan. Tujuan melakukan pemantauan itu sendiri adalah mengukur
penyimpangan dari suatu ketentuan atau ambang batas agar organisasi dapat
mempelajari penyebab terjadinya penyimpangan tersebut dan menetapkan satu atau
beberapa proses kegiatan untuk mengurangi penyimpangan tersebut. Proses atau
sekumpulan proses yang dapat mengurangi penyimpangan tersebut adalah perbaikan
mutu.
Menurut Siklus Mutu (Quality Cycle) yang dikembangkan oleh proyek Quality
Assurance Project oleh USAID, langkah-langkah berikut (atau paling tidak beberapa dari
langkah-langkah ini) harus sudah dilakukan sebelum proses perbaikan dapat dimulai :
1. Merencanakan mutu
2. Menyusun standar (dan indikator)
3. Mengkomunikasikan standar
4. Melakukan pemantauan (terhadap ambang batas)
5. Mengidentifikasi dan menentukan prioritas berbagai peluang untuk melakukan
perbaikan
6. Mendefenisikan kunci-kunci untuk peluang perbaikan
7. Membentuk sebuah tim
8. Menganalisis dan mempelajari berbagai peluang perbaikan bagi akar penyebab
masalah
9. Menyusun solusi dan tindakan untuk melakukan perbaikan
10. Menerapkan dan mengevaluasi upaya-upaya perbaikan, kemudian memulai
siklusnya dari awal lagi.
Langkah 5 hingga 10 semuanya berhubungan dengan proses perbaikan. Masing-
masing langkah melibatkan sejumlah kegiatan dan tugas.
SUCITRA MELANI | 5
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layanan yang
diberikan oleh suatu organisasi kepada para pelanggannya, yaitu pendekatan kualitatif
dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memenuhi proses
evaluasi internal. Pendekatan ini utamanya berfokus pada proses kerjakan dengan
benar pada kali pertama. Proses evaluasi eksternal paling baik dinilai dengan
pendekatan kuantitatif, yang dapat menentukan seberapa besar kepuasan pasien.
Pendekatan ini meliputi pengumpulan dan analisis data mengenai sifat dasar dan ruang
lingkup masalah atau masalah-masalah potensial yang dihadapi konsumen. Data harus
dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, serta menurut kecenderungan
kejadian, dan tingkat pengukuran ketidakpuasan pelanggan yang dikelompokkan
menurut kategori dan pengalaman tertentu.
Begitu sebuah peluang perbaikan telah dipilih, langkah selanjutnya dalam siklus
perbaikan adalah mendefenisikan peluang perbaikan dalam istilah yang lebih
operasional. Selain itu, peluang perbaikan harus dinyatakan melalui pernyataan yang
berisi istilah yang jelas dan sederhana sehingga dengan mudah dapat dilaksanakan oleh
anggota tim yang ditugaskan. Persyaratan lain dalam mendefenisikan peluang
perbaikan adalah bahwa pernyataan operasional tidak boleh mengandung pengajuan
sebuah solusi, atau mengidentifikasi penyebab, dan tidak boleh menyatakan tuduhan.
Alat atau Tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat
membantu kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu
dengan alat tersebut. Kita membutuhkan informasi yang lebih terstruktur dan mudah
dipahami dari sebuah koleksi data. Untuk keperluan tersebut diperlukan alat yang dapat
membantu kita mengolah data. Dalam konteks Manajemen Kualitas, alat yang dapat
digunakan untuk membantu mewujudkan kualitas dikenal dengan nama Seven Basic
Tools of Quality, dan Seven New Tools of Quality yang masing-masing dilengkapi
dengan Seven Steps Methodology atau bila digabung dikenal dengan nama 7 basic
tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah. 7 basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah adalah alat-alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan
lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk
SUCITRA MELANI | 6
dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas
kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.
Seven Basic Tools of Quality terdiri dari beberapa jenis alat yang lebih bersifat
eksploratif kuantitatif. Alat-alat tersebut yakni:
SUCITRA MELANI | 7
Hari Toni Agung Anton Budi Jono
Senin X 0 X X X
Selasa X X O X X
Rabu 0 X X X X
Kamis X X O X X
Jumat X X X X O
Sabtu X X O X X
Total (X) 5 5 3 6 5
b. Histogram
Merupakan sebuah diagram batang yang dimodifikasi, dengan data di sumbu X
adalah data kontinue dan batangnya saling berimpit satu sama lainnya.
Histogram berguna untuk menyajikan sebuah gambaran mengenai unsur-unsur
data dan untuk menunjukkan pola data. Histogram dibuat untuk menyajikan data.
Contohnya, sumbu X memperlihartkan waktu yang digunakan (dalam interval)
untuk kunjungan rutin pasien rawat jalan, sedangkan sumbu Y memperlihatkan
jumlah seluruh kunjungan rutin di dalam masing-masing interval waktu.
Sebuah histogram dibuat melalui beberapa langkah. Pada contoh diatas, kita
mengumpulkan data dengan membuat sebuah tabel kolom kunjungan pasien
menurut waktu yang digunakan (dalam menit) di bagian pasien rawat jalan.
Kemudian kita membagi-bagi waktu menjadi interval yang sama bergantung pada
rentang waktu yang digunakan dalam menit. Langkah berikutnya adalah membuat
sebuah daftar titik yang berisi jumlah kunjungan pasien yang masing-masing berada
pada suatu interval waktu yang diidentifikasi. Lalu, kita membuat sebuah histogram
menggunakan informasi di atas dengan menempatkan jumlah kunjungan pasien
pada sumbu Y, sedangkan interval-interval waktu ditempatkan pada sumbu X. Tiap-
tiap interval waktu akan mewakili lebar batang, sedangkan jumlah kunjungan
pasien akan menentukan tinggi batang.
SUCITRA MELANI | 8
Jumlah Kunjungan Rawat Jalan
30
25
20
15
jumlah pasien
10
5
0
jam 8 - jam 12 jam 12 - jam 4 jam 4 - jam 8 jam 8 - jam 12
d. Pareto Diagram
Omachonu (1991), Alfredi Pareto (1897) yang merupakan seorang ahli ekonomi Italia, dan
M.C. Lorenz (1907), yaitu seorang ahli ekonomi Amerika membangun suatu konsep yang
menyatakan bahwa sebagian besar proporsi pendapatan total pada suatu populasi hanya
SUCITRA MELANI | 9
dinikmati oleh beberapa anggota populasi tersebut. Ahli mutu yang bernama J. Juran
menerapkan prinsip tersebut pada masalah-masalah mutu yang dikelompokkan menjadi
masalah-masalah yang banyak tetapi tidak penting, dengan kata lain kebanyakan masalah
disebabkan oleh hanya sedikit penyebab. Prosedur yang mengelompokkan masalah-
masalah mutu ini disebut sebagai Analisis Pareto.
Konsep pareto lebih jauh lagi dikenal sebagai hukum 80-20. Konsep ini dapat diterapkan
dalam layanan kesehatan, misalnya dari 80% kesalahan pencatatan, 20% disebabkan oleh
staf. Contoh lain, 80% kesalahan pengobatan 20%nya disebabkan oleh staf perawat dan
seterusnya. Dengan menggunakan grafik batang dan grafik garis, data dapat dianilisis lebih
lanjut menurut prinsip Pareto tersebut. Untuk melakukannya, ada beberapa langkah yang
perlu diikuti untuk menyajikan data dalam bentuk grafik yang sesuai dengan prinsip Pareto:
1. Identifikasi suatu masalah mutu yang akan dipelajari. Contohnya keluhan pasien dalam
layanan pemberian makanan.
2. Tentukan dan laksanakan suatu metode pengumpulan data. Misalnya survey melalui
surat.
3. Kelompokkan keluhan pasien menurut jenisnya, misalahnya suhu, rasa, ketepatan
waktu layanan, estetika dan lain-lain.
4. Hitunglah frekuensi keluhan menurut kategori tertentu, misalnya suhu 74 keluhan, rasa
43 keluhan, dan seterusnya
5. Letakkan frekuensi setiap kategori keluhan pada grafik batang dan susunlah kategori-
kategori itu menurut frekuensi yang terbanyak hingga terkecil dari kiri ke kanan pada
sumbu horizontal (sumbu X). Dua sumbu vertikal harus dibuat, sumbu vertikal sebelah
kiri (sumbu Y) akan dibagi menurut interval tertentu hingga mencapai jumlah frekuensi
tertinggi (contohnya 74), sementara garis vertikal ke kanan dibagi menjadi besaran
persentase dari 0% hingga 100%.
6. Jumlahkan nilai-nilai persentase grafik batang dan hitung nilai total kumulatif di
seluruh tiap-tiap grafik batang. Letakkan nilai totalnya pada grafik yang sama, tetapi
dalam bentuk grafik garis.
Diagram Pareto sangat diperlukan, tidak hanya untuk menampilkan penyebab suatu
masalah mutu tetapi juga menyediakan suatu alat diagnostik dan pemantauan bagi tim
mutu yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau kemajuan langkah-
langkah perbaikan mutu yang sedang dilakukan. Signifikansi diagram Pareto semakin
SUCITRA MELANI | 10
terbukti ketika digunakan sebagai motivasi untuk mencapai bentuk akhir diagram batang
mengenai keluhan pasien yang menjadi lebih datar.
SUCITRA MELANI | 11
masalah utama. Berbagai kategori untuk mengelompokkan penyebab dapat
ditentukan sendiri oleh tim atau dapat mengacu pada daftar baku yang berisi
berbagai kemungkinan penyebab masalah menurut kategori. Sebuah daftar
penyebab yang berbeda dapat dibuat melalui penggunaan setiap kategori berikut
ini : manusia, material, mesin, metode dan tindakan.
New 7 tools atau dikenal juga dengan 7 management tools mulai diperkenalkan
sekitar tahun 1970-an. Tujuan awalnya adalah untuk mengembangkan teknik-teknik
pengendalian kualitas dengan menggunakan pendekatan desain. New 7 tools ini
dikembangkan untuk dapat mengorganisasikan data-data verbal secara terstruktur.
Berbeda dengan basic 7 tools yang digunakan untuk mengorganisasikan data numerik.
Penggunaan new 7 tools ini tidak bertentangan dengan basic 7 tools, melainkan saling
mendukung. Ketujuh alat manajemen kualitas yang masuk kelompok ini antara lain:
a. Interrelationship Diagram
Disebut juga sebagai diagram keterkaitan masalah, adalah alat untuk menganalisis
hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah yang kompleks sehingga kita dapat
dengan mudah membedakan persoalan apa yang merupakan driver (pemicu terjadinya
masalah) dan persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari masalah).
SUCITRA MELANI | 14
b. Affinity Diagram
Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah besar
gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang bersifat data verbal melalui
sesi curah pendapat (brainstorming), kemudian mengelompokkannya ke dalam
kelompok-kelompok yang sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini
diciptakan pada tahun 1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang,
sehingga sering disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro).
Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat (pinpointing)
masalah dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan dapat menghasilkan
strategi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, metode ini
membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam organisasi. Affinity diagram
selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk membuat sebuah fishbone diagram.
c. Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja,
seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau
aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang
lebih rendah dan rinci. Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang
menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi
dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan
banyak batang dan cabang.
Tree Diagram telah digunakan secara luas dalam perencanaan, desain, dan
pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika
suatu perencanaan dibuat, yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-
SUCITRA MELANI | 15
item yang dapat dikelola (manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan
suatu masalah juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci
dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika risiko-
risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree diagram lebih baik
ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang mana masalah
tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat ini hanya untuk masalah-
masalah yang dapat dipecahkan secara hirarkis.
d. Matrix Diagram
Matrix diagram adalah alat yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan
yang diperlukan untuk suatu perbaikan proses atau produk. Matrix diagram selalu
terdiri dari baris dan kolom yang menggambarkan hubungan dua atau lebih faktor
untuk mendapatkan informasi tentang sifat dan kekuatan dari masalah sehingga
kita bisa mendapatkan ide-ide untuk memecahkan masalah.
SUCITRA MELANI | 16
e. Matrix Data Analysis
Matrix data analysis adalah alat yang digunakan untuk mengambil data yang
ditampilkan dalam matrix diagram dan mengaturnya sehingga dapat lebih mudah
diperlihatkan dan menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel. Hubungan
antara variabel data yang ditampilkan pada kedua sumbu diidentifikasi dengan
menggunakan simbol-simbol untuk derajat kepentingan atau data numerik untuk
evaluasi.
SUCITRA MELANI | 17
f. Arrow Diagram / Activity network diagram
Activity network diagram adalah alat yang digunakan untuk merencanakan atau
menjadwalkan proyek. Untuk menggunakannya, kita harus mengetahui urutan tugas-tugas
beserta durasinya. Beberapa versi activity network diagram yang luas pemakaiannya
adalah: CPM (critical path method), PERT (program evaluation and review technique), dan
PDM (precedence diagram method)
SUCITRA MELANI | 18
3. Menyusun Rencana Aktvitas
4. Menganalisa Faktor-Faktor dengan tahapan Investigasi Penyebab dan Efek,
Investigasi Kondisi saat ini dan masa lalu, Percobaan Stratifikasi, Melihat perubahan
dengan berjalannya waktu, Melihat Keterkaitan
5. Menyusun dan Mengimplementasikan Aktivitas perbaikan
6. Memastikan efektivitas dan efisiensi
7. Melakukan Standardisasi dan Pola Kontrol
Kemampuan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah yang
dahsyat dalam mengemukakan fakta/fenomena inilah yang menyebabkan para pakar
dalam setiap proses kegiatan mutu sangat tergantung pada alat-alat bantu ini. Meskipun
demikian, keberhasilan dalam menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah sangat dipengaruhi oleh seberapa massif pengetahuan si pengguna
akan alat bantu yang dipakainya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki, akan semakin
tepat dalam memilih alat bantu yang akan digunakan.
Itulah sebabnya, ada 2 hal pokok yang perlu menjadi pedoman, sebelum
menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah, yaitu : efisien
(tepat) dan efektif (benar). Efisien, maksudnya adalah ketepatan dalam memilih alat
bantu yang sesuai dengan karakteristik persoalan yang akan dibahas. Efektif, artinya
bahwa penggunaan alat bantu tersebut dilakukan dengan benar, sehingg persoalan
menjadi lebih jelas, mudah dimengerti dan memberikan peluang untuk diperbaiki.
SUCITRA MELANI | 19
Pengelompokkan 7 alat pertama dapat dikatakan brillian, karena
mempermudah proses analisa dengan tetap mengacu kepada prinsip manajemen
kualitas yaitu berbicara dengan fakta. 7 basic tools merupakan koleksi alat-alat statistik
yang berbasis matematika, tetapi masih mudah untuk diajarkan, sehingga 7 alat kualitas
bisa diimplementasikan ke bidang non-engineering dan diajarkan tanpa harus
membutuhkan tingkat pendidikan tinggi.
SUCITRA MELANI | 20
DAFTAR PUSTAKA
Muninjaya, MPH, A.A. Gde (2010). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wagner, Cordula, etc (1999). A Measuring Instrument for Evaluation of Quality Systems.
International Jurnal for Quality in Health Care Vol.11 Number 2; pp 119-130
Goetsch, David L. (2002). Manajemen Mutu Total. Jilid 1. Jakarta : PT. Prenhallindo
SUCITRA MELANI | 21