DI SUSUN OLEH :
TATI SUHAETI., S.Kep
NIM : E1714901035
KELOMPOK II
4
5
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN KENCING (ISK)
I. KONSEP TEORI
A. Definisi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme di dalam
saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak mengandung bakteri, virus atau
mikroorganisme lain. Infeksi saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita dari semua umur, dan
dari kedua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering menderita infeksi ini daripada pria. (Nurharis Huda ;
2009)
Infeksi saluran kemih sama dengan sistitis adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih
akibat infeksi oleh bakteri yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari bakteri (M. Clevo Rendy,
Margareth TH, 2012 hal. 217).
Infeksi saluran kemih merupakan reaksi inflamasi sel sel urotelium melapisi saluran kemih
(Sibuea, W. Heidin, 2005 hal. 16).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya
infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001 hal. 112).
Jenis infeksi saluran kemih, antara lain :
1. Kandung kemih (sistisis)
2. Urethra ( Uretritis)
3. Prostat (Prostatitis)
4. Ginjal ( Pielonefritis)
Selain itu, ISK pada mereka yang usia lanjut dibedakan menjadi :
1. ISK Uncomplicated(Simple)
ISK yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing baik anatomik maupun fungsional normal. ISK
ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa
superficial kandung kemih.
2. ISK Complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena seringkali kuman penyebab sulit untuk diberantas.
Kuman penyebab seringkali resisten terhadap beberapa jenis antibiotik, sering menyebabkan
bakterimia, sepsis, hingga shok. Infeksi saluran kencing ini terjadi bila terdapat keadaan sebagai
berikut :
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, refreks vesiko urethral obstruksi, atoni kandung
kemih,paraplegia, kateter kandung kemih menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK
c. Gangguan imunitas
d. Infeksi yang disebabkan oleh organisme virulen seperti prosteus yang memproduksi urease.
6
B. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan Infeksi Saluran Kencing :
a. E. coli 90% menyebabkan ISK Uncomplicated
b. Pseudomnas, prosteus, Klebsiella : penyebab ISK Complicated
c. Enterobacter, staphylococus epidemis, enterococus ,dan lain lain .
b. Urethritis
1) Penyebab bisa berupa bakteri, jamur atau virus yang berasal dari usus besar sampai ke vagina
melalui anus.
2) Nesseria gonorrhoea penyebab gonore, bakteri yang masuk ke vagina atau penis pada saat
melakukan hubungan seksual.
3) Paling sering disebabkan oleh gonococus
c. Prostattitis
Disebabkan oleh pertumbuhan bakteri di akibatkan oleh urin yang tertahan pada kandung kemih
sehingga menjalar dan terjadilah radang pada prostat
C. Manifestasi Klinis
1. Anyang-anyangatan atau rasa ingin buang air kecil lagi, meski sudah dicoba untuk berkemih,
namun tidak ada air kencing yang keluar
2. Sering kencing, atau sering kesakitan ketika kencing, air kencing bisa berwarna putih, coklat atau
kemerahan, dan baunya sangat menyengat
3. Warna air kencing kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah
7
D. Patofisiologi
Menurut Nurharis Huda Amin, yang dikutip dari Masjoer Arif, (2003) Infeksi Saluran kencing (ISK)
terjadi akibat infeksi pada traktus urinarus yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme patogenik
dengan atau tanpa disertainya tanda dan juga gejala. Mikroorganisme ini dapat masuk bisa dikarenakan
penggunaan steroid jangka panjang, makanan yang terkontaminasi bakteri, proses perkembangan usia
lanjut, anomali saluran kemih, higine yang tidak bersih, dan hubungan seksual yang tidak sehat, serta
akibat dari cidera uretra. Infeksi saluran kencing ini dapat mengenai kandung kemih, prostat, uretra, dan
juga ginjal
Pada pasien dengan Infeksi saluran kencing, umunya retensi urin teradi akibat dari obstruksi dan
menyebabkan peningkatan tekanan di vesika urinaria serta penebalan diding vesika, ketika hal ini terjadi
maka menyebabkan penurunan kontraksi vesika sehingga menimbullkan tahanan pada kandung kemih,
urin yang tertahan pada kandung kamih dalam jangka waktu yang lama (lebih dari 12 jam ) merupakan
media yang baik untuk perkembangan mikroorganisme patogen seperti E. coli, Klabsiella, prosteus,
psudomonas, dan enterobacter.
Ketika bakteri telah berhasil berkembang, maka tubuh akan melakukan respon pertahanan dengan
merangsang hipotalamus untuk menstimulus sistem pertahanan tubuh untuk memfagosit antigen tersebut
sehingga akan menyebabkan peningkatan metabolisme dan muncul gejala demam,ketika antigen tidak
mampu di fagosit oleh sistem imun kita maka akan menyebabkan munculnya bakteremia skunder yang
menjalar ke ureter sehingga menyebabkan iritasi dan peradangan pada ureter, umumnya ketika hal ini
terjadi maka akan menyebabkan pasien mengalami oliguria. Selain itu ketika proses peradangan terjadi
akan meningkatkan frekuensi dorongan kontraksi uretra dan memunculkan persepsi nyeri akibat proses
depresi syaraf perifer.
Selain itu, respon pertahanan tubuh kita juga akan merangsang hipotalamus sehingga muncul lah
gejala seperti demam serta nyeri di bagian yang terinfeksi.
8
E. Pathway
HCL (Lambung )
Kuman mengeluarkan
endotoksin Penebalan dinding
vesika urinaria
Bakteremia primer
Penurunan Kontraksi
Tidak di fagosit di fagosit otot vesika urinaria
Oliguria Hipertermia
Cepat lelah
GANGGUAN ELIMINASI URIN
Intoleransi aktivitas
Peradangan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Urinalisa untuk melihat adanya infeksi hematuria
b. Ureum, kreatinin, elektrolit untuk melihat fungsi ginjal .
2. Pengukuran berat derajat obstruksi
a. Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal,sisa urin kosong dan batas
intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
b. Pancaran urin (oroflowmetri)
syarat : jumlah urin dalam vesika 125 sampai dengan 150 ml. Angka normal rata-rata 10-12 ml/ detik,
obstruksi ringan
3. Pemeriksaan lain
a. BNO ( Blass Nier Overzicht) /IVP (Intravenous Pyleogram)
adalah studi sinar x terhadap ginjal, rahim dan saluran kemih, dilakukan untuk menentukan adanya
divertikel, penebalan bladder.
b. Trans abdominal USG
Dilakukan untuk mendeteksi bagian prostat yang meonjol ke buli-buli, yang dipakai untuk meramalkan
derajat berat obstruksi apabila ada batu di dalam vesika.
c. Sitoscopy , yaitu untuk melihat apakan ada penebalan pada bladder.
G. Penatalaksanaan
1. Pemberian agens antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius
dengan efek minima terhadap flora fekal dan vagina dengan demikian memperkecil infeksi ragi
vagina.
2. Variasi program pengobatan telah mengobat infeksi saluran kemih ini, misalnya dosis tunggal
program medikasi short cause (3-4 hari) atau long course (7-10 hari).
3. Penggunaan medikasi mencakup sulfisoxasol, sulfamethoxazole.
4. Pemakaian antimikrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi
5. jika kekambuhan terjadi setelah agens mikrobial selesai diberikan, maka program short medikasi (3-4
hari) dari terapi antimikrobial dosis penuh diberikan
6. jika kekambuhan tidak terjadi, maka medikasi diberikan setiap malam berikutnya selama 6-7 bulan.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih ini adalah karena adanya proses reflux atau
mikroorganisme yang di dapat secara asendens, yaitu menyebabkan :
1. Pyelonefritis
Infeksi yang naik dari ureter ke ginjal, tubulus reflux urethrovesikal dan jaringan intestinal yang
terjadi pada satu atau kedua ginjal.
10
2. Gagal Ginjal
Terjadi dalam waktu yang lama dan bila infeksi sering berulang atau tidak diobati dengan tuntas
sehingga menyebabkan kerusakan ginjal baik secara akut dan kronik.
I. Pencegahan
1. Minum air putih yang banyak 2 2,5 liter per hari
2. Hindari minum minuman beralkohol, kopi karena dapat mengiritasi kandung kemih
3. Menganjurkan menjaga personal hygiene yang benar :
Tidak menahan keinginan untuk berkemih dan berkemih dengan tuntas
Jaga perineum agar tetap bersih dan biasakan selesai berkemih untuk membersihkan
perineum dari depan ke belakang
Menggunakan celana dalam katun atau yang menyerap keringat
Tidak menggunakan jeans atau celana yang terlalu ketat
4. Hindari hubungan sex yang terlalu sering dan berlebihan dan setelah itu biasakan mengosongkan
kandung kemih.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius
lainnya.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun strikur
urinari lainnya.
3. Retensi urin berhubungan dengan sumbatan, tingginya tekanan urethra yang disebaabkan oleh
kelamahan destrusor, inhibisi arkus refleks, sfingter yang kuat )
4. Hipertermi
5. Intoleransi aktivitas
(Nurharis Huda Amin : 2013 hal 373)
13
C. Intervensi Keperawatan
Dx I
(Nyeri berhubungan dengan inflamasi urethra, kandung kemih, dan striktur traktus urinaris lainnya)
NOC
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
Kriteria hasil :
melaporkan nyeri hilang/ berkurang dengan menggunakan teknik managemen nyeri
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab,mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri , mencari bantuan )
Mampu mengenali skala nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Pasien tampak rileks
Pasien tidak meringis
Tanda-tanda vital dalam batas normal ,
TD : 120/80 130/90 mmHg
N : 80 100 x/menit
R : 16 24 x/ menit
S : 36,5 37,5
NIC
GUIDANCE
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensifnmeliputi lokasi, karakteristik, awitan, dan durasi,
frekuansi, kulaitas, intensitas atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
R/ Mengumpulkan informasi atau data yang dapat membantu dalam menentukan pilihan /keefektifan
intervensi.
2. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya bagi mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif.
R/ memperkuat data sebelumnya dalam penentuan intervensi
3. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10 ( 0 = tidak ada nyeri , 10 =
nyeri hebat )/
R/ Mengetahui derajat / tingkat keparahan nyeri
SUPPORT
1. Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada punggung, membantu pasien mendapatkan posisi
nyaman, mendorong penggunaan relaksasi napas dalam di dalam aktivitas teraputik.
R/ Meningkatkan relaksasi , memfokuskan kembali perthatian, dan dapat meniingkatkan kemampuan
koping.
14
2. Bantu pasien untuk lebih fokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan
melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.
R/ Membantu pasien dalam managemen nyeri dan menurunkan tingkat nyeri pasien.
TEACHING
1. Ajarkan pasien teknik nonfarmakologis (misalnya umpan balik biologis, Transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hipnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas, kompres hangat dingin dan juga masase) sebelum, sesudah dan bila memungkinkan
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meninigkat, dan bersamaan
dengan teknik peredaan nyeri yang lainnya.
R/Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pasien dalam upaya meringkankan atau menghilangkan
nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat bila peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
R/ Memungkinkan tindakan cepat untuk melakukan intervensi lain bila intervensi pertama tidak berhasil.
DEV. ENVIRONTMENT
1. Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman seperti menginfomasikan keluarga untuk tidak memadati
ruangan.
R/Meminimalkan pengunjung dapat membuta suasana lebih tenang dan pasien dapat beristirahat
dengan baik.
COLABORATION
1. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian medikasi pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
berat
R/ Pemberian analgetik dapat menghilangkan nyeri dan juga mencegah nyeri menjadi lebih berat.
2. Laporkan kepada dokter bila tindakan tidak berhasil dan jika keluhan saat ini merupakan perubahan
yang bermakna dari pengalaman nyeri di masa lalu.
R/ Memudahkan intervensi tambahan bila intervensi awal tidak berhasil.
Dx II
(Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih dan striktur traktus
urinarius lainnya)
NOC
1. Kontinesia urin
2. Eliminasi Urin
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan kontinesia urin yang dibuktikan dengan indikator sebagai berikut : ( selalu, sering, kadang,
jarang atau tidak pernah ditunjukkan ) :
15
SUPPORT
1. Membantu pasien untuk toileting secraa berkala
R/ Memaksimalkan fungsi miksi pasien.
TEACHING
1. Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kencing.
R/ Memudahkan pasien untuk mendapatkan informasi seputar penyakitnya.
2. Instruksikan pasien dan juga keluarga untuk mencatat haluaran urin bila diperlukan
R/ Membantu dalam pengumpulan data seputar haluaran urin pasien.
3. Anjurkan pasien untuk minum 200 ml cairan saat makan, diantara waktu makan, dan di waktu petang.
R/ Menghindari terjadinya koonstipasi dan pencegahan impaks tinja
DEV. ENVIRONTMEN
1. Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut atau mengusap dengan
air.
R/ Menciptakan suasana dingin dapat merangsang klien untuk berkemih.
16
COLABORATION
1. Rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
R/ Mempertahankan pola eliminasi urin yang optimum dengan mengobati penyakitnya.
Dx III
(Retensi urin berhubungan dengan sumbatan, tingginya tekanan urethra yang disebaabkan oleh kelamahan
destrusor, inhibisi arkus refleks, sfingter yang kuat )
NOC
1. Kontinesia urin
2. Eliminasi Urin
Kriteria hasil :
Menunjukkan kontinesia urin, yang dibuktikan oleh indikator berikut berikut ( selalu,sering, kadang-kadang,
jarang , atau tidak pernah ditunjukkan : Kebocoran diantara berkemih, urin residu pasca berkemih > 100-
200 cc .
Contoh lain , pasien akan :
1. Menunjukkan pengosongan kandung kemih dengan prosedur bersih kateterisasi intermitten mandiri
2. Mendeskripsikan rencana perawatan di rumah
3. Tetap bebas dari infeksi saluran kemih
4. Melaporkan penurunan spasme kandung kemih
5. Mempunyai keseimbangan asupan haluaran 24 jam
6. Menggolongkan kandung kemih secara rutin dan tuntas.
NIC
GUIDANCE
1. Identifikasi dan dokumentasikan pola pengososnan kandung kemih
2. Monitoring tanda dan gejala infeksi saluran kemih (panas, hematuria, perubahan bau dan kontinesia
urin)
R/Pengumpulan data untuk memperkuat diagnosis dan mempermudah intervensi
3. Pantau asupan dan haluaran
R/ Menjaga keseimbangan cairan dan juga elektrolit
4. Pantau derajat distensi kandung kemih melalui palapasi dan perkusi
R/ Mengumpulakan data analisa untuk memudahkan intervensi.
SUPPORT
1. Bantu pasien untuk berkemih ke toilet dan berikan waktu untuk berkemih 10 menit
R/ Memaksimalkan fungsi berkemih pasien
2. Lakukan manuver crade bila perlu
17
COLABORATION
1. Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi katetrisasi intermitten mandiri menggunakan
prosedur bersih setiap 4- 6 jam pada saat terjaga
R/ Pemasangan kateter ke kandung kemih untuk sementara waktu atau permanen untuk pengeluaran
urin
2. Rujuk ke spesialisasi kontinesia bila perlu
R/ Membantu meredakan distensi / retensi kandung kemih.
DX IV
HIPERTERMIA
NOC
1. Termoregulasi
2. Termoregulasi : Neonatus
3. Tanda-tanda vital
Tujuan dan kriteria Hasil :
1. Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut
(sebutkan gangguan 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
a. Peningkatan suhu kulit
b. Hipertermia
c. Dehidrasi
d. Mengantuk
2. Pasien akan menunjukkan termoregulasi yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 :
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan ) :
a. Berkeringat saat panas
18
SUPPORT
1. Gunakan waslap dingin ( atau kantong es yang dibalut dengan kain ) di aksila, kening, tengkuk dan
lipatan paha
R/ penggunaan waslap dingin dapat membantu untuk menurunkan derajat hipertemi
2. Bantu pasien untuk melepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja
R/ penggunaan pakaian yang terlalu tebal dapat meningkatkan derajat hipertemi pasien, dan
menyulitkan untuk pengeleuaran panas dari dalam tubuh
TEACHING
1. Ajarkan pasien dan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia (misalnya sengatan panas, dan keletihan akibat panas)
R/ pencegana komplikasi akibat hipertemi dengan mengetahui derajat hipertermi
2. Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan jika perlu.
R/ Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi akibat hipertermi
3. Anjurkan asupan cairan oral sedikitnya 2 liter sehari, dengan tambahan cairan selama aktivitas yang
berlebihan atau aktivitas yang berlebihan atau aktivitas sedang dalam cuaca panas.
R/ Asupan cairan yang cukup dapat mencegah dehidrasi akibat peningkatan suhu, dan asupan oral
yang cukup dapat menurunkan derajat panas.
DEV. ENVIRONTMEN
1. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman dengan menggunakan kipas yang berputar di ruangan
pasien .
R/ pengaturan lingkungan yang sejuk dapat meminimalisir rasa tidak nyaman akibat hipertermi
COLABORATION
1. Berikan obat antipiretik bila perlu
R/ mengatasi panas secara farmakologi
2. Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi ganguan suhu tubuh
19
Dx V
Intoleransi aktivitas
NOC
1. Toleransi Aktivitas
2. Ketahanan
3. Penghematan Energi
4. Kebugaran Fisik
5. Eergi Psikomotor
6. Perawatan Diri : Aktivitas kehidupan sehari hari
7. Perawatan diri : Aktivitas kehidupan sehari- hari instrumental (AKSI)
SUPPORT
1. Bantu pasien untuk mebgubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri dan juga ambulasi
sesuai dengan toleransi.
R/ perubahan dan pengaturan posisi secara rutin dapat membantu mempertahnkan kekuatan tonus otot
dan juga mencegah keletihan .
20
TEACHING
1. Ajarkan kepada pasien dan juga orang terdekat tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan
konsumsi oksigen (misalnya pemantauan mandiri dan teknik langkah dalam melakukan AKS )
2. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik managemen waktu untuk mencegah kelelahan.
R/Pengaturan penggunaan energi dilakukan untuk mengatasi atau mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi.
DEV. ENVIRONTMEN
1. Batasi rangsangan lingkungan yang berlebihan misalnya cahaya dan juga kebisingan
R/ pengaturan lingkungan yang baik dapat membantu pasien dalam upaya relaksasi.
COLABORATION
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas , apabila nyeri merupakan salah satu faktor penyebab
R/ mengatasi keluhan sebelum melakuakan terapi dapat mempermudah intervensi lebih efektif
2. Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi fisik misalnya untuk latihan ketahanan atau relaksasi dan
rekreasi untuk merencanakan program aktivitas bila perlu
21
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta.
Doenges, Marylinn. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC;
Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
M. Rendy Clevo, Margareth TH. (2012 ). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Nuha Medika.
Syaifudin, H. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Perawat Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Tambayong, Jan. (2006). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3.
Jakarta: FKUI.