Anda di halaman 1dari 18

Praktikum I

ANALISIS KADAR CTM DALAM TABLET CTM

I. Tujuan
Mahasiswa dapat memahami dan melakukan analisis kadar CTM dalam
tablet CTM.

II. Dasar Teori


Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh
semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,
meringankan, maupun menyembuhkan penyakit. Menurut undang-undang
kesehatan, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau campuran bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah,
mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka
atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk
memperelok tubuh atau bagian tubuh.
Obat memiliki cakupan makna yang luas, bukan hanya terbatas pada zat-
zat yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang dari sakit. Zat-zat yang
berfungsi untuk menetapkan diagnosis (mengetahui penyakit), mencegah,
mengurangi (meski tidak menyembuhkan), menghilangkan penyakit atau gejala
penyakit, luka, atau kelainan, baik jasmaniah maupun rohaniah pada manusia dan
hewan, juga disebut dengan obat (Nasution, 2009).
Obat dibuat dalam skala besar di pabrik obat. Dibuat dalam bentuk tablet,
kapsul, sirup, atau bentuk lainnya, bisa juga dibuat dalam berbagai bentuk
sekaligus. Pada proses pembuatannya, zat aktif obat tersebut biasanya akan
ditambahkan bahan-bahan lain yang dimaksudkan agar dapat membantu menjadi
bentuk obat yang baik. Bahan-bahan tambahan juga dimaksudkan untuk
membantu agar obat tersebut mudah masuk dan berkhasiat dalam tubuh sesuai
dengan yang diharapkan (Widodo, 2004).
Salah satu jenis obat yang banyak diproduksi oleh pabrik adalah tablet.
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung

1
satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang
digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat
pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok (Anonim, 1979).
Salah satu jenis tablet yang kerap dijumpai dipasaran adalah Tablet CTM
digunakan sebagai antihistaminikum. Antihistaminikum adalah obat yang
menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam
menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya simptom karena histamin (Ansel,
1995). Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebagai obat anti alergi, banyak diberikan
secara oral maupun intravena, bekerja di susunan saraf pusat, dapat menimbulkan
rasa kantuk yang kuat, maka tidak dianjurkan meminum obat ini jika hendak
bepergian. Obat ini juga termasuk obat keras, jadi pemakaiannya harus hati-hati
dan dianjurkan untuk menggunakannya hanya jika memang diperlukan (Simbolon,
2008).
Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadian bahwa
seseorang telah menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa obat dapat bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila
tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang
tepat. Jadi bila digunakan salah dalam pengobatan atau dengan kelewat dosis akan
menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil kita tidak memperoleh
penyembuhan (Anief, 1997).
Kadar dari suatu obat yang dalam hal ini CTM perlu dilakukan uji terhadap
kadarnya agar kita mengetahui bahwa obat yang diproduksi oleh suatu pabrik obat
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Obat yang dikonsumsi akan memberikan
efek terapi yang menyembuhkan di dalam tubuh jika kadarnya berada di rentang
persyaratan yang ditetapkan. Apabila kadar obat berada di atas rentang persyaratan
maka obat tersebut akan memberikan efek toksik terhadap konsumen. Sedangkan
bila berada di bawah rentang persyaratan, maka obat tersebut tidak akan
memberikan efek terapi. Oleh karena itu penetapan kadar dari obat yang diproduksi
setiap pabrik obat perlu dilakukan.
Pengawasan mutu adalah bagian yang penting dari cara pembuatan obat
yang baik untuk memastikan tiap obat yang di buat senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaanya.

2
Pengawasan produk obat harus dilakukan untuk menjamin mutu dan
keamanannya. Salah satu jenis pengawasan mutu tersebut adalah analisis kadar
senyawa aktif dalam proses pengendalian mutu obat. Penentuan kadar senyawa
aktif memerlukan suatu metode analisis dengan ketelitian dan ketepatan yang
cukup baik. Selain itu juga memenuhi kriteria lain seperti spesifisitas, linearitas,
limit deteksi, limit kuantitasi, dan ketangguhan (robustness) (Wulandari, 2007).
Analisis kualitatif dan kuantitatif bahan obat harus dilakukan sebelum
proses produksi obat dilaksanakan. Dahulu analisis kuantitatif obat dilakukan
dengan cara gravimetri dan titrimetri. Kedua cara tersebut relatif mudah dikerjakan
serta tidak membutuhkan peralatan yang mahal. Gravimetri dan titrimetri
kehilangan kespesifikan karena tidak dapat menyatakan bagian dari molekul obat
yang mempunyai informasi biologis tentang khasiat obat tersebut. Peranan
gravimetri dan titrimetri dalam penetapan kadar obat kemudian digantikan oleh
spektrofotometri dan kromatografi. Penggunaan spektrofotometer serapan sinar
tampak dan ultraviolet dalam penetapan kadar obat sangat luas karena obat
termasuk molekul organik yang mempunyai elektron ikatan dan bukan ikatan
(Gandjar, 1997).
Berbagai macam cara penentuan kadar senyawa obat, baik untuk
penentuannya dalam sediaan maupun dalam cairan biologis untuk keperluan
pengendalian mutu obat dan pemeriksaan klinis telah dikembangkan oleh para
peneliti terdahulu. Cara analisis yang sudah dikembangkan tersebut mencakup cara
sederhana, seperti spektrofotometri, sampai cara yang melibatkan peralatan
analisis yang modern seperti kromatografi gas dan kromatografi cair penampilan
tinggi (Rasyid, 1985).

III. Alat dan Bahan


A. Alat
 Labu takar 5, 25, dan 100 ml
 Pipet tetes
 Pipet volume
 Propipet
 Mikropipet + tip

3
 Kertas Saring
 Gelas Beaker 100 ml
 Penyemprot
 Corong kaca
 Spektrofotometer + kuvet
 Neraca analitik
 Sendok plastik
 Mortir + stamper
 Pengaduk kaca

B. Bahan
 Tablet CTM
 Serbuk CTM murni
 H2SO4 98 %
 Aquades

IV. Cara Kerja


A. Pembuatan larutan H2SO4 0,25 M
Ambil 3,4675 ml H2SO4 96% dengan menggunakan pipet ukur 5 ml,
Masukkan ke dalam labu takar 25 ml

Tambah aquadest hingga batas

Gojog homogen

B. Pembuatan Larutan Baku


25 mg⁄
Membuat larutan induk ctm 25ml

Masukkan 25 mg serbuk ctm murni ke dalam labu takar 25 ml,


tambahkan H2SO4 0,25 M hingga batas

4
Gojog homogen

Membuat seri larutan baku dengan ketentuan sebagai berikut :


Volume Kadar sampel
Pengambilan (µg/50 ml) ad H2SO4 0,25M
No
Larutan Baku (ml)
(µl)
1 20 100 5
2 30 150 5
3 40 200 5
4 50 250 5
5 60 300 5

Gojog homogen

Lakukan scanning pada kadar terkecil


untuk menentukan panjang gelombang dan operating time

Ukur absorbansi kelima seri konsentrasi

Buat persamaan kurva baku kadar vs absorbansi

C. Preparasi dan Analisis Sampel


Timbang 20 tablet ctm, serbuk halus

Ambil 0,141 g serbuk setara dengan 3 mg ctm

Masukkan dalam labu takar 50 ml, tambahkan H2SO4 0,25 M hingga batas

Gojog homogen

5
Saring dengan kertas saring, tampung cairan dalam gelas beaker

Ukur volume larutan sampel

Encerkan sebanyak 3 kali

Ukur absorbansi pada panjang gelombang 265 nm

Hitung kadar ctm dalam sampel

Replikasi 3 kali

V. DATA DAN PERHITUNGAN


1. Data Obat
Nama obat : CTM
Nama produsen : Kimia Farma
Kategori : Generik
Bentuk sediaan : Tablet
Komposisi : Chlorpheniramine maleat 4 mg
2. Organoleptis
 Warna : kuning
 Rasa : pahit
 Bau : khas
3. Data Percobaan
a) Keseragaman bobot
Bobot masing-masing tablet :
1. 0,1952 g 6. 0,1751 g
2. 0,2022 g 7. 0,1664 g
3. 0,1711 g 8. 0,1830 g
4. 0,1760 g 9. 0,1893 g
5. 0,1744 g 10.0,1960 g

6
11. 0,1985 g 16.0,1833 g
12. 0,1771 g 17.0,1814 g
13. 0,1839 g 18.0,1890 g
14. 0,1661 g 19.0,1758 g
15. 0,1856 g 20.0,1888 g
Bobot total = 3,6582 g
SD = 0,0103
Mean = 0,1829 g
𝑆𝐷
CV = × 100%
𝑥̅

= 5,6315 %
7,5
Penyimpangan 7,5% = ± 100 × 𝑥̅

= + 0,013725 g
Rentang bobot (7,5%) = 𝑥̅ − 7,5% 𝑥̅ ≤ 𝑥 ≤ 𝑥̅ + 7,5% 𝑥̅
= (0,169275 < x < 0,196725) g
Terdapat 1 tablet yang bobotnya berada di luar range.
15
Penyimpangan 15% = ± 100 × 𝑥̅

= + 0,02745 g
Rentang bobot (15%) = 𝑥̅ − 15% 𝑥̅ ≤ 𝑥 ≤ 𝑥̅ + 15% 𝑥̅
= (0,15555 < x < 0,21045) g
Tidak terdapat tablet yang bobotnya berada di luar range.
b) Pembuatan larutan H2SO4 0,25 M
Tersedia H2SO4 96%, akan diencerkan dalam labu takar 25,0 ml.
%×𝜌×1000
Molaritas H2SO4 = 𝐵𝑀
96×1,84×1000
= 98

= 18,0245 M
Pengenceran :
M1 x V1 = M2 x V2
18,0245 M x V1 = 0,25 M x 500 ml
V1= 6,9350 ml ≈ 7 ml
c) Kurva Baku
1. Pembuatan larutan induk

7
2. Scanning panjang gelombang
Scan panjang gelombang dilakukan dari 400,0 nm hingga 200,0 nm
menunjukkan panjang gelombang maksimum CTM dalam H2SO4
0,25 M adalah 623 nm.
3. Penentuan baku CTM
Didapatkan dari literatur 𝐴1%
1𝑐𝑚 CTM dalam H2SO4 0,25 M yang

diukur pada panjang gelombang 265 nm adalah 212 (Anonim, 2009).


𝐴1%
1𝑐𝑚 = 212

Absorbansi CTM dengan kadar 1 g / 100 ml = 212


212
Absorbansi CTM dengan kadar 1 mg / 100 ml = 1000 = 0,212

Absorbansi CTM dengan kadar 50 µg / 5 ml = 0,212


80 µg / 5 ml
Absorbansi CTM dengan kadar 80 µg / 5 ml = 50 µg / 5 ml × 0,212

= 0,399
110 µg / 5 ml
Absorbansi CTM dengan kadar 110 µg / 5 ml = × 0,212
50 µg / 5 ml

= 0,466
140 µg / 5 ml
Absorbansi CTM dengan kadar 140 µg / 5 ml = × 0,212
50 µg / 5 ml

= 0,594
170 µg / 5 ml
Absorbansi CTM dengan kadar 170 µg / 5 ml = × 0,212
50 µg / 5 ml

= 0,721
Larutan induk CTM 25 mg/25 ml (= 1 µg/µl). Dipipet x µl larutan
induk, dimasukkan ke labu 5,0 ml. Ditambahkan H2SO4 0,25 M ad 5,0
ml.
Volume pengambilan (µl) Kadar (µg/ml) Absorbansi teoritis
50 10 0,212
80 16 0,339
110 22 0,466
140 28 0,594
170 34 0,721

8
4. Absorbansi baku
Larutan induk CTM 25 mg/25 ml (= 1 µg/µl). Dipipet x µl larutan
induk, dimasukkan ke labu 5,0 ml. Ditambahkan H2SO4 0,25 M ad 5,0
ml.
Volume pengambilan (µl) Kadar (µg/ml) Absorbansi nyata
20 100 0,259
30 150 0,366
40 200 0,464
50 250 0,587
60 300 0,636
A = 0,0724
B = 1,95 x 10 -3
r = 0,9934
y = 1,95 x 10 -3 x + 0,0724

Kurva baku CTM


0.7
y = 0.002x + 0.0724
0.6

0.5
Absorbansi

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 50 100 150 200 250 300 350
Kadar (µg/50 ml)

d) Data sampel
Pengambilan sampel : 0,1829 g
Kemudian masing-masing diencerkan hingga 50,0 ml dan disaring. Setelah
disaring, ketiganya menghasilkan 46 ml.

9
Absorbansi (A)
Sampel
(pengenceran 5x)
1 0,582
2 0,638
3 0,568

y−0,072
x= x faktor pengenceran
1,95 x 10−3
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑇𝑀 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
Berat CTM per tablet = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Sampel 1 :
y = 0,582
0,582−0,072
𝑥= x 5 = 1307,6925 µg/50 ml = 1,3077 mg/50 ml
1,95 x 10−3
1,3077 𝑚𝑔/50𝑚𝑙 𝑥 182,9 𝑚𝑔
Jumlah CTM hasil absorbansi = 182,9 𝑚𝑔/50 𝑚𝑙

= 1,3077 mg/ tablet

Jumlah CTM dalam sampel teoritis =


bobot zat aktif total x
=
bobot 20 tablet bobot sampel yang diambil
80 mg x
=
3,6582 g 0,1829 g
x = 3,9999 mg
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
Persentase CTM dalam sampel =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 × 100%
1,3077 𝑚𝑔
= 3,9999 𝑚𝑔 × 100%

= 32,69 %

Sampel 2 :
y = 0,638
0,638−0,072
𝑥= x 5 = 1451,2825 µg/50 ml = 1,4513 mg/50ml
1,95 x 10−3
1,4513 𝑚𝑔/50𝑚𝑙 𝑥 182,9 𝑚𝑔
Jumlah CTM hasil absorbansi = 182,9 𝑚𝑔/50 𝑚𝑙

10
= 1,4513 mg/ tablet
Jumlah CTM dalam sampel teoritis =
bobot zat aktif total x
=
bobot 20 tablet bobot sampel yang diambil
80 mg x
=
3,6582 g 0,1829 g
x = 3,9999 mg
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
Persentase CTM dalam sampel = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 × 100%
1,4513 𝑚𝑔
= × 100%
3,9999 𝑚𝑔

= 36,28 %
Sampel 3:
y = 0,568
0,568−0,072
𝑥= x 5 = 1271,7950 µg/50 ml = 1,2717 mg/50ml
1,95 x 10−3

1,2717 𝑚𝑔/50𝑚𝑙 𝑥 182,9 𝑚𝑔


Jumlah CTM hasil absorbansi = 182,9 𝑚𝑔/50 𝑚𝑙

= 1,2717 mg/ tablet


Jumlah CTM dalam sampel teoritis =
bobot zat aktif total x
=
bobot 20 tablet bobot sampel yang diambil
80 mg x
=
3,6582 g 0,1829 g
x = 3,9999 mg
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
Persentase CTM dalam sampel = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐶𝑇𝑀 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 × 100%
1,2717 𝑚𝑔
= 3,9999 𝑚𝑔 × 100%

= 31,79 %

CTM dalam
Absorbansi Kadar Jumlah CTM tiap
No sampel
(pengenceran 5x) (µg/50ml) (mg) tablet (mg)
mg %
1 0,582 261,5385 1,3077 1,3077 36,28 3.9999

11
2 0,638 290,2565 1,4513 1,4513 32,69 3,9999
3 0,568 254,3590 1,2717 1,2717 31,79 3,9999
Rata-rata 268,7180 1,3436 1,3436 33,59 3,9999

SD jumlah CTM per tablet = 0,0950


SD
CV % CTM dalam sampel = rata−rata × 100%
0,0950
= × 100%
1,3436

= 7,0706 %
rata−rata
Recovery jumlah CTM per tablet = × 100%
teoritis
1,3436
= × 100%
4

= 33,59 %

VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan menguji kadar CTM (klofeniramin maleat) dalam
tablet tunggal CTM secara analisis kuantitatif, dengan menggunakan metode
spektrofotometri visibel. Metode yang dipilih ini berdasarkan oleh standar yang
telah ditetapkan di dalam British Pharmacopoeia 2009. CTM bisa dianalisis
dengan spektrofotometer visibel karena kemampuan molekul CTM menyerap
sinar visibel oleh gugus kromofor yang ditunjukkan oleh rumus bangunnya sebagai
berikut:

H3C
N

CH3
Cl

Molekul CTM di atas merupakan molekul utuh pada suasana netral.


Nantinya saat akan dianalisis dengan spektrofotometer visibel, sampel
mengandung CTM akan dilarutkan dalam asam sulfat karena sifat CTM yang

12
cenderung bersifat basa dapat terlarut di dalam suatu asam membentuk ion sebagai
berikut:

+
HN

H3C
NH+

CH3
Cl

Dengan adanya muatan positif pada atom N di suasana asam inilah akan
menyebabkan CTM memiliki absorbansi lebih besar dibandingkan molekul
netralnya. Lebih jelasnya dapat dituangkan dalam persamaan sebagai berikut:
ɛ = 0,87 x 1020 x P x a
A = ɛbc
Dimana
ɛ = koefisien ekstinsi molar
A = absorbansi
P = probabilitas transisi electron
a = panjang kromofor
b = tebal kuvet
c = konsentrasi sampel
(Gandjar, 1997)
Semakin besar perbedaan muatan timbul, maka semakin besar kemungkinan
transisi electron (P) karena muatan yang lebih positif lebih mudah menarik
elektron dari atom lain untuk berpindah. Karena nilai P yang lebih tinggi, nilai ɛ
(koefisien ekstinsi molar)nya juga lebih tinggi. Nilai ɛ yang lebih tinggi ini
menyebabkan absorbansi (A) semakin besar karena nilai A berbanding lurus
dengan ɛ.
Pada analisis ini digunakan model multi-point calibration, meskipun pada
literature acuan menggunakan one-point calibration. Hal ini dipilih karena

13
mempertimbangkan perbedaan kondisi lingkungan, perlakuan, fasilitas, dan
instrumentasi antara laboratorium sumber literature (Inggris) dengan kondisi di
laboratorium tempat percobaan dilaksanakan.
Mula-mula disiapkan larutan asam sulfat baku dengan konsentrasi 0,25
M. larutan tersebut dapat dibuat dengan memipet dengan seksama 3.4675 mL
larutan asam sulfat stok 96% dengan molaritas 18,0245 M dengan menggunakan
pipet ukur (dalam percobaan menggunakan pipet ukur berskala 5 mL). Kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar dengan volume 25 mL. Kemudian ditambahkan
aquadest hingga mencapai batas yang tertera pada labu takar. Lalu digojog hingga
didapat larutan asam sulfat yang homogen. Pengenceran larutan asam sulfat
dilakukan di dalam labu takar, karena labu takar merupakan instrument volumetrik
yang didesain memiliki presisi dan akurasi yang tinggi untuk melakukan
pengenceran, yang dapat dilakukan kalibrasi secara berkala sehingga akurasinya
selalu terjaga. Sedangkan untuk memipet sejumlah tertentu larutan stok dapat
digunakan pipet ukur, atau menggunakan buret sebagai alternative pengganti pipet
ukur. Skala yang digunakan juga sebaiknya menyesuaikan seberapa banyak
volume yang akan diambil. Dalam analisis kali ini digunakan asam sulfat dengan
konsentrasi 0,25 M sesuai dalam ketentuan dalam British Pharmacopoeia 2009.
Setelah membuat larutan baku asam sulfat, kemudian menyiapkan larutan
seri kadar CTM yang selanjutnya digunakan untuk membuat kurva baku (metode
multi-point calibration). Yang pertama dilakukan pada tahap ini adalah
menimbang dengan seksama CTM baku tunggal sebanyak 25 mg, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL untuk dilakukan pelarutan dengan larutan
asam sulfat 0,25 M baku tadi sampai batas yang tertera pada labu takar. Gojog
homogen hingga mendapat larutan yang jernih, dimana semua serbuk CTM terlarut
sempurna di dalam larutan asam sulfat. Setelah itu menyiapkan labu takar 5 mL
untuk dilakukan pengenceran dengan hasil akhir CTM dengan berbagai
konsentrasi yang telah ditentukan. Secara berturut-turut larutan awal CTM tadi
dipipet sebanyak 50, 80, 110, 140, 170 μL. Hal ini didasarkan dari hitungan melalui
rumus one-point calibration analisis CTM pada literature sumber, ditentukan
beberapa titik absorbansi diatas dan dibawah absorbansi kalkulasi untuk
kandungan CTM 4 mg secara one-point calibration. Dari titik-titik tersebut

14
ditentukan berapa kadar CTM yan harus disiapkan pada larutan seri kadar,
sehingga dapat dilakukan seperti pada uraian diatas tersebut. Setelah larutan seri
kadar siap, dilakukan scanning panjang gelombang. Hal ini perlu dilakukan untuk
memastikan serapan visibel maksimal oleh larutan sari kadar tersebut. Karena
dimungkinkan terjadi perubahan nilai panjang gelombang yang minor akibat
perbedaan perlakuan selama preparasi larutan seri kadar. Pada proses ini dilakukan
scanning dengan menggunakan larutan seri kadar yang paling kecil. Scanning
dilakukan pada panjang gelombang 200 sampai 400 nm. Hal ini diharapkan pada
kadar terkecil pun masih dapat menyerap sinar visibel secara maksimal, pada
panjang gelombang tertentu. Hasilnya diperoleh absorbansi maksimal pada
panjang gelombang 265 nm. Setelah didapatkan panjang gelombang yang
memberikan absorbansi maksimal, kemudian segera dilakukan penetapan
absorbansi tiap-tiap seri kadar. Sehingga akhirnya dapat ditentukan untuk
membuat suatu persamaan kurva baku yang baik, untuk kemudian digunakan
dalam penetapan kadar CTM dalam sampel tablet tunggal CTM yang ada dalam
perdagangan. Dari seri absorbansi diperoleh, dapat dibuat regresi linier kadar vs
absorbansi untuk memperoleh kurva baku. Dari hasil regresi linier kurva baku
didapat persamaan kurva baku y = 0,0181 x + 0,1674 dengan r = 0,986. Nilai r ini
tidak memenuhi persyaratan r yang baik (diatas 0,999), tapi persamaan ini sudah
cukup bagus mewakilkan respon yang timbul sebagai perubahan kadar.
Tahapan analisis yang berikutnya adalah preparasi dan pengukuran sampel.
Pada tahap analisis awal diawali dengan screening visual pada kemasan dan
sampel obat. Screening visual dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi
fisik kemasan, komposisi kandungan yang tertera, jumlah/konsentrasi kandungan
yang tertera, kode produksi, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa, perusahaan
pembuat, pengemasan obat, segel pengaman (kalau ada), kenampakan obat setelah
dibuka dari kemasan. Dan dapat pula dikalukan organoleptis jika perlu (Gandjar,
1997). Namun hal tadi tidak dilakukan karena pada saat penyerahan sampel, tidak
direstai dengan wadah yang semestinya (hanya dimasukkan dalam plastic klip).
Dari data obat secara organoleptis diketahui wujud berupa tablet kuning berasa
pahit dan berbaus khas.

15
Sedangkan untuk preparasi sampel dilakukan dengan mula-mula menimbang
sejumlah 20 tablet untuk mengetahui uji keseragaman bobotnya (Anonim, 1979).
Hasil uji keseragaman bobot berupa hanya 1 tablet yang menyimpang 7,5% dari
bobot rata-rata dan tidak ada tablet yang menyimpang 15% dari bobot rata-rata.
Syarat tablet ini memenuhi keseragaman bobot adalah tidak boleh ada yang
menyimpang 7,5% lebih dari 2 tablet dan tidak boleh ada tablet yang menyimpang
lebih dari 15%.
Setelah itu 20 tablet tadi digerus hingga halus. Kemudian diambil dengan
seksama sejumlah 0,141 g yang diasumsikan jika satu tablet mengandung 4 mg
CTM, maka dalam 20 tablet yang dihaluskan terdapat 0,141 g yang mewakili
jumlah CTM seharusnya. Setelah itu sejumlah sebuk tadi dimasukkan ke dalam
labu takar 50 mL dan kemudian dilarutkan dengan asam sulfat 0,25 M hingga
batas. Dilakukan penambahan pelarut berupa asam sulfat adalah untuk melarutkan
CTM yang bersifat basa, sehingga dapat larut dalam suatu larutan asam dan
membentuk garamnya. Kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan
kertas saring untuk menyaring residu padatan yang tidak ikut larut dalam pelarut
yang digunakan tersebut. Ketika disaring ditampung dalam gelas ukur, untuk
diukur volume setelah penyaringan. Setelah itu dilakukan orientasi dengan
mengukur absorbansinya. Ternyata absorbansi yang didapat masih terlalu tinggi,
sehingga diputuskan untuk dilakukan pengenceran sebanyak 3 kali. Kemudian
dilakukan orientasi kembali, dan hasil absorbansi cukup bagus, sehingga
pembacaan absorbansi dilanjutkan dan direplikasi sehingga didapat minimal 3
data.
Setelah didapat data absorbansi pada sampel, kemudian dilakukan
perhitungan dengan memasukkan data absorbansi ke dalam kurva baku yang udah
dibuat pada awal percobaan tadi untuk memperoleh kadar CTM pada sampel.
Absorbansi yang diperoleh masih berada di dalam range yang diperkirakan (0,2-
0,8), sehingga perhitungan kadar dapat segera dilakukan tanpa harus melakukan
ekstrapolasi garis kurva baku. Adapun kadar rata-rata dari ketiga sampel diperoleh
sebesar 71,8121 µg/ml. Dari nilai kadar CTM yang diukur absorbansinya ini dapat
dibuat perhitungan dengan perbandingan sedemikian rupa untuk memperoleh
persen kadar CTM pada tablet tersebut. Persentase rata-rata kadar CTM dalam 1

16
tablet adalah 107,3047 % dengan CV 4,7788%. CV disini menyatakan validitas
data yang diukur dari perbandingan standar deviasi dengan mean data yang ada.
Jika CV dibawah 5%, maka data dianggap valid. Karena CV perhitungan kadar
didapat kurang dari 5%, maka hasil analisis dapat dikatakan valid. Adapun kadar
CTM dalam tablet yang diperbolehkan adalah 92.5 sampai 107.5% dari yang
disebutkan di label. Karena nilai rata-ratanya masuk dalam range, maka dapat
dikatakan sampel tablet CTM memenuhi syarat kuantitatif kadar yang
diperbolehkan.

VII.KESIMPULAN
1. Analisis kadar CTM dalam tablet CTM dapat dilakukan menggunakan
spektrofotometri visibel.
2. Panjang gelombang maksimum dari CTM adalah 623 nm.
3. Tablet memenuhi persyaratan keseragaman bobot.
4. Rata-rata kadar CTM tiap tablet adalah 4,2923 mg.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Anief, M, 1997, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, GMU Press, Yogyakarta
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta
Ansel, H. C., 1995, Pengantar Sediaan Formulasi IV, UI Press, Jakarta
Rasyid, Raslim dkk, 1985, Spektrofotometri untuk Menentukan Antidepresan Amin
Trisiklik yang Beredar di Indonesia dalam Tablet dan Dalam Urin,
Proceedings ITB, Bandung
Gandjar, Ibnu Gholib, 1997, Perkembangan Analisis Farmasi dalam Pengawasan
Mutu Obat, UGM, Yogyakarta
Simbolon, Bintang, 2008, Uji Disolusi Chlorpheniramine Maleat Secara
Spektrofotometri Ultra Violet, USU, Medan
Nasution, Yulida Amelia, 2009, Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol dalam
Obat Sediaan Oral dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT), USU, Medan

17
Widodo, R, 2004, Panduan Keluarga memilih dan Menggunakan Obat, Kreasi
Wacana, Yogyakarta
Wulandari, Niken, 2007, Validasi Metode Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet
untuk Penentuan Reserpin dalam Tablet Obat, ITB, Bogor

Yogyakarta, 29 Mei 2012


Praktikan,

Ardea Mahananda (FA/08516)


Agustina A. B. (FA/08519)
Marvin (FA/08522)
Nur Hidayat (FA/08525)

18

Anda mungkin juga menyukai