Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik
Abstrak
Dermatitis seboroik adalah suatu keadaan inflamasi kronis pada kulit yang sering terjadi.
Ini mungkin dikaitkan dengan gatal, dan terutama mempengaruhi daerah yang kaya sebum,
seperti kulit kepala, wajah, dada bagian atas, dan punggung. Meskipun pathogenesis belum
sepenuhnya di mengerti, beberapa dalil mengatakan bahwa dermatitis seboroik merupakan
kondisi hasil dari kolonisasi kulit dari individu yang terkena spesies dari Malassezia
(Pityrosporum). Berbagai fasilitas pengobatan tersedia, termasuk pemberantasan jamur,
mengurangi atau mengobati proses inflamasi dan mengurangi produksi sebum.
Introduksi
Gangguan yang sering pada kulit, dermatitis seboroik ditandai dengan eritematosa dan
bercak-bercak abu-abu kuning yang muncul paling sering pada kulit kepala, wajah, dada bagian
atas dan punggung. Varian yang ringan adalah ketombe, dengan manifestasi kering,
pengelupasan sisik pada kulit kepala. Tingkat keparahan gejala juga menentukan pengobatan.
Epidemiologi
Perkiraan prevalensi dermatitis seboroik dibatasi oleh tidak adanya kriteria diagnostik
yang divalidasi serta skala derajat keparahan. Namun sebagai salah satu penyakit kulit yang
umum, gangguan itu mempengaruhi sekitar 11,6% populasi umum dan sampai 70% bayi 3 bulan
pertama. Diantara orang dewasa, puncak insidensinya terdapat pada usia dekade 3-4. Tampaknya
ada faktor etnis dengan beberapa kasus yang terjadi di Afrika. Dermatitis seboroik juga lebih
sering tejadi pada pasien dengan penyakit Parkinson dan pada pasien yang diobati dengan obat-
obatan psikotropika tertentu seperti haloperidol, lithium, buspirone, dan chlorpromazine.
Dermatitis seboroik adalah salah satu penyakit kulit paling umum yang terlihat pada individu
yang terinfeksi dengan HIV, terutama mereka yang memiliki jumlah CD4 sel T dibawah 400
1
sel/mm. kondisi medis lainnya yang berhubungan dengan dermatitis seboroik adalah Parkinson
neuroleptic-induce, trisomy 21.
2
Patogenesis
Meskipun tidak ada hubungan yang telah dibuat mengenai jumlah organisme jamur dan
tingkat keparahan penyakit, beberapa hipotesis menyarankan mekanisme yang digunakan
Malassezia. Fakta membuktikan bahwa ada kelebihan dari penyakit di daerah yang kaya sebum
telah memunculkan ide bahwa jamur metabolit bereaksi dengan trigliserida yang dilepaskan dari
kelenjar sebum, memproduksi mediator inflamasi.
Teori lain adalah lapisan lemak dari jamur mengakibatkan produksi sitokin pro inflamasi
menyebabkan peradangan dan erupsi. Tidak ada faktor predisposisi genetik yang di identifikasi dapat
menyebabkan dermatitis seboroik.
3
Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik
Tinea Kapitis Eritresma
Histiositosis sel langerhans Lupus-kutis Wiskott-Aldrich
Psoriasis Dermatomiositis
Dermatitis Atopik Def. Vit. B
Dermatitis Kontak Def. Zinc
Rosacea Erupsi obat
Terapi
Azoles. Agen antijamur adalah andalan dari terapi antiseboroik, sebagian besar adalah
azole. Agen ini bekerja dengan menghambat ergosterol, komponen paling penting dari dinding
sel jamur, melalui gangguan dengan jamur sitokrom P-450 (CYP 450). Hal ini menyebabkan
peningkatan produksi precursor sterol, proses fungistatik yang tidak memungkinkan jamur untuk
tumbuh dan bereproduksi. Banyak azole juga yang memiliki anti inflamasi, mereka menghambat
produksi 5-lipoksigenase, yang kemudian memblok sintesis leukotrien B4 di kulit. Studi
menunjukan yang terbaik dari azole adalah ketoconazole, itraconazole, bifonazole.
Ketoconazole telah mengalami setidaknya 10 acak kontrol yang menunjukkan efek pada
kulit kepala yang mengalami dermatitis dan bagian lain dari tubuh. Ketoconazole tersedia dalam
berbagai bentuk topical termasuk busa, gel dan krim. Itu juga mungkin diresepkan sebagai
resimen 200mg/hari untuk 4 minggu. Penggunaan ketoconazole yang intermiten juga telah
efektif jika digunakan secara konsisten dalam mengurangi remisi dan juga mungkin efektif jika
dikombinasikan dengan zinc dan selenium.
4
Azole lain yang bermanfaat adalah itraconazole. Itraconazole oral memiiki afinitas untuk
daerah-daerah tubuh yang sangat berkeratin seperti kulit, rambut dan kuku. Pengobatan
dilanjutkan di kulit 2 sampai 4 minggu. Regimen yang disarankan untuk itraconazole kapsul
adalah 200mg/hari selama 7 hari.
Tambahan antijamur yang telah berguna dalam pengobatan dermatitis seboroik adalah
allylamines (terbinafine), benzylamines (butenafine), dan hidrokspiridon (ciclopirox).
Peristiwa-peristiwa buruk. Efek samping yang terkait dengan antijamur topikal adalah
dermatitis kontak iritan dalam persentasi kecil serta sensasi terbakar atau gatal-gatal dan
kekeringan dari 2-3% pasien. Karena antijamur oral mengganggu system CYP 450 di jamur,
mereka juga dapat mengganggu system CYP 450 pada host. Itraconazole dan fluconazole
memiliki daya ikat yang lemah terhadap CYP 450 pada manusia, sehingga efek sampingnya
lebih sedikit. Diantara agen antijamur, ciclopirox lebih baik ditoleransi daripada ketoconazole.
5
Antibiotik
Di dalam studi Parsad et al, metronidazol efektif dalam formulasi gel bila digunakan dua
kali sehari selama delapan minggu. Efek samping, walaupun tidak sering dikaitkan dengan
metronidazole topikal, mungkin karena ada sensitisasi setelah penggunaan berulang.
Selenium. Selenium sulfide ada dalam formula sampo (misalnya selsun). Obat ini efektif
dalam pengobatan dermatitis seboroik dengan regimen dua kali seminggu. Tetapi dalam studi
yang sama, selenium topikal telah dilaporkan memiliki efek hiperpigmentasi yang jarang.
Zinc Pyrithione. Merupakan bahan aktif dalam sebagian besar sampo anti ketombe,
tetapi cara kerjanya tidak diketahui. Diperkirakan memiliki fungi fungistatik. Produk
antimikroba ini tersedia dalam konsentrasi 1% dan 2% di sampo.
Minyak Pohon Teh. Dikenal sebagai Alternifolia Melaleuca, minyak pohon teh berasal
dari pohon Australia dan telah digunakan sebagai alternatif alami untuk mengobati dermatitis
seboroik kulit kepala. Dalam satu studi, beberapa manfaat tercatat dengan konsentrasi 5%.
Kortikosteroid Topikal
Imunomodulator
6
Tacrolimus dan Pimecrolimus. Menghambat calcineurin dan dapat menguntungkan
dalam pengobatan dermatitis seboroik. Kedua obat tersebut beraksi terutama dalam anti
inflamasi dengan cara menghambat produksi sitokin. Bagaimanapun tacrolimus juga memiliki
fungsi potensial aktivitas fungisidal dalam melawan Malassezia. Dalam percobaan random,
kedua obat tersebut lebih efektif dan tidak memiliki efek samping dari kortikosteroid.
Bagaimanapun, efek sampingnya masih menjadi kontroversi. Pada tahun 2005 dan 2006,
FDA mengeluarkan sebuah saran kesehatan dan kotak peringatan untuk tacrolimus dan
pimecrolimus. Perubahan label mencatat bahwa meskipun hubungan sebab akibat belum dapat
ditegakkan, kasus-kasus langka keganasan (misalnya limfoma) telah dilaporkan pada pasien
yang dirawat dengan topikal inhibitor calcineurin. Justru, jangka panjang penggunaan agen ini
harus dihindari dibatasi pada daerah yang sakit. Oleh karena itu, tacrolimus dan pimecrolimus
harus digunakan terutama dalam jangka pendek pada pasien dengan dermatitis seboroik.
Pengobatan Lainnya
Tar. Tar memiliki sejarah telah menjadi pengobatan pilihan bagi penyakit dermatologi.
Studi juga menunjukkan kemampuan tar untuk mengurangi produksi sebum. Tar telah ditemukan
menjadi setara dengan ketoconazole dalam sifat fungistatik. Penggunaan tar sering mengarah
pada pengembangan folikulitis local, dermatitis kontak jari, eksaserbasi psoriasis, atrofi kulit
local, telangiektasis, pigmentasi. Kaposi juga digambarkan sebagai toksisitas tar, terdiri dari
mual muntah, urin kehitaman ketika substansi diberikan kepada anak-anak kecil yang sering
dipengaruhi oleh dermatitis seboroik.
Terapi Sinar. Fototerapi telah ditujukan sebagai pengobatan yang bermanfaat untuk
dermatitis seboroik yang ekstensif, tapi belum ada studi yang menunjukkan efikasinya. Efek
samping yang sering terjadi adalah luka bakar rasa gatal seperti peningkatan resiko pada
keganasan setelah terpapar sinar UV.
Ringkasan
7
Sejumlah agen antijamur bermanfaat untuk penderita dermatitis seboroik, diantaranya
selenium topikal, zinc, ketoconazole dan ciclopirox untuk gejala ringan. Selenium dan zinc
sesuai ketika penyakit ini terbatas terutama hanya pada kulit kepala. Agen ini efektif terutama
apabila digunakan dalam kombinasi seperti dengan kortikosteroid topikal atau imunomodulators.
Ciclopirox tampaknya menjadi pilihan yang lebih baik daripada agen topikal lain untuk
penyakit ringan yang lebih luas. Obat ini mudah digunakan (hanya 2 kali dalam seminggu
selama 3 minggu sebagai sampo), dan sifat-sifatnya tampaknya lebih mujarab daripada
antifungal lainnya.
Kombinasi terapi mungkin juga berguna, terutama bentuk selenium atau zinc dengan
penambahan topikal antijamur. Untuk keterlibatan penyakit yang lebih luas, penggunaan obat
antijamur sistemik mungkin diperlukan, seperti itraconazole oral atau terbinafine. Ada beberapa
kekhawatiran tentang keamanaan agen sistemik ini. Oleh karena itu, mereka harus digunakan
untuk kasus yang parah.