Anda di halaman 1dari 8

KASUS 3

Seorang laki-laki berusia 70 tahun di rawat dirumah sakit dengan keluhan tidak dapat
buang air kecil sejak 4 bulan yang lalu walaupun ia merasakan keinginan untuk BAK.
Pasien juga mengeluh sakit pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan fisik di
dapatkan Regio Suprapubik Bulging dan pemeriksaan colok dubur didapatkan
prostate membesar.

Tugas :

1. Identifikasi masalah/ kondisi abnormal pada masing-masing kasus serta jelaskan


mekanisme terjadinya kondisi tersebut !

Pembahasan :

 Keluhan tidak dapat buang air kecil sejak 4 bulan yang lalu, walaupun
merasakan ingin BAK.
- Pasien tidak dapat BAK bisa di sebabkan karena terjadinya pembesaran prostate
(BPH) karena pembesaran prostat ini bisa mengobstruksikan jalan keluar kandung
kemih, yang menyebabkan LUTS (Gejala saluran kemih bawah yang
mengagnggu), peningkatan resiko ISK, dan mengganggu fungsi sel kemih atas.
Dua proses yang menyebabkan obstruksi ini yaitu : Hiperplasia dan Hipertrofi.
(Ilmu bedah. R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. Edisi 2. 2004)
- Obtruksi terjadi pada saat hiperplasia menyempitkan lumen dan segmen uretra
yang melalui prostate. Obstruksi juga terjadi pada saat prostate melampaui atas
leher kandung kemih, menurunkan kemampuannya untuk menyalurkan urine
sebaai respon terhadap miksi dan saat perkemihan dari lobus median prostate
keluar meluas kedalam uretra prostatistika. (Ilmu bedah. R. Sjamsuhidayat dan
Wim de Jong. Edisi 2. 2004)
- Lobus yang mengalami hipertrofi dapat menyumbat kolum vesika / uretra
prostatik dengan demikian menyebabkan pengosongan urine inkomplit/ retensi
urin. ( keperawatan medikal bedah. Joyce M. Black dan Jane Hokanson Hawks.
Edisi 8. 2014)
- Pertumbuhan prostat dan obstruksi uretra lebih lanjut pada akhirnya akan
melampaui kemampuan otot detrusor untuk berkontraksi dan cukup kuat /
angguan pada kontraksi cukup lama, dan kontraksiterputus-putus. (Ilmu bedah. R.
Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. Edisi 2. 2004)
- Gejala dan tanda obtruksi saluran kemih yaitu miksi terputus, menetes pada akhir
miksi, pancaran menjadi lemah dan merasakan belum puas setelaj miksi. Apabila
otot detrusor menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak
tuntas pada akhir miksi. Jia keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi
kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. (Ilmu bedah. R.
Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. Edisi 2. 2004)
- Selan ditemukan gejala obstruksi akan dtemukan tanda dan gejala iritasi. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi/
pembesasaran prostat menyebbakan pengosongan ada kandung kemih sehingga
vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh, oleh sebab itu penderita sering
merasakan keinginan untuk BAK. (Ilmu bedah. R. Sjamsuhidayat dan Wim de
Jong. Edisi 2. 2004)

 Keluhan sakit pada perut bagian bawah.


- Pada gambaran Makroskopik bagian periuretra kelenjer paling sering terkena.
Secara keseluruhan, kelenjer membesar hingga sering mencapai ukuran masif dan
memiliki konsistensi padat kenyal seperti karet. Nodul-nodul kecil didapatkan di
seluruh kelenjer, umumnya berdiamater 0,5-1 cm, tetapi terkadang menajdi jauh
lebih besar. Beberapa nodul yang lebiyh besar menunjukkan perubahan kistik.
Uretra tampak seperti celah dan tertekan. (Patofisiologi anatomi. Parakrama
Chandrasoma, MD, MRCP (UK). Edisi 2. 2005)
- Pada gambaran Mikroskopik nosul tersusun oleh variasi campuran elemen
kelenjer hiperplastik dan otot stroma hiperplastik. Kelenjer tampak lebih besar
dari normal dan di lapisi oleh epitelyan sering kali membentuk tonjolan paplar.
Infark pada nodul serng di temukan dan mungkin menyebabkan akut yang dapat
mencetuskan nyeri akut dan retensi urin. Bila infark pada nodul periuretra terjadi,
pasien dapat mengalami hematuria. (Patofisiologi anatomi. Parakrama
Chandrasoma, MD, MRCP (UK). Edisi 2. 2005)
 Pada pemeriksaan fisik di dapatkan Regio Suprapubik Bulging
- Pada pemeriksaan fisik regio suprapubik di lakukan untuk mengetahui apakah
terdapat batu buli-buli/sistisis yang di tandai dengan terabanya masa dan nyeri
tekan pada suprapubik. Retensi urin jugadapat diketahui dengan kesan penuh pada
buli-buli pada penderta. Pada pemeriksaan regio suprapubik di dapatkan adanya
retensi urin.
- Saat seseoran mengalami retensi urin pada akhir miksi masih ditemukan
urintertinggal di kandung kemih. Karena selalu terdapat sisia urin, dapat terbentuk
batu endapan didalam kandun kemih, batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
kematian. Batu tersebut juga dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks,
dapat terjadi pielonefritis. (Ilmu bedah. R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong. Edisi
2. 2004)

 Pemeriksaan colok dubur didapatkan prostate membesar.


- Pemeriksaan colok dubur (DRE) dlakukan untuk menilai ukuraan prostat dan
membedakan BPH darin pembesaran prostat yang disebabkan oleh
adenokasrsinoma atau infeksi. BPH memperlihatkan prostat yang memperbesar
secara simetris dengan sulkus sentralis yang hilang. Infeksi prostat (prostatitis)
berkaitan dengan pembesaran simetris, konstensi yang lembab, dan
ketidaknyamanan pada palpasi. Adonekarsinoma prostat berkaitan denan
pembesaran asimetris, nodulyang keras, atau indurasi. Urinalisis dan tes darah
untuk fingsi ginjal (urea nitrogen) atau nitrogen area darah (BUN) dan kadar
kreatinin secara rutin dilakukan, dan kultur urineatau pengukuran antigen spesifik
prostate (PSA) serum untuk menilai kanker dilakukan pada kasus tertentu.
- Monitor kimiawi, seperti kadar elektrolit, fungsi liver, dan koagulasi darah, dapat
dilakukan jika di pertimbangkan untuk pembedahan.
2. Jelaskan pengkajian lain yang harus di lakukan untuk melengkapi data pada kasus!
Pembahasan :
 Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau
wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang di
deritanya.
Anamnesis itu meliputi :
 Keluhan yang di rasakan dan berapa lama keluhan itu telah mengganggu ( Ikatan
Ahli Urologi Indonesia. 2015)
a. Gejala iritatif meliputi : (Menurut Arora. P.Et. al. 2006)
 Peningkatan frekuensi berkemih
 Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
 Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak atau tidak dapat ditunda
(urgensi)
 Nyeri pada saat miksi ( disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi : (Menurut Arora. P.Et. al. 2006)
 Pancaran urin melemah
 Rasa tidak puas setelah miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
 Ketika ingin miksi harus menunggu lama
 Volume urin menurun dan harus mengedan pada saat berkemih
 Aliran urin tidak lancar atau terputus-putus
 Urin terus menetes setelah berkemih
 Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkotinensia karena penumpukan berlebih
 Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi azotemia (akumulasi
produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis
dan volume residu yang besar
c. Gejala generalisata seperti : keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. (Menurut Arora. P.Et. al. 2006)
 Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami
cidera, infeksi, kencing berdarah (hematuria), kencing batu, atau pembedahan
pada saluran kemih)
 Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual.
 Riwayat konsumsi obat yang dapat menimbulka keluhan berkemih

 Skor Keluhan
Pemandu untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat
pembesaran prostat adalah sistem penskoran keluhan. Salah satu sistem penskoran
yang digunakan secara luas adalah International Prostat SymptomScore (IPSS) yang
telah di kembangkan American Urological Association (AUA) dan di standarisasi
oleh World Health Organization (WHO). Skor ini berguna untuk menilai dan
memantau keadaan pasien BPH. IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing
memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Kuesioner IPSS dibagikan
kepada pasien dan di harapkan pasien mengisi sendiri setiap pertanyaan. Berat
ringannya keluhan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh,
yaitu : skor 0-7 : ringan, skor 8-9 :sedang, dan skor 20-35 : berat. Selain 7 pertanyaan
tersebut, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai
hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban.

 Cacatan harian berkemih (voiding diaries)


Pencatatan harian berkemih sangat berguna pada pasien yang mengeluh nukturia
sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan
cairan yang di konsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan, dapat
diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat
obstruksi infravesika, atau karena poliuria akibat air yang berlebihan. Sebaiknya
pencatatan dikerjakan 3 hari berturut-turut untuk mendapatkan hasil yang baik.

 Pemeriksaan Fisik
 Status Urologis
 Ginjal
Pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk mengevaluasi adanya
obstruksi atau tanda infeksi
 Kandung kemih
Pemeriksaan kandung kemih dilakukan dengan palpasi dan perkusi untuk
menilai isi kandung kemih, ada tidaknya tanda infeksi.
 Colok Dubur
Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaa
yang penting pada pasien BPH. Dan pemeriksaan colok dubur ini dapat
diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul
yang merupakan salah satu tanda keganasan prostat. Mengukur volume prostat
dengan DRE cenderung lebih kecil dari pada ukuran ang sebenarnya.

 Pemeriksaan Penunjang
 Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat menentukan adanya leukosituria dan
hematuria. Apabila di temukan hematuria, maka perlu dicari penyebabnya. Bila di
curigai adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine.

 Pemeriksaan fungsi Ginjal


Obstruksi infravesika akibat BPH dapat menyebabkan gangguan pada
saluran kemih bagian atas. Gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30%
dengan rata-rata 13,6%. Pemeriksaan faal ginjal berguna sebagai petunjuk perlu
tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.

 Pemeriksaan PSA (Prostate Spesific Antigen)


PSA distensi oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada
keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy prostat atau TRUP), pada
retensi urin akut, kateterisasi,mkeganasan prostat, dan usia yang semakin tua.
Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH,
dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti :
a. Pertumbuhan volume prostat lebih cepat
b. Keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan
c. Lebih mudah terjadi retensi urin akut

Pertumbuhan volume kelenjer prostat dapat diprediksikan berdasarkan


kadar PSA. Semakin tinggi kadar PSA, maka semakin cepat laju pertumbuhan
prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA
0,2 -1,3 ng/dl adalah 0,7 Ml/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl
adalah 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3 mL/tahun. Serum PSA dapat meningkat
pada saat terjadi retensi urin akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama
setelah 72 jam di lakukan kateterisasi.

Pemeriksaan PSA bersama dengan colok dubur lebih superior dari pada
pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh
karena itu, pada usia di atas 50 tahun atau di atas 40 tahun (pad kelompok dengan
resiko tinggi) pemeriksaan PSA menjadi snagat penting guna mendeteksi
kemungkinan adanya karsinoma prostat. Apabila kadar PSA >4 ng/ml, biopsy
prostat dipertimbangkan setelah didiskusikan dengan pasien.

 Uroflowmetry (Pancaran Urine)


Uroflowmetry adalah pemeriksaan pancaran urine selama proses berkemih.
Pemeriksaan non-invasif ini di tunjukkan untuk mendeteksi gejala obstruksi
slauran kemih bagian bawah. Dari Uroflowmetry dapat diperoleh informasi
mengenai volume berkemih, lalu pancaran maksimum (Qmax), laju pancaran rata-
rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju pancaran maksimum, dan
lama pancaran. Pemeriksaan ini di pakai untuk mengevaluasi, baik sebelum
maupun setelah terapi.
Hasil Uroflowmetry tidka spesifik menunjukkan penyebab terjadinya
kelainan pancaran urine. Pancaran urin yang lemah dapat disebabkan obstruksi
saluran kemih bagian bawah atau kelemahan otot destrusor. Terdapat hubungan
antara nilai Qmax dengan kemungkinan obstruksi saluran kemih bagian bawah
(BOO). Pada batas nilai Qmax sebebsar 10 mL/detik memiliki spesifikais sebesar
70% , positive predictive value (PPV)sebesar 70% dan sebesar 15mL/detik
memiliki spesifisitas sebesar 38%, PPV sebesar 67% dan spesitivitas sebesar 82%
untuk mendiagnosis BOO.
Sebaiknya, penilaian ada tidaknya obstruksi saluran kemih bagian bawah
tidak hanya di nilai dari hasil Qmax saja, tetapi juga digabungkan dengan
pemeriksaan lain. Kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan Qmax
cukup akurat dalam menentukan adanya obstruksi saluran kemih bagian bawah.
Pemeriksaan Uroflowmetry bermakna jika volume urine >150mL.
 Residu Urine
Residu urine atau post voiding urine (PVR) adalah urine di kandung kemih
setelah berkemih. Jumlah residu urine normal rata-rata 12 Ml.
Pemeriksaan residu urine dapat dilakukan dengan cara USG, bladder scan
atau dengan kateter uretra. Pengukuran dengan kateter ini lebih akurat
dibandingkan USG, tetapi tidak nyaman bagi pasien, dapat menimbulkan cedera
uretra, infeksi saluran kemih, hingga bakteremia.
Peningkatan volume residu urin dapat disebabkan oleh obstruksi saluran
kemih bagian bawah atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Volume residu urine
yang banyak pada pemeriksaan awal berkaitan dengan peningkatan resiko
perburukan gejala. Penibgkatan volume residu urine pada pemantauan berkala
berkaitan dengan resiko terjadinya retensi urine.

Anda mungkin juga menyukai