1. Identitas Pasien
Nama : An. RS
Nomor RM : 376-xx-xx
Berat Badan : 21 kg
2. Rincian Pasien
Sesak yang semakin memberat sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. (Rujukan dari RS Y dengan diagnose
2.2. Diagnosis:
2.3. Objektif:
Compos Mentis, frekuensi nadi 80 kali per menit, frekuensi pernapasan 26 kali per menit, suhu 36,80C, tekanan
3. Riwayat Pasien
2 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak yang semakin memberat, demam (+), bengkak di sendi-sendi
pergelangan kaki dan tangan, tidur dengan 2 bantal, tidak bisa berjalan [< 2 meter ‘ sesak (+)], intak (+)
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, keluhan sesak (+), semakin memberat, demam (+), batuk (+), pilek (+),
bengkak (+) di wajah, nyeri sendi (-), BAK (+), BAB (+), intake (+) menurun, mual (+), muntah (-), kemudian
dirawat di RS Abdul Muluk, dirawat 1 bulan mendapat BPG (Benasethine Penicillin G) 600.000 IU/21 hari,
Anak ke III dari IV bersaudara, lahir spontan di RS oleh dokter, berat lahir 3200 gram, panjang 48 cm, riwayat biru
Menurut keluarga, makan 3x sehari dan penurunan berat badan dalam 2 bulan terakhir 28 kg ‘ 21 kg
Hb : 12.2
Ht : 38.9
Leukosit : 12.800
Trombosit : 424.000
MCV : 74.9
MCH : 23.11
MCHC : 31.7
Ureum : 30
Kreatinine : 0.63
LED : 11
Tanggal 8/10/2012
Tanggal 1/10/2012
Tes Autoimun
4.2. Bilirubin
Hemoglobin 12.4
Hematokrit 38.2
Eritrosit 5.03
MCV/VER 5.9
MCH/HER 24.7
MCHC/KHER 32.5
4.5. Elektrolit
Natrium (Na) Darah (132 – 147 mEq/L) –> 134 & 133
Klorida (Cl) Darah (94.0 – 111.0 mEq/L) –> 91.5 & 92. Hs-CRP
5. Daftar Masalah
Moderate malnutrition
Severe MR, mild AR, PH
6. Profil Pengobatan
6.15. Furosemide
” Mekanisme kerja:
Menghambat reabsorbsi Sodium dan klorida pada ansa henle dan tubulus distal ginjal, mempengaruhi sistem
transpor ikatan klorida sehingga dapat meningkatkan eksresi air, sodium, klorida, magnesium dan kalsium
” Indikasi:
Terapi untuk gagal jantung dengan cara mengurangi cairan, sehingga meringankan beban kerja jantung
2 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam/hari, dapat ditingkatkan 1-2 mg/kg/dosis dalam 6-8 jam hingga dicapai respon yang
” Cara pemberian:
Oral
” Efek samping:
Hipokalemia, hipotensi akut
” Paremeter monitoring:
Monitoring Input dan output setiap hari, tekanan darah, kadar elektrolit serum.
6.16. Ranitidine
” Mekanisme kerja:
Menghambat secara kompititif reseptor H2 pada sel parietal gastrik, yang menghambat sekresi asam lambung,
volume gastrik, dan konsentrasi ion hidrogen dapat diturunkan oleh obat ini.
” Indikasi:
Treatment : 4-8 mg/kg BB dalam dosis terbagi 2x sehari. Maksimum 300 mg/hari
” Cara Pemberian:
” Efek samping:
” Parameter monitoring:
6.17. Prednisone
” Mekanisme kerja:
Menekan sistem imun dengan dengan menurunkan aktivitas dan volume limphatic system
” Indikasi:
Untuk autoimmune hepatitis : 2 mg/kg BB/hari selama 2 minggu (maksimum 60 mg/hari) lalu ditappering off
” Cara pemberian:
Peroral
” Efek samping:
” Parameter monitoring:
Hemoglobin, tekanan darah, serum potasium, berat dan tinggi badan pada anak-anak.
6.18. Captopril
” Mekanisme kerja:
Menghambat secara kompetitif angiotensin-converting enzyme (ACE), yang mencegah konversi Angiotensin I
menjadi angiotensin II, vasokontriktor yang poten. Dengan kadar angiotensin II di plasma yang rendah maka
aktivitas renin meningkat dan menurunkan sekresi aldosterone. Dengan vasokontriksi ‘ menurunkan beban kerja
jantung
” Indikasi:
Inisiasi 0.5 mg/kg BB/hari, dapat dititrasi hingga maksium 6 mg/kg BB/hari terbagi dalam 2-4 dosis
” Efek samping:
” Parameter monitoring:
” Mekanisme kerja:
” Indikasi:
Untuk demam rematik untuk anak yang < 27 kg 600.000 IU dan untuk anak >27 kg 1,2 juta IU setiap 3-4 minggu
” Efek samping:
” Parameter monitoring:
6.20. Asetosal
” Mekanisme kerja:
Mengambat secara irreversible enzim siklooksigenase 1 dan 2 melalui asetilasi yang menyebabkan prekursor
prostaglandin.
” Indikasi:
” Mekanisme kerja:
Merupakan coenzime pada banyak proses metabolik, terutama untuk sitesis purine dan pirimidine, dan diperlukan
untuk sintesis nukleoprotein, maintenance untuk eritropoesis, menstimulasi sel darah putih dan produksi platelet
” Indikasi:
” Efek samping:
” Parameter monitoring:
7. Analisa Pengobatan
7.1. Furosemide
0.5-2 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam/hari, dapat ditingkatkan 1-2 mg/kg/dosis dalam 6-8 jam hingga dicapai respon
DOSIS TEPAT
Monitoring efikasi:
Pasien mengalami perbaikan kondisi. Sesak berkurang, hanya ada ketika aktifitas berat. Sebelumnya, pasien
7.2. Ranitidine
2-4 mg/kg/dosis 2 kali sehari dan dapat ditingkatkan sampai 5 mg/kg BB dua kali sehari, maksimum 300 mg.
Tetapi, regimen obat 3x sehari, menurut literatur, ranitidine digunakan 2x sehari. Saran, sebaiknya Ranitidine
Monitoring efikasi:
Pasien mengalami perbaikan kondisi. Nafsu makan pasien meningkat pasien tidak lagi mengeluhkan mual dan
muntah
7.3. Prednisone
Untuk antiinflamasi: 2 mg/kg BB/hari selama 6 minggu (maksimum 60 mg/hari) lalu ditappering off setelah 6-8
Gangguan pencernaan
Monitoring efikasi :
Paisien merasa lebih baik, tidak terlihat adanya gangguan pertumbuhan, nilai potassium normal.
7.4. Captopril
Inisiasi 0.5 -2 mg/kg BB/hari, dapat dititrasi hingga maksium 6 mg/kg BB/hari terbagi dalam 2-4 dosis
DOSIS TEPAT
Efek samping:
Monitoring efikasi:
7.5. Asetosal
= 1260-2100 mg/hari
Terdapat kenikan nilai SGPT tapi tidak signifikan. Perlu pemantauan yang lebih ketat.
Parameter efikasi :
7.6. BPG
Untuk demam rematik untuk anak yang < 27 kg 600.000 IU dan untuk anak >27 kg 1,2 juta IU setiap 3-4 minggu
Efek samping:
Monitoring efikasi :
Efek samping:
Tidak termanifestasi
Parameter monitoring:
9. Pembahasan
Pasien anak, perempuan, umur 12 tahun, masuk ke RS X dengan diagnosa PJT (penyakit jantung rematik) on RHD
(Rheumatic Heart Disease) dengan Decompensatio cordis NYHA grade II. Pasien mengeluhkan sesak yang semakin
memberat terutama 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien kemudian berobat ke rumah sakit Y di Lampung.
Pasien sudah diberikan BPG (Benzathine Penisillin G) intramuscular pada tanggal 3 Oktober 2012. Dan juga
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien adalah test ASTO (Anti Streptolisin O) di mana diperoleh nilai 735.0
IU/ml (nilai normal < 200). Tingginya nilai ASTO ini menunjukan pasien mengalami demam rematik. Untuk itu,
diberikan terapi BPG setiap 21 hari secara intramuscular. Pemilihan BPG ini sudah tepat sesuai dengan Consensus
Guidelines on Pediatric Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease, 2008, di mana BPG merupakan first
line untuk demam rematik. Dosis yangdiberikan juga tepat, di mana untuk anak dengan berat badan kecil dari 27
Obat-obatan yang lain yaitu pemberian kortikosteroid (Prednisone) dan Asetosale untuk inflamasi pada demam
rematik. Pemberian kedua obat ini sesuai dengan Consensus Guidelines on Pediatric Acute Rheumatic Fever and
Rheumatic Heart Disease, 2008. Dosis yang diberikan dalam batas normal dan dosisnya dalam range yang
diperbolehkan. Akan tetapi menurut EBM berdasarkan Cochrane database dalam jurnal pediatric cardiology; Anti-
inflammatory treatment for carditis in acute rheumatic fever, 2012, dan juga dibahas oleh database Cochrane pada
tahun 2009 dan 2003 di mana dijelaskan bahwa pemberian anti inflamasi tidak memiliki evidence manfaat untuk
inflamasi yang disebabkan oleh demam rematik. Pada pasien ini, terdapat perbaikan kondisi klinis. Akan tetapi
apakah ini disebabkan olekh penggunaan antiinflamasi atau penggunaan antibiotika BPG masih belum diketahui.
Penggunaan prednisone jangka lama ini memiliki efek merugikan yaitu gastritis yang termanifestasi pada pasien.
Jadi, untuk mengatasi adverse effect, diberikan terapi ranitidine 3×75 mg dan kemudian diturunkan menjadi 2×75
mg. Hal ini merupapakn prescribing cascade. EBM penggunaan kortikosteroid masih kontroversi dan dari jurnal
EBM yang bersumber dari Cochrane database menyatakan bahwa manfaat penggunaan steroid dinilai kecil maka
sebaiknya penggunaan steroid untuk pasien ini perlu dipertimbangkan. Namun, ketika kasus ini dibahas,
Ranitidine yang digunakan juga pernah melebihi dosis bagi anak-anak. Dosis yang dianjurkan pada literature
adalah 2-4 mg/kg BB x 21 kg yaitu 42-84 mg. pasien diberikan 3x sehari. Dari literature, sebaiknya diberikan dua
kali sehari saja dan dinilai sudah cukup. Pada pasien ini, penurunan regimen dosis ranitidine menjadi 2×1 sudah
dilakukan.
Penggunaan Ranitidine pada tanggal 1-5 November 2012 merupakan terapi tanpa indikasi karena penggunaaan
asetosale dan prednisone sudah dihentikan. Tidak ada indikasi penggunaan ranitidine. Pasien tidak mengeluhkan
adanya nyeri lambung, hematemesis maupun melena. Pasien juga mengatakan tidak ada mual dan muntah serta
penurunan nafsu makan. Jutru pasien mengalami perbaikan nafsu makan. Maka, penggunaan ranitidine setelah
Pemberian asam folat untuk malnutrisi pasien juga melebihi dosis untuk anak-anak. Dari literature disebutkan
bahwa dosis untuk anak-anak umur 9-13 tahun adalah 500-1000 mcg/hari. Pasien diberikan 5 mg. Akan tetapi,
permasalahan ini sudah dapat diatasi dan dosis sudah diturunkan menjadi 1 mg/hari. Tidak termanifestasi adanya
Penggunaan Captopril dan Furosemide untuk pasien ini atas indikasi Decompensatio Cordis NYHA grade II juga
sudah tepat. Seperti yang dijelaskan dalam BNF for Children di mana dijelaskan bahwa pemberian ACE inhibitor
memiliki nilai yang bermakna pada kejadian gagal jantung atau decompensatio cordis dan biasanya dikombinasi
dengan loop diuretic. Dosis yang diberikan juga tepat. Perlu dilakukan monitoring kadar postassium tubuh
mengingat penggunaan diuretik kuat dapat menyebabkan kehilangan kalium pada pasien. Adanya gangguan
kalium akan semakin memberatkan kerja jantung yang juga sudah mengalami dekompensatio cordis. Pasien ini
sempat mengalami hipokalemia, akan tetapi sudah mengalami perbaikan. Pasien mengatakan bahwa sesak akibat
jantung yang bermasalah tersebut sudah jauh berkurang dan mengalami perbaikan. Pemilihan obat untuk gagal
jantung di sini tepat dan pasien mengalami perbaikan. Namun, tetap perlu dilakukan pemantauan dan monitoring
kadar elektrolit pasien selama penggunaan diuresis kuat. Perlu juga dilakukan Echokardiografi untuk memantau
kondisi pasien.
Dari hasil echokardiografi tanggal 8 Oktober 2012, diketahui bahwa pasien mengalami mitral regurgitasi yang
berat, aortic regurgitasi ringan dan hipertensi pulmonary. Dari jurnal Guideline for Diagnosis and Treatment of
Pulmonary Hypertension,2009, dijelaskan untuk hipertensi pulmonary yang disebabkan oleh gagal jantung dan
penyakit jantung bagian kiri, maka perlu dioptimalkan terapi penyakit utamanya. PH di sini tidak perlu diterapi.
Hanya sebagian kecil studi yang menjelaskan tentang pemberian Sidenafil yang dapat meningkatkan outcome
pasien dengan gagal jantung. Jadi, pemilihan untuk tidak dilakukan terapi dan fokus pada penyakit utama yang
Pada awal bulan November 2012, pasien mengalami keluhan batuk dan pilek. Untuk itu diberikan Ambroxol dan
Pseudoefedrin 15 mg, Terfenadin 20 mg. Pemberian kedua obat ini dinilai kurang tepat karena tidak ada EBM yang
mendukung pemberian kedua obat ini pada anak. Maka, pemberian obat tersebut sebaiknya dipertimbangkan.
Secara umum, terdapat perbaikan klinis pasien dengan pemberian terapi seperti yang dibahas di atas. Namun,
masih terdapat beberapa drug related problem yang perlu diselesaikan oleh farmasis klinis.
10. Kesimpulan
1. Pemberian Captopril dan Furosemide adalah tepat sesuai dengan indikasi medis pada pasien ini.
2. Pemberian prednisone dan asetosal untuk penyakit jantung rematik masih dalam kontroversi. Dari guideline
consensus, penggunaan kedua obat ini dianjurkan. Akan tetapi dari database EBM Cochrane, belum dapat ditemui
evidence benefit penggunaan steroid maupun antiinflamasi yang ada saat ini.
3. Penggunaan BPG sebagai firstline terapi penyakit jantung rematik adalah tepat dan dosis yang digunakan juga
tepat.
4. Ranitidine diberikan untuk mengatasi efek samping steroid dan NSAID akan tetapi masih tetap digunakan ketika
5. Penggunaan Pseudoefedrin 15 mg, Terfenadin 20 mg dan Ambroxol pada pasien pediatric kurang tepat karena
6. Pulmonary hipertensi pada pasien tidak perlu diterapi sesuai dengan guideline untuk penyakit pulmonary
11. Saran
1. Penggunaan Prednisone dan NSAID untuk pasien dengan penyakit jantung rematik perlu ditinjau ulang kembali,
dan dari EBM Chochrane tidak ada evidence benefit yang kuat untuk pemberian steroid.
2. Penggunaan ambroxol dan Pseudoefedrin 15 mg, Terfenadin 20 mg sebaiknya dipertimbangkan dan dihentikan
mengingat EBM pemberian kedua obat tersebut pada anak adalah lemah.
3. Pemberian Ranitidine adalah terapi tanpa indikasi untuk pasien ini, maka sebaiknya dihentikan penggunaannya.
4. Perlu dilakukan monitoring elektrolit pasien dan juga monitoring fungsi jantung secara berkala untuk menilai