Kelas : XI IPA 3
Mapel : B. Indonesia
NARASI :
Alkisah zaman dahulu adalah sebuah kerajaan bernama Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini
dipimpin seorang ratu bernama Cik Sima. Cik Sima mempunyai tujuh orang putri yang cantik
jelita. Yang tercantik dari putri-putri ini adalah yang bungsu yang bernama Puteri Mayang
Mengurai.
Suatu saat pergilah ketujuh puteri ini mandi-mandi ke pemandian yang bernama Sungai
Umai. Tanpa dinyana lewat di dekat pemandian itu seorang pangeran dari Kerajaan Empang
Kuala. Pangeran Empang Kuala jatuh hati pada Puteri Mayang Mengurai. Ia menyebut puteri
yang dicintainya itu putri yang ada di umai.
Maka datanglah utusan raja Empang Kuala melamar Puteri Mayang Mengurai. Cik Sima
sebagai orang tua dan Ratu menolak dengan halus lamaran ini. hal ini menimbulkan kemarahan
dari Kerajaan Empang Kuala. Datanglah Pangeran Empang Kuala membawa pasukannya
memerangi kerajaan Seri Bunga Tanjung. Terjadilah peperangan yang dahsyat.
Untuk menjaga keselamatan ketujuh puteri, Ratu menyembunyikan mereka di sebuah lubang
tanah/gua yang sangat rahasia. Kepada mereka Ratu meninggalkan perbekalan untuk tiga bulan.
Ternyata peperangan berlangsung lama, melebihi masa tiga bulan. Tinggallah ketujuh putri di
dalam gua itu dalam kesengsaraan.
*
Sesosok tubuh tertutup kain putih. Sesosok tubuh yang telah menjadi mayat. Dialah Putri
Awan Pelangi, anak keempat dari Ratu Cik Sima yang memerintah di Kerajaan Seri bunga
Tanjung. Mayat Putri Awan Pelangi dikelilingi keenam saudaranya di goa persembunyian
mereka. Suasana duka bertumpuk-tumpuk di hati dan wajah mereka.
BM : ”Ya kamu…!”
MM : ”Ini memang salahku. Kak Bunga Melati benar. Seharusnya aku tidak menolak
lamaran Pangeran Empang Kuala. Aku benci diriku. Karena aku rakyat Kerajaan
Seri Bunga Tanjung binasa. Karena aku, kita semua akan mati di gua ini.”
EP : “Sudahlah, Dek. Kami merasa tidak menderita. Bukankah hidup ini memang
selalu begini. Susah senang, suka duka, bahagia, derita. Kalau dalam hari-hari ini kita
dalam penderitaan, maka ini adalah jalan pasti kehidupan yang tidak hanya kita yang
merasakan.”
MJ : ”Kita tidak boleh berputus asa. Berputus asa adalah sifat orang kafir. Kita masih
punya Allah yang Maha mengetahui apa yang terjadi pada kita. Allahhussomad,
Allah tempat meminta tempat bergantung. Allah pasti menolong kita.”
Bukan hanya Embun yang diratapi Mayang. Ia meratapi semua. Kata tak cukup lagi mengungkap
duka. Air mata bertahta dalam jiwa.
Tiba-tiba Mayang terdiam. Semua sunyi. Ia mengangkat kepalanya, tengadah. Ia menatap langit.
Matanya tajam dan liar.
Tiba-tiba ia berteriak keras. Keras sekali. Alam seakan berguncang, bumi gempa, burung-burung
beterbangan.
”Huaaa……………….aaaaaaaaa…aaaaaaaaaaaa…!!!!!!!!!!!!!!!!!”
MM : ”Bunga Melati benar. Akulah manusia terkutuk yang telah membawa malapetaka ini.
karena aku Seri Bunga Tanjung banjir darah.
Aduhai, mengapa aku tak mati saja sebelum musibah ini.
Andai aku tak pernah dilahirkan.
Andai aku debu.
Wahai Robb langit dan bumi. Jika laknat ini untukku, biarlah kutanggungkan semua.
Jangan timpakan lanknat ini pada ibuku, saudara-saudaraku, rakyatku.
Mengapa mereka yang mesti menaggungkan azab ini…
Mengapa tidak aku saja yang menanggungkannya..
Banjir darah di mana-mana.
Air mata tumpah menggenangi negeriku.
Tawa dan senyum telah hilang, berganti tangisan, tak tahu kapan akan berhenti.
Anak-anak kehilangan masa indah mereka.
Para wanita kehilangan kehormatan dan tempat bergantung.
Masa depan mereka menjadi gelap, segelap malam saat bulan bintang menghilang.
Plak ..
Cahya Mentari menampar Mayang Mengurai. Keras. Mayang tersungkur, tengkurap mencium
bumi.
CM : ”Kamu jangan membuat malu sejarah nenek moyang kita dengan kelemahanmu
plus kebodohanmu itu. Ratu Cik Sima, ibu kita, saat sekarang sedang bertungkus
lumus mempertaruhkan kepalanya dan kepala kestria Kerajaan Seri Bunga Tanjung
untuk menegakkan muruah negeri kita. Tindakan dan ucapanmu sebagai salah
seorang puteri kerajaan bertolak belakang dengan kegagahberanian yang terkenal
pada penduduk negeri kita. Laki-laki perempuan orang Seri Bunga Tanung berdarah
pahlawan. Ingat itu dan hentikan ucapanmu yang tak bernilai itu!!
Setiap orang pasti mati. Perang hanya alat bagi pemilik kehidupan mendatangkan kematian.
Bukan perang yang membuat orang mati. Tidak ajal berpantang mati. Kalau ajal belum sampai,
tak ada apa pun yang bisa merenggut nyawa orang.
Kuatkan hati. Istighfar. Sebut nama-Nya sebanyak-banyaknya.”
Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah. Irji’I ila robbiki rodiyyatam mardhiyyah. Fadkuli fii ‘ibadi,
wadkuli jannati.”
NARASI:
Setelah perang usai barulah ibu mereka, Cik Sima, datang menjemput. Dan dia harus
menelan kenyataan pahit bahwa ketujuh puterinya telah meninggal dalam keadaan sengsaran dan
kelaparan.
Terkenallah tempat putri cantik itu sekarang dengan nama Dumai (= berasal dari ucapan
Pangeran Empang Kuala yang menyatakan puteri diumai, untuk menyebut puteri Mayang
Mengurai). Legenda mereka terkenal dengan Legenda Puteri Tujuh.