PENDAHULUAN
menyatakan bahwa
dengan orang yang tidak mempunyai pendidikan, semua itu dapat di lihat pada
sikapnya dalam bertindak dan lain-lain. Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an
yang beriman kepada-Nya dan juga orang-orang yang menuntut ilmu beberapa
derajat dibanding manusia lain. Dengan menuntut ilmulah pendidikan akan dapat
kita peroleh
1
2
warga negara berhak mendapat pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa setiap anak
mempunyai hak yang sama dalam pendidikan, tidak terkecuali anak berkebutuhan
khusus. Tentang Hal ini sesuai dengan firman Allah swt di dalam al-Qur’an surah
al-Hujurat ayat 9:
َ َ… إِ َن أ َ ۡك َر َم هك ۡم ِعند
١٣ … ٱّللِ أ َ ۡتقَ َٰى هك ۡم
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
tidak sama dengan pendidikan yang diberikan pada anak umumnya. Sehingga
dibutuhkan pendidikan yang khusus pada anak berkebutuhan khusus agar mereka
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
sifatnya, anak berkebutuhan khusus terbagi menjadi dua bagian, yaitu permanen
2
Dedy Kustawan dan Yani Meimulyani, Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan
Layanan Khusus serta Implementasinya, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2013), h. 28.
3
dan temporer. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi anak yang mengalami
istimewa (CI + BI). Sedangkan anak berkebutuhan khusus temporer terdiri dari
anak di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, anak dari
daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, dan anak yang berasal dari
keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi. 3 Selain itu, yang termasuk dalam
anak berkebutuhan khusus temporer adalah anak jalanan, anak korban narkoba,
pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa peserta didik berkelainan atau
meliputi: tunanetra (A), tunarungu (B), tunadaksa ringan (D), dan tunalaras (E).
3
Ibid. h. 29-37.
4
Dadan Rachmayana, Di antara Pendidikan Luar Biasa Menuju Anak Masa Depan yang
Inklusif. (Jakarta: Luxima Metro Media, 2013), h. 1-2.
4
meliputi: tunagrahita ringan (C), tunagrahita sedang (C1), tunadaksa sedang (D1),
dan tunaganda (G). Kurikulum dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-
batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual. Mereka memerlukan
kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong
telah disebutkan, dapat diketahui bahwa peserta didik berkelainan disertai dengan
dan tunagrhita sangat berat. Tunagrahita ringan adalah tunagrahita yang masih
memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita sedang yaitu tunagrahita yang masih bisa
di ajak berkomunikasi, tetapi tidak begitu mahir membaca, menulis, dan berhitung.5
5
Yani Meimulyani dan Caryoto, Media Pembelajaran Adaptif bagi Anak Berkebutuhan
Khusus, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2013), h. 15-16.
6
Nur Fathurrahmatul A’liah, “Pelaksanaan Pembelajaran PAI Jurusan Tunagrahita di
SDLB Dharma Wanita Persatuan Banjarmasin”, Skripsi, (Banjarmasin: Perpustakaan FTK IAIN
Antasari, 2013), h. 34.
5
yang biasanya tidak dapat berjalan, berbicara atau memahami.7 Di antara jenis
tunagrahita di atas, maka jenis tunagrahita ringanlah yang lebih mampu dididik
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani
merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus di berikan di sekolah, baik
menghitung uang yang di milikinya, melakukan transaksi jual beli dengan orang
pelajaran yang sangat sulit. Akibatnya, banyak siswa yang tidak begitu suka dengan
7
Dadan Rachmayana, Di antara Pendidikan Luar Biasa Menuju Anak Masa Depan yang
Inklusif. (Jakarta: Luxima Metro Media, 2013), h. 25.
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Khusus
Matematika 2a, (Jakarta: Percetakan Negara R.I., 1980), h. 42.
6
“ilmu mati-matian” (dari segi menghitung dan mengingat rumusnya). Adapula yang
menganggap matematika sebagai cabang ilmu yang tidak penting untuk dipelajari.
abstrak, sedangkan siswa pada umumnya berpikir dari hal-hal yang konkret menuju
sesuatu yang sangat sulit, karena mereka memiliki hambatan dalam kemampuan
mengingat sesuatu dalam jangka panjang dan juga sulit memahami sesuatu yang
abstrak.10 Selain itu, penggunaan media pembelajaran sangat kurang. Hal ini
9
Juhriansyah, Matematika Warisan Peradaban Islam, (Banjarmasin: Comdes
Kalimantan, 2005), h. 9-10.
10
Ely Rahmah, “Pembelajaran Matematika Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam
pendidikan Inklusif di Kelas IV SDN Benua Anyar 8 Banjarmasin (Penyelenggara Pendidikan
Inklusif) Tahun Pelajaran 2013/2014”, Skripsi, (Banjarmasin: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Antasari, 2014), h. 100. t.d.
11
Ibid., h. 97.
7
mampu menjadikan matematika yang abstrak dapat di pahami secara konkret oleh
anak tunagrahita.
menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain, baik berupa bahan,
B. Rumusan Masalah
hitung penjumlahan?
penjumlahan?
menyalurkan pesan dan merangsang untuk terjadinya proses belajar mengajar pada
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah media pembelajaran matematika yang
intelegensi di bawah rata-rata anak normal yang menyebabkan anak tersebut sulit
muncul saat masa perkembangan. Namun, Anak tunagrahita tersebut masih mampu
12
Zainal Aqib, Model-Model, Media, dan Strategi Pembelajaran Konstektual (Inovatif),
(Bandung: Yrama Widya, 2013), h. 50.
Analisa Fitria, “Mengenalkan dan Membelajarkan Matematika pada Anak Usia Dini”.
13
bahkan berjualan.
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah materi penjumlahan yang diajarkan di
D. Tujuan Penelitian
mengetahui:
hitung penjumlahan.
14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Pedoman Khusus
Matematika 2a, (Jakarta: Percetakan Negara R.I., 1980), h. 42.
10
penjumlahan.
E. Signifikansi Penelitian
1. Signifikansi teoritis
2. Signifikamsi praktis
F. Tinjauan Pustaka
Kelas III/C SDLB Negeri Sungai Malang Amuntai oleh Fitriyadi. Dari
SDLB Negeri Pelita Hati Tanjung oleh Fina Ria Noviana. Dari penelitian
SLB Limas Padang oleh Fenty Anita Putri. Dari penelitian ini di peroleh
Kartu Remi oleh Eza Yusdial. Kesimpulan penelitian ini adalah media
Kabupaten Kediri oleh Charis Fauzy. Hasil dari penelitian ini adalah
SDLB Amuntai.
Tunas Sejahtera Seyegan oleh Endang Sari Widana. Hasil dari penelitian
media; mengenalkan bilah angka warna biru dan merah; memberi contoh
16
bilangan yang akan dihitung dalam tabel; mengambil bilah angka warna
biru; memasang bilah angka warna biru; mengambil bilah angka warna
Pusel bagi Siswa Tunagrahita Ringan Kelas III SDLB Kota Banjarbaru
penjumlahan pada siswa tunagrahita ringan kelas III SDLB Negeri Kota
Banjarbaru.
Selatan.
G. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
Hitung, Papan Bilah, Papan Congklak, Pusel, Roda Bilangan, Timbangan Bilangan,
a. Data Primer
serta Implementasinya,
12) Buku karangan Rostina Sundaya dengan judul Media dan Alat
b. Data Sekunder
Amuntai,
Media Holkon,
10) Skripsi dari Endang Sari Widana dengan judul Penggunaan Papan
Bilah Penjumlahan dalam Pembelajaran Matematika pada Anak
Tunagrahita Ringan Kelas III SDLB di SLB Tunas Sejahtera
Seyegan,
22
11) Skripsi dari Farida Aryani dengan judul Penggunaan Media Dabol
YPLB Banjarmasin,
12) Skripsi dari Fina Ria Noviana dengan judul Pengaruh Penggunaan
Tanjung,
Malang Amuntai,
15) Skripsi dari Mujannah Citra Dewi dengan judul Meningkatkan Hasil
Kalimantan Selatan,
19) Skripsi dari Ryan Hidayat dengan judul Pengaruh Media Ular
Persatuan,
20) Skripsi dari Shopia dengan judul Penggunaan Media Abacus dalam
22) Skripsi dari Susi Susanti dengan judul Penggunaan Media Papan
24) Skripsi dari Yanor Rahim dengan judul Pengaruh Media Papan
Persatuan Banjarmasin,
26) Skripsi dari Sarkila yang bejudul Strategi Pembelajaran PAI Pada
Belajar,
31) Buku karangan Ahmad Susanto dengan judul Teori Belajar &
Kepustakaan,
Penelitian Pendidikan,
c. Sumber Data
Banjarmasin, dan
5) Internet
3. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, ada beberapa prosedur yang peneliti tempuh dengan
a. Tahap pendahuluan
pembimbing
b. Tahap persiapan
c. Tahap pelaksanaan
untuk dimunaqasyahkan.
e. Tahap akhir
H. Sistematika Penelitian
hadapi anak tunagrahita, dan prinsip dalam proses pembelajaran anak tunagrahita.