Immunologi Dalam Kehamilan
Immunologi Dalam Kehamilan
Sistem imun dan reproduksi saling berkaitan pada berbagai tingkatan. Mulai
dari saat pembuahan sampai saat laktasi. Peranan utama dari sistem imun adalah
untuk memberikan perlindungan tubuh terhadap pengaruh benda asing dan hasil
toksiknya untuk itu diperlukan kemampuan tubuh dalam membedakan antara self
dan nonself antigen. Dalam ilmu kebidanan, dipandang dari sudut imunologi, adanya
janin dalam tubuh ibu sampai usia kehamilan a term merupakan suatu keajaiban
sehingga pasti ada adaptasi imun selama kehamilan untuk menyelamatkan janin
sementara tubuh ibu sendiri tetap mempunyai kemampuan untuk melawan infeksi
yang mungkin terjadi. Di lain pihak, beberapa penyakit yang dialami ibu ternyata
memberikan kekebalan yang dapat diteruskan kepada janin selama kehamilan maupun
laktasi.
Bab ini akan membicarakan perihal peristiwa imunologi pada ibu hamil, pengaruh
imunologi ibu terhadap janin dan beberapa teori yang dapat menerangkan peristiwa
imunologi dalam kehamilan.
Immunosupresi nonspesifik :
Dari observasi klinis terbukti bahwa wanita yang mengandung tidak menderita
immunocomprimised secara luas. Namun demikian mereka lebih peka terhadap
infeksi tertentu seperti virus hepatitis, herpes simplex dan virus Epstein-Barr.
Penurunan dalam aktivitas sel NK mungkin terjadi dalam kehamilan normal. Fungsi
limfosit T ibu juga tertekan. Dilaporkan pula bahwa secara invitro terjadi penurunan
respons terhadap mikroba dan antigen virus serta mitogen. Hal ini telah mendasari
banyaknya penelitian terhadap populasi sel imun dari darah wanita hamil.
Faktor Imunosupresi dari plasenta akan masuk ke dalam sirkulasi ibu, sehingga serum
wanita hamil menunjukkan supresi terhadap respons limfosit dengan cara
nonspesifik. Beberapa penulis menyatakan bahwa hormon plasenta memegang
peranan penting. hCG pada tingkat fisiologis menghambat mitogen-induced
proliferation dari limfosit, berikatan dengan sel asesori dan melepaskan prostaglandin.
Demikian pula progesteron menghambat respons limfosit. Aktivitas progesteron
berkaitan dengan prostaglandin, yang disintesis oleh plasenta, amniokorion dan
desidua. Limfosit yang dipengaruhi progesteron akan melepaskan faktor yang akan
menghambat produksi PGF2 dimana aktivitas supresi sel NK dan sel T maternal
terpengaruh oleh perubahan produksi IL-2.
Antara mudigah-janin dengan tubuh ibu terdapat pelindung trofoblast. Trofoblast ini
menghasilkan banyak hormon hCG dan estrogen serta progesteron. Akhir-akhir ini
hormon tersebut diketahui mengadakan imunosupresi yang berefek lokal sehingga
jaringan disekitarnya tidak banyak mengalami tekanan respons imun tubuh. hCG
bahkan disebut sebagai “ Hormone of Life, Hormon of Death “ karena kemampuannya
melindungi kehidupan in-utero, akan tetapi juga melindungi jaringan neoplasma dari
respons imun.
Progesteron diduga mempunyai sifat imunosupresif sehingga dianggap sebagai suatu
hormon nidasi baik lokal maupun sistemik. Endometrium yang sudah berubah
menjadi desidua menunjukkan adanya penekanan respons imun yang terlihat dari
penurunan mix lymphocyte reaction ( MLR ) serta menghambat aktivitas IL-2.
Beberapa protein yang berkaitan dengan kehamilan seperti misalnya PP12, PP14,
PAPP-A (Pregnancy Associated Plasma Protein A) dihasilkan oleh sel epitel kelenjar
dan sel stroma desidua atas pengaruh progesteron mempunyai sifat imunosupresif
serta mengurangi aktivitas sel NK.
Hormon progesteron ternyata juga menurunkan respons imun sesuai dengan
dosisnya. Hal ini disokong oleh penemuan yang membuktikan bahwa hormon-hormon
pada kehamilan, seperti hCG dapat menekan proses-proses transformasi sel limfosit-
T yang dirangsang oleh antigen nonspesifik phytohaem-agglutini (PHA). Pada
keadaan yang sebenarnya kadar hCG selama kehamilan memang tinggi dan mulai
menurun di akhir kehamilan, saat itu sistem imunitas selular mulai bangkit dan
persalinan pun terjadi.
b. Blokade sentral
Berbeda dengan mekanisme supresi nonspesifik yang berlangsung dengan
menghambat pengenalan antigen atau mencegah proliferasi limfosit, pengaturan
sentral membutuhkan limfosit untuk mengenal antigen dalam memberikan respons
blocking antibody atau sel supresor. Mekanisme supresor spesifik ini hanya diarahkan
kepada antigen yang dituju dan tidak merusak respons imun yang lain.
Blocking antibodies
respons yang ditimbulkan oleh sel dapat dihalangi oleh antibodi yang mengikat
limfosit dari ibu atau antigen yang menstimuli. Produksi antibodi semacam ini
tergantung pengenalan antigen janin.
Serum kehamilan dapat menghalangi respons yang disebabkan oleh sel dengan
cara yang nonspesifik
Antibodi HLA antifetal menghalangi MLR antara sel ibu dengan janin atau ayah.
Antibodi lain yang timbul dalam kehamilan mungkin mempunyai fungsi pengaturan
imunologis. Serum kehamilan mengandung antibodi yang menghalangi reseptor Fc
dari sel B. Serum ini diarahkan pada determinan HLA yang tak teridentifikasi dan
terutama terdapat pada kehamilan triwulan pertama.
Blocking antibody sangat penting bagi keberhasilan suatu kehamilan. Tapi bila
antibodi tersebut didefinisikan dengan perannya terhadap MLR ibu-janin/ayah maka
antibodi ini hanya terdapat pada separuh dari serum wanita hamil. Banyak peneliti
beranggapan bahwa blocking antibody penting bagi kehamilan normal dan bahwa
ketidakhadirannya akan menyebabkan keguguran berulang.
Supressor T cells :
Pengaktifan limfosit T tidak hanya menghasilkan T -cell Helper dan sitotoksik, tetapi
juga T sel supresor yang secara spesifik dapat melepaskan pengaturan respons pada
immunizing antigen. T-sel spesifik dari ayah yang secara total menekan MLR ibu-
ayah dapat ditemui pada ibu multiparitas. Aktifitas sel supressor tidak tampak pada
wanita primipara, sehingga relevansinya terhadap keberhasilan suatu kehamilan tidak
jelas
Peranan uterus
Uterus dikenal bukan sebagai suatu previleged site karena uterus dipenuhi dengan
vaskularisasi dan drainage limfatik. Uterus sendiri merupakan organ yang mampu
menghasilkan imunoglobulin seperti SpIgA, SpIgM dan SpIgG namun tetap sangat
peka terhadap infeksi. Sedangkan di dalam desidua uterus ditemukan 20%
mengandung makrofag, 10% mengandung limfosit sel T, 40% sel NK, CD56+ dan
TCR.
Yang sangat penting dalam kehamilan, uterus diketahui mengandung sel limfosit T
yaitu T-helper terdiri atas T-helper 1 (Th-1) dan T-helper 2 (Th-2). Th-1
mengeluarkan sitokin IFN-, IL-2 dan TNF- yang secara normal tidak mempunyai
peran sama selama kehamilan, namun dapat membahayakan bila beraktivitas. Th-2
sangat potensial untuk menjaga kehamilan meliputi sitokin IL-4 dan IL-10. Dengan
demikian peranan Th-2 lebih dominan daripada Th-1 untuk menjaga kelangsungan
kehamilan, namun di sisi lain dengan pasifnya fungsi Th-1, seorang ibu hamil rentan
terhadap infeksi bakteri, virus maupun toksoplasma karena peran Th-1 sebagai sitokin
pro inflamasi sangat rendah.
Peranan plasenta :
Plasenta merupakan jaringan yang berfungsi sebagai barier anatomis maupun
imunologis.
Plasenta juga dianggap merupakan suatu privileged tissue sehingga lebih bertahan
pada pencangkokan d tempat biasa yang mempunyai ekspresi FasL berkemampuan
memicu apoptosis Fas + (antigen yang diaktifkan oleh sel T resipien).
Deposisi fibrinoid pada plasenta berperan sebagai barier polisakarid mekanis
transplantasi antigen janin ke ibu maupun limfosit ibu yang akan memasuki janin.
Plasenta juga memainkan peranan dalam blokade eferen. Hormon plasenta, kultur
supernatan dari sel trofoblas dan mikrovilous dari sinsitiotrofoblas dapat
menghambat aktivitas sitolitik dari sel T- cytotoxic dan sel NK terhadap limfoblast
dan K562. Ini mungkin disebabkan oleh peranan transferin yang berasal dari
sinsitiotrofoblas yang memblokir reseptor transferin yang ada pada limfosit sitotoksik
maupun sasarannya dan dengan demikian menghalangi interaksi membran di antara
sel-sel atau menutupi struktur target dalam proses pengenalan.
Kemungkinan lain mengapa janin tersebut tidak di tolak pada kehamilan normal, ialah
antigen plasenta dan janin itu kurang bersifat imunogenis sehingga sistem imun
selular ibu tidak bangkit sama sekali. Penelitian tentang antigen HLA pada sel-sel
trofoblas membuktikan keadaan yang sebaliknya; trofoblas ternyata mengandung
antigen yang kompeten.
Terbukti bahwa zat limfokin dapat dilepaskan oleh sel-sel limfosit apabila dirangsang
secara in vitro oleh antigen plasenta. Penemuan ini membuktikan secara jelas bahwa
transformasi sel limfosit tidak dihambat, bahkan dapat diperlihatkan efek inhibisi zat
tersebut terhadap migrasi sel-sel makrofag. Beberapa penelitian berhasil
membuktikan kalau respons imun selular terhadap antigen plasenta mulai bangkit
pada kehamilan trisemester kedua yang makin lama makin meningkat sesuai dengan
usia kehamilan.
Blokade Aferen
1. Tidak ada sensitasi antigen pada trofoblas
2. Imunosupresi nonspesifik :
Perubahan populasi sel imun
Faktor supresi ( plasenta, serum, desidua)
Blokade sentral
1. Blocking antibody (anti-fetal HLA, anti-Fc reseptor, anti-
idiotiopik}
2. Fetal-specific T-supressor cell
3. Peran Th-2 uterus
Blokade eferen
1. Tidak ada antigen target pada trofoblas
2. Blocking antibodies mask fetal antigens
3. Faktor supresi nonspesifik (plasenta, serum, desidua)
4. Antibodi sitotoksik anti-fetal diserap oleh plasenta
5. Faktor supresor janin
Setiap kali seorang ibu hamil, maka di dalam tubuhnya pasti timbul respons imun
terhadap janin yang dikandungnya. Hanya alam, agaknya telah pula mempersiapkan
tubuh ibu untuk mempunyai cara-cara tertentu guna menghindari terjadinya abortus
akibat respons penolakan secara imunologis.
3. Imunitas maternal
Imunisasi pasif pada janin dapat terjadi melalui transfer antibodi atau sel imun dari
ibu yang imun kepada janin atau neonatus. Hal ini dapat terjadi melalui :
Adanya antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi pasif terhadap fetus. IgG dapat
berfungsi antitoksik, antivirus dan antibakteri. Imunisasi aktif dari ibu akan
memberikan proteksi pasif kepada fetus dan bayi.
Selama dalam uterus, mulai umur kehamilan 6 bulan janin baru membuat antibodi
IgM kemudian disusul IgA pada waktu kehamilan genap bulan. Mulai umur
kehamilan 2 bulan IgG ibu sudah masuk ke dalam janin dan melindunginya.