Nama Penyusun:
Adhil Chan
Hanang Pandu Himawan
Robbie Kurniawan W
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan karya ilmiah berjudul “Analisis Penerapan Electronic
Road Pricing (ERP) di Ruas Jalan HR.Rasuna Said dari Tinjauan Teknologi, Ekonomi, dan
Hukum” ini dengan baik.
Dalam menuliskan karya ilmiah ini kami mendapat dukungan dari berbagai pihak, baik
itu dalam bentuk waktu, materi, dan informasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih
kepada
1. Ir. Rudy Hermawan Karsaman, M.Sc., Ph.D., selaku dosen pembimbing lomba
2. Kak Danu, Kak Betha, dan Kak Reza yang telah membantu dan memberikan
semangat kepada kami
3. Orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan kami
4. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu
Kami menyadari karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga kami
mengharapkan komentar dan masukan dari pembaca. Walaupun demikian, kami berharap
laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
DKI Jakarta dianggap sebagai daerah yang menawarkan banyak kesempatan baik di
sektor formal maupun informal. Dengan pertumbuhan wilayah DKI Jakarta yang
cepat memberikan dampak tersedianya lapangan kerja serta upah dan gaji yang jauh
lebih tinggi dari daerah disekitarnya. Ibarat “Dimana ada gula disitu pasti ada
kerumunan semut,” DKI Jakarta menjadi daya tarik bagi masyarakat pedesaan
sekitarnya untuk melakukan urbanisasi ke daerah tersebut. Laju urbanisasi ini menjadi
awal masalah transportasi karena kebutuhan akan pergerakan yang semakin tinggi
namun tidak dapat diimbangi jumlah lahan yang terbatas. DKI Jakarta memiliki
beberapa kawasan bisnis dengan jalan yang kapasitasnya sudah tidak dapat ditambah
lagi, seperti Jalan Sudirman, Jalan M.H. Thamrin, dan Jalan H.R. Rasuna Said.
Jalan Rasuna Said merupakan salah satu jalan arteri sekunder yang ada di daerah
Jakarta Selatan dan pusat bisnis atau Financial District (Poros Sudirman – Thamrin –
Kuningan). Jalan Rasuna Said memiliki panjang total 4100 m dengan lebar jalan 33 m
yang memiliki 8 lajur 2 arah dengan median (82DD). Saat ini, kondisi Jalan Rasuna
Said memiliki kapasitas jalan sebesar 3127 kendaraan (Data Dinas Perhubungan DKI
Jakarta tahun 2011).
Salah satu solusi untuk permasalahan transportasi darat yang terjadi di Jalan Rasuna
Said adalah Electronic Road Pricing (ERP). ERP merupakan penerapan jalan
1
berbayar dengan sistem elektronik dengan tujuan untuk mengatur lalu lintas dan
volume kendaraan yang melalui suatu ruas jalan. Pengguna kendaraan yang melewati
ruas jalan atau koridor berbasis sistem ERP akan dikenakan biaya dalam periode
waktu tertentu. Biaya yang dikenakan bertujuan untuk memberikan kesadaran pada
pengguna kendaraan pribadi bahwa perjalanan yang mereka lakukan memiliki
kontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan kerugian pada masyarakat yang tidak
menggunakan kendaraan pribadi. ERP diharapkan mampu mengurangi perjalanan
dengan kendaraan pribadi dan mengurangi perjalanan yang tidak perlu terutama pada
jam sibuk. Dalam karya tulis ini akan dibahas analisis penerapan ERP berdasarkan
aspek hukum, teknologi, dan ekonomi dari analisis data primer dan sekunder.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
1. Menentukan potensi penerapan ERP pada Jalan Rasuna Said ditinjau dari
aspek teknologi, ekonomi, dan hukum di Jalan Rasuna Said,
2. Menentukan permasalahan akibat penerapan ERP pada Jalan Rasuna Said
ditinjau dari aspek teknologi, ekonomi, dan hukum,
3. Menentukan solusi permasalahan penerapan ERP pada Jalan Rasuna Said
berdasarkan analisis aspek teknologi, ekonomi, dan hukum.
1.4 Manfaat
Beberapa manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu,
1. Memberikan wawasan mengenai ERP (Electronic Road Pricing) bagi para
pembaca.
2. Memberikan alternatif teknologi yang sesuai untuk diterapkan di JL Rasuna
Said
3. Memberikan tinjauan analisis dari segi ekonomi dan hukum untuk penerapan
Electronic Road Pricing (ERP).
4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam
menerapkan ERP di masa depan.
2
1.5. Metode Penelitian
Pendekatan akan permasalahan merupakan hal yang mutlak dibutuhkan dalam
melakukan analisis untuk mendapatkan hasil yang optimal. Setiap permasalahan
memiliki karakteristik tersendiri, baik dalam inti permasalahan maupun kondisi
permasalahan itu sendiri. Diagram alir merupakan suatu kerangka berpikir yang
sistematis untuk membantu proses pengerjaan tugas besar dan pemecahan masalah.
Dalam diagram alir ini akan berisikan tahapan-tahapan pengerjaan karya tulis secara
sistematis agar dapat mencapai tujuan dan mendapatkan jawaban atas masalah yang
diajukan. Diagram alir untuk analisis penerapan ERP dengan tinjauan teknologi,
ekonomi, dan hukum disajikan dalam gambar berikut,
3
MULAI
PENDAHULUAN
STUDI PUSTAKA
Teori dan Konsep yang
Digunakan
Menentukan kelayakan
penerapan ERP dari sisi finansial
KESIMPULAN
SELESAI
4
Mulai
Waktu tempuh
Menentukan Tarif
kondisi setelah
sesuai WTP
penerapan ERP
Membandingkan Waktu
Tempuh sebelum dan
setelah penerapan ERP
Analisis penghematan
biaya
Selesai
5
Mulai
Sistem
Analisis Sistem
Pembayaran
Pembayaran
ERP
Jumlah
Analisis Kebutuhan Peak Hour
Alternatif
Gantry Volume
Jalan
Jumlah dan
Lokasi Gantry
Rencana
Selesai
6
Mulai
Permasalahan
Penerapan ERP
Alternatif Solusi
Penerapan ERP
Solusi
Penerapan ERP
Tidak
Sesuai Peraturan
yang Berlaku
Ya
Solusi
Diterapkan
Selesai
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Dasar Teori
Electronic Road Pricing merupakan salah satu strategi Pola Transportasi Makro
(PTM) menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 103 tahun 2007. Dalam Pola
Transportasi Makro (PTM), road pricing merupakan salah satu bentuk cara dalam
pembatasan lalu lintas yang dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, pengguna,
maupun masyarakat luas.
ERP adalah congestion charge yang dikenakan kepada pengemudi kendaraan pribadi
pada jalan tertentu pada waktu tertentu, sehingga dengan penerapan ERP, diharapkan
terjadi keseimbangan antara demand (lalu lintas) dengan supply (ruang jalan). Selain
itu, Road Pricing dapat digunakan sebagai alat untuk menambah pendapatan negara
yang umumnya pendapatan tersebut dialihkan sebagai dana pengembangan
transportasi umum. Seperti tabel yang terlihat di bawah ini, Road Pricing sudah
dikelompokkan berdasarkan tujuannya.
Tabel 2. 1 Pengelompokan Road Pricing Menurut Susantono
Distance-based Fees Biaya yang dikenakan terhadap kendaraan bergantung pada Untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi berbagai masalah
seberapa jauh kendaraan digunakan. lalu lintas.
Pay-As-You-Drive Membagi rata pembayaran berdasarkan jarak sehingga asuransi Mengurangi berbagai masalah lalu lintas khususnya kecelakaan lalu
Insurance kendaraan menjadi biaya yang tidak tetap. lintas.
8
2.2.Analisis Potensi Electronic Road Pricing (ERP)
2.2.1 Analisis Potensi Electronic Road Pricing (ERP) dari Aspek Teknologi
Sistem congestion pricing (atau yang sering disebut dengan sistem pembayaran
berdasarkan kondisi kepadatan) yang cocok untuk diterapkan di Jalan Rasuna Said
menurut penulis adalah mekanisme Single Facility Congestion Charging. Hal ini
dikarenakan sistem Single Facility Congestion Charging hanya mengenakan
pembayaran pada satu fasilitas saja saat peak hour, dalam hal ini terbatas pada ruas
Jalan Rasuna Said. Namun, sistem pembayaran dapat berubah menjadi Cordon Area
Congestion Charging ketika ERP diterapkan pada semua ruas jalan yang terkoneksi
langsung dengan Jalan Rasuna Said. Akibatnya, sistem pembayaran tidak hanya
terbatas pada ruas Jalan Rasuna Said saja, tapi juga mencakup daerah sekitar Jalan
Rasuna Said (area-based).
9
sangat besar untuk menerbangkan satelit. Selain itu, sinyal GNSS sering tidak tersedia
dan akurasi berkurang dikarenakan parkir bawah tanah, parkir bertingkat, dan sinyal
pantulan akibat gedung-gedung tinggi.
Dalam memilih pilihan yang memiliki beberapa alternatif, dapat diilustrasikan pada
sebuah matriks perbandingan. Berikut disajikan tabel matriks perbandingan antar
pilihan teknologi yang cocok untuk diterapkan pada ruas HR.Rasuna Said,
Alternatif Teknologi
Aspek Perbandingan
ANPR DSRC GNSS
Dalam hal penerapan teknologi DSRC di Jalan Rasuna Said, ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan untuk posisi pemasangan gantry, yakni:
a. Pemasangan gantry harus memiliki efisiensi yang tinggi
b. Hal yang dapat menjadi pertimbangan pemasangan gantry adalah di titik-
titik kemacetan pada waktu peak hour
c. Gantry lebih baik dipasang pada titik setelah melewati alternatif jalan pada
Ruas Rasuna Said
Penulis dalam penerapan ERP di ruas Rasuna Said membuat perencanaan jumlah dan
lokasi pemasangan gantry. Letak pemasangan gantry pada Jalan Rasuna Said berbeda
untuk kedua arah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan waktu terjadinya peak hour
untuk setiap arah.
Sebelum menentukan waktu terjadinya peak hour tiap arah, penulis memilih dua
waktu terjadinya kondisi peak hour dalam satu hari, yakni pada pukul 07.00 s.d. 09.00
dan pukul 17.00-19.30. Kemudian penulis mengecek kondisi kemacetan di ruas Jalan
10
Rasuna Said pada kisaran waktu tersebut untuk masing masing arah. Hasil yang
penulis dapatkan (dengan alat bantu Google Maps) adalah sebagai berikut.
a. Untuk ruas Jalan Rasuna Said arah dari Jalan Tendean ke Jalan
Cokroaminoto, terjadi peak hour pada pukul 07.00 s.d. 09.00
b. Untuk ruas Jalan Rasuna Said arah dari Jalan Cokroaminoto ke Jalan
Tendean, terjadi peak hour pada pukul 17.00 s.d. 19.30
Desain gantry yang digunakan untuk tipe DSRC cenderung lebih fleksibel
dibandingkan dengan alternatif pilihan teknologi lainnya. Berikut adalah sketsa alat
DSRC oleh penulis yang akan digunakan saat penerapan ERP pada ruas HR. Rasuna
Said
11
Gambar 2. 3 Desain Gantry pada Ruas Kuningan
Berikut mekanisme kerja alat gantry pada teknologi DSRC yang akan diterapakan
pada ruas HR Rasuna Said.
2.2.2 Analisis Potensi Electronic Road Pricing (ERP) dari Aspek Ekonomi
Laporan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta menyebutkan bahwa kerugian yang
dialami akibat kemacetan di ruas Jalan Jenderal Sudirman adalah sebesar
Rp.19.716.239.573.128/tahunnya dan nilai ini setara dengan 1.6% Produk Domestik
12
Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta pada 2013. Maka penanganan terhadap
kemacetan memang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan.
Dalam menganalisis potensi dari ERP di aspek ekonomi, penulis merumuskan potensi
dari penghematan kerugian akibat kemacetan. Penulis akan membahas tentang travel
time yang bisa di kurangi dari penerapan ERP yang kemudian dikonversi menjadi
nilai uang (time value) berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) yang dapat
dihemat akibat kemacetan pada kondisi eksisting.
13
Tabel 2. 3 Tabel Jarak dan Waktu Tempuh Ruas Kuningan
Nilai waktu (time value) dapat digunakan sebagai salah satu parameter efektifitas
penerapan ERP. Pada pengerjaan karya tulis ini, digunakan software VISSIM untuk
mengetahui perbedaan travel time yang bisa dikurangi bila penerapan ERP dilakukan
di ruas Kuningan. Perbedaan travel time ini kemudian dianalisis untuk menentukan
efektifitas ERP. ERP dianggap efektif bila terjadi pengurangan travel time dan
kemacetan yang dapat menyebabkan kerugian materiil. Berikut adalah screenshoot
hasil pemodelan menggunakan software VISSIM.
14
Gambar 2. 8 Screenshoot Hasil Pemodelan VISSIM
Rute dimodelkan dengan 8 lajur 2 arah dimana terdapat jalur cepat yang menjadi
objek penerapan ERP dan jalur busway di tengah jalan. Pemodelan diasumsikan
hanya memperhitungkan satu simpang yakni simpang Mega Kuningan (Jalan Dr.Ide
Anak Agung Gde Agung) dan simpang yang lain serta hambatan samping dianggap
tidak berpengaruh ke lalu lintas dan tidak mempengaruhi travel time dari jalur cepat
ERP. Input data untuk pemodelan berupa geometri jalan, volume lalu lintas, dan
komposisi kendaraan yang melalui Jalan HR.Rasuna Said pada pagi dan sore hari.
Untuk input data volume kendaraan pada kondisi setelah penerapan ERP, penulis
menggunakan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Rizki, 2015
mengenai analisis perpindahan rute pada penerapan kebijakan ERP di koridor
Kuningan. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil prosentase responden yang
tetap menggunakan rute ERP ataupun berpindah rute apabila kebijakan ERP
diterapkan. Data tersebut disajikan dalam tabel berikut,
15
Tabel 2. 5 Tabel Jumlah Perpindahan Rute pada Penerapan ERP
Setelah input data berupa geometri dan volume kendaraan telah lengkap, maka
dilakukan simulasi di software VISSIM selama 1 jam pengamatan, Diperoleh data
travel time untuk masing-masing ruas. Hasil travel time kemudian dibandingkan
dengan travel time kondisi eksisting untuk dicari selisihnya. Data travel time disajikan
dalam tabel berikut,
Tabel 2. 6 Tabel Selisih Waktu Travel Time Sebelum dan Setelah Penerapan
ERP
Tabel 2. 7 Tabel Biaya Operasional Kendaraan (BOK) pada Ruas Kuningan Tahun
2011
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan ERP dapat menekan kepadatan lalu
lintas yang terjadi ruas Kuningan yang bisa dilihat dari waktu tempuh yang berkurang
sebesar rata-rata 19 menit setelah simulasi penerapan kebijakan ERP. Selain itu,
terjadi penghematan kerugian akibat kemacetan yang terjadi sebesar Rp 8.361.028,00
16
per hari nya. Sehingga penerapan kebijakan ERP memiliki potensi untuk mengurangi
tingkat kemacetan yang berhubungan dengan kerugian materiil.
2.2.3 Analisis Potensi Electronic Road Pricing (ERP) dari Aspek Hukum
Proyek penyelenggaraan ERP didasari oleh UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 133 yang
menyatakan manajemen kebutuhan lalu lintas diselenggarakan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas. Manajemen kebutuhan lalu
lintas tersebut akan dibuat sistemnya berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 5
Tahun 2014 yang menyatakan bahwa retribusi dari ERP akan digunakan untuk biaya
penyelenggaraan ERP (modal, operasional, dan pemeliharaan). Pada saat retribusi
memiliki nilai sisa, nilai sisa tersebut akan digunakan untuk biaya peningkatan
pelayanan angkutan umum massal berbasis jalan dan peningkatan kinerja lalu lintas.
Hal ini didukung oleh UU 32 Tahun 2004 Pasal 157 yang menyatakan bahwa retribusi
dalam Road Pricing dibedakan dengan pajak sehingga dalam keberjalanannya,
penyaluran nilai sisa retribusi dapat disalurkan secara langsung. Dengan adanya
sistem penyaluran dana tersebut, proyek ERP tidak hanya berpotensi mengurangi
kemacetan dalam kota, tetapi juga turut membantu dalam pengembangan moda sarana
dan prasarana transportasi.
Permasalahan utama dalam penerapan teknologi DSRC di Jalan Rasuna Said adalah
kewajiban penggunaan alat On-Board Unit (OBU) saat melewati ruas jalan ERP. Hal
ini membuat seorang pengguna kendaraan yang ingin melintas atau memiliki destinasi
di ruas Jalan Rasuna Said harus mempunyai alat On-Board Unit. Padahal dalam
perencanaan, alat OBU tidak dibagikan secara gratis namun dijual dengan harga
tertentu sehingga hal ini dapat memberatkan pengguna kendaraan dalam segi biaya.
Selain itu, terdapat kejadian dimana seorang pengemudi kendaraan tersebut hanya
melintasi ruas Jalan Rasuna Said sebanyak satu atau dua kali untuk tujuan tertentu
saja. Hal ini tentu saja membuat kerugian bagi pihak pengguna kendaraan apabila
diwajibkan memiliki alat OBU untuk melewati Jalan Rasuna Said.
Solusi yang dapat diberikan untuk masalah diatas adalah diadakannya peraturan
hukum berupa pemberian sanksi tilang bagi pengguna kendaraan yang tidak memiliki
17
alat OBU. Dalam proses tilang, sudah termasuk kedalam biaya penyewaan OBU
untuk kendaraan lewat di ruas ERP. Untuk memastikan alat OBU yang disewa akan
dikembalikan, perlu dibuat sistem jaminan dari peminjaman alat OBU. Sistem
jaminan dapat berupa kartu identitas resmi, BPKB, STNK, atau berbagai surat
berharga lainnya.
Masalah lainnya yang dapat timbul dalam teknologi DSRC adalah adanya gangguan
saat pendeteksian alat OBU yang diakibatkan oleh kaca film/filter yang sering
dipasang pada kaca kendaraan. Kaca film berbahan metal akan menghalangi detektor
pada setiap gantry untuk membaca alat OBU yang akan dipasang pada kaca
kendaraan bagian depan.
Untuk masalah kaca film, ada beberapa alternatif solusi yang bisa diterapkan. Solusi
pertama yakni pengguna kendaraan yang tetap ingin menggunakan kaca film
dihimbau untuk mengganti kaca film berbahan non-metallic sehingga detektor pada
setiap gantry dapat mendeteksi alat OBU. Solusi lainnya yang dapat diterapkan adalah
menghilangkan sebagian kaca film pada bagian kaca kendaraan yang akan dipasang
alat OBU. Kedua cara tersebut sama sama bertujuan agar detektor pada setiap gantry
dapat mendeteksi alat OBU.
2.3.2 Analisis Masalah Electronic Road Pricing (ERP) dari Aspek Ekonomi
Masalah ERP yang pertama penulis bahas adalah kesesuain tarif ERP yang mungkin
diterapkan berdasarkan keinginan membayar (Willingness to Pay) pengguna jalan.
Metode analisis masalah dalam hal ini didasarkan pada data primer berupa kuisioner
yang telah disebar oleh penulis. Penentuan tarif ini penting agar diperoleh besaran
tarif yang pas yakni tidak terlalu murah ataupun mahal. Bila tarif terlalu murah maka
akan mengakibatkan semua pengemudi tertarik masuk yang dampaknya bisa
menambah kemacetan. Namun bila terlalu mahal akan mengakibatkan tidak ada
kendaraan yang aka masuk. Penulis berusaha menetukan tarif ERP yang dapat
menekan kemacetan namun sekaligus dapat diterima oleh pengguna jalan. Parameter
keberterimaan harga oleh pengguna jalan dianalisis melalui parameter Willingness to
Pay (WTP).
Hasil survey digunakan untuk menentukan tarif yang sesuai untuk penerapan ERP.
Penentuan tarif menggunakan analisis sensitivitas dan terlihat bahwa responden tidak
18
terlalu sensitif dengan penambahan tarif, hal ini ditunjukkan pada perubahan
probabilitas yang tidak signifikan ketika bertambahnya tarif. Data hasil survey
disajikan dalam tabel berikut,
Data pada tabel diatas dipetakan dalam bentuk grafik sebagai berikut,
19
Gambar 2. 9 Grafik Analisis Sensitivitas Tarif ERP Rute Pagi Hari
Berdasarkan grafik diatas dapat terlihat pada skenario pagi hari pemilihan rute ERP
yang membagi probabilitas sama besar (50%) terdapat pada penerapan tarif berkisar
Rp.17000,-. Hal ini ditunjukkan pada titik perpotongan garis pada probabilitas
pemilihan rute. Pada skenario sore hari, titik perpotongan terdapat pada tarif berkisar
Rp, 15000,- yang menunjukkan nilai probabilitas yang membagi probabilitas memilih
kedua rute sama besar (50%). Besaran tarif ERP yang diperoleh dari hasil survei yang
dilakukan masuk dalam batas tarif kajian pemerintah DKI Jakarta yakni antara
Rp.15.000-Rp.21.000 untuk mobil. Sehingga dapat disimpulkan dari hasil survey dan
dianalisis sensitivitas bahwa tarif penerapan ERP yang sesuai dengan Willingness To
Pay (WTP) pada Ruas Kuningan adalah sebesar Rp.17000 pada skenario pagi hari dan
Rp.15000 untuk skenario sore hari.
20
Analisis masalah ekonomi ERP selanjutnya adalah mengenai seberapa layakkah
penerapan ERP ini bila dibangun ditinjau dari segi finansial. Untuk melakukan
analisis kelayakan finansial dari pembangunan ERP, perlu diketahui biaya-biaya yang
berpengaruh terhadap hal ini secara keseluruhan. Analisis kelayakan finansial pada
karya tulis ini menggunakan metode benefit-cost ratio (BCR) dan perbandingan antara
Internal Rate of Return (IRR) terhadap Minimum Acceptable Rate of Return (MARR).
Jumlah Gantry 20
Biaya Investasi 1 gantry ERP IDR 21,000,000,000.00
Investasi 20 Gantry IDR 420,000,000,000.00
Biaya Operasi/tahun IDR 3,400,000,000.00
Biaya alat In-Vehicle Unit IDR 1,200,000.00
Volume kendaraan setelah
4374 kend/jam/2 ruas
penerapan ERP
Tarif ERP rencana IDR 15,000.00
Harga jual alat OBU = Harga beli alat OBU
Pemasukan diasumsikan hanya berasal dari tarif ERP yang dikenakan kepada
pengguna jalan yang lewat di ruas Kuningan dan pengguna di lajur cepat mengendarai
dari ujung ruas ke ujung ruas sehingga membayar penuh tarif Rp 17000,-. Nilai
keuntungan yang diperoleh diproyeksikan hingga usia layan yakni 2045 dan efek
inflasi diperhitungkan dengan rumus :
= ×(1 + )
Cost yang dikeluarkan pada pengerjaan karya tulis ini diasumsikan hanya pada biaya
konstruksi berupa pemasangan gantry dan biaya Operation and Maintenance (O&M).
Biaya dari alat On Board Unit (OBU) tidak diperhitungkan karena dianggap anggaran
belanja pemerintah yang digunakan untuk pembelian OBU ditutupi oleh pembelian
OBU dari pengguna kendaraan. Perhitungan pengeluaran juga mempertimbangkan
inflasi tiap tahunnya dengan rumus:
= ×(1 + )
21
Berikut adalah tabel perhitungan analisis fisibilitas pembangunan.
Tahun Tahun Ke- Total Cost Total Cost After Inflation PW Cost After Inflation Benefit Total Benefit After Inflation PW Benefit After Inflation Revenue NPV IRR
2017 0 IDR 420,000,000,000.00 IDR 420,000,000,000.00 IDR 420,000,000,000.00 IDR (420,000,000,000.00) IDR (420,000,000,000.00) IDR (420,000,000,000.00)
2018 1 IDR 3,400,000,000.00 IDR 3,601,280,000.00 IDR 3,273,890,909.09 IDR 25,321,670,000.00 IDR 26,820,712,864.00 IDR 24,382,466,240.00 IDR 23,219,432,864.00 IDR 21,108,575,330.91 IDR 20,286,873,867.59
2019 2 IDR 3,400,000,000.00 IDR 3,814,475,776.00 IDR 3,152,459,319.01 IDR 26,588,782,000.00 IDR 29,830,077,897.75 IDR 24,652,956,940.29 IDR 26,015,602,121.75 IDR 21,500,497,621.28 IDR 19,859,162,259.54
2020 3 IDR 3,400,000,000.00 IDR 4,040,292,741.94 IDR 3,035,531,736.99 IDR 27,917,604,000.00 IDR 33,175,086,121.63 IDR 24,924,933,224.36 IDR 29,134,793,379.69 IDR 21,889,401,487.37 IDR 19,431,329,038.47
2021 4 IDR 3,400,000,000.00 IDR 4,279,478,072.26 IDR 2,922,941,105.29 IDR 29,312,250,000.00 IDR 36,894,450,330.49 IDR 25,199,406,004.02 IDR 32,614,972,258.23 IDR 22,276,464,898.73 IDR 19,005,141,089.45
2022 5 IDR 3,400,000,000.00 IDR 4,532,823,174.14 IDR 2,814,526,562.48 IDR 30,780,948,000.00 IDR 41,036,645,416.59 IDR 25,480,528,165.98 IDR 36,503,822,242.45 IDR 22,666,001,603.50 IDR 18,584,716,762.54
2023 6 IDR 3,400,000,000.00 IDR 4,801,166,306.05 IDR 2,710,133,213.62 IDR 32,319,584,000.00 IDR 45,638,734,625.39 IDR 25,761,875,896.67 IDR 40,837,568,319.34 IDR 23,051,742,683.06 IDR 18,165,234,176.38
2024 7 IDR 3,400,000,000.00 IDR 5,085,395,351.37 IDR 2,609,611,908.97 IDR 33,932,272,000.00 IDR 50,752,652,438.27 IDR 26,044,135,620.44 IDR 45,667,257,086.90 IDR 23,434,523,711.47 IDR 17,748,006,348.34
2025 8 IDR 3,400,000,000.00 IDR 5,386,450,756.17 IDR 2,512,819,030.89 IDR 35,631,354,000.00 IDR 56,448,980,499.00 IDR 26,333,866,008.10 IDR 51,062,529,742.83 IDR 23,821,046,977.21 IDR 17,338,459,008.21
2026 9 IDR 3,400,000,000.00 IDR 5,705,328,640.93 IDR 2,419,616,288.65 IDR 37,412,716,000.00 IDR 62,779,952,979.38 IDR 26,624,828,540.09 IDR 57,074,624,338.45 IDR 24,205,212,251.44 IDR 16,932,253,115.71
2027 10 IDR 3,400,000,000.00 IDR 6,043,084,096.48 IDR 2,329,870,520.85 IDR 39,280,472,000.00 IDR 69,816,234,013.32 IDR 26,917,180,517.08 IDR 63,773,149,916.84 IDR 24,587,309,996.22 IDR 16,530,008,614.26
2028 11 IDR 3,400,000,000.00 IDR 6,400,834,674.99 IDR 2,243,453,505.17 IDR 41,246,964,000.00 IDR 77,651,469,826.23 IDR 27,216,366,459.86 IDR 71,250,635,151.24 IDR 24,972,912,954.68 IDR 16,135,687,442.90
2029 12 IDR 3,400,000,000.00 IDR 6,779,764,087.75 IDR 2,160,241,775.16 IDR 43,308,078,000.00 IDR 86,358,397,627.57 IDR 27,516,446,852.23 IDR 79,578,633,539.83 IDR 25,356,205,077.07 IDR 15,745,582,482.36
2030 13 IDR 3,400,000,000.00 IDR 7,181,126,121.74 IDR 2,080,116,443.87 IDR 45,472,042,000.00 IDR 96,041,314,298.57 IDR 27,819,747,735.39 IDR 88,860,188,176.83 IDR 25,739,631,291.53 IDR 15,361,478,010.63
2031 14 IDR 3,400,000,000.00 IDR 7,606,248,788.15 IDR 2,002,963,033.95 IDR 47,747,084,000.00 IDR 106,816,529,356.66 IDR 28,128,130,656.11 IDR 99,210,280,568.51 IDR 26,125,167,622.16 IDR 14,984,628,277.14
2032 15 IDR 3,400,000,000.00 IDR 8,056,538,716.41 IDR 1,928,671,314.14 IDR 50,133,204,000.00 IDR 118,794,146,765.75 IDR 28,438,374,247.31 IDR 110,737,608,049.34 IDR 26,509,702,933.17 IDR 14,613,288,409.48
2033 16 IDR 3,400,000,000.00 IDR 8,533,485,808.42 IDR 1,857,135,141.76 IDR 52,642,744,000.00 IDR 132,125,326,129.47 IDR 28,754,320,541.55 IDR 123,591,840,321.06 IDR 26,897,185,399.79 IDR 14,249,713,656.74
2034 17 IDR 3,400,000,000.00 IDR 9,038,668,168.28 IDR 1,788,252,311.05 IDR 55,271,590,000.00 IDR 146,935,753,277.37 IDR 29,070,455,456.75 IDR 137,897,085,109.09 IDR 27,282,203,145.70 IDR 13,891,045,875.92
2035 18 IDR 3,400,000,000.00 IDR 9,573,757,323.84 IDR 1,721,924,407.15 IDR 58,036,198,000.00 IDR 163,418,963,426.55 IDR 29,392,337,010.12 IDR 153,845,206,102.71 IDR 27,670,412,602.97 IDR 13,540,270,751.90
2036 19 IDR 3,400,000,000.00 IDR 10,140,523,757.41 IDR 1,658,056,665.50 IDR 60,936,568,000.00 IDR 181,743,739,852.66 IDR 29,716,553,748.61 IDR 171,603,216,095.25 IDR 28,058,497,083.11 IDR 13,195,696,696.29
2037 20 IDR 3,400,000,000.00 IDR 10,740,842,763.85 IDR 1,596,557,836.46 IDR 63,985,042,000.00 IDR 202,133,316,282.43 IDR 30,045,829,476.77 IDR 191,392,473,518.58 IDR 28,449,271,640.32 IDR 12,858,647,120.82
2038 21 IDR 3,400,000,000.00 IDR 11,376,700,655.47 IDR 1,537,340,054.89 IDR 67,185,734,000.00 IDR 224,809,407,069.40 IDR 30,378,623,527.96 IDR 213,432,706,413.93 IDR 28,841,283,473.07 IDR 12,528,379,941.99
2039 22 IDR 3,400,000,000.00 IDR 12,050,201,334.27 IDR 1,480,318,714.67 IDR 70,542,758,000.00 IDR 250,016,010,757.31 IDR 30,713,460,250.49 IDR 237,965,809,423.04 IDR 29,233,141,535.82 IDR 12,204,276,206.12
2040 23 IDR 3,400,000,000.00 IDR 12,763,573,253.26 IDR 1,425,412,347.80 IDR 74,068,456,000.00 IDR 278,052,401,150.58 IDR 31,052,379,930.76 IDR 265,288,827,897.32 IDR 29,626,967,582.97 IDR 11,887,210,336.40
2041 24 IDR 3,400,000,000.00 IDR 13,519,176,789.85 IDR 1,372,542,507.99 IDR 77,775,170,000.00 IDR 309,251,845,026.76 IDR 31,396,978,497.33 IDR 295,732,668,236.91 IDR 30,024,435,989.34 IDR 11,577,740,448.14
2042 25 IDR 3,400,000,000.00 IDR 14,319,512,055.81 IDR 1,321,633,658.60 IDR 81,662,900,000.00 IDR 343,933,200,312.57 IDR 31,743,658,029.08 IDR 329,613,688,256.75 IDR 30,422,024,370.48 IDR 11,274,395,551.22
2043 26 IDR 3,400,000,000.00 IDR 15,167,227,169.52 IDR 1,272,613,064.72 IDR 85,743,988,000.00 IDR 382,499,571,887.19 IDR 32,093,799,808.75 IDR 367,332,344,717.67 IDR 30,821,186,744.03 IDR 10,977,683,889.72
2044 27 IDR 3,400,000,000.00 IDR 16,065,127,017.95 IDR 1,225,410,689.23 IDR 90,030,776,000.00 IDR 425,398,779,989.68 IDR 32,448,433,902.85 IDR 409,333,652,971.73 IDR 31,223,023,213.63 IDR 10,687,903,457.06
2045 28 IDR 3,400,000,000.00 IDR 17,016,182,537.42 IDR 1,179,959,092.75 IDR 94,535,606,000.00 IDR 473,127,978,818.02 IDR 32,808,278,790.76 IDR 456,111,796,280.61 IDR 31,628,319,698.01 IDR 10,405,187,164.69
Jumlah IDR 515,200,000,000.00 IDR 663,619,265,939.72 IDR 477,634,003,160.69 IDR 1,478,822,554,000.00 IDR 4,452,301,679,040.57 IDR 795,056,352,079.72 IDR 3,788,682,413,100.85 IDR 317,422,348,919.03 IDR 0.00
Nilai benefit-cost ratio diperoleh dengan membagi nilai benefit after inflation dan cost
after inflation. Sedangkan nilai IRR dicari dengan menggunakan fitur goal seek pada
Microsoft Excel. IRR merupaka rate yang menjadikan total Revenue-Cost selama
tahun rencana bernilai nol. Hasil perhitungan parameter analisis fisibilitas finansial
untuk penerapan ERP disajikan dalam tabel berikut.
IRR 13%
MARR 12%
B/C 5.919812283
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan ERP layak untuk
dibangun terlihat dari BCR yang besar dan IRR>MARR yang berarti layak untuk
dibangun. Nilai BCR bernilai lebih dari satu yang berarti proyek dikatakan untung.
22
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari segi kelayakan finansial, penerapan ERP
layak untuk dibangun.
2.3.3 Analisis Masalah Electronic Road Pricing (ERP) dari Aspek Hukum
Ditinjau dari aspek hukum, pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 149 Tahun
2016 Tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik Pasal 22 hanya
disebutkan bahwa pelanggar dikenakan sanksi pembayaran denda sebesar 10 kali lipat
berdasarkan tarif layanan yang berlaku akibat restribusi terutang. Informasi adanya
restribusi terutang hanya dapat diketahui jika kendaraan yang melanggar sudah
teregristrasi di DKI Jakarta atau dengan kata lain menggunakan plat dengan huruf
depan B. Permasalahan muncul ketika pelanggar menggunakan kendaraan luar kota
dengan plat huruf depan selain B. Selain itu, tidak ada ketentuan pidana bagi
pelanggar selain restribusi terutang. Kondisi yang demikian menyulitkan pihak
penegak hukum untuk bertindak terhadap kendaraan-kendaraan yang tidak
teregistrasi. Pada akhirnya, hal ini memberikan peluang bagi pengguna kendaraan
bermotor DKI Jakarta untuk memakai kendaraan plat nomor di luar DKI Jakarta.
Beberapa alternatif solusi untuk masalah tersebut adalah seperti berikut:
1. Peraturan tersebut direvisi dengan penambahan ketentuan pidana bagi
kendaraan yang tidak memasang OBU untuk tidak boleh melewati area
penerapan ERP. Setelah itu, dipasang rambu larangan masuk bagi yang tidak
mempunyai OBU sebelum memasuki daerah penerapan ERP.
2. Peraturan tersebut direvisi dengan penambahan ketentuan pidana dengan
memberlakukan tilang bagi kendaraan bermotor yang tidak memasang OBU.
Tilang yang diberlakukan sudah termasuk biaya penyewaan OBU. Selain itu,
diperlukan pemasangan rambu larangan bagi kendaraan tanpa OBU.
Permasalahan lainnya muncul pada Peraturan Gubernur Provinsi Daerah DKI Jakarta
No. 149 Tahun 2016 Pasal 8 yang telah menentukan teknologi yang digunakan untuk
penerapan ERP. Penentuan teknologi tersebut melanggar UU No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pasal 25
Ayat 1 huruf b yang menyatakan bahwa dilarang untuk membatasi pasar dan
pengembangan teknologi. Dengan adanya penentuan teknologi itu, seolah-olah
mengindikasikan ada persaingan usaha tidak sehat atau menghambat persaingan
usaha. Salah satu solusi untuk permasalahan tersebut adalah dilakukan revisi pada
Pasal 8 terkait sehingga teknologi yang bersaing untuk penerapan ERP dapat dipilih
23
berdasarkan kualitas dan turut membantu berkembangnya teknologi transportasi
Indonesia.
Kendaraan yang menjadi target dari ERP sebagaimana tercantum dalam UU No. 22
Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 adalah kendaraan bermotor
dan barang termasuk sepeda motor. Di lain sisi, tercantum dalam Peraturan Gubernur
No. 149 Tahun 2016 Pasal 6 Ayat 2 yang menyatakan bahwa yang menjadi Objek
Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik adalah kendaraan bermotor
kecuali sepeda motor. Secara prosedural, terjadi perlawanan antar peraturan sehingga
kedepannya sangat mungkin terjadi permasalahan hukum. Walaupun demikian,
sepeda motor seharusnya dijadikan sebagai objek dari penerapan ERP. Hal ini
disebabkan penggunaan dan jumlah pengguna sepeda motor merupakan salah satu
faktor penyumbang terbesar dalam kemacetan di DKI Jakarta. Oleh karena itu,
diperlukan revisi pada Peraturan Gubernur No. 149 Tahun 2016 Pasal 6 tersebut untuk
menambahkan sepeda motor sebagai objek pengendalian lalu lintas jalan berbayar
elektronik.
24
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1Kesimpulan
Dari analisis yang telah dibuat, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai sistem
ERP yang akan diterapkan di Jalan Rasuna Said. Congestion pricing yang akan
diterapkan adalah mekanisme Single Facility Congestion Charging. Teknologi yang
paling cocok digunakan di ruas Jalan Rasuna Said adalah teknologi Dedicated Short-
range Radio Communications. Jumlah gantry yang dipasang sepanjang Jalan Rasuna
Said total sejumlah 20 gantry dengan setiap arah memiliki 10 gantry yang posisinya
berbeda. Masalah yang dihadapi teknologi DSRC adalah kewajiban penggunaan alat
OBU bagi pengguna kendaraan. Masalah ini dapat diatasi dengan menerapkan sanksi
tilang, dimana dalam biaya tilang tersebut sudah termasuk biaya peminjaman alat
OBU agar pengguna kendaraan dapat melewati Jalan Rasuna Said. Selain itu, alat
OBU juga dapat menerima gangguan akibat kaca film pada kendaraan yang
menghalangi detektor pada gantry untuk mendeteksi alat OBU. Solusi yang bisa
diterapkan adalah mengganti jenis kaca film atau menghilangkan sebagian kaca film
yang menghalangi alat OBU agar detektor gantry dapat mendeteksi alat OBU.
Penerapan ERP ditinjau dari aspek Ekonomi memiliki potensi penghematan kerugian
akibat kemacetan dari pengurangan travel time sebesar Rp 8.361.028,00 per hari.
Tarif ERP ditentukan berdasarkan keinginan membayar (Willingness to Pay)
pengguna jalan berdasarkan data primer berupa penyebaran kuisioner. Dari analisis
sensitivitas tarif, diperoleh tarif penerapan ERP yang sesuai dengan Willingness To
Pay (WTP) pada Ruas Kuningan adalah sebesar Rp.17000 pada skenario pagi hari dan
Rp.15000 untuk skenario sore hari. Penerapan ERP juga layak untuk dibangun terlihat
dari BCR yang besar dan IRR>MARR yang berarti layak untuk dibangun. Nilai BCR
bernilai lebih dari satu yang berarti proyek dikatakan untung.
Penerapan ERP ditinjau dari aspek hukum melihat perbedaan payung hukum antara
retribusi dengan pajak. Oleh karena itu, retribusi yang terkumpul dapat langsung
disalurkan untuk pembiayaan operasi dan pemeliharaan ERP dengan sisanya
digunakan untuk pengembangan sarana dan prasarana transportasi umum. Masalah
25
pada aspek hukum berupa kurangnya ketentuan pidana bagi pengendara yang tidak
memiliki OBU sehingga langkah yang tepat adalah merevisi peraturan dengan
menambahkan ketentuan pidana bagi kendaraan yang tidak memasang OBU agar
tidak melewati area penerapan ERP atau sanksi tilang berupa biaya penyewaan OBU.
Permasalahan lainnya adalah adanya pelanggaran Peraturan Gubernur No. 149 Tahun
2016 terhadap UU No. 5 Tahun 1999 yang membatasi pasar dan pengembangan
teknologi. Solusi yang bisa dilakukan adalah merevisi Peraturan Gubernur No. 149
Tahun 2016 tersebut sehingga teknologi yang bersaing tidak dibatasi dan dapat dipilih
berdasarkan kualitas. Selain itu, terdapat perbedaan pendapat antar 3 peraturan yang
mengecualikan / tidak mengecualikan sepeda motor sebagai objek ERP. Solusi yang
seharusnya diterapkan adalah menambahkan sepeda motor sebagai objek ERP pada
Peraturan Gubernur No. 149 Tahun 2016, karena penggunaan sepeda motor juga
merupakan faktor penyumbang dalam kemacetan di DKI Jakarta.
3.2 Saran
1. Mengingat kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta sebagian besar merupakan akibat
dari kendaraan luar kota, sebaiknya penerapan ERP juga dilakukan di kota-kota
sekitarnya.
2. Sebaiknya dilakukan seiring dengan peningkatan kualitas dan pengembangan sarana
transportasi umum sehingga memberi kenyamanan bagi masyarakat dalam memilih
kendaraan yang akan digunakan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Commin, Harry. 2009. The Congestion Charging Schemes of London and Singapore :
Why Did London Choose Different Technology, and Was this a Mistake?. London :
Dissertation.
Govindan Parayil dan Tien EE Dominicyeo. 2005. More than Electronic Toll Booths :
Singapore’s Electronic Road Pricing Innovation.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 149 Tahun 2016 Tentang Pengendalian
Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
27