Anda di halaman 1dari 77

PRAKATA

Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemberi Ilmu
atas berkat dan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan BUKU SAKU PENUNTUN BELAJAR IMUNISASI DASAR bagi
mahasiswaa kesehatan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan BUKU SAKU PENUNTUN
BELAJAR IMUNISASI DASAR ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis sangat ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat.
1. Direktur Politeknik Kesehatan Depkes Yogyakarta.
2. Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Depkes Yogyakarta.
3. Seluruh staf dan dosen yang mendukung dalam penyusunan buku ini.
4. Keluarga dan semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan
penyusunan buku ini yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Besar harapan penulis agar buku ini dapat digunakan sebagai salah satu
referensi yang dapat digunakan mahasiswaa dalam mempelajari imunisasi dasar
untuk bayi atau anak.
Akhirnya, demi penyempurnaan buku ini di masa yang akan datang, dengan
segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang
sifatnya membangun. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Terima kasih.

Penulis

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar i


DAFTAR ISI

Prakata ..................................................................................................... iii


Daftar Isi ................................................................................................. iv

Job Sheet 1
Memberikan Imunisasi BCG .................................................................. 1
Daftar Tilik 1 Memberikan Imunisasi BCG ............................................ 12

Job Sheet 2
Memberikan Imunisasi HB Uniject ....................................................... 17
Daftar Tilik 2 Memberikan Imunisasi HB Uniject ................................. 25

Job Sheet 3
Memberikan Imunisasi DTP-HB (Vaksin Kombinasi/Kombo) .............. 27
Daftar Tilik 3 Memberikan Imunisasi DTP-HB (Vaksin
Kombinasi/Kombo ................................................................................... 37

Job Sheet 4
Memberikan Imunisasi Polio (Inactived Poliomyelitis Vaccine/IPV) .... 41
Daftar Tilik 4 Memberikan Imunisasi Polio (Inatived Poliomyelitis
Vaccine/IPV) ........................................................................................... 51

Job Sheet 5
Memberikan Imunisasi Campak ............................................................ 55
Daftar Tilik 5 Memberikan Imunisasi Campak ...................................... 66

Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi Berdasar KEPMENKES RI


NO 1059/MEKNES/SK/IX/2004 .......................................................... 69
A. Pendahuluan ...................................................................................... 69
B. Tujuan dan Sasaran .......................................................................... 77

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar ii


C. Pengertian Umum.............................................................................. 78
D. Mekanisme Penyelenggaraan ........................................................... 80

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) ............................................ 95


A. Definisi KIPI .................................................................................... 95
B. Etiologi KIPI (Riyanto, 2008) .......................................................... 95
C. Gejala Klinis KIPI ............................................................................ 98
D. Angka Kejadian KIPI ........................................................................ 99
E. Imunisasi Pada Kelompok Resiko ................................................... 100
F. Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus untuk Imunisasi .................. 101
G. Reaksi pada Imunisasi Dasar ............................................................ 102

Daftar Pustaka ....................................................................................... 105


Lampiran .............................................................................................. 106

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar iii


JOB SHEET 1

JOB SHEET I
MEMBERIKAN IMUNISASI BCG

OBJEKTIF PERILAKU SISWA


1. Setelah mengikuti praktikum, mahasiswaa dapat menyiapkan alat untuk
memberikan imunisasi BCG sesuai dengan pedoman yang telah diberikan.
2. Mahasiswaa dapat memberikan imunisasi BCG sesuai dengan prosedur yang
ada pada job sheet.
DASAR TEORI
Vaksinasi BCG (bacille calmete-guerin) memberikan perlindungan terhadap
penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dan
mycobacterium bovis. Vaksin yang digunakan di Indonesia adalah vaksin BCG
Biofarma Bandung yang berisi suspensi mycobacterium bovis hidup yang sudah
dilemahkan. Pemberian vaksinasi BCG tidak mencegah terjadinya infeksi
tuberkulosis namun mengurangi resiko tuberkulosis berat seperti meningitis
tuberkulosa dan tuberkulosis milier. Vaksinasi BCGdiberikan pada umur kurang
lebih 2 bulan, sebaiknya diberikan pada anak dengan uji tuberkulin (uji mantoux)
negatif. Dosis BCG 0,05 cc untuk bayi dan 0,10 cc untuk anak diberikan secara
intrakutan. Penyimpanan vaksin BCG pada suhu 2-80C, tidak boleh beku. Vaksin
BCG tidak boleh terkena sinar matahari. Apabila vaksin telah diencerkan, dalam
waktu 8 jam harus dibuang. Vaksin BCG yang sudah keluar masuk lemari
pendingin selama pemeriksaan klinik harus dibuang pada saat akhir klinik (3 jam).

PETUNJUK
1. Baca dan pelajari lembar kerja
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dan susun secara ergonomis
3. Ikuti petunjuk yang ada pada job sheeti
4. Bekerja secara hati-hati dan teliti
KESELAMATAN KERJA
1. Patuhi prosedur pekerjaan
2. Perhatikan keadaan umum bayi pada saat penyuntikan dan setelah penyuntikan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 1


3. Perhatikan kondisi vaksin BCG sebelum memberikan imunisasi untuk menilai
kelayakan penggunaannya
4. Perhatikan kondisi alat sebelum bekerja untuk menilai kelayakan
penggunaannya
5. Letakkan peralatan pada tempat yang terjangkau dan sistematis oleh petugas
6. Desinfeksi untuk penyuntikan tidak menggunakankapas alkohol tetapi
menggunakankapas air matang (DTT).
7. Dekontaminasi spuit dengan diisi larutan klorin 0,5% setelah dipakai untuk
menghindari kontaminasi petugas.
PERALATAN PERLENGKAPAN
1. Vaksin BCG
2. Pelarut BCG
3. Sarung tangan satu pasang
4. Spuit steril 0,05 cc AD (auto disposable) dan 5 cc
5. Bak instrumen
6. Kom
7. Bengkok
8. Kapas basah (DTT)
9. Kapas kering
10. Kassa
11. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
12. Safety box
13. Wastafel/tempat cuci tangan
14. Sabun biasa/antiseptik
15. Handuk/lap tangan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 2


PRODESUR PELAKSANAAN
1. Sapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan
kepada ibu.

2. Cek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak


pada saat kunjungan dari buku KIA atau catatan
imunisasi bayi.
3. Jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: Manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll.
4. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk.

5. Siapkan vaksin yang akan diberikan dengan


mendekatkan cold pack di meja yang tidak terkena
sinar matahari langsung.
6. Pakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk
melindungi petugas dari infeksi).

7. Ambil vaksin dari cold pack dan siapkan pelarut BCG.


Sebelum pelarut dimasukkan dalam ampul BCG kering, maka pelarut harus
diupayakan diletakkan dalam cold pack sehingga suhur pelarut sama dengan
suhu BCG kering dalam ampul.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 3


8. Patahkan ampul BCG kering dengan cara
menggergaji leher ampul dengan gergaji yang telah
disediakan kemudian patahkan leher ampul dengan
menggunakan kasa agar vaksin BCG kering tidak
tumpah.
9. Sedot pelarut dengan spuit 5 cc, kemudian masukkan dalam ampul BCG kering
perlahan-lahan hingga semua pelarut masuk ke dalam ampul. Campur vaksin
dengan pelarut dengan cara ampul diputar salah satu arah di tempat yang datar
secara perlahan-lahan.

10. Keluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus


plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston spuit
dari paket atau lepaskan tutup plastiknya.
11. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum dengan
cara “piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya
sekali, jangan menggerakkan piston jika tidak perlu

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 4


dan tidak mencoba menyuntikkan udara ke dalam botol ampul karena akan
merusak spuit.
12. Tusukkan jarum ke dalam ampul vaksin dan arahkan ujung
jarum ke bagian paling rendah dari dasar ampul.

13. Tarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston


secara otomatis akan berhenti setelah melewati tanda
0,05 cc dan anda akan mendengar bunyi klik.

14. Tarik jarum dari ampul. Untuk menghilangkan


gelembung udara, pegang spuit tegak lurus dan buka
penyumbatnya, kemudian tekan dengan hati-hati ke
tanda tutup.
15. Tentukan tempat suntikan. BCG diberikan di daerah
lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus).

16. Desinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah


(bukan kapas alkohol)

17. Suntikkan vaksin BCG secara intrakutan. Tegangkan


kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri
(tangan yang tidak dominan) tusukkan jarum ke dalam
kulit dengan lubang jarum menghadap ke atas dan
jarum dengan permukaan kulit membentuk sudut 15-
200, kemudian kulit agak diangkat ke atas sampai muncul gelembung di tempat
penyuntikkan. Hapus darah di lokasi penyuntikkan dengan kapas kering tanpa
melakukan masase.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 5


18. Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap
larutan klorin ke dalam spuit kemudian masukkan ke
dalam safety box.
19. Beritahu pada ibu agar jangan melakukan masase
pada tempat penyuntikan.

20. Beritahu pada ibu bahwa 1-2 minggu kemudian akan


timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang
akan berubah menjadi pustula, kemudian pecah
menjadi luka yang tidak perlu pengobatan, akan
sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut,
kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di
ketika atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak
menimbulkan demam.
21. Bereskan semua peralatan yang digunakan dan
pisahkan sampah kering dan basah.

22. Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%, bersihkan sarung
tangan dan lepaskan secara terbalik.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 6


23. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk.

24. Amati reaksi bayi pasca penyuntikkan.


25. Ingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi
26. Dokumentasikan imunisasi yang telah diberikan
di buku KIA/catatan imunisasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 7


DAFTAR TILIK 1

MEMBERIKAN IMUNISASI BCG

Tanggal Penilaian :
Nama Mahasiswaa :

PENILAIAN
Nilai 1 (Satu) : Perlu perbaikan
Langkah atau tugas tidak dikerjakan dengan benar atau tidak berurutan
Nilai 2 (dua) : Mampu
Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan tetapi kurang tepat, pembimbing
perlu membantu atau mengingatkan
Nilai 3 (tiga) : Mahir
Langkah dikerjakan dengan benar, tepat dan tanpa ragu-ragu serta berurutan
sesuai prosedur
Beri tanda ceklist ( √ ) pada kolom penilaian

NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
1 Menyapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan Ibu
2 Mengecek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak
pada saat kunjungan dari buku KIA atau catatan
imunisasi bayi
3 Menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll
4 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
5 Mempersiapkan vaksin yang akan diberikan dengan
mendekatkan cold pack di meja yang tidak terkena sinar
matahari langsung

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 8


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
6 Memakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk
melindungi petugas dari infeksi
7 Mengambil vaksin dari cold pack dan siapkan pelarut
BCG. Sebelum pelarut dimasukkan dalam ampul BCG
kering, maka pelarut harus diupayakan diletakkan dalam
cold pack sehingga suhu pelarut sama dengan suhu BCG
kering dalam ampul
8 Mematahkan ampul BCG kering dengan cara mengergaji
leher ampul dengan gergaji yang telah disediakan
kemudian patahkan leher ampul dengan menggunakan
kassa agar vaksin BCG kering tidak tumpah
9 Menyedot pelarut dengan spuit 5 cc, kemudian masukkan
dalam ampul BCG kering perlahan-lahan hingga semua
pelarut masuk ke dalam ampul. Campur vaksin dengan
pelarut dengan cara ampul diputar salah satu arah di
tempat yang datar secara perlahan-lahan
10 Mengeluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus
plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston spuit
dari paketatau lepaskan tutup plastiknya
11 Melepaskan tutup jarum tanpa menyentuh
12 Menusukkan jarum ke dalam ampul vaksin dan arahkan
ujung jarum ke bagian paling rendah dari dasar ampul
13 Menarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston
secara otomatis akan berhenti setelah melewati tanda
0,05 cc dan anda akan mendengar bunyi klik
14 Menarik jarum dari ampul. Untuk menghilangkan
gelembung udara, pegang spuit tegak lurus dan buka
penyumbatnya, kemudian tekan dengan hati-hati ke
tanda tutup

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 9


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
15 Menentukan tempat suntikan. BCG diberikan di daerah
lengan kanan atas (insertion musculus deltoideus)
16 Mendesinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah
(bukan kapas alkohol)
17 Menyuntikkan vaksin BCG secara intrakutan.
Tegangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangna
kiri (tangan yagn tidak dominan). Tusukkan jarum ke
dalam kulit dengan lubang jarum menghadap ke atas dan
jarum dengan permukaan kulit membentuk sudut 15-200,
kemudian kuit agak diangkat ke atas sampai muncul
gelembung di tempat penyuntikan. Hapus darah di lokasi
penyuntikan dengan kapas kering tanpa melakukan
masase
18 Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap larutan
klorin ke dalam spuit kemudian masukkan ke dalam
safety box
19 Memberitahukan pada ibu agar jangan melakukan
masase pada tempat penyuntikan
20 Memberitahukan pada ibu bahwa 1-2 minggu kemudian
akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan
yang akan berubah menjadi pustula, kemudian pecah
mejadi luka yang tidak perlu pengobatan, akan sembuh
secara spontan dan meninggalkan tanda parut, kadang-
kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketika
atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak
menimbulkan demam
21 Membereskan semua peralatan yang digunakan dan
pisahkan sampah kering dan basah

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 10


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
22 Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%,
bersihkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik
23 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
24 Mengamati reaksi bayi pasca penyuntikkan
25 Mengingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi
26 Mendokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝐼𝐿𝐴𝐼 𝑥 4 ……….


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =
26 3

Dosen

(…………………………)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 11


JOB SHEET 2

MEMBERIKAN IMUNISASI HB UNIJECT

OBJEKTIF PERILAKU SISWA


1. Setelah mengikuti praktikum, mahasiswaa dapat menyiapkan alat untuk
memberikan imunisasi HB sesuai dengan pedoman yang telah diberikan.
2. Mahasiswaa dapat memberikan imunisasi HB sesuai dengan prosedur yang
ada pada job sheet.
DASAR TEORI
Satu juta kematian/tahun disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB).
Indonesia termasuk daerah endemis sedang-tinggi. Vaksin VHB yang tersedia
adalah vaksin rekombinan. Vaksin diberikan secara intramuskular di anterolateral
paha neonatus dan bayi. Jadwal imunisasi HB sangat fleksibel, yang dianjurkan
adalah segera setelah lahir, 1 bulan, dan 6 bulan karena respons antibodinya sangat
optimal. Penyimpanan vaksin HB uniject pada suhu 2-80 C, tidak boleh beku.
PETUNJUK
1. Baca dan pelajari lembar kerja
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dan susun secara ergonomis
3. Ikuti petunjuk yang ada pada job sheet
4. Bekerja secara hati-hati dan teliti
KESELAMATAN KERJA
1. Patuhi prosedur pekerjaan
2. Perhatikan keadaan umum bayi pada saat penyuntikan dan setelah penyuntikan
3. Perhatikan kondisi vaksin HB sebelum memberikan imunisasi untuk menilai
kelayakan penggunannya
4. Perhatikan kondisi alat sebelum bekerja untuk menilai kelayakan
penggunannya
5. Letakkan perlatan pada tempat yang terjangkau dan sistematis oleh petugas
6. Desinfeksi untuk penyuntikan tidak menggunakan kapas alkohol tetapi
menggunakan kapas air matang (DTT).
7. Dekontaminasi spuit dengan diisi larutan klorin 0,5% setelah dipakai untuk
menghindari kontaminasi petugas

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 12


PERLATAN DAN PERLENGKAPAN
1. Vaksin HB Uniject
2. Sarung tangan satu pasang
3. Bak instrumen
4. Kom
5. Bengkok
6. Kapas basah (DTT)
7. Kapas kering
8. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
9. Safety box
10. Wastafel/tempat cuci tangan
11. Sabun biasa/antiseptik
12. Handuk/lap tangan

PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Sapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan
kepada ibu.

2. Cek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak pada


saat kunjungan dari buku KIA atau catatan imunisasi
bayi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 13


3. Jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: manfaat, efek samping,
tempat injeksi, dll.

4. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk

5. Siapkan vaksin yang akan diberikan dengan


mendekatkan cold pack di meja yang tidak terkena
sinar matahari langsung.

6. Pakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk


melindungi petugas dari infeksi).

7. Ambil vaksin dari cold pack.

8. Keluarkan HB Uniject dari bungkus plastik.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 14


9. Kunci HB Uniject, kemudian lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum.

10. Tentukan tempat suntikan di paha anterolateral di


vastus lateralis.

11. Desinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah


(bukan kapas alkohol).

12. Suntikkan vaksin HB Uniject secara intramuskular.


Tegangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri (tangan yang tidak dominan). Tusukkan
jarum ke dalam kulit membentuk sudut 900. Hapus
darah di lokasi penyuntikkan dengan kapas kering.
13. Masukkan spuit HB Uniject ke dalam safety box.

14. Beritahu ibu tentang reaksi lokal yang mungkin timbul


seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 15


15. Bereskan semua peralatan yang digunakan dan
pisahkan sampah kering dan basah.

16. Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%, bersihkan sarung
tangan dan lepaskan secara terbalik.

17. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk.

18. Amati reaksi bayi pasca penyuntikkan.


19. Ingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi.
20. Dokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 16


DAFTAR TILIK 2

MEMBERIKAN IMUNISASI HB UNIJECT

Tanggal Penilaian :
Nama Mahasiswaa :

PENILAIAN
Nilai 1 (Satu) : Perlu perbaikan
Langkah atau tugas tidak dikerjakan dengan benar atau tidak berurutan
Nilai 2 (dua) : Mampu
Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan tetapi kurang tepat, pembimbing
perlu membantu atau mengingatkan
Nilai 3 (tiga) : Mahir
Langkah dikerjakan dengan benar, tepat dan tanpa ragu-ragu serta berurutan
sesuai prosedur
Beri tanda ceklist ( √ ) pada kolom penilaian

NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
1 Menyapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan Ibu
2 Mengecek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak
pada saat kunjungan dari buku KIA atau catatan
imunisasi bayi
3 Menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll
4 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
5 Mempersiapkan vaksin yang akan diberikan dengan
mendekatkan cold pack di meja yang tidak terkena sinar
matahari langsung

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 17


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
6 Memakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk
melindungi petugas dari infeksi
7 Mengambil vaksin dari cold pack.
8 Mengeluarkan HB Uniject dari bungkus plastik
9 Mengunci HB Uniject kemudian melepaskan tutup jarum
tanpa menyentuh jarum
10 Menentukan tempat suntikan di paha anterolateral di
vastus lateralis
11 Mendesinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah
(bukan kapas alkohol)
12 Menyuntikkan vaksin HB Uniject secar aIntramuskular.
Tegangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan
kiri (tangan yang tidak dominan). Tusukkan jarum ke
dalam kulit membentuk sudut 900. Hapus darah di lokasi
penyuntikkan dengan kapas kering.
13 Memasukkan spuit HB Uniject ke dalam safety box
14 Memberitahukan pada ibu tentang reaksi lokal yang
mungkin timbul seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari
15 Membereskan semua peralatan yang digunakan dan
pisahkan sampah kering dan basah
16 Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%,
bersihkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik
17 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
18 Mengamati reaksi bayi pasca penyuntikkan
19 Mengingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 18


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
20 Mendokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝐼𝐿𝐴𝐼 𝑥 4 ……….


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =
20 3

Dosen

(…………………………)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 19


JOB SHEET 3

MEMBERIKAN IMUNISASI DTP-HB


(VAKSIN KOMBINASI/KOMBO)

OBJEKTIF PERILAKU SISWA


1. Setelah mengikuti praktikum, mahasiswa dapat menyiapkan alat untuk
memberikan imunisasi DTP-HB sesuai dengan pedoman yang telah diberikan.
2. Mahasiswaa dapat memberikan imunisasi DTP-HB sesuai dengan prosedur
yang ada pada job sheet.
DASAR TEORI
Dasar pembuatan vaksin kombinasi (vaksin kombo, combined vaccine) adalah
untuk mengurangin jumlah suntikan dan kunjungan ke fasilitas kesehatan sehingga
menurunkan biaya serta meningkatnya angka cakupan. Dimana menurut jadwal
imunisasi rekomendasi IDAI edisi tahun 1999, seorang anak akan mendapat 13 kali
suntikan vaksinasi terpisah sampai umur 5 tahun. Vaksin DTP-HB merupakan
gabungan antigen-antige D-T-P dengan antigen HB untuk mencegah penyakit
difteria, pertusis, tetanus, dan infeksi hepatitis B. vaksin DTP-HB diberikan pada
umur e” 6 minggu dengan jadwal imunisasi 2, 3 dan 4 bulan (jadwal imunisasi
program nasional Depkes). Dosis DTP-HB 0,5 cc diberikan secara instramuskular.
Penyimpanan vaksin DTP-HB pada suhu 2-80C, tidak boleh beku.
PETUNJUK
1. Baca dan pelajari lembar kerja
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dan susun secara ergonomis
3. Ikuti petunjuk yang ada pada job sheet
4. Bekerja secara hati-hati dan teliti.
KESELAMATAN KERJA
1. Patuhi prosedur pekerjaan
2. Perhatian keadaan umum bayi pada saat penyuntikan dan setelah penyuntikan
3. Perhatikan kondisi vaksin DTP-HB sebelum memberikan imunisasi untuk
menilai kelayakan penggunaannya.
4. Perhatikan kondisi alat sebelum bekerja untuk menilai kelayakan
penggunaannya.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 20


5. Letakkan peralatan pada tempat yang terjangkau dan sistematis oleh petugas.
6. Desinfeksi untuk penyuntikan tidak menggunakan kapas alkohol tetapi
menggunakan kapas air matang (DTT).
7. Dekontaminasi spuit dengan diisi larutan klorin 0,5% setelah dipakai untuk
menghindari kontaminasi petugas.
PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
1. Vaksin DTP-HB
2. Sarung tangan satu pasang
3. Spuit steril 0,5cc AD (auto disposable)
4. Bak instrumen
5. Kom
6. Bengkok
7. Kapas basah (DTT)
8. Kapas kering
9. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
10. Safety box
11. Wastafel/tempat cuci tangan
12. Sabun biasa/antiseptik
13. Handuk/lap tangan

PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Sapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan
kepada ibu.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 21


2. Cek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak pada
saat kunjungan dari buku KIA atau catatan imunisasi
bayi.

3. Jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi


yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll.

4. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan


dengan handuk.

5. Siapkan vaksin yang akan diberikan dengan


mendekatkan cold pack dimeja yang tidak terkena
sinar matahari langsung.

6. Pakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk


melindungi petugas dari infeksi)

7. Ambil vaksin dari cold pack kemudian campur vaksin


dengan cara vial diputar satu arah di tempat yang datar
secara perlahan-lahan agar suspensi menjadi
homogen.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 22


8. Buka penutup karet vial kemudian desinfeksi karet
dengan kapas basah.

9. Keluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus


plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston
spuit dari paket atau lepaskan tutup plastiknya.

10. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum dengan cara


piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya sekali,
jangan menggerakkan piston jika tidak perlu dan tidak
mencoba menyuntikkan udara ke dalam botol vial karena
akan merusak spuit.

11. Tusukkan jarum ke dalam vial vaksin.

12. Tarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston secara


otomatis akan berhenti setelah melewati tanda 0,5 cc dan anda
akan mendengar bunyi klik.

13. Tarik jarum dari vial. Untuk menghilangkan gelembung


udara, pegang spuit tegak lurus dan buka penyumbatnya,
kemudian tekan dengan hati-hati ke tanda tutup.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 23


14. Tentukan tempat suntikan di paha anterolateral di
vastus lateralis.

15. Desinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah


(bukan kapas alkohol).

16. Suntikkan vaksin DPT-HB secara intramuskular.


Tegangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri (tangan yang tidak dominan). Tusukkan
jarum ke dalam kulit membentuk sudut 900. Hapus
darah di lokasi penyuntikkan dengan kapas kering.
17. Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap larutan klorin ke dalam spuit
kemudian masukkan ke dalam safety box.

18. Beritahu ibu tentang reaksi lokal yang mungkin timbul


seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 24


19. Bereskan semua peralatan yang digunakan dan
pisahkan sampah kering dan basah.
20. Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin
0,5%, bersihkan sarung tangan dan lepaskan secara
terbalik.

21. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk.

22. Amati reaksi bayi pasca penyuntikan.


23. Ingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi.
24. Dokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 25


DAFTAR TILIK 3

MEMBERIKAN IMUNISASI DTP-HB (VAKSIN KOMBINASI/KOMBO)

Tanggal Penilaian :
Nama Mahasiswaa :

PENILAIAN
Nilai 1 (Satu) : Perlu perbaikan
Langkah atau tugas tidak dikerjakan dengan benar atau tidak berurutan
Nilai 2 (dua) : Mampu
Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan tetapi kurang tepat, pembimbing
perlu membantu atau mengingatkan
Nilai 3 (tiga) : Mahir
Langkah dikerjakan dengan benar, tepat dan tanpa ragu-ragu serta berurutan
sesuai prosedur
Beri tanda ceklist ( √ ) pada kolom penilaian

NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
1 Menyapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan Ibu
2 Mengecek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak
pada saat kunjungan dari buku KIA atau catatan
imunisasi bayi
3 Menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll
4 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
5 Mempersiapkan vaksin yang akan diberikan dengan
mendekatkan cold pack di meja yang tidak terkena sinar
matahari langsung

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 26


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
6 Memakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk
melindungi petugas dari infeksi
7 Mengambil vaksin dari cold pack kemudian campur
vaksin dengan cara vial diptar satu arah di tempat yang
datar secara perlahan-lahan agar suspensi menjadi
homogen
8 Membuka penutup karet vial kemudian desinfeksi karet
dengan kapas basah
9 Mengeluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus
plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston spuit
dari paket atau lepaskan tutup plastiknya
10 Melepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum dengan
cara “piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya
sekali, jangan menggerakkan piston jika tidak perlu dan
tidak mencoba menyuntikkan udara ke dalam botol vial
karena akan merusak spuit.
11 Menusukkan jarum ke dalam vial
12 Menarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston
secara otomatis akan berhenti setelah melewati tanda 0,5
cc dan anda akan mendengar bunyi klik
13 Menarik jarum dari vial. Untuk menghilangkan
gelembung udara, pegang spuit tegak lurus dan buka
penyumbatnya, kemudian tekan dengan hati-hati ke
tanda tutup.
14 Menentukan tempat suntikan di paha anterolateral di
vastus lateralis
15 Mendesinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah
(bukan kapas alkohol)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 27


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
16 Menyuntikkan vaksin DPT-HB secara intramuskular.
Tegangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan
kiri (tangan yang tidak dominan). Tusukkan jarum ke
dalam kulit membentuk sudut 900. Hapus darah dilokasi
penyuntikkan dengan kapas kering.
17 Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap larutan
klorin ke dalam spuit kemudian masukkan ke dalam
safety box
18 Memberitahukan pada ibu tentang reaksi lokal yang
mungkin timbul seperti rasa sakit, kemerahan, dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari
19 Membereskan semua peralatan yang digunakan, dan
pisahkan sampah kering dan basah
20 Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%,
bersihkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik
21 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
22 Mengamati reaksi bayi pasca penyuntikkan
23 Mengingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi
24 Mendokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝐼𝐿𝐴𝐼 𝑥 4 ……….


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =
24 3
Dosen

(…………………………)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 28


JOB SHEET 4

MEMBERIKAN IMUNISASI POLIO


(INACTIVED POLIOMYELITIS VACCINE/IPV)

OBJEKTIF PERILAKU SISWA


1. Setelah mengikuti praktikum, mahasiswa dapat menyiapkan alat untuk
memberikan imunisasi IPV sesuai dengan pedoman yang telah diberikan.
2. Mahasiswa dapat memberikan imunisasi IPV sesuai dengan prosedur yang ada
pada job sheet.
DASAR TEORI
Vaksin pilio inactivated berisi tipe 1, 2, 3 dibiakkan pada sel-sel vero ginjal kera
dan dibuat tidak aktif dengan formaldehid. Pada vaksin IPV dijumpai dalam jumlah
sedikit selain formaldehid juga ada neomisin, streptomisin dan polimiksin B. dosis
IPV 0,5 cc diberikan secara subkutan atau intramuskular dalam tiga kali berturut-
turut dengan jarak 2 bulan antara masing-masing dosis akan memberikan imunitas
jangka panjang (mukosal maupun humoral) terhadap tiga macam tipe virus polio.
Penyimpanan vaksin IPV pada suhu 2-80 C, tidak boleh beku.
PETUNJUK
1. Baca dan pelajari lembar kerja
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dan susun secara ergonomis
3. Ikuti petunjuk yang ada pada job sheet
4. Bekerja secara hati-hati dan teliti.
KESELAMATAN KERJA
1. Patuhi prosedur pekerjaan
2. Perhatian keadaan umum bayi pada saat penyuntikan dan setelah penyuntikan
3. Perhatikan kondisi vaksin IPV sebelum memberikan imunisasi untuk menilai
kelayakan penggunaannya.
4. Perhatikan kondisi alat sebelum bekerja untuk menilai kelayakan
penggunaannya.
5. Letakkan peralatan pada tempat yang terjangkau dan sistematis oleh petugas.
6. Desinfeksi untuk penyuntikan tidak menggunakan kapas alkohol tetapi
menggunakan kapas air matang (DTT).

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 29


7. Dekontaminasi spuit dengan diisi larutan klorin 0,5% setelah dipakai untuk
menghindari kontaminasi petugas.
PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
1. Vaksin IPV
2. Sarung tangan satu pasang
3. Spuit steril 0,5cc AD (auto disposable)
4. Bak instrumen
5. Kom
6. Bengkok
7. Kapas basah (DTT)
8. Kapas kering
9. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
10. Safety box
11. Wastafel/tempat cuci tangan
12. Sabun biasa/antiseptik
13. Handuk/lap tangan

PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Sapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan
kepada ibu.

2. Cek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak pada


saat kunjungan dari buku KIA atau catatan imunisasi
bayi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 30


3. Jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll.

4. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan


dengan handuk.

5. Siapkan vaksin yang akan diberikan dengan


mendekatkan cold pack dimeja yang tidak terkena
sinar matahari langsung.

6. Pakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk


melindungi petugas dari infeksi)

7. Ambil vaksin dari cold pack kemudian campur vaksin


dengan cara vial diputar satu arah di tempat yang datar
secara perlahan-lahan agar suspensi menjadi
homogen.
8. Buka penutup karet vial kemudian desinfeksi karet
dengan kapas basah.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 31


9. Keluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus
plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston
spuit dari paket atau lepaskan tutup plastiknya.

10. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum dengan cara


piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya sekali,
jangan menggerakkan piston jika tidak perlu dan tidak
mencoba menyuntikkan udara ke dalam botol vial karena
akan merusak spuit.

11. Tusukkan jarum ke dalam vial vaksin.

12. Tarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston secara


otomatis akan berhenti setelah melewati tanda 0,5 cc dan anda
akan mendengar bunyi klik.

13. Tarik jarum dari vial. Untuk menghilangkan gelembung


udara, pegang spuit tegak lurus dan buka penyumbatnya,
kemudian tekan dengan hati-hati ke tanda tutup.

14. Tentukan tempat suntikan di paha anterolateral di


vastus lateralis.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 32


15. Desinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah
(bukan kapas alkohol).

16. Suntikkan vaksin IPV secara subkutan atau


intramuskular. Tegangkan kulit dengan ibu jari dan
jari telunjuk tangan kiri (tangan yang tidak dominan).
Tusukkan jarum ke dalam kulit dengan lubang jarum
menghadap ke atas dan jarum dengan permukaan kulit membentuk sudut 400-
600 secara subkutan atau 900 secara intramuskular. Hapus darah di lokasi
penyuntikkan dengan kapas kering.
17. Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap larutan klorin ke dalam spuit
kemudian masukkan ke dalam safety box.

18. Beritahu ibu tentang reaksi lokal yang mungkin timbul


seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 33


19. Bereskan semua peralatan yang digunakan dan
pisahkan sampah kering dan basah.

20. Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%, bersihkan sarung
tangan dan lepaskan secara terbalik.

21. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk.

22. Amati reaksi bayi pasca penyuntikan.


23. Ingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi.
24. Dokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 34


DAFTAR TILIK 4

MEMBERIKAN IMUNISASI POLIO

(INACTIVED POLIOMYELITIS VACCINE/IPV)

Tanggal Penilaian :
Nama Mahasiswaa :

PENILAIAN
Nilai 1 (Satu) : Perlu perbaikan
Langkah atau tugas tidak dikerjakan dengan benar atau tidak berurutan
Nilai 2 (dua) : Mampu
Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan tetapi kurang tepat, pembimbing
perlu membantu atau mengingatkan
Nilai 3 (tiga) : Mahir
Langkah dikerjakan dengan benar, tepat dan tanpa ragu-ragu serta berurutan
sesuai prosedur
Beri tanda ceklist ( √ ) pada kolom penilaian

NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
1 Menyapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan Ibu
2 Mengecek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak
pada saat kunjungan dari buku KIA atau catatan
imunisasi bayi
3 Menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll
4 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
5 Mempersiapkan vaksin yang akan diberikan dengan
mendekatkan cold pack di meja yang tidak terkena sinar
matahari langsung

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 35


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
6 Memakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk
melindungi petugas dari infeksi
7 Mengambil vaksin dari cold pack kemudian campur
vaksin dengan cara vial diptar satu arah di tempat yang
datar secara perlahan-lahan agar suspensi menjadi
homogen
8 Membuka penutup karet vial kemudian desinfeksi karet
dengan kapas basah
9 Mengeluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus
plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston spuit
dari paket atau lepaskan tutup plastiknya
10 Melepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum dengan
cara “piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya
sekali, jangan menggerakkan piston jika tidak perlu dan
tidak mencoba menyuntikkan udara ke dalam botol vial
karena akan merusak spuit.
11 Menusukkan jarum ke dalam vial
12 Menarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston
secara otomatis akan berhenti setelah melewati tanda 0,5
cc dan anda akan mendengar bunyi klik
13 Menarik jarum dari vial. Untuk menghilangkan
gelembung udara, pegang spuit tegak lurus dan buka
penyumbatnya, kemudian tekan dengan hati-hati ke
tanda tutup.
14 Menentukan tempat suntikan di paha anterolateral di
vastus lateralis
15 Mendesinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah
(bukan kapas alkohol)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 36


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
16 Menyuntikkan vaksin IPV secara subkutan atau
intramuskular. Tusukkan jarum ke dalam kulit dengan
lubang jarum menghadap ke atas dan jarum dengan
permukaan kulit membentuk sudut 400-600 secara
subkutan atau 900 secara intramuskular. Hapus darah
dilokasi penyuntikkan dengan kapas kering.
17 Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap larutan
klorin ke dalam spuit kemudian masukkan ke dalam
safety box
18 Memberitahukan pada ibu tentang reaksi lokal yang
mungkin timbul seperti rasa sakit, kemerahan, dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari
19 Membereskan semua peralatan yang digunakan, dan
pisahkan sampah kering dan basah
20 Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%,
bersihkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik
21 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
22 Mengamati reaksi bayi pasca penyuntikkan
23 Mengingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝐼𝐿𝐴𝐼 𝑥 4 ……….


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =
23 3
Dosen

(…………………………)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 37


JOB SHEET 5

MEMBERIKAN IMUNISASI CAMPAK

OBJEKTIF PERILAKU SISWA


1. Setelah mengikuti praktikum, mahasiswa dapat menyiapkan alat untuk
memberikan imunisasi Campak sesuai dengan pedoman yang telah diberikan.
2. Mahasiswa dapat memberikan imunisasi Campak sesuai dengan prosedur yang
ada pada job sheet.
DASAR TEORI
Sejak tahun 1970 penyakit campak sudah mendapat perhatian khusus yaitu sejak
terjadi wabah campak yang cukup serius. Terjadi 330 kematian diantara 12.107
kasus di pulau Lombok dan 65 kematian diantara 407 kasus di pulau Bangka. WHO
menganjurkan untuk memberikan imunisasi campak pada bayi berumur 9 bulan
karena angka kejadian campak yangmasih tinggi di negara berkembang.
Terdapat dua jenis vaksin campak yang dibuat pada tahun 1963 yaitu:
1. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe
edomnston B).
2. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang
berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium).
Dosis campak 0,5 cc diberikan secara subkutan, walaupun demikian dapat
diberikan secara intramuskular. Apabila vaksin campak telah diencerkan, dalam
waktu 8 jam harus dibuang.
PETUNJUK
1. Baca dan pelajari lembar kerja
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dan susun secara ergonomis
3. Ikuti petunjuk yang ada pada job sheet
4. Bekerja secara hati-hati dan teliti.
KESELAMATAN KERJA
1. Patuhi prosedur pekerjaan
2. Perhatian keadaan umum bayi pada saat penyuntikan dan setelah penyuntikan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 38


3. Perhatikan kondisi vaksin campak sebelum memberikan imunisasi untuk
menilai kelayakan penggunaannya.
4. Perhatikan kondisi alat sebelum bekerja untuk menilai kelayakan
penggunaannya.
5. Letakkan peralatan pada tempat yang terjangkau dan sistematis oleh petugas.
6. Desinfeksi untuk penyuntikan tidak menggunakan kapas alkohol tetapi
menggunakan kapas air matang (DTT).
7. Dekontaminasi spuit dengan diisi larutan klorin 0,5% setelah dipakai untuk
menghindari kontaminasi petugas.
PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
1. Vaksin Campak
2. Pelarut vaksin campak
3. Sarung tangan satu pasang
4. Spuit steril 0,5 cc AD (auto disposable) dan 5 cc
5. Bak instrumen
6. Kom
7. Bengkok
8. Kapas basah (DTT)
9. Kapas kering
10. Kassa
11. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
12. Safety box
13. Wastafel/tempat cuci tangan
14. Sabun biasa/antiseptik
15. Handuk/lap tangan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 39


PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Sapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan
kepada ibu.

2. Cek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak pada


saat kunjungan dari buku KIA atau catatan imunisasi
bayi.

3. Jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi


yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll.

4. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan


dengan handuk.

5. Siapkan vaksin yang akan diberikan dengan


mendekatkan cold pack dimeja yang tidak terkena
sinar matahari langsung.

6. Pakai sarung tangan (tidak perlu steril hanya untuk


melindungi petugas dari infeksi)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 40


7. Ambil vaksin dari cold pack dan siapkan pelarut campak. Sebelum pelarut
dimasukkan dalam vial, maka pelarut harus diupayakan diletakkan dalam cold
pack sehingga suhu pelarut sama dengan suhu campak kering dalam vial.

8. Buka penutup karet vial kemudian desinfeksi karet


dengan kapas basah.

9. Sedot pelarut dalam spuit 5 cc, kemudian masukkan dalam vial campak kering
perlahan-lahan sehingga semua pelarut masuk ke dalam vial. Campur vaksin
dengan pelarut dengan cara vial diputar salah satu arah di tempat yang datar
secara perlahan-lahan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 41


10. Keluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus
plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston
spuit dari paket atau lepaskan tutup plastiknya.

11. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum dengan cara


piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya sekali,
jangan menggerakkan piston jika tidak perlu dan tidak
mencoba menyuntikkan udara ke dalam botol vial karena
akan merusak spuit.

12. Tusukkan jarum ke dalam vial vaksin.

13. Tarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston secara


otomatis akan berhenti setelah melewati tanda 0,5 cc dan anda
akan mendengar bunyi klik.

14. Tarik jarum dari vial. Untuk menghilangkan gelembung


udara, pegang spuit tegak lurus dan buka penyumbatnya,
kemudian tekan dengan hati-hati ke tanda tutup.

15. Tentukan tempat suntikan di lengan kiri atas.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 42


16. Desinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas
basah (bukan kapas alkohol).

17. Suntikkan vaksin campak secara subkutan.


Tegangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri (tangan yang tidak dominan).
Tusukkan jarum ke dalam kulit dengan lubang
jarum menghadap ke atas dan jarum dengan
permukaan kulit membentuk sudut 450-600.
Hapus darah di lokasi penyuntikkan dengan kapas kering.
18. Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap larutan klorin ke dalam spuit
kemudian masukkan ke dalam safety box.

19. Beritahu ibu tentang reaksi lokal yang mungkin timbul


seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 43


20. Bereskan semua peralatan yang digunakan dan
pisahkan sampah kering dan basah.

21. Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%, bersihkan sarung
tangan dan lepaskan secara terbalik.

22. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk.

23. Amati reaksi bayi pasca penyuntikan.


24. Ingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi.
25. Dokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 44


DAFTAR TILIK 5

MEMBERIKAN IMUNISASI CAMPAK

Tanggal Penilaian :
Nama Mahasiswa :

PENILAIAN
Nilai 1 (Satu) : Perlu perbaikan
Langkah atau tugas tidak dikerjakan dengan benar atau tidak berurutan
Nilai 2 (dua) : Mampu
Langkah dikerjakan dengan benar dan berurutan tetapi kurang tepat, pembimbing
perlu membantu atau mengingatkan
Nilai 3 (tiga) : Mahir
Langkah dikerjakan dengan benar, tepat dan tanpa ragu-ragu serta berurutan
sesuai prosedur
Beri tanda ceklist ( √ ) pada kolom penilaian

NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
1 Menyapa ibu bayi/anak dengan ramah dan
memperkenalkan diri sebagai petugas kesehatan Ibu
2 Mengecek jenis vaksin yang dibutuhkan oleh bayi/anak
pada saat kunjungan dari buku KIA atau catatan
imunisasi bayi
3 Menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan imunisasi
yang akan diberikan: manfaat, efek samping, tempat
injeksi, dll
4 Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
keringkan dengan handuk
5 Mempersiapkan vaksin yang akan diberikan dengan
mendekatkan cold pack di meja yang tidak terkena sinar
matahari langsung
6 Memakai sarung tangan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 45


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
7 Mengambil vaksin dari cold pack kemudian campur
vaksin dengan cara vial diptar satu arah di tempat yang
datar secara perlahan-lahan agar suspensi menjadi
homogen
8 Membuka penutup karet vial kemudian desinfeksi karet
dengan kapas basah
9 Menyedot pelarut dengan spuit 5 cc, kemudian masukkan
dalam vial campak kering perlahan-lahan hingga semua
pelarut masuk ke dalam vial. Campur vaksin dengan
pelarut dengan cara vial diputar salah satu arah di tempat
yang datar secara perlahan-lahan
10 Mengeluarkan spuit AD (auto disposable) dari bungkus
plastik kemudian lepaskan dan buka ujung piston spuit
dari paket atau lepaskan tutup plastiknya
11 Melepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum dengan
cara “piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya
sekali, jangan menggerakkan piston jika tidak perlu dan
tidak mencoba menyuntikkan udara ke dalam botol vial
karena akan merusak spuit.
12 Menarik kembali piston untuk mengisi spuit. Piston
secara otomatis akan berhenti setelah melewati tanda 0,5
cc dan anda akan mendengar bunyi klik
13 Menarik jarum dari vial. Untuk menghilangkan
gelembung udara, pegang spuit tegak lurus dan buka
penyumbatnya, kemudian tekan dengan hati-hati ke
tanda tutup.
14 Menentukan tempat suntikan di lengan kiri atas
15 Mendesinfeksi tempat penyuntikan dengan kapas basah
(bukan kapas alkohol)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 46


NILAI
NO LANGKAH
1 2 3
16 Menyuntikkan vaksin Campak secara subkutan.
Tegangkan kulit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan
kiri (tangan yang tidak dominan). Tusukkan jarum ke
dalam kulit dengan lubang jarum menghadap ke atas dan
jarum dengan permukaan kulit membentuk sudut 450-
600. Hapus darah dilokasi penyuntikkan dengan kapas
kering.
17 Masukkan spuit ke dalam larutan klorin, hisap larutan
klorin ke dalam spuit kemudian masukkan ke dalam
safety box
18 Memberitahukan pada ibu tentang reaksi lokal yang
mungkin timbul seperti rasa sakit, kemerahan, dan
pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari
19 Membereskan semua peralatan yang digunakan, dan
pisahkan sampah kering dan basah
20 Masukkan tangan pada wadah berisi larutan klorin 0,5%,
bersihkan sarung tangan dan lepaskan secara terbalik
21 Mencuci tangan dan keringkan dengan handuk
22 Mengamati reaksi bayi pasca penyuntikkan
23 Mengingatkan ibu waktu kunjungan ulang imunisasi
24 Mendokumentasikan imunisasi yang telah diberikan di
buku KIA/catatan imunisasi

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝐼𝐿𝐴𝐼 𝑥 4 ……….


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =
24 3
Dosen

(…………………………)

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 47


PEDOMAN PENYELENGGARAAN IMUNISASI
(Berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1059/MENKES/SK/IX/2004)

A. PENDAHULUAN
Imunisasi sebagai salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit
melalui pemberian kekebalan tubuh harus dilaksanakan secara terus menerus,
menyeluruh, dan dilaksanakan sesuai standar sehingga mampu memberikan
perilindungan kesehatan dan memutus mata rantai penularan, agar penyelenggaraan
imunisasi dapat mencapai sasaran yang diharapkan, perlu adanya suatu pedoman
penyelenggaraan imunisasi.
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum perlu diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya
sumber daya manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta disusun dalam satu
program kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan
informasi epidemiologi yang valid.
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban
ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan masalah, sementara
penyakit degeneratif juga muncul sebagai masalah. Penyakit menular tidak
mengenal batas wilayah administrasi, sehingga menyulitkan pemberantasannya.
Dengan tersedianya vaksin yang dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka
tindakan pencegahan untuk mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah atau
negara ke negara lain dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat dan dengan hasil
yang efektif.
Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan
“Indonesia Sehat 2010” adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan
kesehatan, yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai
kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 48


Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma
Sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya
pelayanan peningkatankesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif)
dibandingkan upaya pelayanan penyembuhan atau pengobatan (kuratif) dan
pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh dan terpadu dan berkesinambungan.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, “Paradigma
Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pemberantasan penyakit.
Salah satu upaya pemberantasan penyakit menular adalah upaya pemberantasan
penyakit menular adalah upaya pengebalan (imunisasi). Penerapan Undang-
Undang RI Nomo 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan otonomi luas kepada kabupaten/kota dan
otonomi terbatas pada provinsi, sehingga pemerintah daerah akan semakin leluasa
menentukan prioritas pembangunan sesuai kondisi daerah. Oleh sebab itu daerah
harus memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah sampai memilih prioritas
penanggulangan masalah kesehatan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
daerah, serta mencari sumber-sumber dana yang dapat digunakan untuk
mendukung penyelesaian masalah. Dalam hal ini imunisasi merupakan upaya
prioritas yang dapat dipilih oleh semua wilayah mengingat bahwa imunisasi
merupakan upaya yangefektif dan diperlukan oleh semua daerah.
Upaya imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Upaya ini
merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective. Dengan
upaya imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar telah terbasmi dan Indonesia
dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977, upaya
imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi dalam rangka
pencegahan penularan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) yaitu, tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B.
dengan upaya imunisasi pula, kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak
tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus polio liar di Indonesia. Hal ini sejalan dengan
upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan program eradikasi polio
(ERAPO).

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 49


Penyakit lain yang sudah dapat ditekan sehingga perlu ditingkatkan
programnya adalah tetanus material dan neoatal serta campak. Untuk tetanus telah
dikembangkan upaya eliminasi tetanus maternal dan neonatal (MNTE) sedang
terhadap campak dikembangkan upaya reduksi campak (RECAM), ERAPO,
MNTE dan RECAM juga merupaka komitmen global yang wajib diikuti oleh
semua negara di dunia. Disamping itu, dunia juga menaruh perhatian terhadap mutu
pelayanan dan menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection
practices) yang dikaitkan dengan pengelolaan limbah tajam yang aman (save waste
disposal management), bagi penerima suntikan, aman bagi petugas serta tidak
mencemari lingkungan.
Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus
dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat perlindungan
yagn tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan (KLB) PD3I. Untuk itu, upaya
imunisasi perlu disertai dengan upaya surveilans epidemiologi agar setiap
peningkatan kasus penyakit atau terjadinya KLB dapat terdeteksi dan segera diatasi.
Dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 kewenangan surveilans epidemiologi, termasuk
penanggulangan KLB merupakan kewenangan bersama antara pemerintah pusat
dan pemerintah provinsi.
Selama beberapa tahun terakhir ini, kekhawatiran akan kembalinya
beberapa penyakit menular dan timbulnya penyakit-penyakit menular baru kian
meningkat. Penyakit-penyakit infeksi “baru” oleh WHO dinamakan sebagai
emerging infectious diseases adalah penyakit-penyakit infeksi yang betul-betul
baru (new diseases) yaitu penyakit-penyakit yang tadinya tidak dikenal (memang
belum ada, atau sudah ada tetapi penyebarannya sangat terbatas; atau sudah ada
tetapi tidak menimbulkan gangguan kesehatan yang serius pada manusia). Yang
juga tergolong ke dalamnya adalah penyakit-penyakit yang mencuat (emerging
diseases), yaitu penyakit yang angka kejadiannya meningkat dalam dua dekade
terakhir ini, atau mempunyai kecenderungan untuk meningkat dalam waktud ekat,
penyakit yang area geografis penyebarannya meluas, dan penyakit yang tadinya
mudah dikontrol dengan obat-obatan namun kini menjadi resisten. Selain itu,
termasuk juga penyakit-penyakit yang mencuat kembali (reemerging diseases),

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 50


yaitu penyakit-penyakit yang meningkat kembali setelah sebelumnya mengalami
penurunan angka kejadian yang bermakna.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke
dalam penyelenggaraan yang bermutu dan efisien. Upaya tersebut didukung dengan
kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan vaksin baru (rotavirus, japanese
encephalitis, dan lain-lain). Beberapa jenis vaksin dapat digabung sebagai vaksin
kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi
jumlah suntikan dan kontak dengan petugas imunisasi: dari uraian di atas jelaslah
bahwa upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat population
imunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga dapat memutuskan rantai
penularan PD3I. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, upaya
imunisasi dapat semakin efektif dan efisien dengan harapan dapat memberikan
sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan anak, ibu serta masyarakat lainnya.
Penyelenggaraan program imunisasi mengacu pada kesepakatan-
kesepakatan internasional untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, antara
lain:
1. WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui world summit for children pada tahun
1990 tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 80-80-80,
eliminasi tetanus, neonatorum dan reduksi campak;
2. Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target
eliminasi tetanus maternal dan neonatal (MNTE) pada tahun 2005 dinegara
berkembang;
3. Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi >8%
pada tahun 1997 diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B
ke dalam program imuniasi rutin;
4. WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of
Autodisable Syringe in Immunization Service;
5. Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan
Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus 1990, yang
berisi antara lain tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan
kesejahteraan dasar;

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 51


6. Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) tahun 1988 dan
tahun 2000 yang diperkuat dengan hasil pertemuan the eight technical
consultative group vaccine preventable disease in SEAR tahun 2001 untuk
mencapai eradikasi polio pada tahun 2004 untuk regional Asia Tenggara dan
sertifikasi bebas polio olwh WHO tahun 2008;
7. The millenium development goals (MDGs) pada tahutahun 2003 yang meliputi
goal 4: tentang reduce child mortality, goal 5: improve maternal health, goal 6:
tentang combat HIV/AIDS, malaria and other disease (yang disertai dukungan
teknis dari UNICEF);
8. Resolusi WHA 56.20, 28 Mei 2003 tentang reducing global measles mortality,
mendesak negara-negara anggota untuk melaksanakan The WHO-UNICEF
strategic plan for measles mortality reduction 2001-205 di negara-negara
dengan angka kematian campak tinggi sebagai bagian EPI;
9. Cape Town Measles Declaration, 17 Oktober 2003, menekankan pentingnya
melaksanakan tujuan dari United Nation General Assembly Special Session
(UNGASS) tahun 2002 dan World Health Assembly (WHA) tahun 2003 untuk
menurunkan kematian akibat campak menjadi 50% pada akhir tahun 2005
dibandingkan keadaan pada tahun 1999; dan mencapai target The united
millenium development goal untuk mereduksi kematian campak pada anak usia
kurang dari 5 tahun menjadi 2/3 pada tahun 2015 serta mendukung The
WHO/UNICEF global strategi plan for measles mortality reduction and
regional elimination 2001-2005;
10. Pertemuan The Ninth Techincal Consultative Group on Polio Eradication and
Vaccine Preventable Disease in South-East Asia Region tahun 2003 untuk
menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat
campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3 80% di
semua negara dan semua kabupaten, mengembangkan strategi untuk safe
injections and waste disposal di semua negara serta memasukkan vaksin
hepatitis B di dalam Program Imunisasi di semua negara;
11. WHO-UNICEF tahun 2003 tentang Joint Statement on effective vaccine store
management initiative.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 52


B. TUJUAN DAN SASARAN
1. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya target universal child immunization
b. Terapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal
c. Tercapainya pemutusan rantai penularan Poliomyelitis
d. Tercapainya reduksi campak (RECAM)
3. Sasaran
Jenis-jenis Penyakit yan Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) meliputi
penyakit menular tertentu.
a. Jenis-jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi
antara lain penyakit tuberculosis, difteri, pertusis, campak, polio, hepatitis
B, hepatitis A, meningitis meningokokus,haemophilus influenzae tipe b,
kolera, rabies, japanese encephalitis, tifus kolera, rabies, japanese
encephalitis, tifus abdominalis, rubbella, varicella, pneumoni
pneumokokus, yellow fever, shigellosis, parotitis epidemica.
b. Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program
imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis, polio, campak, tetanus dan
hepatitis B.
c. Jenis-jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan
akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi
akan ditetapkan tersendiri.
C. PENGERTIAN UMUM
1. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit
tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut.
2. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa
perlindungan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 53


3. Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan di atas ambang perlindungan atau untuk memperpanjang masa
perlindungan.
4. Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang selanjutnya disebut BIAS adalah bentuk
operasional dan imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada
bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1, 2 dan 3 di
seluruh Indonesia.
5. Universal child immunization yang selanjutnya disebut UCI adalah suatu
keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi. Bayi
adalah anak di bawah umur 1 tahun.
6. Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen
kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna
untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang.
7. Praktek Penyuntikan Imunisasi yang aman (safe injecton practices) adalah
setiap tindakan penyuntikan imunisasi yang menggunakan peralatan imunisasi
yang sesuai dengan standar, menggunakan vaksin yang dikelola oleh petugas
cold chain terlatih, dan limbah suntik dikelola secara aman.
8. Standarisasi dan spesifikasi peralatan imunisasi dan vaksin adalah suatu
persyaratan minimal yang harus dipenuhi dalam penyediaan peralatan imunisasi
dan vaksin untuk mencegah kerugian dan atau gangguan kesehatan bagi
masyarakat sasaran imunisasi.
9. Rantai vaksin adalah pengleolaan vaksin sesuai denan prosedur untuk menjaga
vaksin tersimpan pada suhu dan kondisi yang telah ditetapkan.
10. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan
kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi, yang diduga
ada hubungannya dengan pemberian imunisasi.
11. Tenaga pelaksana adalah petugas atau pengelola yang telah memenuhi standar
kualifikasi sebagai tenaga pelaksana di setiap tingkatan dan telah mendapat
pelatihan sesuai dengan tugasnya.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 54


D. MEKANISME PENYELENGGARAAN
1. Penyusunan Perencanaan
Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan
program imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisa situasi, alternatif
pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara
efisien untuk mencapai tujuan program. Perencanaan disusun mulai dari
Puskesmas, Kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
a. Menentukan Jumlah Sasaran
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting, karena
menjadi dasar dari perencanaan pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.
Sumber data dapat bermacam-macam. Namun untuk keperluan pembinaan
diambil kebijaksanaan untuk menggunakan data-data sumber resmi seperti:
1) Angka jumlah penduduk, pertambahan penduduk serta angka kelahiran
diperoleh dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Biro Pusat
Statistik (BPS) setiap 10 tahun. Selain itu BPS juga melakukan survei
penduduk antara sensus (SUPAS) pada pertengahan periode 10 tahun
tersebut. Untuk angka jumlah penduduk dari tahun-tahun lainnya. BPS
membuat proyeksi baik dari hasil sensus maupun SUPAS.
2) Unit terkecil dari hasil sensus adalah desa, dan angka ini menjadi pegangan
setiap wilayah administratif untuk melakukan proyeksi. Karena unit terkecil
pengambilan sampel dari SUPAS adalah provinsi, maka ketapatan hasil
maupun hasil proyeksinya pun hanya sampai tingkat porovins. Untuk
selanjutnya pengelola program imunisasi melakukan proyeksi untuk
mendapatkan jumlah penduduk dan sasaran imunisasi sampai ke tingkat
desa. Hal ini seringkali menimbulkan kesenjangan antara angka proyeksi
dengan jumlah penduduk yang sebenarnya. Dengan semakin mantapnya
program imunisasi maupun BPS, masalah ini akan semakin berkurang atau
dapat diatasi.
b. Menentukan Target Cakupan
Penentuan target merupakan bagian yang penting dari perencanaan karena
target dipakai sebagai salah satu tolok ukur dalam pelaksanaan, pemantauan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 55


maupun evaluasi. Untuk mengurangi faktor subjektifitas diperlukan analisis
situasi yang cermat.
c. Perencanaan Kebutuhan Vaksin
Pada dasarnya perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin berasal dari unit
pelayanan imunisasi (Puskesmas). Cara perhitungan berdasarkan:
1) Jumlah sasaran imunisasi
2) Target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi
3) Index pemakaian vaksin tahun lalu
d. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain (Rantai Vaksin)
Setiap obat yang berasal dari bahan biologis harus terlindungi dari sinar
matahari. Vaksin BCG dan campak misalnya, berasal dari kuman hidup, bila
terkena sinar matahari langsung dalam beberapa detik saja akan menjadi rusak.
Untuk melindunginya digunakan kemasan berwarna, misalnya ampul yang
berwarna coklat disamping menggunakan kemasan luar (box). Vaksin yang
sudah dilarutkan tidak dapat disimpan lama karena potensinya akan berkurang.
Oleh karena itu, untuk vaksin beku kering (BCG, campak) kemasan harus
tertutup kedap (hermetically sealed). Kemasan vaksin harus memantau
kemasan vaksin dan ketentuan-ketentuan di atas untuk menjadi kualitas vaksin.
Selanjutnya yang harus diperhatian adalah sistem rantai vaksin atau cold chain.
Sarana cold chain dibuat secara khusus untuk mejaga potensi vaksin dan setiap
jenis cold chain sarana mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dalam merencanakan pengadaan suatu jenis sarana, uji coba di lapangan perlu
dilakukan untuk mengetahui berapa besar kelebihan yang dimiliki serta
toleransi program terhadap kekurangannya.
2. Pelaksanaan
Pelayanan imunisasi meliputi kegiatan persiapan petugas; persiapan
masyarakat; pemberian pelayanan imunisasi; dan koordinasi
a. Persiapan Petugas
Kegiatan ini meliputi:
1) Inventarisasi sasaran;
2) Persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin; dan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 56


3) Persiapan ADS dan safety box
b. Persiapan Masyarakat
Untuk mensukseskan pelayanan imunisasi, persiapan dan penggerakan
masyarakat mutlak harus dilakukan. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan
kerjasama lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM dan petugas
masyarakat/kader.
c. Pemberian Pelayanan Imunisasi
Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan imunisasi rutin dan
tambahan
d. Koordinasi
Program imunisasi dituntut untuk melaksanakan ketentuan program secara
efektif dan efisien. Untuk itu pengelola program imunisasi harus dapat
menjalankan fungsi koordinasi dengan baik. Ada dua macam fungsi koordinasi,
yaitu vertikal dan horizontal. Koordinasi horizontal terdiri dari kerjasama lintas
program dan kerjasama lintas sektoral.
3. Pengelolaan Rantai Vaksin
a. Sensitifitas Rantai Vaksin
Dibedakan dalam 2 (dua) kategori:
1) Vaksin yang sensitif terhadap panas (heat sensitive): Polio, Campak dan
BCG
2) Vaksin yang sensitif terhadap pembekuan (freeze sensitive): Hepatitis B,
DPT, TT dan DT.
Semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas. Namun vaksin polio,
campak dan BCG akan lebih cepat rusak pada paparan panas dibandingkan
vaksin Hepatitis B, DPT, TT dan DT. Sebaliknya vaksin Hepatitis B, DPT, TT
dan DT akan rusak bila terpapar dengan suhu beku.
b. Pengadaan, Penyimpanan, Distribusi dan Pemakaian
1) Pengadaan
Pengadaan vaksin untuk program imunisasi dilakukan oleh Ditjen, PPM &
PL dari sumber APBN dan BLN (bantuan luar negeri). Pelaksanaan
pengadaan vaksin dilakukan melalui kontrak pembelian pada PT. Bio Farma

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 57


sebagai produsen vaksin satu-satunya di Indonesia. Vaksin yang berasal dari
luar negeri pada umumnya diterima di Indonesia apabila ada kegiatan
khusus (seperti catch up campaig campak) dan vaksin tersebut telah lolos
uji dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
2) Penyimpanan
Setiap unit dianjurkan untuk menyimpan vaksin tidak lebih dari stok
maksimalnya, untuk menghindari terjadinya penumpukan vaksin. Bila
frekuensi distribusi vaksin ke provinsi 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan,
maka stok maksimal vaksin di provinsi adalah kebutuhan vaksin untuk 4
(empat) bulan. Bila frekuensi pengambilan vaksin ke provinsi 1 (satu) kali
perbulan maka stok minimal di kabupaten adalah 1 (satu) bulan dans tok
maksimal adalah 3 (tiga) bulan, dan bila frekuensi pengambilan vaksin ke
kabupaten 1 (satu) kali per bulan maka stok maksimal di Puskesmas 1 (satu)
bulan 1 (satu) minggu.
3) Distribusi
Pengertian distribusi disini adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari
pusat/bio farma ke provinsi, dari provinsi ke kabupaten/kota dari
kabupaten/kota ke puskesmas dan dari puskesmas ke bidan di desa atau
posyandu.
Distribusi vaksin baik jumlah maupun frekuensinya harus disesuaikan
dengan volume vaksin di masing-masing provinsi serta biaya transportasi.
Rata-rata distribusi vaksin ke Provinsi adalah setiap 1-3 bulan. Tergantung
dari besarnya jumlah penduduk provinsi tersebut. Bila frekuensi distribusi
vaksin dikurangi, keuntungannya adalah biaya transportasi berkurang,
sedang kerugiannya sebagian besar umur vaksin dihabiskan dalam tempat
penyimpanan di pusat/bio farma. Karena volume penyimpanan dipengaruhi
dengan stok vaksin maka pusat/bio farma memerlukan informasi tentang
stok vaksin di provinsi secara berkala atau melalui permintaan vaksin dari
provinsi.
Dari gudang provinsi vaksin diambil oleh petugas kabupaten/kota setiap
bulan dan dari gudang kabupaten/kota vaksin diambil oleh petugas

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 58


Puskesmas setiap bulan. Dengan demikian untuk kabupaten/kota dan
Puskesmas diperlukan biaya pengambilan vaksin setiap bulan. Frekuensi
pengambilan vaksin inipun bervariasi antar kabupaten/kota dan Puskesmas,
tergantung pada kapasitas tempat penyimpanan vaksin, biaya transportasi
serta volume kegiatan.
Dalam menjaga potensi vaksin selama transportasi, ketentuan pemakaian
cold/cool box, vaccine carrier, thermos, cold/cool pack harus diperhatikan.
4) Pemakaian
Dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, prinsip yang dipakai
saat ini, “early expired firs out/EEFO” (dikeluarkan berdasarkan tanggal
kadaluarsa yang lebih dulu).
Namun dengan adanya VVM (vaccine vial monitor) maka ketentuan EEFO
tersebut menjadi pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas
dalam manajemen stok vaksin secara cepat dengan melihat perubahan
warna pada indikator yang ada.
Kebijaksanaan program adalah tetap membuka vial/ampul baru meskipun
sasaran sedikit untuk tidak mengecewakan masyarakat. Kalau pad aawalnya
indeks pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah
dosis per vial/ampul, dengan semakin mantapnya manajemen program di
unit pelayanan, tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin
tinggi.
Vaksin yang diapaki haruslah vaksin yang poten dan aman. Sisa vaksin yang
sudah dibawa ke lapangan namun belum dibuka harus segera dipakai pada
pelayanan berikutnya, sedang yang sudah dibuka harus dibuang. Sebelum
dibuang periksa dulu apakah di antara pengunjung di luar umur sasaran ada
yang perlu mendapat booster. Namun hasil imunisasi ini jangan dilaporkan,
cukup dicatat dalam buku bantu.
4. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang
peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi
juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 59


a. Pencatatan
Untuk masing-masing tingkat administrasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Tingkat Desa
a) Sasaran Imunisasi
Pencatatan bayi dan ibu hamil untuk persiapan pelayanan imunisasi.
Petugas mengkompilasikan data tersebut ke dalam Buku Pencatatan
Hasil Imunisasi bayi dan ibu.
b) Hasil Cakupan Imunisasi
Pencatatan hasil imunisasi untuk bayi (BCG, DPT, polio, campak,
hepatitis B) dibuat oleh petugas imunisasi di buku kuning. Satu buku
biasanya untuk 1 desa. Untuk masing-masing bayi, imunisasi yang
diberikan pada hari itu dicatat di KMS.
Untuk anak sekolah, imunisasi DT, campak atau TT yang diberikan
dicatat pada buku catatan khusus, 1 kopi diberikan kepada sekolah.
Untuk masing-masing anak sekolah, diberikan kartu TT seumur hidup
yang berisi catatan pemberian tetanus toxoid. Bila saat bayi terbukti
pernah mendapat DPT, maka dimulai dari DPT2 dapat dicatat sebagai
TT1 dan DPT3 sebagai TT2 pada kartu TT seumur hidup sehingga
pemberian DT/TT di sekolah dicatat sebagai TT3. Bila tidak terbukti
pernah mendapat suntikan DPT maka DPT dicatat sebagai TT1.
2) Tingkat Puskesmas
a) Hasil Cakupan Imunisasi
(1) Hasil kegiatan imunisasi di lapangan (buku kuning dan merah)
ditambah laporan dari Puskesmas pembantu direkap di buku
pencatatan imunisasi Puskesmas (buku biru)
(2) Hasil imunisasi anak sekolah di rekap di Buku Hasil Imunisasi Anak
Sekolah
(3) Hasil kegiatan imunisasi di komponen statik dicatat untuk sementara
di Buku Bantu, pada akhir bulan di rekap buku kuning atau merah
sesuai dengan desa asal sasaran

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 60


(4) Laporan hasil imunisasi di balai pengobatan swasta dicatat di buku
biru dari bulan yang sesuai
(5) Setiap catatan dari buku biru ini dibuat rangkap dua. Lembar ke2
dibawa ke kabupaten sewaktu mengambil vaksin/konsultasi.
(6) Dalam menghitung persen cakupan, yang dihitung hanya pemberian
imunisasi pada kelompok sasaran dan periode yang dipakai adalah
tahun anggaran mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember
pada tahun tersebut.
b) Pencatatan Vaksin
Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah nomor bqatch dan
tanggal kadaluarsa harus dicatat dalam kartu stok. Sisa atau stok vaksin
harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan dan pengeluaraan
vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri.
Selain itu kondisi VVM sewaktu menerima dan mengeluarkan vaksin
juga perlu dicatat di SBBK (surat bukti barang keluar).
c) Pencatatan Suhu Lemari Es
Temperatur lemari es yang terbaca pada termometer yang diletakkan di
tempat yang seharusnya hanya dicatat dua kali sehari yaitu pagi waktu
datang dan sore sebelum pulang. Pencatatan harus dilakukan dengan
upaya perbaikan.
(1) Bila suhu tercatat di bawah 20C, harus mencurigai vaksin DPT, DT
dan TT telah beku. Lakukan uji kocok, jangan gunakan vaksin yang
rusak dan buatlah catatan pada kartu stok vaksin.
(2) Bila suhu tercatat di atas 80C, segera pindahkan vaksin ke cold box,
vaccine carrier atau termos yang berisi cukup cold pack (kotak
dingin beku). Bila perbaikan lemari es lebih dari 2 hari vaksin harus
dititipkan di puskesmas terdekat atau kabupaten. Vaksin yang telah
kontak dengan suhu kamar lebih dari periode waktu tertentu, harus
dibuang setelah dicatat di kartu stok vaksin.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 61


d) Pencatatan Logistik Imunisasi
Keluar masuknya barang termasuk vaksin harus dicatat di buku umum.
Nomor batch untuk vaksin, serta nomor seri untuk sarana cold chain
(lemari es, mini freezer, vaccine carrier, container) harus dicatat dalam
kolom keterangan. Untuk peralatan habis pakai seperti ADS, safety box
dan spare part cukup dicatat jumlah dan jenisnya.
3) Tingkat Kabupaten
a) Hasil cakupan imunisasi
Kompilasi laporan hasil imunisasi dari semua Puskesmas dan RSU
Kabupaten maupun RS swasta dilakukan setiap bulan dan dicatat di
buku hasil imunisasi kabupaten. Setiap catatan dari buku ini dibuat
dalam rangkap dua. Lembar ke 2 dibawa ke provinsi pada waktu
mengambil vaksin/konsultasi.
b) Pencatatan vaksin
Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah, nomor batch dan
tanggal kadaluarsa harus dicatat dalam kartu stok. Sisa atau sotk vaksin
harus dihitung pada setiap kali penerimaan atau pengeluaran vaksin.
Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri. Selain itu
kondisi VVM sewaktu menerima dan mengirimkan vaksin ke
Kabupaten juga perlu dicatat pada buku stok & SBBK (surat bukti
barang keluar).
c) Pencatatan barang imunisasi
Keluar masuknya barang termasuk vaksin harus dicatat di buku umu.
Nomor batch untuk vaksin, serta nomor seri untuk sarana cold chain
(lemari es, freezer, vaccine carrier) harus dicatat dalam kolom
keterangan. Untuk peralatan habis pakai seperti ADS perlu juga dicatat
nomor seri/lot masa kadaluarsa, jumlah dan merk, safety box cukup
dicatat jumlah dan jenisnya.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 62


4) Tingkat Provinsi
a) Hasil Cakupan Imunisasi
Kompilasi laporan hasil imunisasi dari semua kabupaten/kota dilakukan
setiap bulan dan dicatat di buku hasil vaksinasi Provinsi. Setiap catatan
di buku ini dibuat dalam rangkap dua. Lembar ke 2 dikirimkan ke Pusat.
b) Pencatatan Vaksin
Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah, nomor batch dan
tanggal kadaluarsa harus dicatat dalam kartu stok. Sisa atau stok vaksin
harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan atau pengeluaran
vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri.
Khusus untuk provinsi yang mempunyai cold room, diperlukan kartu
stelling untuk mencatat vaksin karena jumlah, jenis omor batch dan
tanggal kadaluarsa yang bermacam-macam. Satu kartu stelling untuk
setiap jenis vaksin dengan nomor batch dan tanggal kadaluarsa yang
sama.
c) Pencatatan Barang Imunisasi
Keluar masuknya barang termasuk vaksin harus dicatat di buku umum.
Jenis vaksin, nomor batch dan kondisi VVM saat diterima atau
dikeluarkan untuk vaksin, serta nomor seri untuk sarana cold chain
(lemari es, freezer, vaccine carrier, container) harus dicatat dalam
kolom keterangan. Untuk peralatan seperti jarum, syringe dan spare part
cukup dicatat jumlah dan jenisnya.
b. Pelaporan
Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi, mulai
dari Puskesmas Pembantu, Puskesmas, rumah sakit umum, balai imunisasi
swasta, rumah sakit swasta, rumah bersalin swasta kepada pengelola program
di tingkat administrasi yang sesuai. Unit yang di bawah melaporkan hasil
rangkapnya ke unit yang diatasnya.
Yang dilaporkan adalah:
1) Cakupan Imunisasi

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 63


Dalam melaporkan cakupan imunisasi, harus dipisahkan pemberian
imunisasi terhadap kelompok di luar umur sasaran. Pemisahan ini
sebenarnya sudah dilakukan mulai saat pencatatan, supaya tidak
mengacaukan perhitungan persen cakupan.
2) Stok dan Pemakaian Vaksin
Stok vaksin dan pemakaian vaksin setiap bulan harus dilaporkan bersama-
sama dengan laporan cakupan imunisasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 64


KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI ( KIPI )

A. DEFINISI KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI, kejadian
ikutan pasca imunisasi atau adverse events following immunization adalah semua
kejadian atau insiden sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah
imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42
hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus
campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca polio vaccine-strain pada
resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio)
(Pediatrik, 2006; Riyanto, 2008).

B. ETIOLOGI KIPI (RIYANTO, 2008)


Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi, karena sebagian
besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu, untuk
menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:
1. Besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu.
2. Sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik.
3. Derajat sakit resipien, apakah memerlukan perawatan, menderita cacat atau
menyebabkan kematian.
4. Apakah penyebab dapat dipastikan, diduga atau tidak terbukti.
5. Apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan
produksi atau kesalahan prosedur.
Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KOMNAS PP
KIPI), membagi penyebab ikutan pasca imunisasi menjadi lima kelompok faktor
etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu: 1)
karena kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi, 2) reaksi suntikan, 3)
induksi vaksin, 4) faktor kebetulan, dan 5) penyebab tidak atau belum diketahui
(Chen, 1999).

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 65


1. Kesalahan Program atau Teknik Pelaksanaan (Programmatic Errors)
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin.
Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi,
contoh dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara menyuntik, sterilisasi
jarum suntik, tindakan aseptik dan antiseptik, penyimpanan vaksin, pemakaian
sisa vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin, tidak sesuai dengan petunjuk
produsen.
2. Reaksi Suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan
langfsung misalnya rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan,
sedangkan reaksi suntikan tidak langsung, misalnya rasa takut, pusing, mual,
sampai sinkop.
3. Induksi Vaksin (Reaksi Vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan oleh induksi vaksin pada umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi samping vaksin dan secara
klinis biasanya ringan. Walaupun demikian, dapat saja terjadi gejala klinis
hebat, seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi
samping ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk
pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus,
perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya,
termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk ini
harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4. Faktor Kebetulan (Koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas, kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah imunisasi. Indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada kelompok populasi
setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 66


5. Penyebab Tidak Diketahui
Jika kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke
dalam salah satu penyebab, untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok
ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan
informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

C. GEJALA KLINIS KIPI


Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat
dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi
lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.
Reaksi KIPI Gejala KIPI
Lokal Abses pada tempat suntikan
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-Itis
SSP Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Meningitis
Kejang
Lain-lain Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis, edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi > 38,50C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)
Sindrom syok septik
Dikutip dari T Chen, 1999

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 67


D. ANGKA KEJADIAN KIPI
KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka
kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang
benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang
lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat.
Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat
terjadi 4-24 jam setelah imunisasi (Pediatrik, 2006).

E. IMUNISASI PADA KELOMPOK RESIKO


Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatiukan apakah
resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko
adalah:
1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan Komite
Nasional PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah
tersedia untuk penanganan segera.
2. Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup
bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi mternal lebih rendah dari pada bayi
cukup bulan.
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (>1000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan;
imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila
ibu mengandung HbsAg.
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang
diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
menyebabkan penyebaran virus polio melalui tinja.
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau
sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 68


panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien
imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap
diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam
waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan
kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/kg
berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan
pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian
kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan untuk
menghindarkan hambatan pembentukan respon imun (Pediatrik, 2006).

F. INDIKASI KONTRA DAN PERHATIAN KHUSUS UNTUK IMUNISASI


Pada umumnya tidak terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat
kecuali untuk kelompok resiko. Pada setiap vaksin selalu terdapat petunjuk dari
produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap
vaksin. Petunjuk ini harus dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi (Pediatrik, 2006).

G. REAKSI KIPI PADA IMUNISASI DASAR


Orangtua harus diberitahu bahwa setelah imunisasi dapat timbul reaksi lokal
di tempat penyuntikan atau reaksi umum berupa keluhan dan gejala tertentu,
tergantung pada jenis vaksinnya. Reaksi tersebut umumnya ringan, mudah diatasi
dan akan hilang dalam 1-2 hari. Di tempat suntikan kadang-kadang timbul
kemerahan, pembengkakan, gatal, nyeri selama 1 sampai 2 hari. Kompres hangat
dapat mengurangi keadaan tersebut. Kadang-kadang teraba benjolan kecil yang
agak keras selama beberapa minggu atau lebih, tetapi umumnya tidak perlu
dilakukan tindakan apapun.
1. BCG
Orangtua harus diberitahu bahwa 2-6 minggu setelah imunisasi BCG dapat
timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi
selama 2-4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 69


jaringan parut. Bila ulkus mengeluarkan cairan orangtua dapat mengkompres
dengan cairan antiseptik. Bila cairan bertambah banyak, koreng semakin
membesar atau timbul pembesaran kelenjar regional (aksial), orang tua harus
membawanya ke dokter.
2. Hepatitis B
Kejadian ikutan pasca imunisasi pada hepatitis B jarang terjadi, segera setelah
imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan
timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua
dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika
demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres
air dingin, jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3-4 jam bila
diperlukan, maksimal 6 kali dalam 24 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali
dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi
tersebut menjadi berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir,
bawalah bayi/anak ke dokter.
3. DPT
Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam
tinggi, rewel, di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan,
yang akan hilang dalam 2 hari. Orangtua dianjurkan untuk memberikan
minuman lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang
tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika demam berikan
parasetamol 15 kk/kgbb setiap 3-4 jam bila diperlukan, maksimal 6 kali dalam
24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi-reaksi
tersebut berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah
bayi/anak ke dokter.
4. DT
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan,
pembengkakan dan nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat
dikompres dengan air dingin. Biasanya tidak perlu tindakan khusus.

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 70


5. Polio Oral
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu tidak perlu
melakukan tindakan apapun.
6. Campak
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak berupa rasa tidak nyaman di
bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul
5-12 hari setelah penyuntikan, yaitu demam tidak tinggi atau erupsi kulit
halus/tipis yang berlangsung kurang dari 48 jam. Orangtua dianjurkan untuk
memberikan minum lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah
pakaian yang tipis, bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin, jika
demam diberikan parasetamol 15 mg/kkbb setiap 3-4 jam bila diperlukan,
maksimal 6 kali dalam 24 jam, boleh mandi atau cukup diseka dengan air
hangat. Jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi/anak ke dokter
(Soedjatmiko, 2010).

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 71


DAFTAR PUSTAKA

Cave, S., & Mitchell, D. R. (2003). Yang Orang Tua harus tahu tentang vaksinasi
pada anak. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.

Chen, R. T. (1999). Safety of vaccines. Philadelphia, Tokyo: WB Saunders.

Hidayat, A. A. A. (2008). Pengantar Ilmu kesehatan anak untuk pendidikan


kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

IDAI (2005). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Pengurus


Pusat Ikatan Dokter Indonesia.

Ismoedijanto (2003). Pengembangan praktik imunisasi pada anak. Surabaya:


Pertemuan Ilmiah Tahunan I Perkani.

Kusmiyati, Y. (2007). Penuntun belajar keterampilan dasar praktik klinik


kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Menkes RI (2004). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 1059/MENKES/IX/2004 TENTANG PEDOMAN
PENYELENGGARAAN IMUNISASI.

Pediatrik (2006). Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Retrieved from


www.pediatrik.com/ilmiah_popular/20060220-6bd3go-
ilmiah_popular.doc

Riyanto, T. (2008). Kejadian ikutan pasca imunisasi pada pemberian imunisasi


inactivated polio vaccine (IPV). UGM. Yogyakarta.

Soedjatmiko (2010). Penjelasan kepada orangtua mengenai imunisasi. Retrieved


from http://www.idai.or.id/imunisasi/artikel.asp?q=199041315291

Wong, D. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik (M. Ester, Trans.).


Jakarta: EGC

Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar 72


JADWAL IMUNISASI
REKOMENDASI IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA (IDAI) PERIODE 2004

Umur pemberian Imunisasi


Vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
6
dT
DTP 1 2 3 4 5
atau
TT
Buku Saku Penuntun Ilmu Dasar

Campak 1 2
Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (Non PPI, dianjurkan)
Hib 1 2 3 4
MMR 1 2
Tifoid Ulangan, tiap 3 tahun
Hepatitis A Diberikan 2x, interval
6 – 12 bl
Varisela
Sumber: IDAI, Pedoman Imunisasi di Indonesia, Jakarta, 2005
73
KETERANGAN JADWAL IMUNISASI IDAI, Periode 2004
UMUR VAKSIN KETERANGAN
Saat lahir Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg -B ibu positif,
dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB -1, Apabila semula status HbsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif, maka masih dapat diberikan Hblg sebelum
bayi berumur 7 hari
Polio-0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari trasnmisi virus vaksin kepada bayi lain)
1 bulan Hepatitis B-2 HB-2 diberikan pada umur 1 bulan interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan
0 sampai 2 bulan BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkuli terlebih
dulu dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif
2 bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwP atau DTaP, DTP -1 diberikan secara kombinasi dengan
Hi b-1 (PRP-T)
Hib-1 Hib-1 diberikan mulau umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib 1 dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan
DTP-1
Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
4 bulan DTP-2 DTP-2 (DTwP atau DTaP) dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T)
Hib-2 Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T)
Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T)
Hib-3 Apabila menggunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan
Buku Saku Penuntun Ilmu Dasar

Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3


6 bulan Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan
9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, Campak-2 merupakan program BIAS pada SD Kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah
mendapat MMR pada umur 15 bulan, Campak -2 tidak perlu diberikan
15 sampai 18 MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak, MMR dapat diberikan umur 12 bulan
bulan
Hib-4 Hib-4 diberikan pada umur 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP)
DTP-4 DTP-4 (DTwP atau DtaP) diberikan 1 tahun setelah DPT-3
Polio-4 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4
2 tahun Hepatitis A Vaksin Hepatitis A direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan
2 sampai 3 tahun Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >2 tahun, imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang
setiap 3 tahun
5 tahun DTP-5 DTP-5 diberikan umur 5 tahun (DTwP atau DTaP)
Polio-5 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5
10 Tahun dT atau TT Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-4 (dT atau TT) diberikan untuk mendapat imunitas selama 25 tahun
74

Anda mungkin juga menyukai