Anda di halaman 1dari 41

KELAINAN KONGENITAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Peristiwa kehamilan adalah salah satu peristiwa penting oleh setiap manusia yang
telah terikat pernikahan. Tetapi adakalanya peristiwa itu mengalami permasalahan sehingga
menjadi tidak normal misalnya dalam keadaan abnormal itu dapat mengakibatkan kelainan
bawaan atau kelainan kongenital. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan
kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir.
Untuk kejadian abnormal kehamilan pada regio kraniofasial umumnya terdiri atas
kelainan kongenital jaringan lunak dan kelainan kongenital jaringan keras. Kelainan jaringan
lunak meliputi cleft lip, makroglosia,mikroglosia,ankyloglossia,dll dan yang termasuk
kelainan jaringan keras yaitu cleft palate/celah palatum, torus, agnasia, mikrognasia,
makrognasia.
Peristiwa ketidaknormalan yang terjadi pada regio kraniofasial diatas dapat
digamabarkan dari sebuah skenario sebagai berikut: “ Anak usia 1tahun terdapat kelainan
bawaan berupa celah pada bibir atas, cacat ini ditemukan sejak lahir. Oleh karena kelainan
tersebut anak mengalami kesulitan untuk makan an minum karena sering tersedak, pada
pemeriksaan juga terdapat celah palatum”

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan dan pertumbuhan embriologi kranifasial?
2. Apa saja macam-macam kelainan kongenital?
a) Kelainan kongenital jaringan lunak?
b) Kelainan kongenital jaringan keras?
3. Bagaimana cara pemeriksaan klinis dan penunjang ?
4. Bagaimana cara perawatan cleft lip dan cleft palate ?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1. Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan embriologi kranifasial.
2. Mengetahui apa saja macam-macam kelainan kongenital.
a. Kelainan kongenital jaringan lunak.
b. Kelainan kongenital jaringan keras.
3. Mengetahui cara pemeriksaan klinis dan penunjang.
4. Mengetahui cara perawatan cleft lip dan cleft palate.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kelainan kongenital


Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab
penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup
berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi
yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa
kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20%
meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
2.2 Etiologi Kelainan Kongenital

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan


kongenital antara lain:
a) Kelainan Genetik dan Khromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai
sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

b) Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi
dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.

c) Faktor infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer
pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa infeksi pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi
toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

d) Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital
ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.

e) Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit
Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian
mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk
kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500
untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun,
1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45
tahun atau lebih.

f) Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus
kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan
bayi yang normal.

g) Faktor radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua
dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.

h) Faktor gizi

Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan


kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi
bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.

i) Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri
dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.

2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Wajah


Palatum primer dan palatum sekunder terbentuk berdasarkan perkembangan
embriologi. Palatum primer atau premaksila merupakan daerah triangular pada bagian
anterior langitan keras, meluas secara anterior ke insisiv foramen sampai ke insisiv lateral
kanan dan kiri, termasuk bagian alveolar ridge gigi – gigi insisif maksila. Palatum sekunder
terdiri dari sisa – sisa bagian palatum keras dan semua palatum lunak.
Menurul Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah
fertilisasi, dengan lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomodeum.
Swelling ini disebut juga ‘facial processes’. Facial processes tersebut merupakan akumulasi
sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan
ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial seperti saraf,
gigi, tulang, mukosa mulut. Swelling yang berada diatas stomodeum disebut frontonasal
processes dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan bibir atas. Dibagian bawah
dal lateral stomodeum terdapat dua buah mandibular processes yang berkontribusi dalam
perkembangan rahang bawah dan bibir dan di atas mandibular processes terdapat maxillary
processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir. Pada sisi inferior
frontonasal processes akan muncul nasal placodes. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua
sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral nasal prosesus. Diantara
pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang merupakan primitive
nostril.
Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk
berpenetrasi ke dalam grooves diantara maxillary processes dan median nasal processes
sehingga proses penggabungan antara kuduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum
sekunder diakibatkan karena kegagalan palaite shelf untuk berfusi satu sama lain.
Berbagai hipotesis dikemukakan bagaimana bagaimana bisa menyebabkan kegagalan
proses penyatuan. Pada normal embrio, epitel diantara median dan prosesus lateral nasal
dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi
tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan terbentuk celah.
2.4 Definisi Celah Bibir Dan Langitan
Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat
bawaan pada wajah. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus
facialis untuk bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana
melibatkan penutupan selubung ektoderma yang berkontak dengannya.
Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna
akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam
kandungan. Tingkat pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu
brupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan
yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan terjadi ketika
palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas
sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian
palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak kearah tenggorokan. Seringkali terjadi
bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada
kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses menelan, bicara dan mudah terjadi infeksi
pada saluran pernafasan karena tidak adanya sekat antara rongga mulut dan rongga hidung.
Infeksi juga dapat berkembang ke daerah telinga. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar
45% dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25% dan celah langitan saja 35%. Celah bibir
dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki – laki sedangkan celah
langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Perbandingan insiden celah bibir dengan
atau tanpa celah langitan antar anak laki- laki dan perempuan yaitu 2:1, sebaliknya
perbandingan insiden celah insiden celah langitan antara anak laki- laki dan perempuan
sekitar 1:2.
Celah palatum bilateral yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya protusi
maksila ke anterior pada bagian premaksila. Insiden terjadinya celah palatum yang
berhubungan dengan anomali ini lebih banyak pada ras negroid dibandingkan ras kulit putih.
Insiden terjadinya celah palatum tanpa celah bibir adalah 0,5 dari 1000 kelahiran.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan Dan Pertumbuhan Embriologi Kranifasial


3.1.1 Embriogenesis
Embriogenesis terdiri atas tiga tahap berbeda selama 280 hari pembuahan (10 hari
pada siklus menstruasi 28 hari). Hari pertama pasca-pembuahan, zygot berkembang dari satu
sel menjadi 16 selyang disebut morula. Sel ini sendiri tidak lebih besar daripada ovum
semula. Blastomer totipotensi awal ini dapat berkembang menjadi jaringan, tetapi nantinya
akan berdiferensiasi membentuk 100 sel blastosit yang terisi cairan, sebagai hasil dari
penyerapan cairan sel morula yang padat. Bagian luar sel membentuk tropoblast dan massa
sel dalam membentuk embrio. Selama periode ini, hasil pembuahan berjalan
Sepanjang saluran uterus, masuk ke uterus, serta tertanam dalam endometrium uterin,
pada hari ketujuh pasca pembuahan. Tropoblast berubah menjadi korion dengan
mengeluarkan vili. Penanaman korionik menghasilkan plasenta, organ perpindahan nutrisi
dan pembuangan produk sisa fetomaternal.
3.1.2 Neurolasi
Cangkram benih embrionik primodial terdiri dari dua lapisan benih primer
ektodermal, yang membentuk dasar rongga amniotik dan endodermal, yang membentuk atap
kantung telur. Ini adalah garis batas awal padahari ke-14, dari kutub anterior cakram yang
mulanya oval; penebalan endodermal, bidang prakordal muncul pada bakal midsephalik.
Bidang prakordal mendahului perkembangan daerah orofasial, mengeluarkan lapisan
endodermal dari membran orofaringeal; peranan membran ini akan dibicarakan lebih lanjut
dalam hubungannya dengan perkembangan mulut. Lapisan benih primer ketiga, mesodermal,
muncul pada awal minggau ketiga, sebagai hasil proliferasi sel ektodermal dan diferensiasi
pada daerah kaudal cakram embrionik. Tonjolan yang terbentutk di cakram memiliki groove
kraniokaudal, yang disebut garis primitif. Dari garis primitif terbentuk jaringan yang
berproliferasi dengan cepat serta disebut mesensim, yang membentuk mesodermal
intraembrionik, yang bergerak ke segala arah antara ektodermal dan endodermal, kecuali
pada daerah membran orofaringeal di depan dan membrankloakal di belakang. Munculnya
mesodermal akan mengubah cakram bilaminar menjadi trilaminar. Sumbu garis tengah
terlihat dengan pembentukkan notokord dari proliferasi dan diferensiasi ujung kranial garis
primitif. Notokord berakhir di depan pada bidang prakordal pada bakal kelenjar pituitari.
Notokord berfungsi sebagai sumbu rangka embrio, dan merangsang pembentukkan bidang
neural pada ektodermal di atasnya (ektodermal neural) dan mesodermal lateral merangsang
perkembangan epidermal (ektodermal kutaneus). Ketiga lapisan benih primer berfungsi atas
dasar diferensiasi jaringan dan organ serta berasal dari masing-masing lapisan.
Perkembangan ektodermal menjadi bagian kutaneus dan saraf dimulai pada hari ke-
20, dengan terbukanya lipatan ektodermal bidang saraf sepanjang garis tengah, membentuk
lipatan neural; membentuk groove neural. Pada hari ke-22, lipatan neural bergabung pada
daerah somit ketiga sampai kelima, daerah bakal osipital. Penutupan awal meluas ke sephalik
dan kaudal, membentuk neural tube, yang terbenam di bawah lapisan superfisial dari
ektodermal kutaneus.
Jaringan ektomesensimal ini disebut neural crest dari daerah asalnya, keluar dari crest
lipatan neural dimana pengaruh netralisasi dan epidermisasi terjadi. Sel-sel neural crest
membentuk jaringan terpisah yang dalam hubungannya dengan lapisan benih primer,
pluripotensial. Ektomesensim neural crest memiiliki daya pergerakkan yang besar, mengikuti
bidang pencungkilan alami antara mesodermal, ektodermal dan endodermal, serta mengarah
intramesodermal. Populasi ini tergeser baik melalui translokasi aktif yang berasal dari
pergeseran jaringan atau perpindahan sel aktif. Translokasi sel neural crest pada saat
mencapai titik akhir yang sudah ditentukan, mengalami sitodeferensiasi menjadi berbagai tipe
sel yang sebagian di antaranya membelah ketika bergerak, membentuk populasi yang lebih
besar pada titik akhir daripada awal. Sel-sel ini membentuk sumber utama dari komponen
jaringan ikat, termasuk tulang rawan, tulang, dan ligamen daerah wajah dan mulut, serta ikut
berperan membentuk daerah otot dan arteri.

Notochord
(terjadi induksi ektodermal, lalu terjadi poleferasi)
neural plate
(berpoliferasi)

neural fold

neural groove

neural tube
Pada saat terbentuknya neural tube terjadi pembentikan krista yang dikenaldengan
neural crest. Setelah neural crest terbentuk, neural crest meninggalkan neuroektoderm
ketempat-tempat tertentu. Setelah sampi ke tempat-tempat yang dituju neural crest
berdiiferensiasi menjadi sel otak,, pigmen, sel schwan, medula adrenal, dan mesensim.
Setelah itu mesenchim akan berdiferensiasi menjadi jaringan ikat sejati, jaringan tulang dan
jaringan gigi(Embriologi kraniofasial,1991:17-29).
3.1.3 Pertumbuhan dan perkembangan Kraniofasial:
3.1.3.1 Pembentukan kalvaria
Mesensim yang membentuk vault neokranium, mula-mula tersusun sebagai
membran kapsular disekitar otak yang sedang terbentuk. Membran ini terdiri dari dua lapisan
yakni lapisan dalam (endomenik) yang merupakan tempat asal neural crest dan lapisan luar
(ektomenik) yang merupakan tempat asal mesodermal. Dari lapisan dalam (endomenik)
tersebut terbentuk dua lapisan yang menutupi otak yang disebut dengan piameter dan
arahnoid. Untuk lapisan luar (ektomenik) terjadi deferensiasi yang lalu menjadi bagian dalam
durameter yang juga menutupi otak.
Pada bagian ektomenik ini terjadi peristiwa osteogenesis. Osteogenesis ektomenik
terjadi berupa pembentukan tulang intramembranosis diatas daerah otak yang nantinya
membentuk vault tengkorak atau yang disebut calvaria. Selain itu, lapisan luar ini juga
membentuk dasar kondrifikasi otak berupa kondrokranium yang nantinya berosifikasi
endokondral. Osifikasi tulang calvaria intramembranosis tergantung akan adanya otak. Ada
berbagai pusat osifikasi primer dan sekunder yang terbentuk dari lapisan luar untuk membuat
tulang individual. Lapisan luar (ektomenik) yang berasal dari mesodermal akan membentuk
sebagian besar tulang frontal, parietal, sphenoid, petrosal temporal dan occipital.
Pertumbuhan dari tulang calvaria ini sebenarnya merupakan kombinasi dari peristiwa
pertumbuhan suture, aposisi permukaan dan resorpsi, serta pergeseran kearah luar karena
perluasan otak. Pertumbuhan suture merupakan peristiwa dominant dalam perkembangan
tulang calvaria sampai tahun kehidupan ke 4. Dilanjutkan dengan aposisi permukaan yang
mengikuti menjadi semakin dominan. Untuk peristiwa remodeling dari peristiwa
pertumbuhan tulang calvaria mampu membuat bagian tulang yang melengkung menjadi datar
sebagai tempat daerah permukaan otak yang makin besar karena bertumbuh. Datarnya
lengkung dari tulang calvaria tersebut diperoleh dengan kombinasi erosi endokondral dan
deposisi ektokranial.

3.1.3.2 Pembentukan Suture


Suture adalah salah satu variasi dari sendi tulang yang tidak bergerak
(sinartrosis),yang terbatas pada tengkorak. Letaknya ditentukan secara genetic, tetapi
pengaruh lingkungan juga menentukan bentuknya. Suture berperan penting pada
pertumbuhan tengkorak. Walaupun suture membentuk ikatan yang kuat antar tulang-tulang
yang berdekatan, suture juga memungkinkan adanya sedikit pergerakan dan karena itu, dapat
menyerap stress mekanis. Tulang tengkorak intramembranosis dipisahkan oleh daerah-daerah
jaringan ikat, ligament sutural atau membrane, yang terbentuk dari beberapa lapisan.
Ligament sutural merupakan bagian dari membrane awal tempat osifikasinya tulang-
tulang. Tulang kalvaria terbentuk dalam ektomik dan suturenya terbentuk dari serat-serat
sejajar yang berhubungan dengan perikranium dan duramater. Sebaliknya tulang wajah
berosifikasi dalam mesensim yang relative tidak bersrtuktur dan serat-seratnya membentuk
sudut tangen terhadap tulang, tanpa adanya serat yang menghubungkan tulang-tulang yang
berdekatan, sampai ke dekat pertemuan sutural. Tulang rawan sekunder terbentuk dari
beberapa suture, terutama pada suture sagital dan midpalatal.
Suture dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Suture serrate – tepi tulang seperti gergaji atau bergerigi. Contohnya, suture sagital dan
koronal, yang bersama dengan tulang parietal artikulasi dan frontal yang berbentuk cembung,
memungkinkan kranium menahan benturan yang cukup kuat.
2. Suture dentikulat – tonjolan tulang artikulasi yang kecil dan seperti gigi, yang melebar ke
arah ujung bebasnya. Penggabungan ini menghasilkan kunci yang lebih kuat daripada suture
serrate. Contohnya adalah suture lambdoid.
3. Suture squamous atau bevel – salah satu tulang menumpuk pada tulang yang lain, seperti
pada suture squamous antra tulang parietal dan temporal. Tulang artikulasi tampak memiliki
bevel resiprokal, satu di dalam, satu di luar. Permukaan bevel dapat bergerigi atau berlekuk-
lekuk.
4. Suture bidang atau tumpul – permukaan tulang berujung datar biasanya diperkasar dan tidak
teratur. Contohnya adalah suture midpalatal.
Tipe penghunbung fibrosa yang lain pada tengkorak umumnya lebih khusus dan tidak
diklasifikasikan sebagai suture.
1. Schindylesis – tipe artikulasi “tongue in groove’, dimana bidang tulang yang tipis masuk ke
celah tulang yang lain. Contohnya adalah artikulasi bidang tulang etmoid yang tegak dengan
vomer.
2. Gomphosis – tipe artikulasi pig in hole, dimana prosesus konikal dari salah satu tulang masuk
melalui bagian tulang lain seperti soket. Contohnya adalah artikulasi prosesus stiloid (prefusi)
dengan tulang petrosal temporal. Melalui pemanjangan, perlekatan gigi-gigi dengan alveolus
rahang atas dan bawah, juga disebut gomphosis. Suture koronal dan sagital, melalui
interdigitasi dari proyeksi tulang frontal dan parietal, membentuk beberapa struktur sendi
gomphosis untuk menahan tekanan mekanis yang mengenainya.

3.1.3.3 Pembentukan dasar cranial


Daerah sentral dasar cranial terdiri dari bagian prekordral dan kordal yang saling
bertemu pada sudut di fosa hipofisial. Sudut bawah, terbentuk dari garis nasion ke sela,
kebasion pada bidang sagital. Yang mulanya sangat tumpul, kira-kira 150 derajat pada
embrio berumur 4 minggu (tahap prekartilage). Membengkok menjadi 130 derajat, pada
embrio 7-8 minggu. Akan menjadi lebih runcing pada umur 10 minggu (tahap pra ossifikasi),
seluruh bagian kepala naik karena perluasan leher, mengangkat wajah dari otak. Antara 10-12
minggu dasar kranial membentuk sudut yang melebar, antara 125 -130derajat dan
mempertahankan angulasi ini postnatal. Pendataran kranial mungkin karena pertumbuhan
otak yang cepat selama fetus(Embriologi kraniofasial,1991:101).
Antara minggu 10-40, bagian depan dasar cranial bertambah besar dan lebar tujuh kali
lipat, sedangkan bagian belakang tumbuh lima kali lipat. Pertumbuhan batang otak dan tubuh
tulang spenoid serta basisosipital, lambat, menghasilkan dasar yang stabil.

3.1.3.4 Pembentukan rangka wajah


Rangka dan jaringan ikat pada muka (kecuali kulit dan otak) berasal dari neural crest
di kranial Sel ini memberi pola pertumbuhan dan perkembangan pada muka. Pertumbuhan
fasial mulai sejak penuupan neuropore minggu ke 4 masa kehamilan migrasi, adhesi,
proliferasi sel-sel neural crest.
Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu :1
1. Sentra prosensefalik
Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang
frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksiladan septum nasal (regiofronto-
nasal).1
2. Rombensefalik
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah
(regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap) akibat
impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.1
3. Diasefalik
Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbitadan ala nasi, selanjutnya ke arah
filtrum; dan filtrum merupakan pertanda (landmark) satu-satunya dari diacephalic borders
yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.
Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan :
a. sentra prosensefalik
b. sentradiasefalik
c. sentra rombensefalik1

Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks sel-sel


neural crest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa displasi,
normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi. Perkembangan palatum berlangsung
pada minggu ke 4 – 12 kehamilan. Setelah penutupan neuropore (pada minggu ke-4), primary
palate membentuk premaksila
(sentra prosensefalik). Rangkaian prosesnya terdiri dari inisialisasi, proliferasi neural crest
dan pertumbuhan mesenkim membentuk prosesus frontonasal. Secondary palate (90% hard
palate dan 10% soft palate) dibentuk dari segmen lateral (sentra rombensefalik, pada minggu
ke-6), yang kemudian akan mengalami fusi dengan median plane (akhir minggu ke-7).1

3.1.3.5 pembentukan palatum


Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan
dengan pertumbuhan mandibula, palatine shelves terproyeksi pada bidang horizontal;
mengalami fusi di medial dengan septum nasi (minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk
palatum bagian anterior sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median
memungkinkan proses penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis tengah,
membentuk palatum secara utuh.
Secara ringkas, rangkaian proses pembentukan secondary palate terdiri dari
pertumbuhan sel mesenkim (proliferasi dan migrasi) dilanjutkan elevasi palatine shelves,
proses fusi yang terdiri dari kontak epitel, epithelial breakdown (programmed cell death)
dilanjutkan oleh penggantian sel-sel mesenkim di garis
median. Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral
bibir atas, dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum) dibentuk
oleh fusi premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini kemudian mengalami
kontak membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan yang terjadi pada rangkaian
proses sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan adanya celah baik pada bibir
(jaringan lunak) maupun gnatum, palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka
tulang). Dan berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa sumbing bibir dan langitan, merupakan
suatu bentuk malformasi (aplasi-hipoplasi) yang paling ringan dari facial cleft, yang
mencerminkan gangguan pertumbuhan pada sentra prosensefalik rombensefalik dan
diasefalik.

3.2 Macam-Macam Kelainan Kongenital


A) Kelainan Kongenital Jaringan Lunak
1. Makroglosia
Pembesaran lidah dapat merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh
hipertrofi otot lidah. Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan terbentuk
pada tepi lateral lidah, seperti kerang.
Makroglosia dapat terlihat pada sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat
kekurangan hormon kelenjar tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan kelainan
yang didapat, selain karena faktor perkembangan misalnya, karena kehilangan gigi geligi
rahang bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah dapat pula disebabkan oleh
tumor, radang dan perubahan hormonal (misalnya pada kretinisme dan akromegali).
Bergantung pada derajat keparahan dan potensinya untuk menimbulkan problem
dalam rongga mulut, pembesaran lidah dapat dikurangi dengan tindakan bedah.

2. Mikroglosia
Mikroglosia adalah lidah yang kecil. Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat
ditemukan pada sindrom Pierre Robin yang merupakan kelainan herediter.
Pada hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada
saraf hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah menjadi atrofi
dan tubuh lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat pada lidah, juga menimbulkan
kerusakan ditempat lain.

3. Ankiloglosia (tongue tie)


Ankiloglosia merupakan perlekatan sebagian atau seluruh lidah kedasar mulut.
Frenulum lingualis melekat terlalu jauh kedepan dan terlihat pada posisi bervariasi, yang
paling parah bila terletak pada ujung anterior lidah. Pergerakan lidah dapat terhambat dan
penderita tidak dapat menyentuh palatum keras dalam posisi mulut terbuka. Bicara dapat
terganggu. Kasus ringan tidak membutuhkan perawatan, sedangkan kasus berat berhasil
diobati dengan bedah untuk memperbaiki perlekatan frenulum.
4. Sumbing Lidah (cleft tongue)
Sumbing lidah terjadi akibat terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah.
5. Tiroid Lingual
Tiroid lingual tampak sebagai suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen
caecum yang mengandung jaringan tiroid.
Patogenesis: kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu
ke 5, intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os hyoideum dan
os tiroid. Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual. Secara normal, perjalanan
penurunan ini merupakan suatu saluran yang akhirnya menghilang karena atrof, tetapi
kadang-kadang sisa saluran tertinggal dan terbentuk kista (kista tiroglosus).

6. Kista Tiroglosus
Mikroskopis: dinding kista mengandung sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel
kelenjar tiroid yang mengandung koloid.
Kista ini perlu dibedakan dengan kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya
kista brankiogenik yang letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke samping. Pada
gambaran mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung sisa-sisa kelenjar tiroid, tetapi
terdiri atas folikel jaringan limfoid yang padat serta dilapisi oleh epitel gepeng berlapis
sebagai lapisan dalam dinding kista.
7. Median Romboid Glositis
Median romboid glositis merupakan kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan
embrional. Kedua tuberkulum lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan tidak menutup
bagian tengah yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak sebagai suatu daerah
berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena radang dengan permukaan licin
karena tidak berpapil.
Mikroskopis: ditemukan akantosis dengan fibrosis jaringan dibawahnya dan sebukan sel
radang akut sehingga secara histologis merupakan radang. Secara patogenetik, kelainan ini
termasuk golongan cacat kongenital.

8. Lidah Geografik
Biasanya terjadi pada anak-anak. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak
daerah kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila filiformis dikelilingi daerah
sedikit menonjol dan berbatas tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih kekuningan.
Papila fungiformis tetap ada. Gambaran dapat berubah ubah sehingga dinamakan glositis
migratoris jinak. Lesi umumnya tidak sakit, tetapi kadang-kadang timbul rasa sakit, terutama
ketika memakan makanan asin dan pedas. Jarang sekali disertai dengan stomatitis areata
migrans pada sisi lain mukosa mulut yang umumnya pada mukosa labial atau bukal.
Gambaran mikroskopisnya sama dengan stomatitis areata migrans, yaitu tampak
perpanjangan rete peg dan ada infiltrasi sel neutrofil.
9. Hairy Tongue
Tampak bagian tengah belakang lidah lebih merah dengan permukaan seperti berambut
karena hipertrofi papila filiformis.
Lidah dapat mempunyai bentuk dan pergerakan yang berbeda beda karena pengaruh
faktor genetik dan turunan. Lidah dapat berbentuk seperti gulungan atau berfisura dengan sisi
lateral menyentuh garis tengah. Beberapa penderita dapat mengontrol otot pada ujung lidah
untuk membuat bentuk daun daun semanggi, dinamakan lidah trefoil. Ada pula penderita
yang mempunyai genetik untuk mampu menggerakkan lidah kebelakang dan keluar dari
rongga mulut, dinamakan lidah menelan. Kesemua bentuk lidah yang dapat melakukan
pergerakan ini bukan menunjukkan kelainan genetik bawaan maupun penyakit, tetapi
merupakan keadaan normal bagi mereka yang dapat melakukan pergerakan tersebut.

B) Kelainan Kongenital Jaringan Keras


1. Torus
Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang
tidak berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak
radiopak dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang.
Pada garis tengah palatum keras, tampak sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel
didaerah sutura palatal bagian tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng,
nodular atau lobular dan dinamakan torus palatinus.
Mandibula umumnya merupakan massa putih bilateral di bagian lingual akar gigi
premolar dan dinamakan torus mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau
multipel, unilateral atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari
kaninus sampai molar pertama.
Umumnya, torus menjadi jelas sesudah dewasa meskipun kadang-kadang pada anak-
anak sudah jelas. Pasien umumnya tek menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter
gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi
bervariasi dengan usia. Rasio wanita:pria adalah 2:1
Torus dapat disebabkan oleh faktor genitik atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi
tidak begitu kuat karena frekuensi kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan laki-
laki Eskimo meskipun fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita
Eskimo sering mengunyah sejenis tumbuhan.
Gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat dan kompak, dengan daerah
sentral tulang lebih spongiosa dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang.
Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial atau bukal dari lingir
alveolar maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini
tidak membutuhkan perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat
dilakukan pengambilan secara bedah.

2. Agnasia
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi
telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga
telinga bertemu di garis tengah.
Agenesis absolut mandibula masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah
juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya
mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang
tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia
sering juga disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.

3. Mikrognasia
Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula
dipakai untuk menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat
retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka
seperti burung.
Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom,
dapat pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis rematoid
juvenilis.
Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya
adalah kelainan perkembangan atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma pada saat
lahir atau infeksi pada telinga dapat menyerang pusat pertumbuhan kepala sendi.
Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral
dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.
Mikrognasia rahang atas ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom
akrosefalosindaktilia yang karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia tangan dan
kaki dan pada sindrom down.
Keadaan ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi
geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga gigi tidak
dapat beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi atau mengganngu
estetik.

4. Makrognasia
Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang bawah, hal ini dapat
menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol.
Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit
serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita mempunyai tumor
kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus menerus pada tempat tertentu,
misalnya jari dan tulang mandibula.
Beberapa kelainan menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan
sindrom seperti sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia
rahang bawah yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain seperti
deformitas telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom Treacher Collins.
Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia rahang atas
sebagai bagian suatu sindrom, misalnya sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down
merupakan penyakit genetika yang paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang
atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan kraniofasial
sinostosis yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang
kecil sehingga menyebabkan muka melesak kedalam.

5. cleft lip dan cleft palate

Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang
didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut
(palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan
menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan
cleft, yaitu:
• Cleft lip tanpa disertai cleft palate
• Cleft palate tanpa disertai cleft lip
• Cleft lip disertai dengan cleft palate

Gambar 1. Gambar
Macam-macam Cleft lip

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit
sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral)
bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan (Anonim, 2009).
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu.
Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi
dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan
akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk
celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa
jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan
tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung,
konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan
semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga
menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft
palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat
juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
ETIOLOGI CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)
Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh pewarisan
multi-faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa generasi. Teratogen
tertentu terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling utama adalah virus rubella,
thalidomide, aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu dapat juga disebakan oleh kebiasaan
merokok saat trisemester pertama, dan juga mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat
kehamilan (pseudoephedrine, aspirin, ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy).
TANDA DAN GEJALA CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga
mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya
melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus
yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak,
tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.
Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan
indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat
menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam
berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan
untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali
memiliki suara hidung saat berbicara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi
pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-
geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan
oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang
menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi
cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang
telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini,
sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara
Gejalanya berupa:
a. pemisahan bibir
b. pemisahan langit-langit
c. pemisahan bibir dan langit-langit
d. distorsi hidung
e. infeksi telinga berulang
f. berat badan tidak bertambah
g. regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)
Gambaran Klinis
Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari pit atau
takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.
Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.
Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar
hidung.
Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.
Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau
merupakan sumbing yang sempurna.

Gambaran Klinis Celah Palatum


Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :
Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
Kelas II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum sekunder
tetapi tidak melampaui foramen insisivum.
Kelas III: Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing
palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan
sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas
sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai
foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas
III.
Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc.
Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali
bergerak.
3.3 Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan oral rutin yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan
dengan abnormalitas gigi, lengkung rahang, palatum lunak, palatum keras, dan lidah.
a) Gigi hilang yang dapat mempengaruhi bunyi konsonan
b) Lengkung alveolar sempit atau tidak
c) Adanya fistula pada palatum lunak atau keras
d) Malposisi memperberat keadaan si pasien sehingga menghasilkan bunyi berdesis seperti “s”
dan “z”.

Pemeriksaan penunjang
1. Cephaloroentgenograhps
Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal. Digunakan untuk mempelajari
pertumbuhan fasial dan tengkorak, membantu melihat bentuk atas dan bawah rongga mulut,
termasuk tengkorak dan ukuran dan bentuk bagian diatas palatum lunak yang mempengaruhi
ruang pernapasan dan membantu menentukan pembentukan spinal servikal dan ukuran serta
panjang palatum lunak.
2. Multiview vidiofluroscopy
Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula (dari depan, samping, dan bagian bawah
pada video tape). Ketiga hasil gambarnya digunakan untuk mengevaluasi fungsi
velofaringeal. Contoh: bicara, mengisap, dan mengunyah.
3.4 Mengetahui Perawatan Cleft Lip Dan Cleft Palate
Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan
berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah
menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech
therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi
saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.
1. Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis
khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari
intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis
terlebih dahulu sebelum diperbaiki. Perawatan Umum Pada Cleft Palatum
Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan
cleft palate yakni:
a. Intake makanan
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan
karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan
menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat
mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum
oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus
yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri
dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup.
Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang selang
Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk
memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan akrilik yg elastic untuk bayi brumur 1-
2 minggu, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan
pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan
wajah pasien, tapi beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center-center cleft seperti
Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena
pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau
dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg
baru sesuai dg pertumbuhan pasien. Obturator juga harus di bersihkan otherwise malah jd
sumber infeksi… jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat mutlak, dengan
berbagai pertimbangan tsb jadi dokter memutuskan perlu atau tidaknya tergantung situasi dan
kondisi. Membersihkan mulut setelah di beri susu dan off course menghindari infeksi dengan
memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi tali untuk membantu agar mudah dilepaskan,
tapi ada pula jenis yg tidak perlu di beri tali,
Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini
bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang
panjang menutupi lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan;
karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar sehingga air susu
dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung.
Cara menyusui nya untuk menghindari tersedak, dengan posisi sebagai berikut.
Setelah operasi baik bibir maupun langit2 biasanya tidak di sarankan untuk memakai dot,
disaranakan untuk memberikan susu pakai sendok, hal ini diperlukan untuk memberi waktu
penyembuhan luka jaringan post operasi
b. Pemeliharaan jalan nafas
Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan
retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus
genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau
total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom).
c. Gangguan telinga tengah
Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi
pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi
masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya
pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi
hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami
gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk
ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat
dicegah.
2. Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi,
dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi
bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada
proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft
palate dapat berfungsi dengan baik.
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah
palatum, yaitu:
i) Teknik von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik
operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap
bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki
kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk
menutup celah palatum.
ii) Teknik V-Y push-back
Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum
unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial
sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah
panjang palatum yang diperbaiki.
iii) Teknik double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan
membuat suatu fungsi dari m.levator.
iv) Teknik Schweckendiek
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum
molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si
anak mendekati usia 18 bulan.
v) Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua
flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar.
Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun
untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi
suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara
yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah.
Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan
pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia
4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai
persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan
operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan
minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan
biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan
setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama
tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien
harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh
makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi
dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari
jebolnya daerah post operasi.
BAB 1V
KESIMPULAN

Kelainan tumbuh kembang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan eksternal dan


internal tubuh manusia, mulai dari yang sederhana (misal, cacat pada mukosa mulut seperti
median romboit glositis) sampai yang komplek (misal, sumbing palatum dan sindrom
Treacher Collins). Keadaan patologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrnsik, misalnya
lingkungan dan faktor instrinsik, yaitu gen. Cacat lahir daat berasal dari perubahan
lingkungan selama dalam kandungan, seperti keadaan toksik, hipoksia yang menyebabkan
terjadi palsi cerebral, dan cacat mental.
Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali
menyebabkan menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penenlanan yang sangat berat.
Sering kali terjadi peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi
kongenital seperti ketidak mampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran.
Berbeda dengan celah bibir, celah alatum atau palatoschisis merupakan suatu kelainan yang
sering terjadi bersamaan dengan celah bibir dan alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya.
Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses penelanan, bicara, dan mudah terjadi
infeksi saluran pernafasan akibat tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga
hidung. Infeksi ini juga dapat berkembang ke telinga.
Faktor yang mempengaruhi kelainan congenital skeletal dentomaksilo facial :
A. Faktor lingkungan
1. Agen-agen infektif
a. Virus rubella/campak jerman
Virus rubella dapat menyebabkan malformasi pada mata, telinga, bagian dalam, jantung dan
gigi
b. Syphilis
c. Herpes simplex virus
2. Radiasi
Efek teratogenik radiasi pengion telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu dan
diketahui benar bahwa mikrosefali, cacat tengkorak, celah palatum terjadi karena pengobatan
wanita hamil dengan sinar X atau radium dosis tinggi. Sifat kelainannya tergantung pada
dosis radiasi dan tingkat perkembangan janin pada saat diberi penyinaran.
3. Zat-zat kimia
Obat-obatan yang dikonsumsi selama masa kehamilan diketahui bersifat teratogenik.
Contohnya, obat anti konvulsan (Ibuprofen dan diasepam) yang bisa mengakibatkan celah
palatum, obat analgesic yang mengakibatkan celah bibir.
4. Hormon
Contohnya, hormone hidrokortison yang diekskresi secara berlebih menyebabkan celah
bibir
5. Penyakit ibu
Gangguan metabolisme karbohidrat pada ibu yang menderita diabetes menyebabkan
insiden lahir kematian tinggi. Janin yang terlalu besar dan malforasi konginetal.
6. Defisiensi nutrisi
Khususnya kekurangan vitamin telah terbukti bersifat terratogenik.
7. Hipoksia

B. Faktor kromosom dan genetik


Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan dan
merupakan penyebab penting malformasi kongenital. Salah satu kelainan kromosom adalah
trisomi21 atau syndrome down. Syndrome down biasanya disebabkan oleh adanya satu kopi
ekstra kromsom21 atau trisomi21. Secara klinis, ciri-ciri anak penderita syndrome down
antara lain kelainan kranio facial, keterbelakangan pertumbuhan, wajah mendatar dan telinga
kecil. Pada 95% kasus, syndrome ini disebabkan oleh trisomi21 karena meiosis non
disjunction dan pada 75% diantaranya, nondisjunction terjadi pada saat pembentukan oosit .

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari pit atau
takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.
Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.
Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.
Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.
Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan
sumbing yang sempurna.
Gambaran Klinis Celah Palatum
Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :
- Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
- Kelas II : Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum
sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum.
- Kelas III : Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet.
Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum.
Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi
tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari
uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga
termasuk kelas III.
- Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc.
Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali
bergerak.
- Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter khusus yang
mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara,
audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter
gigi spesialis orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik. Perawatan dapat dilakukan sejak bayi
lahir. Waktu yang tepat untuk melakukan operasi sangat bervariasi, tergantung dari keadaan
kasus itu sendiri. Tapi biasanya operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan
pada saat bayi berusia tiga bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi
untuk menutup celah pada langit-langit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira
enam bulan. Kedua operasi tersebut dilakukan dengan bius total.

- Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan untuk memperbaiki
penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langit-langit rongga mulut. Jika ada celah
pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone graft (implant tulang). Untuk memperbaiki
kesulitan dalam berbicara, anak dapat menjalani terapi bicara dengan ahli terapi bicara.
Dokter gigi spesialis anak dan orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan
dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak
timbul kelainan-kelainan lain pada rongga mulut.
3.2.1 Patogenesis Kelainan Kongenital Skeletal

Patogeneis celah bibir bibir dan palatum

Pertumbuhan dan perkembangan wajah serta rongga mulut merupakan suatu proses yang
sangat kompleks. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah
serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan (congenital). Kelainan bawaan adalah suatu
kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika
dia dilahirkan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-langit. Sumbing bibir merupakan
kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola normal pertumbuhan
muka dalam bentuk defisiensi prosesus muka merupakan penyebab kesalahan perkembangan
bibir. Karena tidak menyatunya sebagian atau seluruh proc. maksila dengan proc nasalis
medialis pada satu atau kedua sisi. Sebagian besar ahli embriologi percaya bahwa defisiensi
jaringan terjadi pada semua deformitas sumbing sehingga stuktur anatomi normal tidak
terbentuk. Periode perkembangan struktur anatomi bersifat spesifik sehingga sumbing bibir
dapat terjadi terpisah dari sumbing palatum, meskipun keduanya dapat terjadi bersama-sama
dan bervariasi dallam derajat keparahannya bergantung pada luas sumbing yang dapat
bervariasi mulai dari lingir alveolar (alveolar ridge) sampaii ke bagian akhir dari palatum
lunak.

Sumbing bibir umumnya terjadi pada minggu ke 6 hingga 7 itu, sesuai dengan waktu
perkembangan bibir normal dengan terjadiinya kegaggalan penetrasi dari sel mesodermal
pada groove epitel di antara proc. nasalis medialis dan lateralis.

Kelainan Kongenital Skeletal adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun
metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan. Salah satunya adalah
celah bibir dan langit-langit.

Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu keempat
sampai minggu kedelapan masa embrio. Gangguan pertumbuhan ini tidak saja menyulitkan
penderita, tetapi juga menimbulkan kesulitan pada orangtua, terutama ibu. Tidak saja dalam
hal pemberian makan, tetapi juga efek psikologis karena mempunyai anak yang “tidak
sempurna”.
Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya celah bibir :

1. Teori Fusi

Disebut juga teori kalsik. Pada akhir minggu keenam dan awal minggu ketujuh masa
kehamilan, processus maxillaries berkembang kea rah depan menuju garis median, mendekati
processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus
maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi.

1. Teori Penyusupan Mesodermal

Disebut juga teori hambatan perkembangan. Mesoderm mengadakan penyusunan


menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang normal. Bila terjadi kegagalan migrasi
mesodermal menyebrangi celah bibir akan terbentuk.

1. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial


Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memrlukan jaringan mesodermal yang
bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada
maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk
celah bibir.

D. Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal

Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya
fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan
membentuk bibir bagian tengah.

3.2.2 Macam-macam Kelainan Kongenital Skeletal

• Sumbing

Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan congenital yang sering kali menyebabkan
menurunnya fungsi bicara, pngunyahan, dan penelanan yang sangat berat. Sering kali terjadi
peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi congenital seperti
ketidakmampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran.

Sumbing bibir dan palatum ditemukan pada hampir 50% kasus. Sumbing bibir saja
merupakan 25% kasus, dapat terjadi pada 1 diantara 700-1000 kelahiran dengan predileksi
ras yang bervariasi. Sumbing palatum saja lebih sedikit disbanding sumbing bibir, insidennya
anatara 1 daiantara 1500-3000 kelahiran. Sumbing bibir dengan atau tanpa sumbing palatum
lebih sering pada pria dan sumbing palatum saja lebih sering pada wanita.

Umumnya sumbing bibir dan palatum dibagi dalam empat kelompok besar

• Sumbing bibir
• Sumbing palatum

• Sumbing bibir dan palatum unilateral

• Sumbing bibir dan palatum bilateral

Sumbing bibir dan mulut lainnya adalah:

• Pit pada bibir


• Cekungan linear pada bibir

• Sumbing palatum submukosa

• Bifid uvula dan lidah

• Sumbing muka yang meluas melalui hidung, bibir, dan rongga mulut

Deformitas sumbing dapat sangat bervariasi dari alur dalam kulit dan mukosa sampai meluas
membelah tulang dan otot. Kombinasi sumbing bibir dan palatum merupakan deformitas
sumbing yang paling sering terlihat .

Beberapa pendapat tentang klasifikasi celah :


1. Berdasarkan organ yang terlibat

a. Celah di bibir (labioskizis)

b. Celah di gusi (gnatoskizis)

c. Celah di langit (palatoskizis)

d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit
(labiopalatoskizis)

2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

a. Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.

b. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.

c. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga
ke hidung.

• Defek tabung saraf


Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda
spinalis. Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk tabung pada
hari ke 29 setelah pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka
akan terjadi defek tabung saraf.
Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau
meninggal segera setelah lahir.
2 macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan:
- Spina bifida, terjadi jika kolumna spinalis tidak menutup secara sempurna di
sekeliling korda spinalis.
- Anensefalus, terjadi jika beberapa bagian otak tidak terbentuk.

- Cerebral palsy
Biasanya baru diketahui beberapa minggu atau beberapa bulan setelah bayi lahir, tergantung
kepada beratnya kelainan.

- Sindroma Down
Merupakan sekumpulan kelainan yang terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dengan
kelebihan kromosom nomor 21 pada sel-selnya.
Mereka mengalami keterbelakangan mental dan memiliki wajah dan gambaran fisik lainnya
yang khas; kelainan ini sering disertai dengan kelainan jantung.

3.2.3 Pemeriksaan Kelainan Kongenital Skeletal

1. Tes darah
Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan positif hamil. Contoh darah
akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi virus tertentu atau resus antibodi. Contoh
darah calon ibu juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran menemukan,
kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berarti ia memiliki risiko yang tinggi memiliki
bayi dengan sindroma Down.

2. Alfa Fetoprotein (AFP)


Tes ini hanya pada ibu hamil dengan cara mengambil contoh darah untuk diperiksa. Tes
dilaksanakan pada minggu ke-16 hingga 18 kehamilan. Kadar Maternal-serum alfa-
fetoprotein (MSAFP) yang tinggi menunjukkan adanya cacat pada batang saraf seperti spina
bifida (perubahan bentuk atau terbelahnya ujung batang saraf) atau anencephali (tidak
terdapatnya semua atau sebagian batang otak). Kecuali itu, kadar MSAFP yang tinggi
berisiko terhadap kelahiran prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah.

3. Sampel Chorion Villus (CVS)


Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan berisiko menyebabkan
abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan kerusakan pada
kromosom. Serta untuk mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu mendeteksi
adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel, fibrosis berkista, thalasemia,
dan sindroma Down.

4. Ultrasonografi (USG)
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan struktural pada janin, seperti; bibir sumbing atau
anggota tubuh yang tidak berkembang. Sayangnya USG tidak bisa mendeteksi kecacatan
yang disebabkan oleh faktor genetik. Biasanya USG dilakukan pada minggu ke-12
kehamilan. Pada pemeriksaan lebih lanjut USG digunakan untuk melihat posisi plasenta dan
jumlah cairan amnion, sehingga bisa diketahui lebih jauh cacat yang diderita janin.
Kelainan jantung, paru-paru, otak, kepala, tulang belakang, ginjal dan kandung kemih, sistem
pencernaan, adalah hal-hal yang bisa diketahui lewat USG.

5. Amiosentesis
Pemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas 35 tahun. Karena hamil di
usia ini memiliki risiko cukup tinggi. Terutama untuk menentukan apakah janin menderita
sindroma Down atau tidak. Amniosentesis dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion
melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang mengandung sel-sel janin, bahan-bahan kimia,
dan mikroorganisme, mampu memberikan informasi tentang susunan genetik, kondisi janin,
serta tingkat kematangannya. Tes ini dilakukan pada minggu ke-16 dan 18 kehamilan. Sel-sel
dari cairan amnion ini kemudian dibiakkan di laboratorium. Umumnya memerlukan waktu
sekitar 24 sampai 35 hari untuk mengetahui dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut.

6. Sampel darah janin atau cordosentesis


Sampel darah janin yang diambil dari tali pusar. Langkah ini diambil jika cacat yang
disebabkan kromosom telah terdeteksi oleh pemeriksaan USG. Biasanya dilakukan setelah
kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa mendeteksi kelainan kromosom, kelainan
metabolis, kelainan gen tunggal, infeksi seperti toksoplasmosis atau rubela, juga kelainan
pada darah (rhesus), serta problem plasenta semisal kekurangan oksigen.

7. Fetoskopi
Meski keuntungan tes ini bisa menemukan kemungkinan mengobati atau memperbaiki
kelainan yang terdapat pada janin. Namun tes ini jarang digunakan karena risiko tindakan
fetoskopi cukup tinggi. Sekitar 3 persen sampai 5 persen kemungkinan kehilangan janin.
Dilakukan dengan menggunakan alat mirip teleskop kecil, lengkap dengan lampu dan lensa-
lensa.
Dimasukkan melalui irisan kecil pada perut dan rahim ke dalam kantung amnion. Alat-alat ini
mampu memotret janin. Tentu saja sebelumnya perut si ibu hamil diolesi antiseptik dan diberi
anestesi lokal.

8. Biopsi kulit janin


Pemeriksaan ini jarang dilakukan di Indonesia. Biopsi kulit janin (FSB) dilakukan untuk
mendeteksi kecacatan serius pada genetika kulit yang berasal dari keluarga, seperti
epidermolysis bullosa lethalis (EBL). Kondisi ini menunjukkan lapisan kulit yang tidak
merekat dengan pas satu sama lainnya sehingga menyebabkan panas yang sangat parah.
Biasanya tes ini dilakukan setelah melewati usia kehamilan 15-22 minggu.

3.2.4 Maloklusi dan klasifikasi maloklusi

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang normal.

Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau malrelasi rahang pada tiap
ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau transversal.

(Huoston, 1989)

ETIOLOGI MALOKLUSI

Graber menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi maloklusi sebagai berikut ini:

1. Faktor umum : faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi yang meliputi:

- Herediter

- Kelainan kongenital

- Lingkungan:

- Prenatal

- Postnatal

- Penyakit atau gangguan metabolisme

- Problema diet

- Kebiasaan jelek dan aberasi fungsional:

- Abnormal sucking

- Thumb and finger sucking

- Tongue thrust and tongue sucking


- Lip and nail biting

- Abnormal swallowing habits

- Speech defects

- Respiratory abnormalities

- Tonsils and adenoids

- Bruxism

- Posture

- Trauma dan kecelakaan

b. Faktor lokal : faktor yang berpengaruh langsung pada gigi, yang terdiri atas:

- Anomali jumlah gigi:

- Gigi kelebihan

- Missing

- Anomali ukuran gigi

- Anomali bentuk gigi

- Frenulum labial abnormal

- Kehilangan prematur

- Retensi

- Erupsi gigi permanen terlambat

- Pola erupsi gigi abnormal

- Ankilosis

- Karies gigi

- Restorasi gigi yang tidak baik

MALOKLUSI

1. Maloklusi dapat dibagi menjadi 3 golongan yakni :


2. Dental dysplasia
3. Skeleto dental dysplasia
4. Skeletal dysplasia

1. Dental dysplasia

Adalah maloklusi yang disebabkan oleh relasi yang tidak harmonis dari gigi-gigi. Berbagai
posisi gigi dapat terjadi dalam deretan lengkung gigi, seperti misalkan terjadinya : rotasi,
labioversi, linguoversi, impaksi, gigi yang berjejal-jejal, ektopioc, dsb.dalam hal ini maka
relasi dari tulang rahangnya masih normal dan fungsi dari otot-otot adalah baik.

1. Skeleto dental dysplasia

Dalam hal ini tidak adanya gigi-giginya yang maloklusi, tapi juga meliputi rahang. Dimana
hubungan antara tulang maksila dan mandibula adalah tidak normal, atau dapat pula maksila
atau mandibulanya atau kedua-duanya hubungannya dengan cranium adalah tidak normal.
Maloklusi ini adalah sangat kompleks dan memerlukan perawatan yang khusus.

1. Skeletal dysplasia

Maloklusi ini disebabkan karena malrelasi antara maksila dan mandibula, atau karena
malrelasi dari tulang rahang dan kraniumnya.kedudukan gigi-giginya ada kemungkinan
normal. Maloklusi semacam ini sering menunjukkan bentuk muka yang maju ke depan
(forward facial divergent) atau bentuk muka yang mundur ke belakang (backward facial
divergent). Hal ini disebabkan karena perkembangan kurang atau lebih dari tulang rahang.

1. B. Secara lebih terperinci maloklusi dapat dibagi menjadi 4 golongan :


1. Malposisi dan malrelasi dari tiap-tiap gigi
2. Malrelasi dari lengkung gigi dan tulang rahang
3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi
4. Malformasi dari tulang rahang

1. 1. Malposisi dan malrelasi gigi

Dalam keadaan ini terdapat kedududukan gigi yang abnormal, seperti : mesioversi, distoversi,
labioversi, torsiversi, infraversi, supraversi, dan perversi.

1. 2. Malrelasi lengkung gigi dan tulang rahang

Hal ini merupakan relasi yang tidak baik antara lengkungan geligi atas dan lengkungan geligi
bawah, dan hubungan yang tidak baik dari maxilla dan mandibula dalam dataran sagital atau
relasi antero-posterior.

1. 3. Kurangnya perkembangan dari bentuk lengkung gigi

Kadang-kadang oleh karena adanya pertumbuhan dan perkembangan yang tidak baik, maka
lengkungan gigi menjadi sempit, dan untuk mempelajari anomaly yang berhubungan dengan
ini kita berpangkal pada raphe median line (median sagital plane of the face).
Garis median ini pada muka orang ialah melalui : trichion, glabella, pertengahan garis inter
pupil, ujung dari hidung, pertengahan dari bibir, pertengahan dari gnation dan pada model
ialah melalui papilla isisivus, perpotongan rugea kedua kanan kiri, pertengahan fovea palatine
kanan-kiri.

Bila lebih dekat dengan median line disebut contraction, = compression = introversion.

Bila menjauhi median line disebut distraction = extraversion.

1. 4. Malformasidari rahang dan gigi dan malposisi dari mandibula.

Maloklusi seperti ini adalah sering disebabkan karena adanya mandibula displacement baik
kekiri maupun ke kanan. Bila mandibula displace kekiri maka teraba bahwa kondil sebelah
kanan kedudukannya lebih kebawah dan kedepan serta ke medial (glides downward &
medialto medial line, sedangkan yang sebelah kiri kondilnya hanya memutar. Terlihat dalam
keadaan oklusi, maka terlihat gigi-gigi sebelah kanan gigi-gigi bawahnya lebih ke mesial adri
pada normal an hubungan bucco-lingual sebelah kanan tetap tak berubah, yang berubah
adalah hubungan antero-posteriornya. Sedangkan yang sebelah kiri akan berubah ke jurusan
atau dalam jurusan bucco-lingual, sehingga menyebabkan cross-bite, gigi bawah lebih keluar.

1. C. Maloklusi dapat berkembang dalam 3 dimensi:


1. Sagital (antero-posterior) ialah ditinjau dari orbital plane ada atau tidak adanya
protraction-retraction. Misalkan maloklusi kelas II atau kelas III.
2. Transversal (medio-lateral) ialah ditinjau dari raphe median line. Ada atau
tidaknya : contraction/distravtion.
3. Vertical ditinjau dari suatu garis yang menghubungkan tragus dan foramen
infra orbitalis dan tegak lurus orbital plane serta sejajar dengan bidang
horizontal. Garis ini disebut Frankfurt Horizontal Plane (F.P.H) tau sering pula
disebut sebagai gaya Eye Ear Plane (E.E.P). perkataan Frankfurt berasal dari
tempat dimana para sarjana anthtropology berkongres di Frankfurt.

Klasifikasi Angle

Klasifikasi maloklusi Angle berdasar pada hubungan rahang di bidang sagital. Kunci
klasifikasi Angle adalah hubungan antara molar pertama permanen rahang atas dan rahang
bawah. Molar pertama permanen digunakan sebagai kuncinya karena dianggap sebagai gigi
yang paling stabil, jarang berubah kedudukannya, karena gigi ini tertanam dalam tulang
zygomaticus yang sangat kuat.

Pada oklusi normal, cusp mesiobukal M1 permanen atas beroklusi dengan groove bukal
depan M1 permanen bawah.

Angle Klas 1

Maloklusi dimana terdapat hubungan antero-posterior rahang yang normal dilihat dari M1
permanen.

Angle Klas 2
Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke distal dari rahang atas, dilihat dari
hubungan M1 tetap.

Klas 2 dibagi menjadi dua divisi:

Divisi 1 : insisivus atas proklimasi sehingga terdapat peningkatan overjet

Divisi 2: insisivus pertama atas retroklinasi. Insisivus kedua selalu proklinasi dan overbite
dalam.

Angle Klas 3

Rahang bawah sekurang-kurangnya setengah cusp lebih ke mesial dari atas, dilihat dari
hubungan M1.

Oleh Dr. martin Dewey, maka kelas Idibagi menjadi atas beberapa tipe maloklusi dari Angle
yakni:

1. type I : Gigi-gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak dilabial

2.type II : Protusi atau labio versi dari insisiv atas

3.type III : Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas adalah lebih dari kea rah lingual terhadap
gigi insisiv bawah. (cross bite gigi depan/ anterior crossbite)

4.type IV :Crossbite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross bite)

5.type V : Mesial drifting dari molar yang disebabkan karena tanggalnya gigi depannya

6.type VI : Spacing, openbite,dll

Kelas II maloklusi (Angel) dapat dibagi atas:

1. Divisi I : bilateral distal —- insisiv atas protusi

Subdivisi. Unilateral distal (hanya menggunakan satu sisi saja)

1. Divisi II : Bilateral dital —- insisiv atas retrusi / step bite

Subdivisi. Unilateral distal

Kelas III Angle (Mesioklusi). Dapat berupa : Bilateral atau Unilateral — subdivisi. Kelas III
maloklusi dapat pula dibagi beberapa type yakni:

1. type 1 : hubungan incisornya adalah edge to edge


2. type 2 : insisiv atas menumpang pada insisiv bawah, seperti hubungan yang normal
dan insisiv bawah agak berjejal-jejal
3. insisiv atasnya adalah linguoversi —- cross bite dan hal ini merupakan progenik.
KLASIFIKASI ANGLE

Angle mendeskripsikan tujuh malposisi untuk satu gigi:

• Bukal atau labial


• Lingual

• Mesial

• Distal

• Torso (berotasi)

• Infra (erupsi tidak sampai garis oklusal)

• Supra (erupsi melebihi garis oklusal)

Penggolongan malposisi gigi ini dapat digunakan unruk menggambarkan maloklusi dengan
lebih lengkap.

(orthodontics: diagnosis and treatment)

3.2.5 Hubungan celah bibir dan celah palatum

Pertumbuhan dan perkembangan craniofasial dimulai pada trismeter pertama kehamilan.


Pada minggu ke lima terjadi pertumbuhan yang cepat pada tonjolan nasal media. Secara
simultan tonjolan maksila yang ada dilateral bergerak ke median. Pada minggu-minggu
selanjutnya tonjolan maksila bertemu dengan tonjolan nasal medial dan menekan tonjolan
nasal medial ke arah midline. Selanjutnya terjadi fusi membentuk segmen intermaksilari
yaitu bibir atas dan philtrum, rahang atas yang menyangga gigi anterior dan palatum primer.
Jika terjadi kegagalan fusi akan terjadi celah bibir. Pada minggu ke delapan palatum
sekunder tumbuh vertikal sampai sejajar dengan lidah lalu tumbuh horizontal dan keduanya
berfusi dengan palatum primer. Jika terjadi kegagalan fusi pada pemebentukan palatum akan
terjadi celah palatum. Jika ada celah bibir mungkin ada celah palatum tetapi kebanyakan
kasus jika ada celah bibir juga akan terdapat celah palatum. Tetapi jika ada celah palatum
belum tentu ada celah bibir karena pembentukan bibir lebih dulu daripada pembentukan
palatum.

3.2.6 Hubungan Kelainan Kongenital Skeletal dengan Maloklusi

Hubungan Kelainan Kongenital Skletal dengan Maloklusi

1. Kelainan celah palatum primer

Kelainan yang ada bervariasi dari lekukan bibir sampai celah bibir menyeluruh dengan
kelainan alveolar. Kelainan ortodonti dan gigi bersifat lokal serta tercermin pada maloklusi
yang masih dalam ambang normal. Celah alveolar terdapat pada daerah gigi seri kedua
sehingga kelainan gigi ini sering terlihat; gigi mungkin tidak tumbuh atau tumbuh tidak
sempurna dan/atau malposisi; atau terdapat dikkotomi gigi seri kedua dengan satu gigi peg
shaped kecil pada kedua sisi garis celah.
1. Kelainan celah palatum sekunder

Celah palatum lunak saja menimbulkan gangguan skletal ringan tetapi dapat berhubungan
dengan mikrognasia dan glosoptopis yang keduanya dapat menyebabkan maloklusi.

Bila palatum keras telah diperbaiki, rahang atas seringkali sempit sehingga gigi berjejal-jejal
(crowding) dan terdapat gigitan terbalik (crossbite, uni atau bilateral)

1. Celah yang mengenai palatum primer dan sekunder

Kasus ini menunjukan problem yang besar; operasi, gigi, ortodonsi, dan bicara. Faktor yang
menyebabkan maloklusi adalah kelainan maksila, bibir atas yang telah diperbaiki dan
kelainan gigi pada daerah celah yang semuanya dapat menimbulkan maloklusi.

1. Cerebral Palsy

Paralysis atau kurang koordinasinya otot karena lesi intrakranial kelainan neuromuskular,
yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi; misalnya lengkung geligi tidak normal atau
colaps.

1. Torticollis

Berkaitan dengan kekuatan otot yang abnormal, dimana terjadi pemendekan otot
cleidomastoid yang menyebabkan perubahan bentuk tulang cranium dan muka sehingga
terjadi asimetri muka.

1. Cleidoeranial Dysotosis

Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan maloklusi, dapat unilateral maupun bilateral,
tidak terbentuk clavicula parsial atau keseluruhan karena keterlambatan penutupan sutura
cranial, retrusi maksila, dan protrusi mandibula, gangguan erupsi gigi permanen dan gigi
sulung yang tidak tanggal. Akar gigi permanen pendek dan tipis dan gigi kelebihan juga
sering dijumpai.

1. Congenital Syphilis

Dapat menyebabkan bentuk gigi abnormal dan malposisi gigi.

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dihasilkan yaitu :

1. Kelainan kongenital adalah kelainan yang ada pada bayi sejak ia dilahirkan.
2. Etiologi dari kelainan kongenital adalah genetik dan non genetik (lingkungan, nutrisi,
trauma, obat-obatan, paparan radiasi, umur ibu hamil, infeksi pada ibu, aktivitas ibu
terlalu berat selama hamil dan psikologis ibu selama hamil)
3. Macam–macam kelainan kongenital pada kraniofasial gangguan wajah,
perkembangan kista, gangguan lidah, gangguan rahang, dan gangguan gigi.
4. Patogenesis dari cleft lips dan cleft palate dapat dijelaskan dengan berbagai teori,
namun pada dasarnya adalah terjadinya kegagalan pada penyatuan prosesus
maksilaris dan prosesus nasalis medialis selama proses tumbuh kembang kraniofasial
janin.
5. Kelainan kongenital dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik, laboratoris, dan
radiologi.

DAFTAR PUSTAKA

Speber,G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Hipokrates:Jakarta


Sudiono, Jantih.2008.Gangguan Tumbuh Kembang.EGC:Jakarta
www.klinikindonesia.com : Klinik Kesehatan, Kedokteran, Bisnis & Religius Online

Anda mungkin juga menyukai