Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua pertiga wilayah

negaranya adalah laut dan lautan dengan 13.667 buah pulau besar maupun

kecil, serta mempunyai garis pantai terpanjang di dunia, yaitu kurang lebih

80.791,42 km. Selain itu, kekayaan alam di dalamnya pun luar biasa banyaknya,

terutama dengan keanekaragaman jenis hewan (fauna), tumbuh-tumbuhan

(flora), serta bahan tambang dan mineral. Apalagi tingkat pencemaran laut

indonesia relatif kecil, yaitu hanya sekitar 0,2% bila dibandingkan dengan

pencemaran laut yang terjadi diseluruh dunia.

Akan tetapi sangat disayangkan, potensi laut Indonesia yang sedemikian

baiknya kurang dimanfaatkan secara optimal serta tidak diimbangi pula dengan

usaha pengembangan lebih lanjut. Sampai sejauh ini, sebagian besar petani ikan

(nelayan) hanya melakukan kegiatan pemungutan hasil laut saja tanpa adanya

usaha-usaha pengembangan. Namun demikian, ada juga sebagian kecil yang

sudah mulai dikembangkan, seperti pembudidayaan beberapa jenis ikan, udang,

dan rumput laut. Saat ini yang sedang banyak dikembangkan di Indonesia

adalah pembudidayaan rumput laut. Bahkan di beberapa daerah sudah

dilakukan secara besar-besaran. Contohnya, di teluk Jakarta, bahkan di propinsi

Sulawesi Selatan, tepatnya di daerah pesisir Takala, Bulukumba, dan Maros,

areal budidaya rumput laut lebih kurang seluas 775 Ha dengan hasil sekali

panen lebih kurang 170 ton.

Rumput laut (sea weed) merupakan hasil perikanan yang bukan berupa

ikan, tetapi berupa tanaman. Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan mentah,

seperti agar agar, karaginan dan algin. Rumput laut masih banyak diekspor

dalam bentuk bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering, sedangkan hasil
2

olahan rumput laut seperti agar, karaginan dan alginat masih banyak diimpor

dengan nilai yang cukup besar. Sedangkan agar itu sendiri mempunyai fungsi

karakteristik yang sangat dibutuhkan baik dalam industri pangan, kosmetik dan

farmasi sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Salah satu produk

unggulan dari rumput laut adalah agar-agar.

Menurut Widyorini (2010), permintaan agar-agar pada saat ini semakin

meningkat, maka hal ini dapat menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk

memproduksi agar-agar untuk kemudian dipasarkan ke seluruh daerah di

Indonesia sehingga tidak perlu import tepung agar-agar dari negara lain.

Indonesia berpotensi menjadi pengekspor tepung agar-agar terbesar di dunia

mengingat produksi rumput laut di Indonesia sangat melimpah. Salah satu

manfaat dari pembuatan tepung agar-agar di Indonesia adalah masyarakat

Indonesia dapat membeli produk tepung agar-agar dengan harga lebih murah,

selain itu pembuatan tepung agar-agar di Indonesia dapat meningkatkan kualitas

SDM masyarakat Indonesia.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dari pelaksanaan Praktikum ini adalah :

1. Mengetahui secara langsung tentang proses pengolahan tepung agar mulai

dari penerimaan bahan baku hingga menjadi produk tepung agar

2. Berpartisipasi langsung dalam kegiatan proses pengolahan tepung agar.

3. Mengetahui sarana dan prasarana dan teknik proses pengolahan tepung

agar.
3

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktikum ini adalah untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan wawasan tentang proses pengolahan tepung

agar.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Rumput Laut (Gracilaria sp)

2.1.1 Pengertian Rumput Laut (Gracilaria sp)

Rumput laut Gracilaria sp termasuk ke dalam kelas rumput laut/ alga merah

(Rhodophyta). Alga merah merupakan kelompok alga yang jenis-jenismnya

memiliki berbagai bentuk dan variasi warna. Namun demikian sebagai

indikasinya bahwa alga merah, adalah antara lain terjadinya perubahan warna

dari warna slinya menjadi ungu apabila alga tersebut terkena sinar matahari

secara langsung.

Rumput marga Gracilaria banyak jenisnya, masing-masing memiliki sifat

sifat morfologi dan anatomi yang berbeda serta dengan nama spesies yang

berbeda pula, seperti Gracilaria confervoide , Gravcilaria gigas, Gracilaria

verucosa. Beberapa ahli menduga bahwa rumput laut marga Gracilaria memiliki

jenis yang paling banyak dibandingkan marga lainnya (Angkasa, et al., 2011)

Menurut (Anggadireja, 2009), Kedudukan Taksonomi rumpu laut Gracilaria sp

adalah sebagai berikut:

Divisi : Rhodophyta

Klas : Rhodopyceae

Bangsa : Gigartinales

Suku : Gracilariaceae

Marga : Gracilaria

Jenis : Gracilaria sp

Berilkut adalah Gambar rumput laut Gracilaria sp:


5

Gambar 1. Rumput Laut Gracilaria sp

Sumber : https://lisa078.en.ec21.com, 2017

2.1.2 Ciri Umum Rumput Laut (Gracilaria sp)

Menurut Anggadiredja (2009), ciri-ciri umum rumput laut Gracilaria sp

adalah sebagai berikut :

a. Thallus berbentuk silindris/gepeng dengan percabangan, mulai dari

yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun.

b. Diatas percabangan umumnya bentuk thallus agak mengecil.

c. Permukaannya halus atau berbintil-bintil.

d. Diameter thallus berkisar antara 0,5-2 mm.

e. Warna thallus beragam, mulai dari warna hijau-cokelat, merah, pirang,

merah-cokelat, dan sebagainya.

f. Substansi thallus menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan.

2.1.3 Kandungan Gizi Rumput Laut (Gracilaria sp)

Persentase kandungan agar-agar pada Gracilaria berbeda-beda menurut

jenis dan lokasi pertumbuhannya, serta tergantung pada umur, bibit, lingkungan,

metode budidaya, panen dan cara penanganan primer, sehingga mempunyai

tingkat mutu dan harga yang berbeda-beda pula. Umumnya kandungan agar-

agar Gracilaria berkisar antara 16-45% (Kadi dan Atmadja, 1998).


6

Komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada jenis spesies,

tempat tumbuh dan musim (Winarno, 1990). Beberapa komponen-komponen

utama yang terdapat dalam makroalga laut adalah karbohidrat (gula atau

vegetable gum), protein, lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan

senyawa-senyawa garam natrium dan kalium. Rumput laut juga mengandung

vitamin, seperti vitamin A (β-karoten), B1, B2, B6, B12, dan vitamin C serta

mengandung mineral seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi, dan

iodium (Anggadiredja et al. 2006). Komposisi kimia dari rumput laut kering dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Kering

No Komponen Satuan Kandungan (per 100 g bahan)


1 Karbohidrat (g) gr 83,5
2 Protein (g) gr 1,3
3 Lemak (g) gr 1,2
4 Serat (g) gr 2,7
5 Abu (g) gr 4,0
6 Kalsium (mg) mg 756,0
7 Besi (mg) mg 7,8
8 Fosfor (mg) mg 18,0
9 Natrium (mg) mg 115,0
10 Kalium (mg) mg 107,0
11 Thiamin (mg) mg 0,01
12 Riboflavin (mg) mg 0,22
13 Niasin (mg) mg 0,20
Sumber: FAO (1972) dalam Fitri (1992)

Sedangkan rumput laut kering (Gracilaria sp) memiliki komposisi kimia

seperti tercantum pada Tabel 2.


7

Tabel 2. Kandungan Kimia Rumput Laut Kering (Gracilaria sp)

Kandungan
No. Parameter
Gracilaria sp (%)
1. Kadar air 16-20
2. Kadar abu 3,4-3,6
3. Protein 2,3-5,9
4. Lemak 0,3-0,5
5. Karbohidrat 67,8-76,1
6. Serat kasar 0,9-2,1
Sumber : Astawan, 2007

2.1.4 Standar Mutu Rumput Laut Kering

Rumput laut yang sering digunakan sebagai bahan baku tepung agar

adalah rumput laut merah jenis Gracilaria sp. Mutu agar yang dihasilkan dari

ekstraksi rumput laut merah tergantung dari mutu bahan baku rumput laut. Dalam

perdagangan rumpiut laut di Indonesia, terdapat standart mutu rumput laut kering

yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional, yaitu SNI 2690:2009. Rumput

laut kering adalah rumput laut yang belum mengalami pengolahan dan berasal

dari perairan yang tidak tercemar dan telah dikeringkan. Rumput laut kering

harus bersih, bebas dari bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda

dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat

menurunkan mutu serta membahayakan kesehatan. Persyaratan mutu tersebut

meliputi parameter sensori, kimia (kadar air dan Clean Anhydrous weed/CAW)

dan fisik (benda asing). Persyaratan mutu rumput laut tersebut tertera pada

Tabel 3

Tabel 3. Persyaratan Mutu Rumput Laut Kering (Gracilaria sp)

Jenis Uji Satuan Persyaratan


a. Sensori Angka (1-9) 7
b. Kimia
-Kadar air % fraksi massa 15-20
-Clean Anhydrous Weed % fraksi massa Minimal 30
c. Fisik
-Benda asing % fraksi massa Maksimal 5
Sumber: SNI 2690:2015
8

Penilaian sensori rumput laut kering pada Tabel 3 meliputi kenampakan, bau,

dan tekstur. Secara organoleptik ruput laut kering mempunyai karakteristik

sebagai berikut:

-Kenampakan : Bersih, Cemerlang/cerah, warna spesifik jenis, thallus besar

spesifik jenis

-Bau : Spesifik jenis rumput laut

-Tekstur : Tidak mudah patah antara batang dan cabang (thallus)

2.2 Deskripsi Tepung Agar

2.2.1 Pengertian Tepung Agar

Rumput Gracilaria sp termasuk kelompok agarophyte yaitu rumput laut

yang umumnya mengandung agar atau disebut juga agra-agar sebagai hasil

metabolisme primernya. Agar diperoleh dengan melakukan ekstraksi rumput laut

pada suasana asam setelah diberi perlakuan basa. Agar diproduksi dan

dipasarkan dalam berbagai bentuk yaitu: tepung, kertas, dan batang. Agar dapat

diolah menjadi berbagai bentuk panganan (kue), seperti puding dan jely atau

dijadikan bahan tambahan dalam industri farmasi. Kandungan serat pangan

pada agar relatif tinggi, karena itu agar dapat dikonsumsi sebagai makanan diet.

Melalui proses yang spesifik agar diproduksi untuk keperluan laboratorium

sebagai media kultur bakteri atau kultur jaringan.

Karakteristik gel agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk, dan memiliki

titik leleh tertentu. Keasaman (pH) sangat mempengaruhi kekuatan gel agar.

Semakin menurun pH, semakin menurun kekuatan gel agar. Penambahan gula

menghasilkan gel yang lebih keras tetapi menghasilkan tekstur yang kurang

kohesif. Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan,

tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel.

Rumus molekul agar-agar adalah (C12H14O5(OH)4)n. Beberapa sifat dari agar-


9

agar adalah pada suhu 25°C dengan kemurnian tinggi tidak larut dalam air dingin

tetapi larut dalam air panas dan pada suhu 32–39°C berbentuk padat dan

mencair pada suhu 60–97°C pada konsetrasi 1,5%. Agar-agar akan sangat stabil

dalam keadaan kering, sedangkan pada suhu tinggi dan pH rendah agar-agar

akan mengalami degradasi. Viskositas agar-agar pada suhu 45°C, pH 4,5–9

dengan konsentrasi larutan 1% adalah sebesar 2–10 cp. Sifat yang paling

menonjol dari agar- agar adalah daya gelasi (kemampuan membentuk gel),

viskositas (kekentalan), setting point (suhu mencairnya gel) yang sangat

menguntungkan untuk dipakai dalam dunia industri pangan maupun nonpangan

(Anisa, 2011)

Dalam industri pangan, produk makanan yang diproduksi dari bahan baku

agar antara lain pada pembuatan roti, jelly, permen, puding, cokelat, es krim, dan

lain-lain. Agar dapat dijadikan sebagai bahan pengental seperti pada industri

jelly, es krim, permen, dan pastry. Agar juga dapat menjadi pengemulsi/stabilizer

pada pembuatan sorbat, es krim, dan keju. Agar juga dapat menjadi penjernih

pada industri minuman seperti bir, anggur, dan kopi.

Dalam industri non pangan pemanfaatan agar dalam industri farmasi

antara lain sebagai pencahar atau peluntur dan pembungkus kapsul. Dalam

industri kosmetik agar dimanfaatkan dalam industri krem, lotion, lipstik, dan

sabun. Pada industri tekstil, agar bermutu tinggi digunakan untuk melindungi

kemilau sutera.

2.2.2 Standar Mutu Tepung Agar

Tepung sebagai salah satu produk industri pangan yang memiliki standar

mutu yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian. Penetapan standar

mutu merupakan acuan bahwa suatu produk tersebut memiliki kualitas yang baik

dan aman bagi konsumen. Para produsen tepung agar-agar disarankan

membuat produk tepung agar-agar dengan memenuhi Standar Industri Indonesia


10

(SII). Masalah yang sering timbul dalam memproduksi tepung agar-agar terutama

dari rumput laut jenis Gracilaria adalah kesukaran memperoleh agar-agar yang

mempunyai karakteristik gel yang baik, seperti kekuatan, kekerasan, kohesivitas

gel, dan rendemen yang tinggi. Salah satu penyebabnya adalah ester sulfat yang

terdapat dalam agar-agar. Ester sulfat dalam agar-agar terikat pada atom karbon

keenam (C6) dari L-galaktosa. Adanya ester sulfat pada C6 dapat menyebabkan

rantai polimer membentuk suatu tekukan, sehingga akan menghambat

pembentukan gel. Ester sulfat pada C6 rantai galaktosa dapat dihilangkan

dengan perlakuan asam.

Bersamaan dengan hilangnya ester sulfat akan terbentuk cincin 3,6-

anhidro-galaktosa yang mempunyai rantai lurus, sehingga pembentukan gel

akan mudah terjadi (Shiella, 2013). Agar-agar yang diperdagangkan terdapat

dalam berbagai bentuk, seperti dalam bentuk granula, bubuk, batang kuning

pucat dan tidak berbau. Tepung agar yang dipasarakan harus memenuhi syarat

mutu teoung agar sesuai dengan Standart Nasional Indonesia. Pengujian mutu

tepung agar sesuai dengan SNI tersebut meliputi uji organoleptik, uji kimia, uji

cemaran mikroba, uji cemaran logam, dan fisik. Syarat bahwa Syarat mutu

tepung agar dapat dilihat pada Tabel 4.


11

Tabel 4. Syarat Mutu Tepung Agar

No Parameter Uji Satuan Persyaratan


1 Organoleptik - Min. 7 (skor 1-9)
Kimia:
Kadar air % Maks. 22
Kadar abu % Maks. 6,5
2
Kadar abu tak larut asam % Maks. 0,5
Pati - Negatif
Gelatin dan protein - Negatif
Cemaran mikroba:
ALT Koloni/g Maks. 5000
3 Escherichia coli APM/g <3
Salmonella Per 25g Negatif
Kapang dan khamir Koloni/g Maks. 300
Cemaran logam:
Arsen (As) mg/kg Maks. 3
Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 1
4
Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 1
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 3
Timah mg/kg Maks. 40
Fisika:
Absorbsi air - Min. 5 kali
5 Benda asing tak larut % Maks.1
Kehalusan (lolos saringan 60 % Min. 80
mesh)
Sumber: Standar Nasional Indonesia 2802:2015 (2015)

Penilaian sensori tepung agar pada Tabel 4 meliputi kenampakan, bau,

dan tekstur. Secara organoleptik rumput laut kering yang memenuhi Standart

Nasional Indonesia mempunyai karakteristik sebagai berikut:

-Kenampakan : Bersih, warna normal.

-Bau : Bau spesifik jenis.

-Tekstur : Tidak menggumpal (free flowing)

2.3 Pengolahan Tepung Agar

Menurut SNI 2802:2015 proses pembuatan tepung agar terdiri dari proses

pencucian, pemucatan, ekstraksi, penyaringan, penjendalan, pengepresan,

pengeringan, penepungan, pengemasan dan pelabelan, pendeteksian logam,


12

penyimpanan. Berikut uraian penjelasan proses pengolahan tepung agar. Untuk

lebih jelasnya alur proses pengolahan tepung agar disajikan pada Lampiran 1.

2.3.1 Penerimaan Bahan Baku

Rumput laut kering yang diterima disimpan dalam gudang penyimpanan

yang bersih, kering, dan tidak lembab, dan tidak bocor. Permukaan lantai dan

permukaan dinding sebaiknya diberi anyaman bambu/kayu penyangga, sehingga

tidak terjadi kontak langsung antara kemasan rumput laut dengan lantai dan

dinding (Murdinah et al, 2011). Bahan baku yang diterima harus memenuhi

Standart Nasional Indonesia. Menurut SNI 2802:2015, bahan baku rumput laut

yang kering harus bersih, bebas dari bau yang menandakan pembusukan, bebas

dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang

dapat menurunkan mutu serta membahayakan kesehatan.

2.3.2 Pencucian

Sebelum rumput laut diekstraksi, rumput laut perlu dicuci terlebih dahulu.

Selain untuk menghilangkan kotoran, pencucian rumput laut juga dimaksudkan

untuk mengembalikan teksturnya seperti dalam keadaan segar sehingga proses

ekstraksi menjadi lebih mudah. Rumput laut kering direndam air dalam bak

perendam selama semalam dengan volume air 7 kali berat rumput laut kering.

Pencucian disertai dengan pemisahan kotoran maupun rumput laut jenis lain

yang masih melekat sehingga diperoleh rumput laut yang benar-benar bersih dan

homogen. Perendaman juga bertujuan supaya rumput laut menjadi lunak

sehingga memudahkan proses ekstraksi (Murdinah et al, 2011).

2.3.3 Pemucatan

Setelah proses pencucian, dilakukan proses pemucatan (bleaching)

dengan cara perendaman dalam larutan CaO 0,5% selama 5 menit (Indriany

2000). Pemucatan juga dapat dilakukan dengan kaporit (Ca(OCl)2 0,3% selama

90 menit (Murdinah et al, 2011). Setelah pemucatan, rumput laut kemudian dicuci
13

sambil diremas-remas, dibilas dengan air bersih sampai bau kapur/kaporit hilang.

Selanjutnya rumput laut dijemur di bawah sinar matahari. Selama penjemuran

tersebut terjadi proses pemucatan sehingga rumput laut menjadi lebih putih.

Pemucatan dengan larutan kapur juga dapat meningkatkan kekuatan gel agar

yang dihasilkan. Setelah itu, rumput laut direndam kembali dengan air bersih

selama semalam.

Pada rumput laut budidaya, setelah proses pemucatan, dapat dilakukan

perlakuan alkali maupun perlakuan asam. Perlakuan dalam larutan alkali

dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan gel agar yang lebih tinggi. Proses

pemucatan akan menyebabkan pigmen yang terkandung dalam rumput laut akan

teroksidasi dan terdegradasi. Semakin tinggi konsentrasi NaOH sampai batas

tertentu (3%), kandungan pigmen dalam produk semakin rendah, sehingga

rendemen semakin rendah pula. Pigmen rumput laut dapat teroksidasi dan

terdegradasi oleh larutan NaOH (Yunizal, 2004). Perlakuan alkali dilakukan

dengan cara perendaman larutan NaOH 2% selama 150 menit. Sedangkan

perlakuan asam dilakukan dengan cara perendaman dalam larutan asam asetat

1% selama 30 menit. Perlakuan asam juga bisa meggunakan 0,025% H2SO4

selama 15 menit (Murdinah et al, 2011). Selanjutnya rumput laut dicuci kembali

hingga pH air cucian menjadi netral. Rumput laut yang telah dicuci lalu ditiriskan

dan siap untuk diekstraksi.

2.3.4 Ekstraksi

Perebusan rumput laut dilakukan dengan menggunakan metode smog

steam. Tungku api disiapkan untuk memanaskan air di dalam tangki air. Uap

panas yang dihasilkan dari tangki air panas tersebut dialirkan melalui pipa-pipa

yang dihubungkan ke drum perebusan. Pada rumput laut yang diperoleh dari

alam, air yang diperlukan untuk merebus rumput laut yaitu sebesar 20 kali berat

rumput laut. Setelah air dalam drum perebusan mencapai suhu 90⁰ C, rumput
14

laut dimasukkan sesuai dengan bobot yang telah ditentukan. Perebusan

dilakukan dengan dua tahap dengan total air perebusan sebanyak 20 kali berat

rumput laut kering. Perebusan pertama dilakukan dengan air perebus sebanyak

14 kali berat kering selama 2 jam (suhu 85-95⁰C, pH 6-7) sambil diaduk.

Perebusan kedua dengan air perebus sebanyak 6 kali berat rumput laut kering

selama 1 jam.

Sedangkan untuk rumput laut budidaya, air yang diperlukan untuk merebus

rumput laut yaitu sebesar 10 kali berat rumput laut kering. Persebusan dilakukan

dalam dua tahap dengan total air perebusan sebanyak 10 kali berat rumput laut

kering. Perebusan pertama dilakukan dengan air perebus sebanyak 6 kali berat

kering selama 2 jam (suhu 85-95⁰C, pH 6-7) sambil diaduk. Perebusan kedua

dengan air perebus sebanyak 4 kali berat rumput laut kering selama 1 jam

(Murdinah et al, 2011).

2.3.5 Penyaringan

Setelah proses perebusan, bubur agar dituang ke dalam wadah/jerigen

yang telah diberi ayakan bamboo yang dilengkapi dengan kain saring.

Penyaringan bertujuan untuk memisahkan filtrat agar dengan ampas rumput laut.

Biasanya ampas rumput laut ini dibuang, tetapi sebenarnya dapat digunakan

sebagai pupuk jika dibuang ke sawah. Filtrat hasil perebusan pertama dan

kedua dicampur, lalu diendapkan untuk memisahkan kotoran halus yang masih

ada.

2.3.6 Penjendalan

Filtrat agar yang telah diendapkan direbus pada suhu 60⁰C, ditambahkan

KCl 3% dari berat rumput laut kering. KCl dilarutkan dengan air (± 250ml).

Larutkan KCl kemudian ditambahkan ke dalam filtrat sambil dilakukan

pengadukan selama 30 menit. Selanjutnya filtrat dituang ke dalam pan pencetak.


15

Filtrat dibiarkan menjendal selama ±12 jam pada suhu ruang (proses

penjendalan).

2.3.7 Pengepresan

Pengepresan merupakan proses lanjutan pada pembuatan agar kertas,

yaitu dilakukan dengan menyusun tiap lembar agar yang telah dibungkus dengan

kain blacu pada bak pengepres. Bak yang telah terisi tumpukan lembaran agar

kemudian ditutup menggunakan kayu hingga permukaannya rata. Selanjutnya di

atas kayu penutup tersebut diletakkan pemberat berupa beton maupun jeregen

berisi air dan dibiarkan selama semalam. Pengepresan bertujuan untuk

mengeluarkan air dari agar dengan beban pengepres ditambah secara bertahap

hingga diperoleh lembaran agar yang cukup tipis. Jika agar belum cukup tipis,

pengpresan dilanjutkan dengan menambahkan beban secara bertahap.

2.3.8 Pengeringan

Lembaran agar hasil pengepresan serta kain pembungkusnya kemudian

dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari hingga mengering.

Penjemuran dilakukan di atas para-para dengan mengatur satu per satu

lembaran supaya tidak menumpuk. Lembaran agar yang telah terususun rapi

tersebut ditutup dengan jaring nilon untuk mencegah terbangnya lembaran agar

yang telah kering karena tiupan angin. Selama penjemuran agar dibalik-balik

sampai agar benar-benar kering. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari

tergantung kondisi cuaca. Lembaran agar yang sudah kering kemudian dilepas

dari kain pembungkus sehingga didapatkan lembaran agar kertas yang tipis.

2.3.9 Penepungan

Lembaran agar tipis kemudian dimasukkan ke dalam mesin penepung.

Mesin penepung digunakan untuk menghasilkan agar tepung yang beredar di

pasaran. Mesin penepung berkerja menghancurkan lembaran agar menjadi


16

serbuk tepung agar. Proses penepungan harus dilakukan dengan cermat dan

saniter (SNI 2802:2015)

2.3.10 Pengemasan dan Pelabelan

Pengemasan bahan pangan seyogyanya mempunyai 6 fungsi utama

(Buckle et al., 2009), yaitu :

a. Menjaga produk yang dikemas agar tetap bersih dan merupakan

pelindung terhadap kotoran dan kontominasi.

b. Melindungi dari kerusakan fisik, perubahan kadar air, oksigen dan sinar.

c. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya selama

proses penempatan bahan yang dikemas kedalam wadah kemasan.

d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga

memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan

distribusi.

e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau

standar yang ada, mudah dibuang dan dibentuk atau dicetak.

f. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas agar

dapat membantu promosi atau penjualan

Bahan yang paling tepat digunakan untuk mengemas tepung agar adalah

plastik. Ada dua jenis plastik yang tepat digunakan untuk pengemasan tepung

agar, yaitu plastik polietilen (PE) dan plastik poliepropilene (PP). Alasan kenapa

kedua jenis kemasan plastik ini banyak digunakan karena sifat – sifat umum

polietilen adalah:

a. Transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas

makanan beraroma

b. Mudah lengket satu sama lain sehingga menyulitkan proses laminasi

c. Dapat dicetak setelah mengoksidasi permukaanya dengan proses

elektronik
17

d. Memiliki sifat kedap air dan uap berdasarkan kerapatannya dapat

dibedakan menjadi HDPE, MDPE, dan LDPE

Poliester atau polietilen mempunyai sifat – sifat umum adalah:

a. Tembus pandang, bersih dan jernih

b. Adaptasi terhadap suhu tinggi (3000C) sangat baik

c. Permeabelitas uap air dan gas sangat rendah

d. Tahan terhadap pelarut organik

e. Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol, benzil alkohol

f. Kuat, tidak mudah sobek

g. Tidak mudah dikelim dengan menggunakan pelarut

Bahan pangan yang dikemas lambat laun akan maengalami kemunduran

mutu. Faktor – faktor utama yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang

telah dikemas adalah :

a. Ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volumenya

b. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembapan) di mana kemasan

dibutuhkan untuk melindungi selama pengangkutan dan sebelum

digunakan.

c. Ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, gas

atmosfer dan bau, termasuk ketahanan dari tutup, penutupan dan

lipatan.

Pelabelan adalah upaya pemberian label berupa informasi singkat

mengenai produk tersebut. Informasi yang biasanya ada pada suatu label

adalah:

1. Nama produk.

2. Pembuatan produk.

3. Alamat pembuat produk.

4. Bahan yang dugunakan untuk pembuatan produk.


18

5. Komposisi nilai gizi produk.

6. Tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.

7. Izin depkes atau instansi terkait.

8. Keterangan tentang “Halal”.

Pelabelan ini biasa dilakukan langsung pada pengepakan/kemasan dan

juga bias secara terpisah yang kemudian diletakkan didalam kemasan.

Pelabelan yang langsung pada kemasan biasanya dibuat dengan catatan

penyablonan label pada bahan kemasan. Sedangkan label yang terpisah adalah

dengan cara membuat pada bahan lain, misalnya kertas lalu diletakkan pada

kemasan.

Syarat label yang digunakan hendaknya bersifat informatif, menarik, dan

mengandung nilai estetika. Sehingga konsumen tertarik/berminat untuk membeli

produk.

2.3.11 Pendeteksian Logam

Tepung agar kemudian dilewatkan pada mesin metal detector untuk

mendeteksi adanya cemaran logam pada tepung agar. Hal tersebut bisa terjadi

karena salah penanganan yang berakibat menurunnya kualitas mutu tepung

agar. Hal ini dilakukan untuk melindungi produk dari kontaminasi logam (SNI

2802:2015).

2.3.12 Penyimpanan

Sebelum dipasarkan, tepung agar yang telah dikemas dan melewati metal

detector kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan yang bersih, kering,

dan saniter agar produk tidak terkontaminasi dan tidak lembab. Penyimpanan ini

bertujuan agar tepung agar tidak terkontaminasi oleh udara luar (SNI

2802:2015).
19

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek pengolahan tepung agar dilaksanakan pada tanggal 18 januari

2018. Pelaksanaan praktek dilakukan di Tefa Tradisional, Politeknik Kelautan

dan Perikanan Sidoarjo.

3.2. Alat dan Bahan Yang Digunakan

3.2.1. Peralatan Yang Digunakan

1. Gelas ukur : Untuk mengukur jumlah larutan yang akan digunakan pada

pembuatan khitin-khitosan.

2. Panci enamel : Tempat yang digunakan pada saat pemanasan / perebusan

pada saat demineralisasi, deprotenase dan deasetilisasi.

3. Timbangan analitik : Untuk menghitung/menimbang berat NaOH yang

digunakan pada proses pembuatan khitin-khitosan.

4. Timbangan digital : Untuk menimbang kulit udang yang akan dibuat khitin. Dan

menimbang khitin yang akan dibuat khitosan.

5. Baskom : Tempat/wadah yang digunakan dalam meletakan kulit udang.

6. Pengaduk kayu : Digunakan pengadukan pada saat proses perebusan.

7. Kain :Untuk menyaring kulit udang pada saat akan dilakukan proses netralisasi

dan sebagai alas penirisan khitin-khitosan sebelum dimasukan pada oven.

8. Termometer : Mengukur suhu perebusaan. Suhu yang digunakan berkisar

±80-90.

9. Kompor dan gas : Digunakan untuk membantu proses perebusan.

10. Plastik : Untuk membungkuk serbuk naoh dan hasil khitin-khitosan

11. Para-para :Tempat untuk meniriskan kulit udang dari air


20

12. Pisau dan gunting : Alat yang digunakan untuk memotong kulit udang

menjadi bagian yang lebih kecil. Dan membuang bagian daging udang yang

masih menempel dan ekor udang.

13. Talenan : Alas yang digunakan untuk memotong kulit udang menjadi lebih

kecil ± 1 cm.

14. Mesin pengering : Untuk mengeringkan khitin-khitosan.

15. Labu ukur : Sebagai tempat untuk pembuatan HCL.

16. Corong kaca : Untuk memindahkan larutan HCL atau serbuk NaOH untuk

dilarutkan dalam aquades.

17. Dirigen : Sebagai tempat untuk larutan HCL.

18. Long pang : Alas pada saat proses pengeringan khitin-khitosan pada oven

3.2.2 Bahan Dalam Pembuatan Khitin

1. Larutan NaOH : untuk memotong ikatan sulfat pada rumput laut Gracilaria sp

sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel strength agar

2. H2SO4 : bertujuan untuk melunakkan struktur fisik rumput laut agar lebih

mempermudah saat proses ekstraksi.

3. KCl : Menjendalkan larutan agar.

4. Air : Untuk melarutkan H2SO4 dan NaOH

5. Kertas universal : untuk mengecek pH rumput laut.


21

5.3 Proses Pengolahan Tepung Agar dari Rumput Laut

5.3.1 Penerimaan Bahan Baku

Tujuan dari penerimaan bahan baku adalah untuk mendapatkan

kualitas produk akhir yang baik karena kualitas produk akhir tergantung

pada kualitas bahan baku yang diterima. Kemudian bahan baku ditimbang

sebanyak 2 kg. selanjutnya proses pencucian.

5.3.2 Pencucian I

Tujuan dari pencucian I adalah untuk mebersihkan rumput laut dari

kotoran-kotoran yang menempel pada rumput laut seperti kerikil, tali rafia,

lumut, pasir, dan garam. Pencucian dilakukan sampai rumput bening. Hal

ini sesuai dengan Murdinah et al (2011) bahwa pencucian disertai dengan

pemisahan kotoran maupun rumput laut jenis lain yang masih melekat

sehingga diperoleh rumput laut yang benar-benar bersih dan homogen.

5.3.3 Perendaman Alkali (NaOH 5 %)

Perendaman alkali bertujuan untuk memotong ikatan sulfat pada

rumput laut Gracilaria sp sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel

strength agar. Hal ini sesuai dengan Murdinah et al (2011) bahwa

perlakuan dalam larutan alkali dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan

gel agar yang lebih tinggi. Perendaman alkali menggunakan larutan NaOH

5 % dari jumlah air. Larutan NaOH dibuat dengan cara menambahkan

NaOH sebanyak 500 kemudian ditambahkan air sebanyak 9,5 liter, lalu

masukkan rumput laut yang tadi telah dicuci. Perendaman alkali dilakukan

selama 2 jam.
22

5.3.4 Pencucian II

Pencucian II bertujuan untuk menetralkan pH rumput laut menjadi pH

7. Pencucian dilakukan sebanyak 2 kali atau air cucian sampai kesat

5.3.5 Perendaman Asam

Perendaman rumput laut dalam suasana asam bertujuan untuk

melunakkan struktur fisik rumput laut agar lebih mempermudah saat

proses ekstraksi. Asam yang digunakan adalah asam asetat 2 % dari

jumlah air yang digunakan. Sambil diaduk selama 1 jam.

5.3.6 Pencucian III

Proses pencucian III bertujuan untuk kembali menetralkan pH rumput

laut yang telah melalui proses perendaman asam. Masukkan rumput laut

kedalam bak yang berisi air. Cuci rumput laut hingga rumput laut sudah

tidak licin.

5.3.7 Ekstraksi

Proses ekstraksi bertujuan untuk menarik keluar ekstrak agar-agar

yang dalam berbentuk cairan (bubur rumput laut) dari rumput laut. Proses

ekstraksi dengan cara memasukkan rumput laut yang sudah netral ke

panci anamel. Isi panci anamel tersebut dengan air sebanyak 10 liter dan

masukkan rumput laut kedalam panci

5.3.8 Filtrasi I

Proses filtrasi bertujuan untuk memisahkan filtrate agar dengan

ampas rumput laut.

5.3.9 Penjendalan
23

Proses penjendalan bertujuan untuk menjendalkan filtrate agar

menjadi gumpalan gumpalan kenyal.

5.3.10 Filtrasi II

Proses filtrasi bertujuan untuk mengurangi kadar air dari filtrate

agar sehingga filtrat agar menjadi ampas bentuk lembaran.

5.3.11 Pengeringan

Proses pengeringan ini bertujuan untuk mengeringkan sheet

(lembaran) yang basah dari proses sebelumnya yaitu filtrasi menjadi

kering hingga kadar air 12%.

5.3.12 Penepungan dan Pengemasan

Proses penepungan agar dilakukan dengan menggunakan

Anda mungkin juga menyukai