Anda di halaman 1dari 9

c.

His yang tidak terkoordinasi


His disini sifatnya berubah-ubah tonus otot uterus meningkat juga di luar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi
bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dan mengadakan pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus
yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula
menyebabkan hipoksia pada janin. His ini disebut sebagai incoordinate hipertonik uterin
contraction.

Penanganan
Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat
memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan
ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan
dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin. Akan tetapi persalinan tidak boleh
berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dan kalau pembukaan belum
lengkap, perlu dipertimbangkan SC.

Etiologi dari kelainan tenaga atau His


Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada
multipara lebih banyak ditemukan yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter mungkin
memegang peranan yang sangat penting dalam kelainan his. Satu sebab yang penting dalam
kelalinan his, khususnya inersia uteri adalah bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan
segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin atau pada kelainan CPD.
Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga dapat merupakan
penyebab inersia uteri. Gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional misalnya;
uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Tetapi pada sebagian kasus
penyebab kelainan inersia uterus tidak diketahui.

HIS YANG TIDAK TERKOORDINASI


v His normal mempunyai sifat;
1. Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim
2. Fundus dominan,menjalar kesuluruh otot rahim
3. Kebutuhan seperti memeras isi rahim
4. Otot rahim yang berkontraksi tidak kembali kepanjang semula sehingga terjadi
retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim.

v Kelainan kontraksi otot rahim


1. Inersia uterus
His yang sifatnya lemah,pendek dan jarang dari his normal yang terbagi menjadi;
a. Inersia uteri primer;apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b. Inersia uteri sekunder
His cukup kuat tapi kemudian melemah
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan,bagian terendah
terdapat kaput dan mungkin ketuban telah pecah.His yang lemah dapat
menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan
konsultasi atau merujuk penderita ke RS,puskesmas,atau ke dokter spesialis.
2. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering,sehingga tidak terdapat kesempatan
reaksi otot rahim,akibat dari tetania uteri dapat terjadi;
-partus presipatatus
persalinan yang berlangsung dalam waktu 3 jam.akibatnya;
1. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
2. Terjadi trauma janin,karena tidak terjadi persiapan dalam persalinan,inversion
uteri
3. Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterine sampai kematian janin dalam
rahim.
His yang tidak terkoordinasi

Persalinan yang normal—eutasia—apabila ketiga faktor penting telah membuktikan kerja sama
yang baik sehingga persalinan berlangsung spontan, aterm, dan hidup. Keadaan demikian
menunjukkan bahwa ketiga faktor power (P), passage (P), dan passenger (P) telah bekerja sama
dengan baik tanpa terdapat intervensi sehingga persalinan berjalan dengan mulus. Dapat pula
ditambahkan faktor lainnya, seperti faktor kejiwaan penderita dan penolong tetapi kedua faktor
tambahan tidak banyak berfungsi dalam menentukan jalannya persalinan.

Dengan faktor 3 P, kemungkinan besar terdapat kelainan yang mempengaruhi jalannya


persalinan, sehingga memerlukan intervensi persalinan untuk mencapai well born baby dan well
health mother. Persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena terjadi penyimpangan dari
3 P disebut persalinan distosia.
Kelainan yang terdapat pada masing-masing faktor dapat dirinci sebagai berikut:
1. Power. kekuatan his dan mengejan.
His:
• Inersia uteri: primer, sekunder.
• Tetania uteri.
• His yang tidak terkoordinasi.
• Kelelahan ibu mengejan.
• Salah pimpinan kala kedua.
2. Passage: jalan lahir.
• Kelainan bentuk panggul.
• Kesempitan panggul.
• Ketidakseimbangan sefalopelvik.
• Kelainan jalan lahir lunak.
3. Passenger
• Kelainan bentuk dan besar janin: anensefalus, hidrosefalus, janin mak-rosomia.
• Kelainan pada letak kepala: presentasi puncak, presentasi muka, presentasi dahi, kelainan posisi
oksiput.
• Kelainan letak janin: letak sUngsang; letak lintang dan atau letak mengolak; presentasi rangkap
(kepala tangan, kepala kaki, kepala tali pusat).
4. Tumor pada jalan lahir:
• Kelainan tulang pada jalan lahir.
• Tumor yang berasal dari: indung telur. otot rahim (mioma uteri) terfiksir pada pelvik minor.
• Tumor yang berasal dari vagina.
His (kekuatan kontraksi otot rahim)
His normal mempunyai sifat:
• Kontraksi otot rahim mulai dari salah saw tanduk rahim.
• Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim.
• Kekuatannya seperti memeras isi whim.
• Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi
dan pembentukan segmen bawah rahim.
Kelainan kontraksi otot rahim adalah:
1. Inersia uteri.
His yang sifatnya lemah. pendek. dan jarang dari his normal yang terbagi menjadi:
a. Inersia uteri primer.
• Bila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b. Inersia uteri sekunder.
• His pernah cukup kuat, tetapi kemudia melemah.
• Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, pada
bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah.
His yang lemah dapat menimbulkan hahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan
konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit. puskesmas atau dokter spesialis.
2. Tetania uteri.
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan relaksasi otot rahim.
Akibat dari tetania uteri dapat terjadi:
a. Persalinan presipitatus.
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibatnya mungkin fatal:
• Terjadi persalinan tidak pada tempatnya.
• Terjadi trauma janinpkarena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
• Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio uteri.
b. Tetania uteri menyebabkan asfiksia intrauterin sampai kematian janin dalam rahim.
3. Inkoordinasi kontraksi otot rahim.
Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim
untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengusiran janin dari dalam rahim.
Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah:
• faktor usia penderita relatif tua
• pimpinan persalinan
• karena induksi persalinan dengan oksitosin
• rasa takut dan cemas.
Bagaimana bidan menangani kelemahan his primer maupun sekunder di tengah masyarakat?
Dalam menghadapi persalinan, bidan melakukan observasi yang meliputi his (H), kortonen (C),
lingkaran Bandle (B), dan penurunan (P) yang sangat penting sehingga terjadinya perubahan
yang dapat merugikan menjadi titik awal evaluasi untuk menetapkan sikap menyelesaikan
persalinan.
Dengan anjuran untuk melakukan pertolongan persalinan memakai partograf WHO, diharapkan
penderita dapat dikirim pada saat mencapai garis waspada sehingga keadaan janin dan ibu tiba di
rumah sakit yang mempunyai fasilitas dalam keadaan optimal. Metode partograf tersebut
diharapkan dapat memperkecil kejadian persalinan kasep (terlantar) yang mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi pada ibu mauptin janin.
Dengan dasar itu diharapkan bidan di desa dapat meningkatkan pertolongan persalinan dengan
partograf WHO, melakukan observasi, melakukan evaluasi, dan selanjutnya meningkatkan usaha
untuk melakukan rujukan.
Passage atau jalan lahir
Jalan lahir merupakan komponen yang sangat penting dalam proses persalinan yang terdiri dari
jalan lahir tulang dan jalan lahir lunak. Proses persalinan merupakan proses mekanis yang
melibatkan tiga faktor, yaitu jalan lahir, kekuatan yang mendorong, dan akhirnya janin yang
didorong dalam satu mekanis tertentu dan terpadu. Dari ketiga komponen tersebut hanya
kekuatan (his dan mengejan) yang dapat dimanipulasi dari luar tanpa membahayakan janin
dalam proses persalinan.
Jalan lahir merupakan komponen yang tetap. artinya dalam konsep obstetri modern tidak diolah
untuk dapat melancarkan proses persalinan kecuali jalan lunak pada keadaan tertentu tanpa
membahayakan janin. Jalan lahir tulang mempunyai kriteria sebagai berikut:
• Pintu atas panggul dengan distansia transversalis kanan kiri lebih panjang dari muka belakang.
• Mempunyai bidang tersempit pada spina ischiadica.
• Pintu bawah panggul terdiri dari dua segi tiga dengan dasar pada tuber ischii, ke depan dengan
ujung simfisis pubis, ke belakang ujung sacrum.
• Pintu atas panggul menjadi pintu hawah panggul, seolah-olah herputar sembilan puluh derajat.
• Jalan lahir depan panjang 4,5 cm sedangkan jalan lahir belakang panjangnya 12,5 cm.
• Secara keseluruhan jalan lahir merupakan corong yang melengkung ke depan, mempunyai
bidang sempit pada spina ischiadica, terjadi perubahan pintu atas panggul lehar kanan kiri
menjadi pintu hawah panggul dengan lebar ke depan dan belakang yang terdiri dari dua segitiga.
Dengan demikian jalan lahir tulang sangat menentukan proses persalinan apakah dapat
berlangsung melalui jalan biasa atau melalui tindakan operasi dengan kekuatan dari luar. Yang
perlu mendapatkan perhatian bidan di daerah pedesaan adalah kemungkinan ketidakseimbangan
antara kepala dan jalan lahir dalam bentuk disproporsi sefalopelvik. Sehagai kriteria
kemungkinan tersehut terutama pada primigravida dapat diduga bila dijumpai:
• Kepala janin belum turun pada minggu ke 36 yang disebabkan janin terlalu hesar, kesempatan
panggul, terdapat lilitan tali pusat dan terdapat hidrosefalus.
• Kelainan letak: letak lintang, letak sungsang.
• Pada multipara kemungkinan kesempitan panggul dapat diduga riwayat persalinan yang huruk
dan persalinan dengan tindakan operasi.
Dengan mempertimbangkan keadaan tersehut dapat diperkirakan persalinan akan mengalami
kesulitan sehingga perlu dikonsultasikan atau segera dirujuk agar mendapatkan penanganan yang
adekuat.
Kelainan pada jalan lahir lunak dapat terjadi gangguan pemhukaan terutama:
1. Serviks.
a. Serviks’yang kaku.
• Terdapat pada primi tua primer atau sekunder.
• Serviks yang mengalami banyak cacat perlukaan (sikatrik).
b. Serviks gantung.
• Osteum uteri eksternum terbuka lebar, namun osteum uteri internum tidak dapat terbuka.
c. Serviks konglumer.
• Osteum uteri internum terbuka, namun osteum uteri eksternum tidak terbuka.
d. Edema serviks.
• Terutama karena kesempitan panggul, serviks terjepit antara kepala dan jalan lahir sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah dan cairan yang menimbulkan edema serviks.
e. Serviks duplek karena kelainan kongenital.
2. Vagina.
Kelainan vagina yang dapat mengganggu perjalanan persalinan:
• Vagina septum: transvaginal septum vagina, longitudinal septum vagina.
• Tumor pada vagina.
3. Himen dan perineum.
Kelainan pada himen imperforata, atau himen elastik pada perineum terjadi kekakuan sehingga
memerlukan episiotomi yang luas.
Passenger (janin dan plasenta)
Kepala janin (bayi) merupakan bagian penting dalam proses persalinan dan memiliki ciri sebagai
berikut:
• Bentuk kepala oval, sehingga setelah bagian besarnya lahir, maka bagian lainnya lebih mudah
lahir.
• Persendian kepala berbantuk kogel, sehingga dapat digerakkan ke segala arah, dan memberikan
kemungkinan untuk melakukan putar paksi dalam.
• Letak persendian kepala sedikit ke belakang, sehingga kepala melakukan fleksi untuk putar
paksi dalam.
Setelah persalinan kepala, badan janin tidak akan mengalami kesulitan. Pada beberapa kasus
dengan anak yang besar pada ibu dengan diabetes melitus, terjadi kemungkinan kegagalan
persalinan bahu. Persalinan bahu yang berat cukup berbahaya karena dapat terjadi asfiksia.
Persendian leher yang masih lemah dapat merusak pusat-pusat vital janin yang berakibat fatal.
Pada letak sungsang dengan mekanisme persalinan kepala dapat mengalami kesulitan karena
persalinan kepala terbatas dengan waktu sekitar 8 menit dan tulang dasar kepala tidak
mempunyai mekanisme maulage, yang dapat memperkecil volume tanpa merusak jaringan otak.
Dengan demikian persalinan kepala pada letak sungsang atau versi ekstraksi letak lintang harus
dipertimbangkan agar tidak menimbulkan morbiditas yang lebih tinggi.
Persalinan fisiologis menempati jumlah terbesar 97% dengan oksiput bertindak sebagai
hipomoklion, dan lingkaran suboksipito- bregmatika sebesar 32 cm melalui jalan lahir. Berbagai
posisi kepala janin dalam kondisi defleksi dengan lingkaran yang melalui jalan lahir bertambah
panjang sehingga menimbulkan kerusakan yang makin besar. Pada keadaan presentasi rangkap
karena volume janin yang melalui jalan lahir makin besar, di samping terjadi jepitan bagian
kecil, yang dapat menimbulkan persoalan baru. Kedudukan rangkap yang paling berbahaya
adalah antara kepala dan tali pusat, sehingga makin turun kepala makin terjepit tali pusat,
menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
Tumor pada jalan lahir
Tumor jalan lahir dapat menghalangi proses persalinan dengan jalan menghalangi turunnya
kepala atau bagian terendah. Tumor berasal dari ovarium yang bertangkai, mioma uteri yang
bertangkai, sehingga dalam perjalanan persalinan dapat terfiksir di pelvis minor. Tumor yang
berasal dari vagina sebagian besar dalam bentuk kista, sehingga tidak banyak mengganggu
perjalanan persalinan, hanya dengan jalan mengeluarkan isinya melalui pungsi.
Untuk dapat mengetahui secara dini terjadinya proses persalinan distosia, dilakukan evaluasi
setiap faktor yang mengalami kelainan pungsi. sehingga persalinan yang berjalan abnormal dapat
diketahui dengan past’.
Bentuk intervensi dari luar yang dapat dipertimbangkan adalah:
I. Melakukan induksi persalinan.
• Memecahkan ketuban
• Memberikan suntikan/infus oksitosin atau lainnya
2. Menyelesaikan persalinan dengan tindakan operasi pervaginam.
• Persalinan dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep
• Pertolongan persalinan letak sungsang atau lintang
3. Pertolongan persalinan dengan seksio sesarea.
Upaya menyelesaikan pertolongan persalinan dengan intervensi kekuatan dari luar bukan tugas
utama bidan, sehingga setiap persalinan yang diduga akan mengalami kesulitan sudah dirujuk ke
pusat dengan fasilitas yang mencukupi.
Referensi
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba
2.3 HIS YANG TIDAK TERKOORDINASI
2.3.1 Pengertian
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal )
namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak
efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot
rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim.
Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya
tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara bagian-bagiannya. Tidak
adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien
dalam mengadakan pembukaan.
Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan hipoksia pada janin.
Kadang-kadang Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah,
kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan
kavumuteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara
teoritis lingkaran ini dapat terjadi di mana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas
antara bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan
ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin
mengenal kelainan ini dengan pasti.
Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia
servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau
serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan incoordinate
uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba
jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus
menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian
tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik
pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks
bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap
wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu harus diawasi persalinannya di
rumah sakit.
Penyebab terjadinya inkoordinasi his (His Yang Tidak Terkoordinasi)
1. Faktor usia penderita relatif tua dan relatif muda
2. Pimpinan persalinan
3. Karena induksi persalinan dengan oksitosin
4. Rasa takut dan cemas
Cara Mengatasi
Dengan anjuran untuk melakukan pertolongan persalinan memakai partograf WHO,
diharapkan penderita dapat dikirim pada saat mencapai garis waspada sehingga keadaan janin
dan ibu tiba dirumah sakit yang mempunyai fasilitas dalam keadaan optimal. Metode partograf
tersebut diharapkan dapat memperkecil kejadian persalinan kasep (terlantar) yang mempunyai
angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada ibu maupun janin.
Dengan dasar itu diharapkan bidan di desa dapat meningkatkan pertolongan persalinan
dengan partograf WHO, melakukan observasi, melakukan evaluasi, dan selanjutnya
meningkatkan usaha untuk melakukan rujukan.
Selain itu, Kelainan ini dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat
memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha-usaha yang dapat
dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain. Akan tetapi
persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal
ini pada pembukaan belum lengkap,perlu dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi
dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali klau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak
sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis. Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam
kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran
konstriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal.
Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam,
lingkaran konstriksi, mudah dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-
kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini gagal
dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.

Anda mungkin juga menyukai