Disusun oleh:
Fenita Putri Saetikho 22010116220244
Esya Adetia Tanderi 22010116220239
Dwi Fatimah Sari 22010116220240
Ade Pratama Agung 22010116220288
Nadia Delima Andini 22010116220410
Kevin Andersen 22010116220383
Pingkan Permata Putri 22010116220393
Okki Aurillia 22010116220385
Lantip Meliana Pancarani 22010116220387
Rizky Haryantari 22010116220390
Pembimbing:
dr. Riski Prihatningtias, Sp.M
Rangkuman
Latar belakang Satu dari delapan anak sekolah memiliki satu episod
konjungtivitis infektif akut tiap tahunnya. Standar praktek kliniknya adalah
dengan meresepkan sebuah antibiotik topikal, meskipun bukti yang mendukung
praktek ini masih langka. Kami melakukan sebuah randomised double-blind trial
untuk membandingkan keefektifan tetes mata kloramfenikol dengan placebo pada
anak dengan konjungtivitis infektif akut di layanan kesehatan primer.
Metode Studi kami melibatkan 326 anak usia 6 bulan sampai 12 tahun dengan
diagnosa klinis konjungtivitis yang kami ambil dari 12 klinik praktek umum di
Inggris. Kami menetapkan sebanyak 163 anak mendapatkan tetes mata
kloramfenikol dan 163 anak mendapat tets mata placebo. Swab mata diambil
untuk analisis bakteri dan virus. Outcome primer adalah penyembuhan klinis pada
hari ke 7, yang didata dari catatan orang tua. Semua anak di follow-up selama 6
minggu untuk mengidentifikasi kekambuhan. Survival statistics digunakan untuk
perbanding, dan analisis digunakan dengan tujuan untuk terapi.
Metode
Partisipan
Studi berupa placebo-controlled, double-blind, randomised controlled trial terdiri
dari 326 anak dengan diagnosa klinis konjungtivitis. Anak secara acak ditetapkan
untuk mendapat tetes mata kloramfenikol (n=163) atau tetes mata placebo
(n=163). Kloramfenikol dipilih karena paling sering digunakan oleh dokter
keluarga4 dan tingkat resistensi yang rendah pada beberapa organisme9,10.
Kekhawatiran tentang keamanan obat tidak terbukti12. Studi dibuktikan oleh
komite etik penelitian klinik Oxfordshire (C01.204).
Duabelas tempat praktik di Oxfordshire, Inggris, dilibatkan untuk
berpartisipasi pada Oxford Childhood Infection Study (OXCIS). Dokter keluarga
pada praktik ini melibatkan anak berusia antara 6 bulan dan 12 tahun yang datang
ke klinik selama jam kerja dengan diagnosis kerja konjungtivitis infektif akut.
Sampel dieksklusikan bila mereka diketahui alergi terhadap kloramfenikol,
mengkonsumsi antibiotik saat ini atau dalam 48 jam sebelumnya,
immunocompromised, atau memiliki bukti infeksi berat (misalnya, selulitis
periorbital). Beberapa anak siap untuk dinilai dan ditindaklanjuti tapi ternyata
tidak siap untuk diberikan tugas secara acak, biasanya karena orang tua mereka
menginginkan antibiotik. Anak-anak ini mengikuti protokol tanpa menjalani
randomisasi - untuk memungkinkan perbandingan karakteristik baseline dengan
mereka yang masuk dalam penelitian-tapi dieksklusikan dari analisis percobaan
utama.
Prosedur
Pengambilan sampel terjadi antara bulan Oktober dan April pada tahun
2001-02, 2002-03, dan 2003-04, karena kejadian konjungtivitis infektif
(Diagnosis banding klinis utama pada anak-anak) lebih banyak daripada
konjungtivitis alergi pada bulan-bulan tersebut. Para dokter keluarga yang
merekrut memberi orang tua selembar informasi standar, dengan informasi tertulis
yang dirancang untuk anak-anak. Biasanya dalam 4 jam dari perekrutan, anak-
anak dikunjungi oleh perawat penelitian, saat dioperasi oleh dokter keluarga atau
di rumah. Kemudian studi ini dijelaskan kepada orang tua dan anak-anak, dan
mereka yang setuju untuk ikut, menandatangani formulir persetujuan.
Kami melakukan audit rekam medis pada semua anak-anak yang
berkonsultasi dengan dokter keluarga dalam proses pengambilan sampel
penelitian. Periode audit selama 1 minggu setiap bulan selama rekrutmen. Audit
tersebut mencatat semua anak pada setiap kelompok usia yang menderita
konjungtivitis infektif akut, termasuk yang diluar jam kerja, untuk memperkirakan
proporsi semua anak yang direkrut dalam penelitian kami.
Untuk penilaian awal, perawat penelitian menilai derajat keparahan klinis,
termasuk tingkat kemerahan mata, dibandingkan dengan foto yang divalidasi.13
Dua swab konjungtiva diambil dari mata yang terkena dampak paling parah
dengan menggunakan kapas untuk kultur bakteri dan Dacron swab (Technical
Services Ltd, Heywood, Inggris) untuk tes PCR virus. Jarum Dacron segera
ditempatkan ke dalam buffer stabilisasi (buffer lisis NucliSens, bioMerieux,
Inggris, Basingstoke, Inggris). Semua perawat penelitian dilatih teknik sampling
konjungtiva yang tepat oleh seorang perawat spesialis dari Oxford Eye Hospital,
Oxford, Inggris.
Botol identik yang disiapkan mengandung 0 · 5% kloramfenikol
(Preservative Free Eye Drops BP) atau air suling dengan eksipien asam borat (1 ·
5%) dan boraks (0 · 3%). Tetes aktif dan plasebo disiapkan secara eksternal dan
diberi label A dan B oleh pemasok; satu orang lokal mengetahui kodenya tapi
tidak berpartisipasi dalam penelitian. Botolnya diacak secara terpusat dengan
menggunakan tabel nomor acak di blok sepuluh.
Orangtua diberi sebotol obat tetes mata oleh perawat dengan instruksi
untuk memasukkan satu tetes obat pada masing-masing mata yang sakit setiap 2
jam untuk 24 jam pertama saat anak mereka tidak tidur dan kemudian empat kali
setiap hari sampai 48 jam setelah infeksi teratasi. Orangtua diminta untuk mengisi
lembar gejala tentang kondisi anak mereka, setelah setiap tetes diberikan dan juga
mencatat saat mereka menganggap penyakit anaknya sembuh.
Pada follow up 7 hari, anak tersebut akan dikunjungi lagi oleh perawat
penelitian setelah rekrutmen ketika penilaian klinis sudah dilakukan dan dua swab
telah diambil dari mata yang sama seperti swab pertama. Orangtua akan ditelepon
selama 6 minggu setelah selesai mengikuti penelitian untuk mengidentifikasi
masalah mata lebih lanjut. Kontak tambahan yang dilaporkan dengan dokter
keluarga atau rumah sakit selama periode ini sudah dikonfirmasi dengan mengacu
pada catatan medis anak tersebut.
Penilaian outcome utama adalah berdasarkan kecepatan penyembuhan
klinis selama 7 hari, seperti yang dinyatakan oleh orang tua. Lamanya waktu dari
perekrutan sampai penyembuhan ditentukan dari buku harian; Waktu
penyembuhan adalah waktu rekaman pertama dalam buku harian setelah tidak
ditemukan adanya tiga gejala (rasa sakit, kemerahan, atau discharge). Setiap
ketidakcocokan antara pencatatan waktu penyembuhan dengan isi buku harian
selanjutnya didiskusikan antar peneliti. Dalam satu kasus bila tidak adanya
informasi dari buku harian, maka outcome 7 hari tersebut dinilai dari catatan
penelitian perawat.
Untuk ukuran hasil mikrobiologis, swab konjungtiva segera dibawa ke
laboratorium setelah pengambilan sampel untuk diproses langsung. Cawan agar
darah dan agar coklat diinokulasi dengan kapas dan tabung buffer stabilisasi
disimpan pada suhu -80ºC sampai pengujian molekuler selesai. Cawan agar
diinkubasi pada suhu 37ºC dalam 5% CO2 paling sedikit 48 jam, dan semua jenis
bakteri dengan morfologi yang berbeda diidentifikasi dengan teknik mikrobiologi
klinis standar. Kita menggunakan tes molekuler untuk mendeteksi ada tidaknya
adenovirus, picornavirus, virus herpes simpleks, dan Chlamydia trachomatis
(Brueggemann AB, Rose PW, Perera R, dkk, tidak dipublikasikan).
Masih ada perdebatan tentang bakteri apa yang bersifat patogen pada
konjungtivitis anak, disamping Haemophilus influenzae dan Streptococcus
pneumoniae. Karena kita perlu menentukan pengukuran keberhasilan
mikrobiologis terkait dengan bakteri penyebab, kita melakukan Meta-analisis
untuk membandingkan bakteri yang dikultur dari konjungtiva 518 anak dengan
konjungtivitis dan 283 anak kontrol yang sehat, kemudian data dari dua penelitian
sebelumnya14,15 digabungkan dengan data kami yang tidak dipublikasikan
(gambar 1). Organisme yang paling umum terjadi pada sampel konjungtivitis
dibandingkan dengan kontrol adalah H influenzae, S pneumoniae, dan Moraxella
catarrhalis. Bukti menunjukkan bahwa terdapat heterogenitas substansial dalam
penelitian rasio risiko untuk bakter Staphylococcus spp koagulase-negatif. Hasil
ini mungkin disebabkan karena jenis stafilokokus yang berbeda-beda, dan karena
itu setiap penelitian mungkin memiliki isolasi tingkat spesies individu yang
bervariasi untuk Staphylococcus. Sebuah analisis khusus untuk spesies tertentu
tidak memungkinkan, dan oleh karena itu perkiraan rasio risiko gabungan untuk
spesies staphylococcus koagulase-negatif harus diinterpretasikan dengan hati-hati.
Dengan demikian, kami menilai hasil mikrobiologis dengan
Gambar 1. Meta-analisis dari tiga set data melaporkan adanya organisme bakteri pada
konjungtiva anak dengan konjungtivitis dan kontrol sehat
Demikian, kami menilai outcome mikrobiologi dengan membandingkan jumlah
unit pembentukan koloni saat rekuitmen dan pada hari ke 7 untuk tiga organisme
ini.
Jumlah koloni dikelompokkan sebagai berikut : 100 atau lebih koloni = 3,
11-99 = 2, 1-10 = 1, dan tidak ada pertumbuhan = 0. Outcome berupa perbedaan
antara klasifikasi jumlah koloni saat rekuitmen dan swab pada hari ke 7 untuk H
influenzae, S pneumoniae, dan M catarrhalis yang teridentifikasi di setiap kasus.
Jumlah koloni 0 pada swab kedua dikatakan sembuh, penurunan jumlah koloni
dikatakan perbaikan, jumlah kolomi sama dikatakan tidak ada perubahan, dan
peningkatan jumlah koloni dikatakan perburukan. Jika H influenzae, S
pneumoniae, dan M catarrhalis terdeteksi secara bersamaan, outcome akhir
dikatakan sebagai outcome terburuk di antara bakteri multipel. Untuk menilai efek
dari intervensi, anak yang sembuh atau perbaikan dibandingkan dengan anak yang
tidak ada perubahan atau buruk dalam dua kelompok.
Analisis Statistik
Untuk semua hasil pembagian dalam dua bagian, perbedaan risiko antara
kloramfenikol dan kelompok placebo dengan (%% Cis dapat dihitung. Untuk
hasil dari penyembuhan klinis pada hari ketujuh, perkiraan jumlah angka yang
diperoleh butuh diobati (NNT=1/perbedaan risiko). Uji Mann-Whitney digunakan
untuk membandingkan waktu pengobatan klinis (kontinu), karena ini sangat
condong. Tingkat kesembuhan klinis pada kedua kelompok tersebut dibandingkan
dengan uji Log-Rank dan Kaplan-Meier. Kelangsungan individu yang tidak
sembuh pada akhir hari ketujuh (yaitu, analisis intention-to-treat). Kami
menyiapkan subkelompok analisis yang berhubungan dengan penyebab
mikrobiologis. Data ganda dimasukkan ke Microsoft Access dan dianalisis dengan
menggunakan SPSS version 12.0 untuk Windows. Analisis utama dilakukan
sebelum kode randomisasi rusak. Meta analisis dari kode acak digunakan untuk
menentukan organisme bakteri yang sangat terkait dengan konjungitvitis, dengan
risiko relative sebagai rangkuman statistiknya, sedangkan heterogenitas dinilai
dengan menggunakan statististik X2 dan I2.16
Perbedaan 19% dalam tingkat kesembuhan pada tujuh hari telah terjadi
sebelumnya sudah dilaporkan17 dan dinilai oleh semua penyelidik menjadi
perbedaan penting secara klinis.
Peran sumber
Lebih banyak anak mengeluhkan sakit atau nyeri pada kelompok yang tidak
diacak. (n=30, p=0.01), tetapi tidak ada perbedaan lain yang tercatat antara
karakteristik kelompok yang diacak dengan yang tidak diacak.
Tabel 2 menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti antara klorampenikol dan
kelompok placebo dan angka kejadian bakteri dan virus yang terdeteksi. Bakteri
pathogen dikultur dari sekitar 250 anak-anak: 60% H. influenza, 20% S
pnemoniae, dan 10% M catarrhalis. Adenovirus atau picorna virus (atau
keduanya) terdeteksi dari lebih dari 10% anak-anak.
Secara keseluruhan, patogen diidentifikasi pada 261 (80%) anak, dimana
pada 217 (67%) tumbuh satu atau lebih bakteri patogen, sembilan (3%)
menujukkan hanya virus saja, dan 34 (10%) positif untuk kedua virus dan bakteri.
C trachomatis dan virus herpes simpleks tidak terdeteksi pada semua anak.
Pada hari ketujuh, 86% anak sembuh secara klinis dengan kelompok
antibiotik dibandingkan dengan 79% pada kelompok plasebo (tabel 3). Analisis
dengan tujuan-untuk-terapi termasuk anak yang gagal follow up dan dianggap
terapi tidak berhasil – Jika anak-anak yang gagal follow up diekslusikan, 86%
anak sembuh secara klinis pada kelompok antibiotik dibadingkan dengan 83%
dari anak-anak di kelompok plasebo (tabel 3). NNT untuk mencapai satu atau
lebih kesembuhan klinis pada hari ke 7 karena itu diperkirakan sekitar 14–25.
Tidak ada perbedaan signifikan yang tampak pada tingkat kesembuhan
klinis, perbaikan mikrobiologis atau kesembuhan, atau waktu median kesembuhan
pada hari ke-7. Bahkan pada subkelompok yang hanya tumbuh bakteri patogen,
tingkat kesembuhan klinis tidak berbeda secara signifikan antara kelompok
antibiotik (85%) dan plasebo (80%) – estimasi NNT 22. Namun, jumlah anak-
anak yang diterapi dengan kloramfenikol yang menunjukkan eradikasi bakteri
(40%) berbeda seccara signifikan dibandingkan anak-anak yang diterapi dengan
plasebo (23%, NNT 6; tabel 3).
Gambar 3 menunjukkan proporsi anak-anak yang dilaporkan sembuh
setiap harinya pada saat uji coba. Kurva menyimpang pada hari 2 (26% sembuh
pada kelompok kloramfenikol dan 16% pada kelompok plasebo) dan tetap
dipisahkan sampai hari ke-7 (tes log-rank p=0.025). Perbedaan rata-rata waktu
penyembuhan adalah 0,3 hari, dimana tidak ada perubahan besar dari hari ke-2
sampai ke-7. Sembilan anak gagal untuk menyelesaikan uji coba (karena mereka
tidak menjawab panggilan telfon untuk membuat janji); delapan dari anak-anak
ini berada dalam kelompok plasebo. Beberapa anak diresepkan antibiotik tetes
mata oleh dokter keluarga selama uji coba karena kekhawatiran orang tua akibat
tidak adanya kemajuan terapi; akan tetapi, jumlahnya hanya sedikit (12 kejadian)
dan setara di setiap kelompok.
Pemeriksaan data 6 minggu tersedia pada 307 (94%) anak. Efek samping
jarang dan terdistribusi secara merata di antara masing-masing kelompok. Hanya
satu kejadian yang kemungkinan berhubungan dengan kloramfenikol; seorang
anak dengan kelopak mata dan wajah bengkak. Konjungtivitis kambuhan atau
episode baru terjadi jarang (<5%) dalam 5 minggu setelah uji coba dan
terdistribusi secara merata di antara masing-masing kelompok (tabel 3). Sebagai
tambahan terdapat konsultasi untuk konjungtivitis, 19 (6%) anak di kelompok
antibiotik dan 19 (6%) di kelompok plasebo konsultasi ke dokter keluarga untuk
masalah-masalah minor lainnya di antara hari ke-8 dan 6 minggu setelah uji coba.
Tabel 3: Keluaran utama pada anak-anak yang diterapi dengan tetes mata
kloramfenikol dan plasebo
Kloramfenikol Plasebo Perbedaan (95% CI)
(n=163)* (n=163)*
Pembahasan
Kami telah menunjukkan bahwa gejala menghilang tanpa antibiotik pada sebagian
besar anak dengan infeksi konjungtivitis akut. Pada analis dengan-tujuan-terapi,
kami mencatat sedikit perbaikan resolusi gejala pada hari ke-7 di kelompok yang
mendapatkan kloramfenikol. Perbaikan ini selanjutnya berkurang jika anak-anak
yang hilang saat follow-up diekslusi. Kami tidak memiliki alasan untuk percaya
bahwa anak-anak yang diekslusi ini akan bersikap berbeda terhadap mereka yang
menyelesaikan percobaan. Sekitar setengah hari diperoleh pada waktunya terjadi
resolusi antara anak-anak yang diobati dengan antibiotik dan yang diberi plasebo,
namun pencapaian ini harus dipertimbangkan terhadap biaya perawatan pribadi
dan kesehatan dari suatu kondisi yang membaik tanpa perawatan. Hasil
mikrobiologi kami memastikan bahwa kloramfenikol mengurangi jumlah bakteri
patogen di mata, namun eradikasi tidak penting untuk penyembuhan klinis.
Follow-up selama 6 minggu setelah diagnosis menunjukkan bahwa komplikasi
dan kekambuhan jarang terjadi, meskipun tanpa pengobatan.
Referensi:
1. Dart JK. Eye disease at a community health centre. BMJ 1986; 293: 1477–
80.
2. McDonnell PJ. How do general practitioners manage eye disease in the
community? Br J Ophthalmol 1988; 72: 733–36.
3. McCormick M, Fleming D, Charlton J. Morbidity statistics from general
practice: fourth national survey 1991–1992. London: HMSO, 1995.
4. Everitt H, Little P. How do GPs diagnose and manage acute infective
conjunctivitis? A GP survey. Fam Pract 2002; 19: 658–60.
5. Department of Health. Prescription cost analysis: England. London:
Department of Health, 2004.
http://www.doh.gov.uk/PublicationAndStatistics (accessed June 15, 2005).
6. Del Mar CB, Glasziou PP, Spinks AB. Antibiotics for sore throat.
Cochrane Database Syst Rev 2004; 2: CD000023.
7. Glasziou PP, Del Mar CB, Sanders SL, Hayem M. Antibiotics for acute
otitis media in children. Cochrane Database Syst Rev 2004; 1: CD000219.
www.thelancet.com Vol 366 July 2, 2005 43
8. Sheikh A, Hurwitz B, Cave J. Antibiotics for acute bacterial conjunctivitis.
Cochrane Database Syst Rev 1999; 4: CD001936.
9. Kettenmeyer A, Jauch A. A double-blind double-dummy multicenter
equivalence study comparing topical lomefloxacin 0·3% twice daily with
norfloxacin 0·3% four times daily in the treatment of acute bacterial
conjunctivitis. J Clin Res 1998; 1: 75–86.
10. Montero J, Casado A, Perea E, et al. A double-blind double-dummy
comparison of topical lomefloxacin 0·3% twice daily with topical
gentamicin 0·3% four times daily in the treatment of acute bacterial
conjunctivitis. J Clin Res 1998; 1: 29–39.
11. Doona M, Walsh JB. Use of chloramphenicol as topical eye medication:
time to cry halt? BMJ 1995; 310: 1217–18.
12. Lancaster T, Swart AM, Jick H. Risk of serious haematological toxicity
with use of chloramphenicol eye drops in a British general practice
database. BMJ 1998; 316: 667.
13. Papas EB. Key factors in the subjective and objective assessment of
conjunctival erythema. Invest Ophthalmol Vis Sci 2000; 41: 687–91.
14. Gigliotti F, Williams WT, Hayden FG, et al. Etiology of acute
conjunctivitis in children. J Pediatr 1981; 98: 531–36.
15. Weiss A, Brinser JH, Nazar-Stewart V. Acute conjunctivitis in childhood.
J Pediatr 1993; 122: 10–14.
16. Higgins JPT, Thompson SG, Deeks JJ, Altman DG. Measuring
inconsistency in meta-analyses. BMJ 2003; 327: 557–60.
17. Gigliotti F, Hendley JO, Morgan J, Michaels R, Dickens M, Lohr J.
Efficacy of topical antibiotic therapy in acute conjunctivitis in children. J
Pediatr 1984; 104: 623–26.
18. Normann EK, Bakken O, Peltola J, et al. Treatment of acute neonatal
bacterial conjunctivitis: a comparison of fucidic acid to chloramphenicol
eye drops. Acta Ophthalmol Scand 2002; 80:183–87.
Critical Appraisal
1.8 What percentage of the 0,6% dropped out in trial group and
individuals or clusters recruited 4,9% dropped out in placebo group
into each treatment arm of the
study dropped out before the
study was completed?
1.9 All the subjects are analysed in Yes No
the groups to which they were
Can’t say Does not apply
randomly allocated (often
referred to as intention to treat
analysis).
1.10 Where the study is carried out Yes No
at more than one site, results Can’t say Does not apply
are comparable for all sites.
2.1 How well was the study done High quality (++)
to minimise bias?
Code as follows: Acceptable (+)
Low quality (-)
Unacceptable – reject 0
2.2 Taking into account clinical Ya, karena peneliti telah melakukan
considerations, your evaluation randomisasi dan sistem blind setelah
of the methodology used, and pasien memenuhi kriteria inklusi dan
the statistical power of the tidak termasuk ke dalam kriteria
study, are you certain that the eksklusi. Pasien juga diberikan
overall effect is due to the instruksi pemakaian obat yang sama
study intervention? pada kedua group.
Pada hari ketujuh, 86% anak
sembuh secara klinis dengan
kelompok antibiotik dibandingkan
dengan 79% pada kelompok
plasebo. Jika anak-anak yang gagal
follow up diekslusikan, 86% anak
sembuh secara klinis pada kelompok
antibiotik dibadingkan dengan 83%
dari anak-anak di kelompok plasebo.
Tidak ada perbedaan signifikan yang
tampak pada tingkat kesembuhan
klinis, perbaikan mikrobiologis atau
kesembuhan, atau waktu median
kesembuhan pada hari ke-7. Tingkat
kesembuhan klinis tidak berbeda
secara signifikan antara kelompok
antibiotik (85%) dan plasebo (80%)
meskipun eradikasi bakteri (40%)
berbeda seccara signifikan
dibandingkan anak-anak yang
diterapi dengan plasebo (23%).
Konjungtivitis kambuhan atau
episode baru terjadi jarang (<5%)
dalam 5 minggu setelah uji coba dan
terdistribusi secara merata di antara
masing-masing kelompok (tabel 3).
Sebagai tambahan terdapat
konsultasi untuk konjungtivitis, 19
(6%) anak di kelompok antibiotik dan
19 (6%) di kelompok plasebo
konsultasi ke dokter keluarga untuk
masalah-masalah minor lainnya di
antara hari ke-8 dan 6 minggu
setelah uji coba.
2.3 Are the results of this study Ya
directly applicable to the
patient group targeted by this
guideline?
2.4 Notes. Peneliti telah menunjukkan bahwa gejala dapat sembuh tanpa
antibiotik pada kebanyakan anak dengan konjungtivitis infeksi akut.
Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan anak yang
sehat dengan konjungtivitis akut tidak memerlukan antibiotik okular
pada kunjungan pertama pada layanan primer. Orang tua harus
didorong untuk merawat anak mereka sendiri tanpa konsultasi medis,
kecuali jika anak mereka mengalami perkembangan gejala yang tidak
biasa atau gejalanya bertahan lebih dari seminggu.
Population:
Studi ini melibatkan 326 anak usia 6 bulan sampai 12 tahun dengan diagnosa
klinis konjungtivitis yang kami ambil dari 12 klinik praktek umum di Inggris.
Sembilan anak hilang dari follow-up (satu dari kelompok kloramfenikol; delapan
dari kelompok placebo), jadi tersisa 162 anak kelompok kloramfenikol dan 155
anak kelompok placebo.
Intervention:
Orangtua diberi sebotol obat tetes mata oleh perawat dengan instruksi
untuk memasukkan satu tetes obat pada masing-masing mata yang sakit setiap 2
jam untuk 24 jam pertama saat anak mereka tidak tidur dan kemudian empat kali
setiap hari sampai 48 jam setelah infeksi teratasi. Orangtua diminta untuk mengisi
lembar gejala tentang kondisi anak mereka, setelah setiap tetes diberikan dan juga
mencatat saat mereka menganggap penyakit anaknya sembuh.
Pada follow up 7 hari, anak tersebut akan dikunjungi lagi oleh perawat
penelitian setelah rekrutmen ketika penilaian klinis sudah dilakukan dan dua swab
telah diambil dari mata yang sama seperti swab pertama. Orangtua akan ditelepon
selama 6 minggu setelah selesai mengikuti penelitian untuk mengidentifikasi
masalah mata lebih lanjut.
Ukuran sampel yang direncanakan (n=500) dikutip dalam protocol asli cukup
untuk mendeteksi perbedaan ini dengan nilai 80%, = 0.05 menggunakan uji
two-tailed berdasarkan tingkat kesembuhan placebo sebesar 72%, dan prevalensi
dari kejadian bakteri sebesar 60% (dengan asumsi kejadian virus tidak
terpengaruh oleh antibiotik). Namun, ukuran sampel dihitung ulang (tanpa
merusak kode randomisasi) bila asumsi selanjutnya ini jelas tidak berlaku—
hampir 80% dari kejadian bakteri dan tingkat kesembuhan dalam tujuh hari lebih
dari 80%. Setelah rekruitmen yang ketiga kalinya, kami memperkirakan ulang
bahwa kami mencapai 80% untuk mendeteksi 12-14% perbedaan dan jika kami
melanjutkan memulihkan sampel aslinya, pencapaian tidak akan meningkat secara
substansial: karena itu percobaan berhenti.
Comparison :
Outcome :
Dari 326 responden, tidak ada perbedaan yang berarti antara kelompok
klorampenikol dan kelompok placebo dan angka kejadian bakteri dan virus yang
terdeteksi. Bakteri pathogen dikultur dari sekitar 250 anak-anak: 60% H.
influenza, 20% S pnemoniae, dan 10% M catarrhalis. Adenovirus atau picorna
virus (atau keduanya) terdeteksi dari lebih dari 10% anak-anak.
Penyembuhan klinis pada hari ke 7 terjadi pada 128 dari 155 anak (83%)
kelompok placebo, dibanding 140 dari 162 anak (86%) kelompok kloramfenikol.
Tujuh anak (4%) pada kelompok kloramfenikol dan lima anak (3%) pada
kelompok placebo mengalami episode konjungtivitis yang lebih lama selama 6
minggu (1.2% -2.9% sampai 5.3%). Kejadian yang merugikan jarang terjadi dan
merata pada kedua kelompok.
Secara keseluruhan, patogen diidentifikasi pada 261 (80%) anak, dimana pada 217
(67%) tumbuh satu atau lebih bakteri patogen, sembilan (3%) menujukkan hanya
virus saja, dan 34 (10%) positif untuk kedua virus dan bakteri. C trachomatis dan
virus herpes simpleks tidak terdeteksi pada semua anak.
Pada hari ketujuh, 86% anak sembuh secara klinis dengan kelompok antibiotik
dibandingkan dengan 79% pada kelompok placebo. Jika anak-anak yang gagal
follow up diekslusikan, 86% anak sembuh secara klinis pada kelompok antibiotik
dibadingkan dengan 83% dari anak-anak di kelompok placebo.
Tidak ada perbedaan signifikan yang tampak pada tingkat kesembuhan klinis,
perbaikan mikrobiologis atau kesembuhan, atau waktu median kesembuhan pada
hari ke-7. Bahkan pada subkelompok yang hanya tumbuh bakteri patogen, tingkat
kesembuhan klinis tidak berbeda secara signifikan antara kelompok antibiotik
(85%) dan plasebo (80%).