PERMINYAKAN
Seri: Minyak Pelumas
S
alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah
dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena
kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai
sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur
terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang
tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana
cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan.
Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut
adalah diadakan layanan informasi berupa Paket
Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT).
Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah
salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan
bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi
untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam
bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber
informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia.
Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini
bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat
akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi
para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan
pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan,
bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya.
Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam
Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah
sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel
(full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan
cantuman bibliografi beserta abstrak.
DAFTAR ISI i Pilih/klik judul
untuk melihat full text
Abstrak: -
Abstrak: -
DAFTAR ISI
KOMPATIBILITAS CAMPURAN MINYAK total acid number (TAN) , indeks viskositas, dan
LUMAS DASAR JENIS MINERAL ketahanan terhadap keausan. Namun dilihat dari
kelarutan, kedua campuran antara minyak nabati
DENGAN MINYAK NSABATI SEBAGAI
dan minyak mineral tidak dapat larut dengan baik
MINYAK LUMAS DASAR PELUMASAN karena perbedaan kepolarannya. Oleh karena
MESIN KENDARAAN BERMOTOR itu, untuk menghasilkan kompatibilitas yang
Rona Malam Karina; Catur Yuliani R. sempurna sehingga perlu ditambahkan aditif
Lembaran publikasi Lemigas. Vol. 44, No. 3, 2010: emusifier.
299-306
Abstrak:
Minyak lumas sangat berperan dalam dunia MENGENAL PELUMAS PADA MESIN
industri automotif. Saat ini kebutuhan akan minyak Darmanto
lumas meningkat dalam tingkat konsumsi maupun Momentum. Vol. 7, No. 1 , 2011:5-10
persyaratan teknis seiring dengan meningkatnya
jumlah pemakai minyak lumas dan persyaratan Abstrak:
yang dibutuhkan oleh mesin kendaraan bermotor. Kontak mekanik adalah hal yang tidak bisa dihindari
Minyak jarak yang diperoleh dari Ricinus pada permesinan, meminimalkan keusan akibat
communis telah lama digunakan sebagai bahan kontak adalah dengan cara memberi pelumas
pengganti minyak lumas dasar mineral karena pada sistem tersebut. Cara memilih pelumas
minyakjarak memiliki karakteristik (termasuk pada mesin harus mempertimbangkan tiga hal
biodegradasi) sangat baik dibanding minyak pokok, yaitu putaran mesin, tekanan kontak atau
lumas dasar lain. Pencampuran minyak jarak beban dan temperatur kerja. Indek Viskositas
dengan minyak lumas sintetik dan minyak lumas pelumas menunjukkan kerja pelumas yang sangat
dasar mineral diharapkan dapat meningkatkan dipengaruhi oleh temperatur kerja. Kekentalan
kualitas minyak lumas dasar, di mana karakteristik atau viskositas pelumas mempengaruhi koefisien
minyak lumas dasar mineral telah diketahui. Oleh gesek permukaan kontak, sehingga mempengaruhi
karena itu, penelitian ini dilaksanakan dengan regim pelumasan. Kata Kunci : kontak mekanik,
cara mencampur minyak lumas dasar sintetik pelumas mesin.
dan minyak lumas dasar mineral dengan minyak
nabati agar kualitas minyak lumas dasar campuran
dapat meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kompatibilitas melalui uji karakteristik
fisika-kimia dan uji semi unjuk kerja dari campuran
MINYAK PELUMAS UNTUK MOTOR
minyak nabati hasil sintesis dan minyak lumas BENSIN DUA LANGKAH
dasar mineral. Penelitian ini menggunakan tiga P.L. Puppung
macam minyak lumas dasar, yaitu dua minyak Lembaran publikasi Lemigas. Vol. 20, No. 1, 1985:
lumas dasar mineral jenis high viscosity index dan 17-20
satu minyak lumas dasar sintetik. Pecampuran
dilakukan berdasarkan perbandingan % (w/w) Abstrak: -
minyak nabati hasil sintesis terhadap minyak
mineral. Konsentrasi minyak nabati hasil sintesis
yang dibuat pada percobaan ini, yaitu 0%, 4%,8%,
12%, serta 15%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pencampuran minyak nabati hasil sintesis
ke dalam base oil jenis mineral dapat memperbaiki
3 karakteristik base oil mineral tersebut, yaitu
DAFTAR ISI
Abstrak: -
Abstrak: -
PEMBERSIH BAHAN BAKAR DAN
MINYAK PELUMAS DI KAPAL DENGAN
CARA SENTRIFUGASL
Setiyadi; Imam Murjianto
Maritim : jurnal sains dan teknologi. Vol. 9, No. 2,
2011: 184-191
Abstrak: -
Abstrak: -
DAFTAR ISI
Abstrak: -
Jurnal MEKINTEK
Volume 1 No. 2 Juli - Desember 2010
Abstrak
Teknik pengecoran adalah teknik yang paling banyak digunakan dalam dunia industri otomotif, salah satunya adalah
peng�n dengan menggunakan bahan besi cor kelabu. Bahan baku yang dipergunakan dalam perencanaan ini
cor kelabu (Gray Cast Iron), dengan keunggulan pada
diperoleh dari peleburan besi-besi bekas. Objek yang akan direncanakan ialah poros pompa minyak pelumas yang
adalah besi ��aan yang banyak dipasaran yang
terdapat pada kendaraanroda 4. Proses pengecoran dikerjakan muJai dari pembuatan kokas sebagai bahan bakar
pengecoran sampai proses pengecoran untuk memperoleh basil besi cor kelabu yang akan digunakan. Proses
pengujian yang dilakukan adalah pengujian analisa kimia, �ngujian strulctur mikro, serta pengujian kek�.
Hasilnya diperoleh desain perencanaan penuangan yang terdiri dari berat coran yang dibutuhkan, lamany waktu
tuaog, dan spesifikasi sistim saluran.
88
Jurnal MEKINTEK
Volume 1 No. 2 Juli - Desember 2010
B�ya volume tuang persatuan waktu maka perlu dijaga agar pendinginan di dalam
ditentukan berdasarkan persamaan : cetakan.
Setelah proses pengecoran selesai
dengan basil coran yang sudah dingin, maka
Q= (�)
Txp
(2)
89
Jumal MEKINTEK
Volume 1 No. 2 Juli - Desember 2010
4. Kesimpulan
90
Kinerja Mesin Bensin Berdasarkan Perbandingan Pelumas Mineral dan Sintetis, Mawardi Silaban
Mawardi Silaban
Balai Besar Teknologi Energi (B2TE), BPPT
Kawasan PUSPIPTEK, Setu, Tangerang Selatan,15314.
*email : silaban90210@yahoo.com
ABSTRAK
Uji kinerja mesin bensin berdasarkan perbandingan pemakaian pelumas mineral dan sintetis disajikan
dalam tulisan ini. Pengujian dilakukan pada mesin dengan menggunakan pelumas mineral pada
putaran 1200, 1600 dan 2000 rpm selanjutnya dihitung kebutuhan pemakaian bahan bakar spesifik,
daya poros dan efisiensi thermalnya. Kemudian dengan menggunakan mesin yang sama pengujian
dilakukan dengan menggunakan pelumas sintetis pada variasi putaran yang sama seperti tersebut
diatas, dan selanjutnya dianalisis serta dibandingkan hasil yang diberikan. Dari hasil pengujian yang
dilakukan bahwa mesin dengan menggunakan pelumas mineral mengkonsumsi bahan bakar spesifik
0,524 – 1,043 kg/kW-jam, dan dengan menggunakan pelumas sintetis 0,457 – 0,604 kg/kW-jam. Daya
poros yang dihasilkan dengan menggunakan pelumas mineral 1,985 – 3,465 kW, dan dengan
menggunakan pelumas sintetis 2,038 – 3,519 kW. Efisiensi thermal dengan menggunakan pelumas
mineral 8,04 – 15,99 %, dan dengan menggunakan pelumas sintetis 15,21 – 17,56 %.
Kata kunci : pelumas, kekentalan, bahan bakar spesifik, daya poros, efisiensi thermal
ABSTRACT
Performance test of lubricants mineral and synthetic lubricants in gasoline engines is presented in this
paper. Performed tests on the machine by using mineral oil on round 1200, 1600 and 2000 rpm was
calculated as the needs of specific fuel consumption, power shaft and thermal efficiency. Then by
using the same engine tests carried out using synthetic lubricants at the same rotation variation as
mentioned above, and then compared the results given. From the results of tests performed that the
engine using mineral lubricant specific fuel consumption from 0.524 to 1.043 kg / kW-hour, and by
using synthetic lubricants from 0.457 to 0.604 kg / kW-hour. Shaft power generated by using mineral
oil 1.985-3, 465 kW, and by using synthetic lubricants from 2.038 to 3.519 kW. Thermal efficiency
with the use of mineral lubricants from 8.04 to 15.99%, and by using synthetic lubricants from 15.21 to
17.56%.
Keywords : lubricants, viscosity, specific fuel consumption, power shaft, thermal efficiency
1. PENDAHULUAN
Pelumas adalah bahan penting bagi kendaraan bermotor. Memilih dan menggunakan
pelumas yang baik dan benar untuk kendaraan bermotor merupakan langkah tepat untuk
merawat mesin dan peralatan kendaraan agar tidak cepat rusak dan mencegah pemborosan.
Dari perkembangan teknologi otomotif yang sangat pesat saat ini, menuntut banyak orang
untuk berusaha meningkatkan kemampuan mesin (daya mesin), model serta dengan
pemakaian bahan bakar seekonomis mungkin. Dalam hal peningkatan daya mesin berbagai
33
JITE Vol. 1 No. 12 Edisi Februari 2011 : 33- 44
hal telah dilakukan mulai dari memodifikasi mesin, menambahkan suatu komponen
tertentu, tetapi hal itu memerlukan pengorbanan biaya dan waktu yang cukup besar,
sehingga dirasakan kurang efektif untuk dilaksanakan. Salah satu bentuk untuk
meningkatkan kinerja dan juga daya tahan mesin maka dilakukan pemilihan pelumas yang
tepat yang ada di pasaran.Umur mesin sangat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya
sistem perawatan yang dilakukan. Perawatan yang tidak tepat pada mesin akan dapat
mempercepat keausan dari komponen-komponen terutama pada bagian yang bergerak
seperti torak dan silinder, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kerusakan total pada
mesin. Pemilihan jenis maupun periode penggantian pelumas juga memegang peranan
penting bagi daya kerja dan umur sebuah mesin.
Dengan mengetahui betapa pentingnya faktor pemilihan pelumas pada mesin, serta dampak
yang diakibatkan terhadap unjuk kerja dan konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan maka
tulisan ini akan memberikan pemahaman tentang perbandingan pemakaian jenis pelumas
sintetis atau pelumas mineral pada mesin bensin berdasarkan pengujian yang dilakukan di
laboratorium. Penelitian ini akan memberikan penjelasan ilmiah kepada masyarakat umum
akan perbedaan kinerja mesin bensin bila menggunakan pelumas mineral atau pelumas
sintetis.
Secara umum perbedaan antara pelumas mesin dan pelumas lainnya adalah, pelumas mesin
menjadi kotor dengan adanya karbon, asam dan zat kotoran lainnya yang dihasilkan dari
pembakaran. Sebagai contoh, sulfur acid dan hydrochloric acid dibentuk dari hasil
pembakaran bahan bakar yang harus dinetralisir. Bahan bakar yang tidak terbakar, kotoran
dan karbon juga harus dilarutkan atau dibawa oleh mesin sehingga tidak mengumpul dalam
mesin itu sendiri. Atau dengan kata lain fungsi utama pelumas adalah melumasi metal yang
bersinggungan, sebagai pendingin, sebagai perapat, sebagai pembersih, dan sebagai
penyerap tegangan.
Untuk memenuhi fungsi tersebut maka pelumas harus memiliki syarat-syarat yang
ditetapkan seperti: harus memiliki kekentalan yang tepat, memiliki kestabilan pada
perubahan temperatur, tidak merusak atau anti karat terhadap komponen, dan tidak
menimbulkan busa.
Semua fungsi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dan saling berkaitan, sebagai
pelumas, oli akan membuat gesekan antar komponen di dalam mesin yang bergerak
menjadi lebih halus, sehingga memudahkan mesin untuk mencapai suhu kerja yang ideal.
Selain itu pelumas juga bertindak sebagai fluida yang memindahkan panas dari ruang bakar
ke bagian lain pada mesin yang lebih dingin.
34
Kinerja Mesin Bensin Berdasarkan Perbandingan Pelumas Mineral dan Sintetis, Mawardi Silaban
Kekentalan merupakan sifat terpenting dari minyak pelumas, yang merupakan ukuran yang
menunjukkan tahanan minyak terhadap suatu aliran. Pelumas dengan viskositas tinggi
adalah kental, berat dan memiliki kemampu aliran yang rendah. Ia mempunyai tahanan
yang tinggi terhadap geraknya sendiri serta lebih banyak gesekan di dalam dari molekul-
molekul pelumas yang saling meluncur satu diatas yang lain. Jika digunakan pada bagian-
bagian mesin yang bergerak, pelumas dengan kekekantalan tinggi kurang efisien karena
tahanannya terhadap gerakan. Sedangkan keuntungannya adalah dihasilkan lapisan
pelumas yang tebal selama penggunaan. Pelumas dengan kekentalan rendah mempunyai
gesekan didalam dan tahanan yang kecil terhadap aliran. Suatu pelumas dengan kekentalan
rendah mengalir lebih tipis. Pelumas ini dipergunakan pada bagian peralatan yang
mempunyai kecepatan tinggi dimana permukaannya perlu saling berdekatan seperti pada
bantalan turbin.
Kekentalan dapat dinyatakan sebagai tahanan aliaran fluida yang merupakan gesekan
antara molekul – molekul cairan satu dengan yang lain. Suatu jenis cairan yang mudah
mengalir, dapat dikatakan memiliki kekentalan yang rendah, dan sebaliknya bahan– bahan
yang sulit mengalir dikatakan memiliki kekentalan yang tinggi.
Kekentalan juga menunjukkan ketebalan atau kemampuan untuk menahan aliran suatu
cairan. Pelumas cenderung menjadi encer dan mudah mengalir ketika panas dan cenderung
menjadi kental dan tidak mudah mengalir ketika dingin. Tapi masing-masing
kecenderungan tersebut tidak sama untuk semua pelumas. Ada tingkatan permulaan kental
dan ada yang dibuat encer (tingkat kekentalannya rendah).
Mutu dari pelumas sendiri ditunjukkan oleh kode API (American Petroleum
Institute) dengan diikuti oleh tingkatan huruf dibelakangnya. API: SL, kode S(Spark)
35
JITE Vol. 1 No. 12 Edisi Februari 2011 : 33- 44
menandakan pelumas mesin untuk bensin. Kode huruf kedua mununjukkan nilai mutu
pelumas, semakin mendekati huruf Z mutu pelumas semakin baik dalam melapisi
komponen dengan lapisan film dan semakin sesuai dengan kebutuhan mesin modern.
Semua jenis pelumas baik mineral maupun sintetis sama-sama ada standar APInya.
Pelumas mineral biasanya dibuat dari hasil penyulingan sedangkan pelumas sintetis dari
hasil campuran kimia. Bahan pelumas sintetis biasanya PAO (Poly Alpha Olefin). Jadi
pelumas Mineral API SL kualitasnya tidak sama dengan pelumas Sintetis API SL.
Pelumas sintetis telah lama digunakan untuk peralatan militer, komersil dan untuk
keperluan umum. Istilah sintetis berarti suatu produk yang dihasilkan tidak dengan proses
permurnian secara alami sehingga menjadi unsur, seperti unsur pelumas mineral yang
diproses dari pemurnian minyak mentah. Pelumas sintetis diproses dari beberapa bahan
dasar yang berbeda dan dengan menggunakan beberapa cara yang berbeda pula. Beberapa
campuran kimia yang biasanya digunakan untuk pelumas sintetis meliputi :
1. Synthetic hydrocarbons (pada umumnya polyalphalefins)
2. Organic esters (dibuat dengan mencampur alkohol dan asam)
3. Polyglycols
36
Kinerja Mesin Bensin Berdasarkan Perbandingan Pelumas Mineral dan Sintetis, Mawardi Silaban
habis dan gas asap yang dihasilkan keluar dari knalpot lebih hitam. Beberapa keuntungan
pelumas sintetis diantaranya adalah:
1. Dapat membuat mesin mudah dihidupkan pada saat cuaca sangat dingin.
2. Penggunaan pelumas sintetis dapat menghemat pemakaian bahan bakar seekonomis
mungkin karena dapat mengurangi gesekan secara maksimal pada mesin
3. Penggunaan pelumas sintetis menghasilkan mesin yang cenderung lebih dingin
pada saat beroperasi karena gesekan yang minim pada mesin.
4. Memiliki ketahanan panas yang lebih tinggi sehingga tidak mudah rusak dan tahan
lama terhadap oksidasi.
Pelumas mineral digunakan hampir diseluruh mesin otomotif karena pelumas mineral
mempunyai lebih banyak pilihan kualitas yang diinginkan, lebih murah dan lebih banyak
dibandingkan jenis lain. Pelumas mineral bebas dari asam ketika pemurnian, oleh karena
itu tidak merusak logam dikarenakan reaksi kimia. Pelumas berbahan dasar mineral
diperoleh sebagai bagian dari proses pemurnian minyak bumi , ciri fisik dan kimia pelumas
tergantung pada jenis minyak bumi yang dihasilkan.
Yang dimaksud dengan kemampuan mesin adalah prestasi dari suatu mesin yang erat
hubungannya dengan daya mesin yang dihasilkan serta daya guna dari mesin tersebut. Ada
beberapa parameter yang mempengaruhi kemampuan mesin yang dapat diperinci sebagai
berikut :
• Volume langkah torak, (VL) : volume langkah torak dari seluruh silinder pada
suatu mesin diukur dari TMA (Titik Mati Atas) sampai TMB (Titik Mati
Bawah). Volume langkah ini selanjutnya akan mempengaruhi volume gas yang
masuk keruang silinder, sedangkan gas yang masuk nantinya akan
menghasilkan energi pembakaran setelah gas tersebut dibakar. Apabila gas
yang masuk jumlahnya besar maka hasil energi pembakarannya juga akan
besar. Apabila volume langkah kecil, maka gas yang masuk sedikit dan energi
hasil pembakarannya juga akan kecil.
• Perbandingan kompresi : perbandingan kompresi menunjukkan berapa jauh
campuran udara – bahan bakar yang dihisap selama langkah hisap
dikompresikan dalam silinder selama langkah kompresi. Dengan kata lain
adalah perbandingan dari silinder dan volume ruang bakar dengan torak pada
posisi TMB (V 2 ) dengan volume ruang bakar dengan torak TMA (V 1 ).
• Pemakaian bahan bakar spesifik, (Be) : pemakaian bahan bakar spesifik
merupakan parameter yang berhubungan erat dengan efisiensi thermal motor.
Pemakaian bahan bakar spesifik ini didefinisikan sebagai banyaknya bahan
bakar yang terpakai setiap jam untuk menghasilkan setiap kW dari daya motor.
Parameter ini biasanya dipakai sebagai ukuran ekonomis-tidaknya pemakaian
37
JITE Vol. 1 No. 12 Edisi Februari 2011 : 33- 44
bahan bakar karena Be menyatakan banyaknya bahan bakar yang terpakai pada
setiap jam untuk setiap daya yang dihasilkan. Harga Be yang lebih rendah
merupakan efisiensi yang lebih tinggi. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa untuk mendapatkan energi panas diperlukan campuran gas
yang terdiri dari campuran bahan bakar dengan udara.
• Daya poros efektif, (Ne): daya poros diperoleh dari hasil pengukuran torsi pada
dynamometer dan tachometer.
• Tekanan efektif rata-rata, (Pe) : tekanan efektif rata-rata didefinisikan sebagai
tekanan efektif dari fluida kerja terhadap torak sepanjang langkahnya untuk
menghasilkan kerja persiklus.
• Laju aliran massa udara, (Ma) : daya yang dapat dihasilkan motor dibatasi oleh
jumlah udara yang dihisap kedalam silinder. Tekanan udara diukur dengan
manometer, dimana yang diukur adalah beda tekanan pada orifis dalam
mmH 2 O.
• Perbandingan bahan bakar dan udara, (AFR) : yaitu perbandingan jumlah bahan
bakar dan udara yang digunakan pada ruang bakar.
• Efisiensi thermal ( ηt ) : efisiensi thermal adalah perbandingan antara daya yang
dihasilkan terhadap jumlah energi bahan bakar yang diperlukan untuk jangka
waktu tertentu.
2. METODE PENGUJIAN
0.750
Pemakaian bahan bakar
0.700
spesifik (kg/kW jam)
1.000
0.650
(kg/kW jam)
0.800 0.600
Mineral 0.550 Mineral
0.600
Sintetis 0.500 Sintetis
0.400 0.450
0.400
0.200 0.350
0.000 0.300
0 3 6 9 12 15 18 21
0 3 6 9 12 15 18 21
Waktu ( x 10 Menit )
Waktu ( x 10 menit )
Gbr. 1. Konsumsi bahan bakar spesifik Gbr. 2. Konsumsi bahan bakar spesifik
pada putaran 1200 rpm pada putaran 1600 rpm
0.600
bakar spesifik
(kg/kW jam)
0.550
0.500
0.450
Mineral
0.400
0.350 Sintetis
0.300
0.250
0.200
0 3 6 9 12 15 18 21
Waktu ( x 10 Menit )
39
JITE Vol. 1 No. 12 Edisi Februari 2011 : 33- 44
Dari ketiga grafik tersebut diatas menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar spesifik
untuk mesin menggunakan pelumas mineral lebih tinggi dibandingkan dengan mesin
menggunakan pelumas sintetis untuk masing-masing putaran yang berbeda.
Kecenderungan pemakaian bahan bakar terlihat lebih boros terjadi pada putaran rendah,
dan pada putaran yang semakin meningkat pemakaian bahan bakarnya semakin menurun.
Dari Gbr. 1, menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar spesifik dengan menggunakan
pelumas mineral rata-rata 0,927 kg/kW-jam, dan pemakaian bahan bakar spesifik dengan
menggunakan pelumas sintetis rata-rata 0,592 kg/kW-jam, atau pemakaian bahan bakar
spesifik pada penggunaan pelumas mineral lebih tinggi 37,3 % dibandingkan dengan
pelumas sintetis. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat kekentalan pelumas mineral lebih
tinggi (pada suhu 400C adalah 134,69 cSt) dibandingkan pelumas sintetis (pada suhu 400C
adalah 77,83 cSt), sehingga kemampu aliran pelumas mineral lebih rendah dari pelumas
sintetis serta gesekan yang ditimbulkan juga semakin tinggi, dan hal tersebut selanjutnya
akan berdampak terhadap bahan bakar yang dibutuhkan per satuan daya yang dihasilkan
untuk setiap satuan waktu.
Pada selang waktu dari nol hingga 60 menit pertama, pemakaian bahan bakar spesifik
untuk kedua jenis pelumas memiliki kencenderungan yang sama yaitu semakin menurun,
tetapi pada selang waktu berikutnya keduanya menunjukkan kecenderungan yang semakin
konstan. Dari data hasil pengujian pada putaran mesin 1200 rpm menunjukkan penggunaan
pelumas mineral pada selang waktu 10 - 30 menit terjadi penurunan pemakaian bahan
bakar spesifik sekitar 5,08 % yaitu dari 1,043 kg/kW jam – 0,990 kg/kW jam dan pada
selang waktu 30 - 60 menit sekitar 4,37 % yaitu dari 0,983 kg/kW jam – 0,940 kg/kW jam.
Sementara pemakaian bahan bakar pada selang waktu 10 - 30 menit menurun sebesar 4,6 %
yaitu dari 2,126 kg/jam hingga 2,028 kg/jam dan pada selang waktu 30 - 60 menit sebesar
4,3 % yaitu dari 2,012 kg/jam hingga 1,938 kg/jam, sedangkan daya poros yang dihasilkan
tetap sama yaitu sebesar 2,048 kW.
Dari ketiga grafik tersebut diatas memperlihatkan bahwa pada putaran mesin yang semakin
meningkat kebutuhan bahan bakar spesifiknya akan semakin menurun, khususnya pada saat
menit-menit awal hingga menit ke 60, namun setelah itu kecenderungan pemakaian bahan
bakar memperlihatkan semakin konstan.
Pada putaran mesin yang semakin meningkat yaitu 1600 rpm dan 2000 rpm, pemakaian
bahan bakar spesifik semakin menurun seperti ditunjukkan pada Gbr. 2 dan Gbr. 3.
Kecenderungan tersebut masing-masing terjadi pada pemakaian pelumas sintetis dan
mineral, namun pada selang waktu berikutnya dimana suhu semakin meningkat, pemakaian
pelumas sintetis lebih stabil dibandingkan pelumas mineral. Gambaran ini juga
menjelaskan bahwa tahanan yang diakibatkan gesekan pada pemakaian pelumas mineral
lebih besar dibandingkan dengan pemakaian pelumas sintetis, sehingga daya yang
dihasilkan perjumlah bahan bakar yang dikonsumsi untuk pelumas mineral lebih kecil dari
pada pelumas sintetis. Atau dengan kata lain, menggunakan pelumas mineral lebih boros
dari pada mesin menggunakan pelumas sintetis.
40
Kinerja Mesin Bensin Berdasarkan Perbandingan Pelumas Mineral dan Sintetis, Mawardi Silaban
2.100 2.820
2.080
2.800
Daya poros
Daya poros
2.060
2.780 mineral
(kW)
2.040 mineral
(kW)
Gbr. 4. Daya poros yang dihasilkan pada Gbr. 5. Daya poros yang dihasilkan
putaran 1200 rpm pada putaran 1600 rpm
Daya poros vs Waktu
2000 rpm
3.550
3.500
Daya poros
3.450
mineral
(kW)
3.400
sintetis
3.350
3.300
3.250
0 3 6 9 12 15 18 21
Waktu ( x 10 menit)
Daya poros yang dihasilkan berdasarkan pemakaian jenis pelumas dapat dilihat pada Gbr.
4, 5 dan 6 yaitu grafik hubungan daya poros vs waktu pada putaran mesin 1200, 1600 dan
2000 rpm. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada putaran mesin yang semakin
meningkat maka daya poros yang dihasilkan akan semakin meningkat pula, walaupun bila
dibandingkan dari pemakaian kedua jenis pelumas memberikan daya poros yang berbeda-
beda pada saat awal operasi. Pada pemakaian pelumas mineral, daya poros yang dihasilkan
memiliki karakteristik yang bebeda-beda untuk ketiga variasi putaran diatas, dimana pada
putaran 1200 dan 1600 rpm, terjadi penurunan daya poros yang dihasilkan setelah
pengoperasian mesin pada 100 hingga 120 menit pertama, dan selanjutnya pada menit-
menit berikutnya kecenderungannya konstan.
Hal yang berbeda terjadi pada putaran 2000 rpm, dimana penurunan daya poros yang
dihasilkan pada selang waktu pengujian pada 80 menit hingga 150 menit dan selanjutnya
menuju kepada kecenderungan yang konstan. Pada pemakaian pelumas sintetis, daya poros
yang dihasilkan lebih besar dari pada pemakaian pelumas mineral, dan daya yang
41
JITE Vol. 1 No. 12 Edisi Februari 2011 : 33- 44
dihasilkan sejak awal pengujian lebih stabil hingga akhir pengujian dibandingkan dengan
menggunakan pelumas mineral.
Rata-rata daya poros yang dihasilkan dengan menggunakan pelumas mineral pada variasi
putaran tersebut diatas masing-masing adalah 2,02 kW; 2,42 kW dan 3,39 kW. Sedangkan
daya poros rata-rata yang dihasilkan dengan menggunakan pelumas sintetis pada variasi
putaran tersebut masing-masing adalah 2,06 kW, 2,79 dan 3,52 kW atau lebih besar dari
daya poros yang dihasilkan dengan menggunakan pelumas mineral. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan aliran untuk melumasi bagian mesin dengan menggunakan pelumas
sintetis lebih baik dari pada pelumas mineral, atau tahanan yang diakibatkan oleh pelumas
mineral lebih besar dari pelumas sintetis, sehingga mengakibatkan rugi-rugi daya yang
terserap disepanjang jalur aliran pelumas tersebut.
Berikut ini disajikan grafik efisiensi thermal yang dihasilkan pada pemakaian pelumas
mineral dan sintetis pada putara mesin 1200, 1600 dan 2000 rpm.
18.000
16.00
Effisiensi thermal (%)
16.000
14.00
Efisiensi thermal
14.000
12.00 12.000
10.00 mineral 10.000 Mineral
(%)
15.000
(%)
10.000 Mineral
Sintetis
5.000
0.000
0 3 6 9 12 15 18 21
Waktu ( x 10 Menit )
42
Kinerja Mesin Bensin Berdasarkan Perbandingan Pelumas Mineral dan Sintetis, Mawardi Silaban
Efisiensi thermal adalah menyatakan perbandingan antara daya yang dihasilkan terhadap
jumlah energi bahan bakar yang diperlukan untuk jangka waktu tertentu. Dari Gbr. 7, 8 dan
9 tersebut diatas menunjukkan bahwa pada putaran mesin 1200 rpm, pada pemakaian jenis
pelumas mineral menghasilkan efisiensi thermal rata-rata 8,98 % dan pada pemakaian
pelumas sintetis menghasilkan efisiensi termal rata-rata 14,86 %, atau memiliki perbedaan
sekitar 40 %. Sedangkan untuk putaran mesin 1600 rpm, pada pemakaian pelumas mineral
efisiensi termal yang dihasilkan rata-rata 14, 06 %, dan untuk pemakaian pelumas sintetis
efisiensi thermal yang dihasilkan rata-rata 15,22 %. Demikian juga halnya untuk putaran
mesin 2000 rpm, pada pemakaian pelumas mineral efisiensi thermal yang dihasilkan rata-
rata 15,74 % dan untuk pemakaian pelumas sintetis efisiensi thermal yang dihasilkan rata-
rata 17,48 %. Pada variasi putaran yang semakin meningkat yaitu dari 1200, 1600 dan
2000 rpm, efisiensi thermal yang dihasilkan oleh mesin semakin meningkat pula untuk
masing-masing jenis pelumas tersebut.
Dalam hal pelumasan, kenaikan temperatur yang berlebihan jelas menurunkan nilai indeks
viskositas pelumasnya, sehingga tidak dapat memberikan pelumasan atau tingkat kinerja
yang diperlukan, sehingga kenaikan temperatur akan terjadi pada komponen dan
menyebabkan rusaknya geometri pada komponen (poros,bearing). Semakin kecil harga
viskositas indeks sebagai akibat dari naiknya temperatur pelumas maka lapisan film
pelumas akan semakin berkurang. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan rugi gesek
yang semakin meningkat sehingga berakibat pada naiknya torsi pembebanan pada mesin.
4. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan analisa pada pengujian terhadap mesin bensin 970 cc dengan
menggunakan pelumas mineral dan pelumas sintetis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan pada pemakaian bahan bakar spesifik untuk ketiga variasi putaran
mesin tersebut diatas, maka dengan pelumas sintetis lebih irit dibandingkan dengan
pelumas mineral, khususnya pada putaran 1200 rpm. Atau dengan kata lain daya
yang dihasilkan per sejumlah bahan bakar yang dikonsumsi dengan pelumas sintetis
lebih besar dari yang dihasilkan dengan pelumas mineral.
2. Berdasarkan daya poros yang dihasilkan pada variasi putaran 1200, 1600 dan 2000
rpm, penggunaan pelumas sintetis menghasilkan daya poros yang lebih besar
dibandingkan pelumas mineral yaitu berkisar antara 1,93 % - 3,46 %, hal tersebut
terjadi disebabkan kemampu aliran pelumas sintetis lebih baik dari pelumas
mineral, sehingga rugi-rugi daya disepanjang jalur aliran pelumas mineral lebih
besar dari pelumas sintetis.
3. Berdasarkan perhitungan efisiensi thermal yang dihasilkan pada seluruh putaran
1200, 1600 dan 2000 rpm, maka penggunaan pelumas sintetis menghasilkan
efisiensi thermal yang lebih besar dibandingkan pelumas mineral yaitu berkisar
antara 8,06 % - 33,7 %.
43
JITE Vol. 1 No. 12 Edisi Februari 2011 : 33- 44
DAFTAR PUSTAKA
_______, “Panduan Pengawasan Produksi Pelumas”, Ditjen Industri Kimia, Agro dan
Hasil Hutan, Depperindag, Oktober 2003.
ASM Handbook. "Friction, Lubrication and Wear Technology".
D. J. Smolenski, S. E. Schwartz, “Automotive Engine-Oil? Condition Monitoring”,
Handbook of Lubrication & Tribology, VOL. III, 1994, pg. 17-32.
E.Ellinger, Herbert, D.Halderman, James. "Automotive Engine Theory And Servicing".
Third Edition. Prentice Hall, New Jersey Colombos, Ohio.
G. C. Ofunne, A. U. Maduako, C. M. Ojinnaka, “Studies on the Ageing Characteristics of
Automotive Crankcase Oils, Tribology International, VOL. 22 No. 6, 1989, pg.
401-404.
Marks’. "Standard Handbook For Mechanical Enginee"r. Eight edition, Mc Graw Hill
Book Company, 1978.
Mortier, O. (Ed)., “Chemistry and Technolgy of Lubricants”, Chapman & Hall, 1997.
Panduan Praktikum Pengujian Prestasi Mesin. Institut Teknologi Indonesia, 2001.
Rizqon Fajar, Siti Yubaidah,” Penentuan Kualitas Pelumasan Mesin” , Balai
Termodinamika Motor dan Sistem Propulsi BPPT, MESIN Volume 9, Nomor 1,,
Januari 2007.
Sanusi W, “Base Oil dan Formulasi Pelumas”, Bulletin MASPI, Ed.I, Januari 2006.
Srinivasan, S. "Automotive Engine", Tata McGraw-Hill, New Delhi, 2001.
Streeter, Victor L, Wyhe, E.Benjamin, Prijono, Arko. "Mekanika Fluida". Jilid 1. Jakarta,
1986
44
Mengenal Pelumas Pada Mesin (Darmanto)
Gas i.e..
Ethylene
Solvents Gas Ethylen
Petrol, Distillate Berat molekul paling
Kerosene rendah, anggota famili olefin
Lubricating Oil (Hidrokarbon tak stabil)
Asphalt
Fuel Oil
Crude
Panas
Produksi Fraksionisasi
minyak mentah “Pemisahan”
3 Ethylene Hydrogen
Gas Gas
Synthetic Base Stock
4
Aditif
Synthetic
Base Stock Misalnya. Oli mesin,
Oli Hidrolik, dll
6
Mengenal Pelumas Pada Mesin (Darmanto)
7
Momentum, Vol. 7, No. 1, April 2011 : 5- 10
du / dy u / h
(du / dy)
F .A
8
Mengenal Pelumas Pada Mesin (Darmanto)
Viscosity cSt
Max Viscosity pada 100 ˚C Index Viskositas
SAE Index viskositas merupakan hubungan antara
(cP pada ˚C)
Min Max viskositas/kekentalan pelumas terhadap
0W 3250 pada -30 3.8 - perubahan temperatur. Temperatur kerja yang
semakin tinggi akan menurunkan viskositas
5W 3500 pada -25 3.8 - pelumas, demikan juga sebaliknya semakin
10 W 3500 pada -20 4.1 - rendah temperatur kerja kekentalan pelumas akan
naik.
15 W 3500 pada -15 5.6 - Terhadap index viskositas ini pelumas dibedakan
20 W 4500 pada -10 5.6 - menjadi dua jenis, yatu: 1). Pelumas Monograde,
yaitu pelumas yang hanya mampu bekerja pada
25 W 6000 pada -5 9.3 - viskositas tertentu saja. 2).Pelumas Multigrade,
20 - 5.6 9.3 yaitu pelumas yang mampu bekerja pada
berbagai kondisi viskositas. Hal tersebut
30 - 9.3 12.5 dijelaskan pada gambar 8.
40 - 12.5 16.3 Pelumas dengan SAE 15W dan SAE 40W hanya
bekeja pada satu kondisi viskositas, pelumas jenis
50 - 16.3 21.9 ini biasanya digunakan pada mesin dengan
60 - 21.9 26.1 temperatur kerja yang tidak tinggi. Sedangkan
pelumas dengan SAE 15W/40 mampu bekerja
pada rentang viskositas diantara dua jenis di atas,
pelumas jenis ini biasanya digunakan pada mesin
Tabel 2. Nilai viskositas pada SAE (4) yang bekerja pada temperatur panas seperti mesin
pada sepeda motor atau mobil
20W
15W
10W SAE 15W/40
SAE 40W
5W
50
SAE 15W 40
Kenaikan 30
Viscosity 20
9
Momentum, Vol. 7, No. 1, April 2011 : 5- 10
Daftar Pustaka :
10
Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 1, Oktober 2005 ISSN : 1858-3709
ABSTRACT
Additing the lubricant with a kind of oil treatment often occur at mechanical workshop for automotive. Mechanics
assume this idea to spare the requiring fuel.
To test the idea, we arrange an experiment which using a car Jimmi CJ 80 which the fuel tank of the car had
modified. This tank can show volume of bensin which had used by the car.
The experiment have two kind of idea. The first, the car use mesran super SAE 20 W 50. And the second, the car
use the mixing of oil treatment and mesran super SAE 20 W 50 lubricant.
This experiment arrange in 24 sample for the first idea and also 24 sample for the second idea. Resume of this
research are the first experiment has 2440,75 second average of operation time and the other 244,75 second,
which mean the experiment had only 0,04 second difference of operation time. Acording to the experiment, we
can say there is no influence of the mixing lubricant and oil treatment in fuel saving.
19
Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 1, Oktober 2005 ISSN : 1858-3709
pada akhirnya tidak mendapat pemecaan yang 1. Mengurangi keausan dan kerugian daya
ilmiah. gesek.
2. Sebagai perapat antara dua benda yang
I.2 Rumusan Masalah bergesekan.
Bertitik tolak dariuraian latar belakang 3. meredam kejutan-kejutan antara dua
seperti diutarakan diatas, peneliti merumuskan bidang yang bergesekan.
masalah sebagai berikut : “Apakah benar 4. Membantu sistem pendinginan mesin
pencampuran oil triatment dengan minyak karena pelumas juga menyerap panas.
pelumas mesin akan dapat menghemat atau 5. Membantu membersihkan bidang-bidang
mengurangi fuel consumption pada petrol lumas dengan cara menghanyutkan
engine?”. kotoran atau serpihan akibat gesekan
Dengan demikian masalah penelitian kedalam ruang penampung pelumas
hanya difokuskan pada fenomena ada tidaknya (karter).
pengaruh pencampuran minyak pelumas Selanjutnya disebutkan agar minyak
denganoil treatment terhadap penghematan pelumas dapat memenuhi fungsi tersebut
bahan bakar. Baan bakar yang dimaksud disini diatas diperlukan syarat-syarat yaitu :
adalah bahan bakar mesin yaitu “premium” 1. Mempunyai viskositas (kekentalan) yang
yang banyak dipasarkan oleh pertamina melalui cocok.
SPBU. 2. Mempunyai daya sekat; yaitu minyak
pelumas harus dapat melekat pada bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA yang dilumasi.
II.1 Fungsi dan syarat-syarat Minyak 3. Dapat membentuk lapisan tipis (oil film)
Pelumas. agar sentuhan langsung antar logam dapat
Komponen mesin yang bergerak perlu dihindari.
dilumasiuntuk mengurangi kerugian akibat 4. Dapat mencegah timbulnya karat pada
gesekan. Bahan pelumas tersebut berperan logam yang dilumasi.
sebagaipengganti permukaan bidang 5. Titik alirnya rendah; yaitu agar minyak
gesek,karena dua bidang yang saling membuat pelumas tetap dapat mengalir walaupun
gerak relatif sesamanya akan menimbulkan suhu kerjanya rendah.
gesekan. Hal ini banyak sekali terdapat pada 6. Titik nyalanya tinggi; yaitu agar minyak
suatu motor bensin misalnya antara piston pelumas tidak mudah terbakar karena suhu
dengan dinding silindernya, antara poros kerja mesin.
engkol dengan bearing antara cam shaft 7. Tahan terhadap pembentukan endapan
dengan tappet antara penapiston dengan partikel tertentu dalam air, udara, bahan
bushingnya, dan sebagainya. dan gas-gas hasil pembakaran.
Berkaitan dengan minyak pelumas ini, 8. Mempunyai kemampuan untuk atau
PT. Toyota dalam bukunya “Toyota, Materi menghanyutkan partikel-partikel kecil tanpa
Pelajaran Engine Group” menyatakan bahwa menimbulkan pengendapan.
fungsi minyak pelumas dalam operasi mesin 9. Tidak berbuih (tidak berbusa) dan tidak
(motor) adalah : beracun.
20
Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 1, Oktober 2005 ISSN : 1858-3709
21
Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 1, Oktober 2005 ISSN : 1858-3709
perisai itu misalnya dari kelompok thiofosfat Gbb = berat bahan bakar (kg/menit)
yang dilarutkan dalam pelumas. Ni = daya indicated (hP)
Nthi = efisiensi termis indicated (%)
II.4 Minyak Pelumas Multigrade Db = daya bakar bahan bakar
Bagaimanakah seharusnya minyak J = angka equivalen = 427 kgm/kkal
pelumas ideal itu ? Pelumas berviskostas tetap, Formula yang sama tetapi menggunakan
artinya cukup memadai agar tidak terlalu encer satuan yang berbeda yakni :
pada suhu tinggi, namun juga tidak terlampau Bi = K (lb/hP.hr)
kental pada suhu rendah. Pada kenyataannya
nth.ind x LHV
tidak ada minyak pelumas yang ideal seperti dimana :
itu. Akan tetapi, minyak pelumas “multigrade” bi = berat bahan bakar (lb/hP.hr)
yang belakangan ditemukan nampaknya sudah K = konstanta eqivalen=2545 btu/hP.hr)
mengarah ke sifat ideal tersebut. Dipasaran, Nthi = efisiensi termis indicated (%)
contoh minyak pelumas multigrade ini ditandai LHV = low heating value = daya bakar
denganuruf W dibelakanga SAE-nya misalnya bahan=19030btu/lb(untuk premium)
SAE 30W, SAE 20W – 50 dan lain-lainnya.
II. METODE PENELITIAN
II.5 Pemakaian Bahan Bakar Untuk mendapatkan hasil yang sesuai
Untuk mesin kendaraan roda empat dengan tujuan penelitian, dilakukan hal-hal
(mobil), ada dua jenis acuan yang dipakai untuk sebagai berikut :
memberikan informasi tentang pemakaian 1. Pengaruh oil treatmet tersebut terhadap
bahan bakar, yang pertama acuannya dikaitkan penghematan bahan bakar mesin.
dengan “jarak tempuh” kendaraan, yaitu berapa 2. Pengukuran waktu yang dapat ditampilkan
kilommeter jarak yang dapat ditempuh mobil oleh mesinuntuk kosumsi setiap liter bahan
dengan mengkonsumsi sejumlah bahan bakar, bakar.
misalnya pemakaian bahan bakar suatu mobil 3. Penelitian merancang 48 kali pengukuran
12 kilometer untuk setiap liter bahan bakar. dalam dua eksperimen.
Yang kedua acuannya dikaitkan dengan 4. Teknik Analisa Data
“waktu”, yaitu berapa kilogram atau berapa liter Teknik yang digunakan dalam analisis data
bahan bakar akan dihabiskan mesin untuk penelitian ini adalah teknik statistik (analisis
setiap satuan waktu, misalnya suatu mesin comparative), yaitu dengan
akan mengkonsumsi dalam liter bahan bakar membandingkan hasil pengukuran waktu
untuk setiap jam. rata-rata dari eksperimen pertama terhadap
Dalam buku Thermal Engineering eksperimen II. Untuk uji hipotesis
(Shvets, 1970), pemakaian bahan bakar yang digunakan test rata-rata dengan rumus
acuannya dikaitkan dengan waktu dirumuskan statistik.
sebagai berikut : Agar desain penelitian ini dapat lebih jelas
dipahami, perhatikan gambar sketsa berikut
... (kg / menit )
Ni x 60 x 75
GBB =
nthi x Db x J :
dimana :
4–A
4
22
Petrol
Engine 3 2
Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 1, Oktober 2005 ISSN : 1858-3709
23
Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa Volume1, Nomor 1, Oktober 2005 ISSN : 1858-3709
DAFTAR PUSTAKA
Aris Munandar, Wiranto. 1989. Pengaruh Mula
Motor Bakar Torak. Bandung: Penerbit
ITB.
Anwir, B.S. 1970. Pengetahuan Tentang
Pesawat-pesawat Kalori. Djakarta :
Pradnya Paramita.
Daryanto, Drs. 1993. TeknikServis Mobil.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Maleev, V.L. 1975. Internal Combustion
Engine.Tokyo : MC. Graw Hill Book
Company Inc.
PT Toyota-Astra. 1980. Toyota Materi Pelajaran
Engine Group. Jakarta : PT Toyota-
Astra Motor.
Shvets, I. 1970. Thermal Engineering Moscow
Publisher.
24
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012
ISSN 2089-6697
Daniel Parenden
dparenden@yahoo.com
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Musamus
ABSTRAK
Pelumas merupakan sarana pokok dari mesin untuk dapat bekerja secara optimal, dan
memberikan pelumas yang salah dapat mengakibatkan mesin mengalami kerusakan.
Sedangkan Viskositas (Viscosity), adalah suatu angka yang menyatakan besarnya
perlawanan/hambatan dari suatu bahan cair untuk mengalir atau ukuran besarnya tahanan
geser dar ibahan cair.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap nilai
viscositas dari masing-masing pelumas (meditran, castrol dan penzoil).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai viscositas dari masing – masing minyak
pelumas selalu menurun apabila temperatur dinaikkan. Viscositas minyak pelumas akan
menurun apabila temperatur dinaikkan. Minyak pelumas merk Penzoil pada temperatur 280C
(6,513 dyne.s/cm3) ke temperatur 1000C (1,065 dyne.s/cm3) terjadi penurunan sebesar
83.11%, untuk merk Meditran pada temperatur 280C (6,173 dyne.s/cm3) ke temperatur 1000C
(1,039 dyne.s/cm3), penurunan sebesar 83.17 % dan untuk merk Castrol pada temperatur
280C (5,475 dyne.s/cm3) ke temperatur 1000C (1,034 dyne.s/cm3), penurunan sebesar
81.11%. Jadi hasil pengujian menunjukkan bahwa minyak pelumas merk Castrol lebih baik
dari ketiga merk yang digunakan.
44 44
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012
ISSN 2089-6697
seterusnya. Dan untuk pengujian yang Oli merupakan media pendingin yang
dilakukan pada 0 0
F, menggunakan kode digunakan berdasarkan angka
45
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012
ISSN 2089-6697
46 46
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012
ISSN 2089-6697
47
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012
ISSN 2089-6697
– tabel berikut :
Bola Baja
3
3. Castrol : 0.8909 gr/cm 3. 60 0.8587 310.784 69.6 3.438
Hasil pengamatan dan hasil perhitungan dari 5. 100 0.6315 228.55 232 1.065
48 48
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012
ISSN 2089-6697
temperatur.
3. 60 0.8547 309.336 79.09 3.027
Hal ini disebabkan oleh semakin
4. 80 0.8415 304.559 116 2.068
merenggangnya molekul – molekul dalam
5. 100 0.8286 299.890 323 1.039
minyak pelumas yang mengakibatkan ikatan
antara molekul semakin kecil yang
Tabel 4. Hasil perhitungan untuk minyak membuat viscositanya menurun (semakin
pelumas merk Castrol SAE 40. encer).
Berat Gaya Kecepatan Viscositas
No
T
Jenis (y) Apung (B) Bola (V) (µ) Dengan viscositas yang semakin
(oC)
(gr/cm3) (dyne) (cm/det) (dyne.s/cm2)
menurun menyebabkan kecepatan bola baja
1. 28 0.8909 322.438 43.5 5.475
turun ke dasar gelas ukur semakin cepat atau
2. 40 0.88334 319.723 58 4.11
kecepatan bola baja yang dijatuhkan kedalam
3. 60 0.87074 315.141 77.33 3.089
minyak pelumas akan berbanding lurus
4. 80 0.85814 310.581 99.42 2.406
dengan peningkatan temperatur.
5. 100 0.84554 306.021 232 1.034 Dan untuk berat jenis minyak
pelumas juga mengalami penurunan seiring
dengan kenaikan temperatur. Sedangkan
untuk gaya apa dari masing masing merk
minyak pelumas yang di uji juga mengalami
penurunan seiring peningkatan temperatur
atau berat jenis dan gaya apung berbandig
terbalik dengan temperatur.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan
Grafik 1. Hubungan antara Viskositas
pembahasan dari hasil perhitungan maka
dengan temperatur
penulis dapat menyimpulkan bahwa:
49
Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 3, Desember 2012
ISSN 2089-6697
50 50
ISSN: 2303-3738 Vol.05/No.01/Januari 2015
Abstrak
Seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor, maka
volume minyak pelumas terus meningkat. Didaerah desa sekalipun, sudah bisa kita temukan
bengkel-bengkel kecil, yang salah satu limbahnya adalah minyak pelumas. Dengan kata lain,
penyebaran minyak pelumas sudah sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di
seluruh Indonesia. Walaupun peraturan pemerintah tentang pengelolaan daur ulang minyak
pelumas sudah ada, akan tetapi peraturan tersebut hanya diterapkan di sektor industri dan pabrik,
padahal pencemaran limbah minyak pelumas tidak hanya di pabrik saja, akan tetapi dapat kita
temui di bengkel-bengkel kendaraan bermotor. Limbah pada dasarnya memerlukan perhatian
yang khusus, terutama limbah minyak pelumas yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
atau yang lebih dikenal dengan limbah B3. Limbah minyak pelumas termasuk dalam limbah B3
yang mudah terbakar dan meledak sehingga apabila tidak ditangani pengelolaannya maka
akan membahayakan manusia dan lingkungan. Maka harus ada peranan penting dalam melakukan
pengelolaan limbah dengan adanya peranan pihak dari pemerintah, masyarakat, dan para pemilik
bengkel kendaraan bermotor.
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian survai dengan menyebarkan kuesioner yang
dimaksudkan untuk memprediksi sikap para pemilik usaha bengkel kendaraan bermotor dalam
pengelolaan limbah minyak pelumas, sedangkan sifat penelitiannya adalah deskriptif kuantitatif.
Subjek dalam penelitian ini dipilih secara incidental yang merupakan para pemilik bengkel
kendaraan bermotor baik bengkel mobil maupun sepeda motor yang ada di wilayah Kabupaten
Purworejo.
Pengelolaan limbah minyak pelumas dengan baik bertujuan agar limbah minyak pelumas yang
dihasilkan tidak mencemari lingkungan dan sifat minyak pelumas menjadi lebih tidak berbahaya.
Selain itu, pengelolaan limbah minyak pelumas bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
sehat dan nyaman bagi masyarakat. Apabila penanganan minyak pelumas dilakukan dengan baik,
maka akan bisa memberikan keuntungan bagi pengelola limbah minyak pelumas dan juga
pengurangan biaya produksi bagi industri yang memanfaatkan kembali limbah minyak pelumas
sebagai pelumas berbagai peralatan, karena limbah minyak pelumas masih bisa dimanfaatkan
untuk pelumas lagi dengan cara pemakaian yang berbeda dari sebelumnya.
PENDAHULUAN
Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2009 jumlah
kendaraan bermotor jenis sepeda motor mencapai 52.433.132 buah, jumlah mobil
penumpang mencapai 10.364.125 buah, dan jumlah kendaraan jenis bus mencapai
2.729.572 buah. Dari banyaknya kendaraan sebagaimana disebutkan diatas, tentunya
akan berdampak pada banyaknya limbah minyak pelumas yang akan terbuang
membebani lingkungan yang akhirnya mengakibatkan pencemaran. Pemanfaatan dan
pengolahan limbah pelumas oli merupakan salah satu alternatif dalam rangka efisiensi
konsumsi minyak bumi yang semakin menyusut dari tahun ke tahun.
Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume minyak pelumas terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin
bermotor. Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel kecil,
yang salah satu limbahnya adalah minyak pelumas. Dengan kata lain, penyebaran limbah
minyak pelumas sudah sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh
Indonesia. Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang tata cara dan
persyaratan penyimpanan dan pengumpulan limbah minyak pelumas pasal 1,
menyebutkan bahwa minyak pelumas bekas adalah sisa pada suatu kegiatan dan/atau
proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup, limbah minyak pelumas termasuk kategori limbah B3 yaitu Bahan
Berbahaya Beracun. Meski limbah minyak pelumas masih bisa dimanfaatkan, tetapi
apabila tidak dikelola dengan baik, hal tersebut bisa membahayakan lingkungan.
Persoalannya adalah bagaimana nantinya limbah minyak pelumas tersebut akan
diolah setelah pemakaiannya, dimana limbah minyak pelumas termasuk dalam limbah
bahan berbahaya beracun, karena karakteristik dari limbah tersebut yang berbahaya bagi
lingkungan maupun makhluk hidup maka diperlukan pengelolaan yang baik (Peraturan
Pemerintah No 19 Tahun 1999). Limbah minyak pelumas mengandung komponen logam
berat, Polychlorinated Biphenyls (PCBs), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs),
komponen-komponen tersebut mengandung sifat beracun tinggi saat terlepas ke
lingkungan, terutama pada perairan dikarenakan dapat menyebabkan terhalangnya sinar
matahari dan oksigen dari atmosfer ke air, proses ini dapat mengakibatkan efek yang
berbahaya bagi makhluk hidup di air (Kankkantapong, 2009).
Limbah dari kegiatan bengkel kendaraan bermotor hingga saat ini belum ada
peraturan khusus yang mengaturnya, terutama dalam tingkat daerah, padahal dalam
Peraturan Menteri LH No. 30 Tahun 2009 sudah dijelaskan bahwa Tata Laksana Perizinan
dan Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 serta Pengawasan Pemulihan Akibat
Pencemaran Limbah oleh Pemerintah Daerah. Bengkel yang beraktifitas dalam wilayah
Kota seharusnya merupakan tanggung jawab Pemerintah daerah dalam hal pengelolaan
limbah bengkel. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah
Pusat diberikan kepada Pemerintah Daerah, hal tersebut tercantum dalam Undang-
Undang No. 32 tahun 2004. Kewenangan dari pemerintah daerah dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007.
Namun dalam Peraturan Pemerintah tersebut untuk kasus limbah minyak pelumas
masih ditangani oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah provinsi, kabupaten/kota
hanya diberi tugas sebagai pelapor jika terjadi kasus mengenai limbah minyak pelumas
(Silaban, 2008). Sehingga dari kebijakan tersebut bengkel-bengkel baik itu yang besar
maupun yang kecil yang menghasilkan limbah minyak pelumas harus memiliki ijin dari
Kementerian Lingkungan Hidup. Selain itu untuk peraturan tentang limbah minyak
pelumas tersebut masih belum begitu terinci terutama untuk masalah pengelolaan di
sumber, pengangkutan maupun rute pengangkutan. Peraturan yang ada hanyalah
peraturan mengenai pengelolaan limbah minyak pelumas yang ada pada PP 18 tahun
1999 yang bersifat umum. Sehingga dari permasalahan tersebut perlu dilakukan
penelitian terhadap pengelolaan yang ada di sumber hingga ke sistem pengangkutan dari
limbah bengkel tersebut. Berdasarkan penelitian ini juga akan dihitung jumlah timbulan
dan komposisi yang dihasilkan dari setiap bengkel sehingga dapat diketahui pengelolaan
dari limbah bengkel tersebut. Pengelolaan limbah minyak pelumas bengkel kendaraan
yang sesuai akan menghasilkan nilai ekonomis dari limbah minyak pelumas bengkel
kendaraan yang didapat tetapi juga dapat mengurangi biaya pengolahan limbah minyak
pelumas, serta menghindari pencemaran lingkungan.
maupun dalam membiayai operasional dari unit pengolahan limbah tersebut. Untuk
mengatasi hal itu, maka diperlukan kerjasama antar bengkel maupun dengan para
pengumpul, pengguna barang bekas, pemanfaat barang bekas maupun dengan para
pengolah limbah. Setiap jenis limbah juga memerlukan penanganan atau pengelolaan
yang berlainan, disesuaikan dengan jenis dan sifat dari limbah tersebut.
Limbah yang dihasilkan dari usaha perbengkelan juga dapat menyebabkan
pencemaran terhadap air, tanah maupun udara disekitar apabila tidak dikelola dengan
benar (Muliartha, 2004). Jenis limbah B3 yang dihasilkan dari usaha bengkel antara lain
limbah padat dan limbah cair. Limbah B3 padat meliputi limbah logam yang dihasikan dari
kegiatan usaha perbengkelan seperti skrup, potongan logam, lap kain yang
terkontaminasi oleh limbah minyak pelumas maupun pelarut bekas. Sedangkan limbah
cair meliputi minyak pelumas, pelarut atau pembersih, H2SO4 dari aki bekas. Jumlah
timbulan limbah minyak pelumas dan botol bekas oli sebanding dengan kategori bengkel,
dimana semakin ramai bengkel tersebut maka jumlah timbulan yang dihasilkan juga akan
semakin besar, berbeda dengan limbah aki bekas dan onderdil terkontaminasi pelumas
yang pemakaiannya sangat jarang dan untuk penggantiannya membutuhkan waktu yang
cukup lama.
Limbah minyak pelumas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara,
tanah, dan air. Limbah minyak pelumas kemungkinan mengandung logam, larutan klorin,
dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter limbah minyak pelumas dapat merusak jutaan
liter air segar dari sumber air dalam tanah. Apabila limbah minyak pelumas tumpah di
tanah akan mempengaruhi air tanah dan akan berbahaya bagi lingkungan. Hal ini
dikarenakan limbah minyak pelumas dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan
unsur hara. Sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat
membahayakan habitat air, selain itu sifatnya mudah terbakar yang merupakan
karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
B. Karakteristik Minyak Pelumas
Pelumas (lubricant) atau yang serin disebut oli adalah suatu bahan (biasany
berbentuk cairan) yang berfungsi untuk mereduksi keausan antara dua permukaan benda
bergerak yang saling bergesekan. Suatu bahan cairan dapat dikategorikan sebagai
pelumas jika mengandung bahan dasar (bisa berupa oil based atau water/glycol
based) dan paket aditi (Anonim, 2007). Minyak Pelumas memiliki tinggi nilai abu,
residu karbon, bahan asphaltenic, logam, air, dan bahan kotor lainnya yang dihasilkan
selama jalannya pelumasan dalam mesin (Nabil, 2010).
Prinsip kerja dari pelumasan adalah pada berbagai jenis mesin dan peralatan yang
sedang bergerak, akan terjadi peristiwa pergesekan antara logam. Oleh karena itu akan
terjadi peristiwa pelepasan partikel partikel dari pergesekan tersebut. Keadaan dimana
logam melepaskan partikel disebut aus atau keausan. Untuk mencegah atau mengurangi
keausan yang lebih parah yaitu memperlancar kerja mesin dan memperpanjang usia dari
mesin dan peralatan itu sendiri, maka bagian bagian logam dan peralatan yang
mengalami gesekan tersebut diberi perlindungan ekstra. Pelumas mempunyai tugas
pokok untuk mencegah atau mengurangi keausan sebagai akibat dari kontak langsung
antara dua permukaan logam yang saling bergesekan sehingga keausan dapat dikurangi,
besar tenaga yang diperlukan akibat gesekan dapat dikurangi dan panas yang ditimbulkan
oleh gesekan pun akan berkurang.
Berdasarkan bahan bakunya, minyak pelumas di alam dapat dibedakan menurut
bahan dasar yang digunakan yaitu:
1. Minyak pelumas dari tumbuhan/binatang
Gemuk (lemak binatang) telah dikenal sejak zaman dahulu untuk melumasi roda
pedati. Jenis pelumas ini kurang cocok untuk industri karena jumlahnya terbatas,
mudah teroksidasi, tidak stabil, dan harganya relatif mahal.
2. Minyak pelumas sintetis (bahan kimia)
Jenis minyak ini dipakai sebagai pengganti minyak petroleum karena keterbatasan
sifat minyak pelumas petroleum, antara lain karena akan teroksidasi pada suhu
antara 100°C - 125°C. Minyak pelumas sintesis digunakan pada peralatan khusus
yang memerlukan pelumasan dengan daya sangga lebih kuat atau pelumasan pada
suhu tinggi. Minyak pelumas juga mempunyai beberapa kelebihan dibanding
dengan minyak pelumas petroleum yaitu mempunyai kekentalan terhadap suhu
rendah, lebih mudah larut dan tahan api.
Hasil kemajuan yang dicapai di bidang pelumas ini, pada dasarnya adalah hasil
kerjasama antara pabrik pembuat mesin, pembuat pelumas, dan pembuat bahan bahan
tambahan (additif ). Walaupun terdapat beragam pelumas berkualitas tinggi, namun pada
intinya yang menentukan mutu dan daya guna suatu pelumas terdiri dari 3 faktor, yaitru
1) Bahan dasar (based oil), 2) Teknik dan pengolahan bahan dasar dalam pembuatan
pelumas, dan 3) Bahan bahan additif yang digunakan atau dicampurkan kedalam bahan
dasar untuk mengembangkan sifat tertentu guna tujuan tertentu. Sebenarnya base oil
mempunyai segala kemampuan dasar yang dibutuhkan dalam pelumasan. Tanpa
aditifpun, sebenarnya minyak dasar sudah mampu menjalankan tugas-tugas pelumasan.
Namun unjuk kerjanya belum begitu sempurna dan tidak dapat digunakan dalam waktu
lama.
Kekentalan merupakan sifat terpenting dari minyak pelumas, yang merupakan
ukuran yang menunjukan tahanan minyal terhadap suatu aliran. Minyak pelumas dengan
viskositas tinggi adalah kental, berat dan mengalir lambat. Ia mempunyai tahanan yang
tinggi terhadap geraknya sendiri serta lebih banyak gesekan di dalam dari molekul-
molekul minyak yang saling meluncur satu diatas yang lain. Jika digunakan pada bagian-
bagian mesin yang bergerak, minyak dengan kekekantalan tinggi kurang efisien karena
tahanannya terhadap gerakan. Sedangkan keuntungannya adalah dihasilkan lapisan
minyak yang tebal selama penggunaan.
Sedangkan menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, ukuran tempat penyimpanan minyak pelumas bekas berukuran 2m x 2m.
Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam (teflon,
baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan
tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Kemasan (drum, tong, atau
bak kontainer) yang digunakan harus memenuhi kriteria : 1) dalam kondisi baik, tidak
bocor, berkarat, atau rusak, 2) terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah
b3 yang akan disimpan, 3) mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya, dan
4) memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
pemindahan atau pengangkutan.
Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata cara dan
persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya
selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah,
pembentukan gas, atau terjadinya kenaikan tekanan. Terhadap drum/tong atau bak
kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus
dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya satu minggu satu kali.
Pemeriksaan tersebut meliputi : 1) apabila ada kemasan yang mengalami kerusakan
(karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam
drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan, dan 2) apabila terdapat ceceran atau
bocoran limbah, maka tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan,
kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. Untuk mencegah terlepasnya
limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi dengan penampungan sekunder.
Penampungan sekunder dapat berupa satu atau lebih dari ketentuan berikut : pelapisan
(di bagian luar tangki); tanggul (vault;berm) dan atau tangki berdinding ganda.
Limbah yang disimpan tidak melebihi waktu 90 hari dan wajib diupayakan
langsung diangkut/dibawa oleh perusahaan pengumpul dan atau ke fasilitas pengolahan,
diupayakan 3R, dimanfaatkan oleh pihak lain yang telah mempunyai izin pemanfaatan
dari KLH-RI. Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang tata
cara dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan limbah minyak pelumas, tatacara
penyimpanan limbah minyak pelumas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
2) Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum
atau tangki;
3) Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani;
4) Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan
untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
5) Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan.
Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan
tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau
kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak;
6) Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan dilengkapi
dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air. Bak
penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum atau
tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur sedemikian
sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
7) Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang
kedap air.
dikontrol. Adalah tidak masuk akal jika KLH mampu melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap minyak pelumas bekas di seluruh Indonesia. KLH tidak
mempunyai perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan sampai keseluruh
daerah.
METODE PENELITIAN
Penelitian kali ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian
kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, dimana
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data yang bersifat
kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan
(Sugiyono, 2008:8). Sedangkan metode yang digunakan adalah dengan menggunakan
metode survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dengan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data pokok.
Subjek dipilih secara incidental yang merupakan para pemilik usaha bengkel
kendaraan bermotor baik jenis bengkel mobil maupun sepeda motor yang berada di
wilayah Kabupaten Purworejo dengan jumlah 20 bengkel. Teknik pengumpulan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner yaitu teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan terbuka atau tertutup
kepada responden untuk dijawabnya. Data juga didukung dengan observasi yang
diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang
muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
Agar kuesioner atau instrumen penelitian dapat difungsikan dengan baik dan
dapat dipertanggungjawabkan maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
terlebih dahulu diujicobakan sebelum dipakai sebagai alat untuk menjaring data
penelitian. Ujicoba instrumen ini dimaksudkan untuk mendapatkan instrumen yang
memiliki validitas dan reliabilitas yang sesuai dengan ketentuan. Instrumen dikatakan
valid apabila dapat mengukur apa yang hendak diukur dengan tepat. Sedangkan
instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut dapat digunakan beberapa kali
untuk mengukur obyek yang sama dengan hasil yang konsisten (Sugiono, 2001: 97).
Keterangan :
% = Tingkat keberhasilan yang dicapai
n = Jumlah nilai yang diperoleh
N = Jumlah nilai ideal (jumlah responden x jumlah soal x skor tertinggi )
menunjukkan semua bahwa bengkel mobil sesuai kondisinya, sedangkan untuk bengkel
sepeda motor sebanyak 93,33%, rata-rata persentasenya sebanyak 95%, 6) Kondisi
kemasan penyimpanan tidak meluber menunjukkan bahwa semua bengkel mobil 100%
sesuai kondisinya, sedangkan untuk bengkel sepeda motor 93,33%, rata-rata
persentasenya sebanyak 95%.
Data bengkel kendaraan bermotor dalam pengelolaan limbah minyak pelumas
terkait dengan tempat penyimpanan, hasilnya adalah sebagai berikut; 1) semua bengkel
kendaraan baik mobil maupun bengkel sepeda motor menyediakan tempat penyimpanan
limbah minyak pelumas yang terlindung dari hujan dan sinar matahari, bahwa semua
bengkel, 2) 80% bengkel mobil tempat penyimpanan limbah minyak pelumasnya
mempunyai sistem ventilasi, sedangkan untuk bengkel sepeda motor sebanyak 66,67%,
rata-rata persentasenya sebanyak 70%, 3), bengkel mobil 60% tempat penyimpanan
limbah minyak pelumasnya memiliki saluran dan bak penampung tumpahan sedangkan
untuk bengkel sepeda motor sebanyak 66,67%, rata-rata persentasenya sebanyak 65%, 4)
bengkel mobil 20% tempat penyimpanan limbah minyak pelumasnya dalam sistem blok
/sel, sedangkan untuk bengkel sepeda motor sebanyak 53,33%, rata-rata persentasenya
sebanyak 45%, 5) bengkel mobil 40% tempat penyimpanan limbah minyak pelumanyas
limbah diberi alas /pallet sedangkan untuk bengkel sepeda motor sebanyak 60%, rata-
rata persentasenya sebanyak 55%, 6) bengkel mobil 80% melaksanakan sedangkan untuk
bengkel sepeda motor 60% tempat penyimpanan limbah minyak pelumasnya disimpan
sesuai dengan masa penyimpanan, rata-rata persentasenya sebanyak 65%.
Data bengkel kendaraan bermotor dalam pengelolaan limbah minyak pelumas
terkait dengan pemantauan, hasilnya adalah sebagai berikut; 1) bengkel mobil 40%
memiliki logbook/catatan keluar masuk limbah minyak pelumas, sedangkan bengkel
sepeda motor sebanyak 33.33%, dengan rata-rata persentase sebanyak 35%, dan 2)
bengkel mobil 40% jumlah dan jenis limbah minyak pelumas sesuai dengan
logbook/catatan, sedangkan bengkel sepeda motor sebanyak 26.67%, dengan rata-rata
persentase sebanyak 30%.
Data bengkel kendaraan bermotor dalam pengelolaan limbah minyak pelumas,
hasilnya adalah sebagai berikut; 1)bengkel mobil 80% pengelolaan limbah minyak
pelumas dengan metode refining (dapat dipakai kembali), sedangkan bengkel sepeda
motor sebanyak 46.67% mengolah limbah minyak pelumas dengan metode tersebut,
dengan rata-rata persentase sebanyak 55%, dan 2) semua bengkel mobil pengumpulan
sisa limbah minyak pelumas dan mengirimnya ke tempat pengolahan limbah, sedangkan
bengkel sepeda motor sebanyak 73.33% yang melakukan hal tersebut, dengan rata-rata
persentase sebanyak 80%.
Data bengkel kendaraan bermotor dalam pengelolaan limbah minyak pelumas
terkait dengan pelaporan, hasilnya adalah sebagai berikut; 1)bengkel mobil 20%, terdapat
perijinan dalam penanganan limbah minyak pelumas sedangkan bengkel sepeda motor
sebanyak 33.33% memiliki perijinan, dengan rata-rata persentase sebanyak 30%, 2)
semua bengkel mobil tidak ada pelaporan ke Gubernur/tingkat propinsi, sedangkan
bengkel sepeda motor sebanyak 13.33% ada pelaporannya, dengan rata-rata persentase
sebanyak 10%, 3) semua bengkel mobil tidak ada pelaporan ke Bupati/tingkat kabupaten,
sedangkan bengkel sepeda motor sebanyak 20% ada pelaporannya, dengan rata-rata
persentase sebanyak 15%, dan 4), sebanyak 80% bengkel mobil ada pelaporan ke
lingkungan masyarakat sekitar, sedangkan bengkel sepeda motor 60% ada pelaporannya,
dengan rata-rata persentase sebanyak 65%.
Berdasarkan data tersebut, terkait dengan bentuk pengelolaan limbah minyak
pelumas yang semua bengkel mobil laksanakan adalah penyimpanan dilakukan sesuai
dengan bentuk dan karakteristik limbah minyak pelumas, Penempatan kemasan sesuai
jenis bentuk dan karakteristik limbah minyak pelumas, Kondisi kemasan penyimpanan
tidak bocor, Kondisi kemasan penyimpanan tidak meluber, Tempat penyimpanan limbah
minyak pelumas terlindung dari hujan dan sinar matahari, dan Mengumpulkan sisa limbah
minyak pelumas dan mengirimnya ke tempat pengolahan limbah. Sedangkan untuk
bengkel sepeda motor adalah tempat penyimpanan limbah minyak pelumas terlindung
dari hujan dan sinar matahari. Bentuk pengelolaan limbah minyak pelumas yang semua
bengkel mobil laksanakan adalah tidak adanya pelaporan ke Gubernur/tingkat propinsi
dan pelaporan ke Bupati/tingkat kabupaten. Sedangkan untuk bengkel sepeda motor
adalah semua dilaksanakan.
Perhitungan analisis data dari kelima indikator tersebut diperoleh hasil mean atau
jumlah rata-rata sebesar 12,75 dengan standar deviasi 3,492. Hasil perhitungan tesebut
adalah seperti yang berada pada tabel histogram berikut;
SIMPULAN
Perhitungan analisis data dari kelima indikator yakni penyimpanan, tempat
penyimpanan, pemantauan, pengelolaan, dan pelaporan pengelolaan limbah minyak
pelumas diperoleh hasil mean atau jumlah rata-rata sebesar 12,75 dengan standar deviasi
3,492. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan limbah
minyak pelumas bengkel kendaraan bermotor di wilayah Kabupaten Purworejo termasuk
dalam kategori sangat baik. Dalam uapaya mendukung program penangulangan dampak
pencemaran lingkungan diwilayah Kabupeten Purworejo diperlukan adanya peran serta
46 Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo
ISSN: 2303-3738 Vol.05/No.01/Januari 2015
dan kesadaran dari masyarakat secara luas serta melalui lembaga pemerintah, lembaga
pendidikan maupun lembaga masyarakat yang terkait senantiasa dapat memberikan
kegiatan workshop atau penyuluhan.
DAFTAR PUSTAKA
----------.2007. Pengertian Pelumas. http://www.lumasmultisarana.com. Diakses tanggal
13 Januari 2012.
----------.2011. Dampak dan Bahaya Pengolahan Tidak Tepat pada Minyak Pelumas.
Diambil 20 November 2013 dari http://www.laskar-suzuki.com/2011/04/dampak-
dan-bahaya-pengelolaan-tidak.html
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka
Cipta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor. Diakses di
www.bps.go.id. Pada tanggal 8 November 2013.
Nabil M. 2010. "Waste Lubricating Oil Treatment by Adsorption Process Using Different
Adsorbents". Journal World Academy of Science, Engineering and Technology. 62.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Rangminang. 2009. Adsorpsion. http://www.newworldencyclopedia.org. Diakses
tanggal 31 November 2013.
Setiono. 2002. Sistem Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia. Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), Deputi Bidang TIEML, BPP Teknologi.
Sugiyono. 2008. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
TIM KSS, 1998. Mengelola Bengkel Mobil. Puspa Swara.
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&jd=Limbah+B3+dari+Bengkel+Oli+Bek
as&dn=2009504003213
Yuzana Pratiwi1)
Abstrak
Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang semakin meningkat dikhawatirkan menimbulkan
dampak yang lebih luas terhadap kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup. Salah satu
limbah B3 yang perlu mendapatkan penanganan khusus karena dihasilkan dalam jumlah yang
tinggi di masyarakat adalah minyak pelumas bekas. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode
pengolahan yang dapat mereduksi zat pencemar yang ditimbulkan oleh minyak pelumas bekas,
salah satunya adalah metode Acid Clay Treatment. Pengolahan yang dilakukan bertujuan untuk
menentukan kondisi terbaik dalam penurunan logam berat timbal (Pb) pada pengolahan minyak
pelumas bekas dengan metode Acid Clay Treatment dan untuk mengkaji penurunan kadar Pb yang
terkandung pada minyak pelumas bekas. Adsorben yang digunakan adalah kaolin yang telah
diaktivasi dengan asam sulfat. Pengolahan minyak pelumas bekas ini menggunakan tiga variasi,
yaitu variasi konsentrasi adsorben, variasi waktu kontak, dan variasi tingkat keasaman (pH). Hasil
pengujian pengolahan minyak pelumas bekas menunjukan bahwa kondisi terbaik penurunan kadar
Pb pada 150 ml minyak pelumas bekas terdapat pada konsentrasi adsorben 10 gram, waktu kontak
60 menit, dan pH 4,4. Efisiensi penurunan kadar Pb yang didapat dengan menggunakan metode
Acid Clay Treatment dari kondisi terbaik adalah sebesar 56,71 %.
Kata-kata kunci: limbah B3, acid clay treatment, kaolin, timbal
1
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 – JUNI 2013
Salah satu limbah B3 yang perlu Penelitian ini dilakukan agar dapat
mendapatkan penanganan khusus karena diaplikasikan untuk mengolah limbah
dihasilkan dalam jumlah yang tinggi pada minyak pelumas bekas yang saat ini
masyarakat adalah minyak pelumas jumlahnya semakin meningkat, sehingga
bekas. Minyak pelumas bekas dihasilkan diharapkan dapat menurunkan kadar zat-
dari berbagai aktivitas manusia seperti zat pencemar yang terdapat di dalamnya
perindustrian, pertambangan, dan agar pencemaran lingkungan yang
perbengkelan. Minyak pelumas bekas merugikan dapat dicegah. Tujuan
termasuk dalam limbah B3 yang mudah penelitian ini adalah menentukan kondisi
terbakar dan meledak sehingga apabila terbaik dalam penurunan Pb pada
tidak ditangani pengelolaan dan pengolahan minyak pelumas bekas
pembuangannya maka akan dengan metode acid clay treatment dan
membahayakan manusia dan lingkungan untuk mengkaji penurunan kadar Pb yang
(P3KNLH, 2008a). terkandung pada minyak pelumas bekas.
2
Pengolahan Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Metode Acid Clay Treatment
(Yuzana Pratiwi)
3
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 – JUNI 2013
4
Pengolahan Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Metode Acid Clay Treatment
(Yuzana Pratiwi)
5
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 – JUNI 2013
menggunakan akuades yang telah dengan jar test dengan kecepatan 100
dipanaskan. rpm selama 15 menit.
Pencucian dilakukan berulang kali Untuk variasi waktu kontak, 10 gram
hingga kaolin terbebas dari ion Sulfat. adsorben yang telah dimasukkan ke
tiga sampel diaduk dengan jar test
Pencucian dihentikan jika filtrat
dengan kecepatan 100 rpm, pada
ditetesi dengan larutan BaCl2 tidak
waktu masing-masing 15 menit untuk
terbentuk endapan putih dari BaSO4.
sampel pertama (W1), 30 menit untuk
Kaolin yang telah dicuci lalu sampel kedua (W2), dan 60 menit
dikeringkan dalam oven pada suhu untuk sampel ketiga (W3).
100-110°C.
Untuk variasi tingkat keasaman (pH),
Lempung yang telah kering kemudian sebelum dimasukkan adsorben,
digerus dan diayak menggunakan ditambahkan NaOH sebanyak 1 mL
ayakan 120 mesh. Padatan pada sampel kedua (P2) dan 2 mL
selanjutnya dipanaskan pada suhu pada sampel ketiga (P3). Sedangkan
200°C selama 5 jam. untuk sampel pertama (P1) tidak
dilakukan penambahan NaOH.
3.2.3 Pengolahan Minyak Pelumas Kemudian dimasukkan masing-
Bekas masing 10 gram adsorben, lalu diaduk
dengan jar test dengan kecepatan 100
Pengolahan minyak pelumas dilakukan rpm selama 15 menit.
sebagai berikut:
Masing-masing sampel yang telah
Sebanyak 10 mL H2SO4 2M dilakukan pengolahan, kemudian
dimasukkan ke 200 mL minyak diambil filtratnya sebanyak 100 mL
pelumas bekas, kemudian diaduk untuk diuji kadar Pb-nya.
menggunakan jar test dengan
kecepatan 150 rpm selama 5 menit. 3.2.4 Penentuan Efisiensi Penurunan
Kadar Pb
Sampel yang telah diaduk diambil
filtratnya sebanyak 150 mL.
Untuk mengetahui efisiensi penurunan
Kemudian dimasukkan adsorben konsentrasi zat pencemar Pb pada
berupa kaolin yang telah diaktivasi, minyak pelumas bekas, dalam penelitian
lalu diaduk dengan jar test. ini digunakan rumus sebagai berikut :
Untuk variasi adsorben, dimasukkan
sebanyak 2,5 gram pada sampel C0 C1
E 100% (1)
pertama (A1), 5 gram pada sampel C0
kedua (A2), dan 10 gram pada sampel
ketiga (A3). Kemudian sampel diaduk di mana
6
Pengolahan Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Metode Acid Clay Treatment
(Yuzana Pratiwi)
4,77
Tabel 2. Efisiensi penurunan kadar Pb
4,76 berdasarkan variasi konsentrasi adsorben
0 2,5 5 7,5 10 Konsentrasi
Nama E
Konsentrasi adsorben (gram) adsorben
sampel (gram) (%)
Gambar 1. Grafik penurunan kadar Pb
terhadap variasi konsentrasi adsorben A1 2,5 gram 55,24
pada pengolahan minyak pelumas bekas A2 5 gram 55,35
dan pengulangannya A3 10 gram 55,43
7
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 – JUNI 2013
4,80
4.2 Variasi Waktu Kontak
4,79
4.2.1 Penentuan Kondisi Terbaik
4,78
Pada Tabel 3 dan Gambar 3 dapat dilihat
trend rata-rata kadar Pb yang dibentuk
dari ulangan I dan ulangan II. 4,77
Kemampuan penyerapan Pb oleh 0 15 30 45 60
adsorben terus bertambah seiring Waktu kontak (menit)
meningkatnya waktu kontak. Hal ini Gambar 3. Grafik penurunan kadar Pb
disebabkan semakin lama waktu terhadap variasi waktu kontak pada
reaksinya maka adsorbat yang diadsorpsi pengolahan minyak pelumas bekas dan
atau yang terikat akan semakin banyak pengulangannya
Tabel 3. Penurunan kadar Pb dengan variasi waktu kontak pada pengolahan minyak
pelumas bekas dan pengulangannya
Kadar Pb (ppm)
Nama sampel Waktu kontak
Ulangan I Ulangan II Rata-rata
W1 15 menit 4,8049 4,8011 4,8030
W2 30 menit 4,7951 4,7944 4,7948
W3 60 menit 4,7732 4,7718 4,7725
8
Pengolahan Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Metode Acid Clay Treatment
(Yuzana Pratiwi)
4,83
Kadar Pb (ppm)
55,4 4,82
55,3
4,81
E (%)
55,2
55,1 4,80
4 5 6 7
55,0
pH
0 15 30 45 60
Gambar 5. Grafik penurunan kadar Pb
Waktu kontak (menit) terhadap variasi pH pada pengolahan
Gambar 4. Grafik E terhadap variasi minyak pelumas bekas dan pengulang-
waktu kontak annya
10
Pengolahan Minyak Pelumas Bekas Menggunakan Metode Acid Clay Treatment
(Yuzana Pratiwi)
11
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 13 NOMOR 1 – JUNI 2013
12