Anda di halaman 1dari 104

TANDA DAN GEJALA PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN

ASMA BRONKIAL

A. Definisi

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini
bersifat sementara

B. Penyebab

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap


rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan.
Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu
binatang, asap, udara dingin dan olahraga.

Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang
melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan
lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut
bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga
supaya dapat bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab
terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan
bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal
sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah
atau bulu binatang.

Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang
sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres
dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.
Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan
bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.

C. Manifestasi Klinis

Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan
ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan
mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah
raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa
menyebabkan timbulnya gejala.

Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar
ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara
perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma
adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam
beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.

Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering
di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.

Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa
cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak
keringat.

Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena
sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana
penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur
kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen
penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan.
Meskipin telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan
udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ
dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.

D. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.

Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang.


Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk
memantau pengobatan.

Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu
menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma.
Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor
pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.

E. Pengobatan

Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal.


Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin
untuk mencegah serangan.

Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma
yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga.
Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.

Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya


adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala
dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik
(yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping
terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek
samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-
adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya
berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang,
tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk
mencegah serangan. Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat
yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung
di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran
udara yang mengalami penyumbatan berat.
Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki
efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.

Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-


oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai
kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena
(melalui pembuluh darah). Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan
harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek,
sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.

Pada saat pertama kali mengkonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit
mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat
menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut
jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur),
agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.

Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala
asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan
menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi
kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
- gangguan proses penyembuhan luka
- terhambatnya pertumbuhan anak-anak
- hilangnya kalsium dari tulang
- perdarahan lambung
- katarak prematur
- peningkatan kadar gula darah
- penambahan berat badan
- kelaparan
- kelainan mental.
Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi
serangan asma yang berat.

Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan
inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke
bagian tubuh lainnya.
Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya
tidak dapat mengendalikan gejala asma.

Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel
mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini
digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat
aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan


menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus
oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada
penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.

Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat


terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan
leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala
asma).

PENGOBATAN UNTUK SERANGAN ASMA

Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk


membuka saluran pernafasan. Obat yang digunakan untuk mencegah juga digunakan untuk
mengobati asma, tetapi dalam dosis yang lebih tinggi atau dalam bentuk yang berbeda.

Agonis reseptor beta-adrenergik digunakan dalam bentuk inhaler (obat hirup) atau
sebagai nebulizer (untuk sesak nafas yang sangat berat). Nebulizer mengarahkan udara atau
oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk
dihirup oleh penderita.
Pengobatan asma juga bisa dilakukan dengan memberikan suntikan epinephrine atau
terbutaline di bawah kulit dan aminophylline (sejenis theophylline) melalui infus intravena.

Penderita yang mengalami serangan hebat dan tidak menunjukkan perbaikan terhadap
pengobatan lainnya, bisa mendapatkan suntikan corticosteroid, biasanya secara intravena
(melalui pembuluh darah). Pada serangan asma yang berat biasanya kadar oksigen darahnya
rendah, sehingga diberikan tambahan oksigen. Jika terjadi dehidrasi, mungkin perlu diberikan
cairan intravena. Jika diduga terjadi infeksi, diberikan antibiotik.

Selama suatu serangan asma yang berat, dilakukan:


- pemeriksaan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah
- pemeriksaan fungsi paru-paru (biasanya dengan spirometer atau peak flow meter)
- pemeriksaan rontgen dada.
PENGOBATAN ASMA JANGKA PANJANG

Salah satu pengobatan asma yang paling efektif adalah inhaler yang mengandung
agonis reseptor beta-adrenergik. Penggunaan inhaler yang berlebihan bisa menyebabkan
terjadinya gangguan irama jantung.

Jika pemakaian inhaler bronkodilator sebanyak 2-4 kali/hari selama 1 bulan tidak
mampu mengurangi gejala, bisa ditambahkan inhaler corticosteroid, cromolin atau pengubah
leukotrien. Jika gejalanya menetap, terutama pada malam hari, juga bisa ditambahkan
theophylline per-oral.
BRONKIOLITIS

A. DEFINISI

Bronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernapasan yang ditandai oleh obstruksi
inflamasi saluran napas kecil (bronkiolus). Sering mengenai anak usia di bawah satu tahun
dengan insiden tertinggi umur 6 bulan1.

Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil
(bronkiolus) yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insidens tertinggi pada usia sekitar 2-6
bulan dengan penyebab tersering respiratory sincytial virus (RSV), diikuti dengan
parainfluenzae dan adenovirus. Penyakit ditandai oleh sindrom klinik yaitu, napas cepat,
retraksi dada dan wheezing.

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan
percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus.
Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.

B. EPIDEMIOLOGI

Bronkiolitis akut yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus,
sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya3. Penyakit ini
menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang
paling bayak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45--55% dari total kasus. Sedangkan
virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%3.

Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sekitar 70%
kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di rumah sakit,
sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik. Sebagian besar infeksi saluran napas
ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan
gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan
bermanifestasi berat.

Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak
bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah
golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya
mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear.
Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti
bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dar tahun ke tahun.

C. ETIOLOGI

Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang menyebabkan
bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan
ludah. Meskipun pada orang dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada
bayi bisa menyebabkan penyakit yang berat.
Faktor resiko terjadinya bronkiolitis:

Usia kurang dari 6 bulan

Tidak pernah mendapatkan ASI

Prematur

Menghirup asap rokok.

Infeksi virus sering berulang pada bayi. Hal ini disebabkan oleh:

1. Kegagalan sistem imun host untuk mengenal epitope protektifdari virus.


2. Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi interleukin I inhibitor
dengan akibat tidak bekerjanya sistem antigen presenting.
3. Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan kemampuan
virus untuk menginfeksi makrofag serta limfosit. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi
seperti kegagalan produksi interferon, interleukin I inhibitor, hambatan terhadap
antiobodi neutralizing, dan kegagalan interaksi dari sel ke sel.
Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena
antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4--6 minggu kehidupan, kemudian akan
menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah,
terutama terhadap virus
D. PATOFISIOLOGI

Invasi virus pada percabangan bronkus kecil menyebabkan udem, akumulasi mukus,
dan debris seluler hingga terjadi obstruksi saluran napas kecil1. Karena resistensi aliran udara
saluran napas berbanding terbalik dengan radius pangkat 4 maka penebalan dinding bronkus
sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar terhadap aliran udara.

Resistensi aliran udara pada saluran napas kecil meningkat baik pada fase inspirasi
maupun ekpirasi. Tetapi, karena radius saluran napas lebih kecil selama fase ekpirasi maka
terdapat mekanisme klep, sehingga udara akan terperangkap. Hal ini akan menimbulkan
hiperinflasi dada. Atelektasis dapat terjadi bila obtruksi total dari udara diserap. Proses patologik
ini menimbulkan gangguan pada proses pertukaran udara di paru, ventilasi berkurang, dan
hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak terjadi kecuali pada keadaan yang sangat berat.

Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi udem saluran
napas dengan lebih baik. Oleh karena itu, pada anak besar dan orang dewasa jarang terjadi
bronkiolitis bila terkena infeksi oleh virus.

Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan replikasi di


mukosa bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan terjadi kerusakan/nekrosis
sel-sel bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi ditandai dengan proliferasi
limfosit, sel plasma dan makrofag. Akibat dari proses tersebut akan terjadi edema sub mukosa,
kongesti serta penumpukan debris dan mukus (plugging), sehingga akan terjadi penyempitan
lumen bronkioli.

Penyempitan ini mempunyai distribusi tersebar dengan derajat yang bervariasi


(total/sebagian). Gambaran yang terjadi adalah atelektasis yang tersebar dan distensi yang
berlebihan (hyperaerated) sehingga dapat terjadi gangguan pertukaran gas serius, gangguan
ventilasi/perfusi dengan akibat akan terjadi hipoksemia (PaO2 turun) dan hiperkapnea (Pa CO2
meningkat). Kondisi yang berat dapat terjadi gagal nafas.

E. MANIFESTASI KLINIS
Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek encer, batuk,
bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kemudian
timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel.
Timbulnya kesulitan minum terjadi karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan
dan menghisap. Pada kasus ringan, gejala menghilang 1--3 hari. Pada kasus berat, gejalanya
dapat timbul beberapa hari dan perjalananya sangat cepat.

Kadang-kadang, bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres
pernapasan dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung, penggunaan
otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis. Retraksi biasanya tidak
dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien
bisa teraba karena terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada
akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar
dengan jelas.

Gejalanya berupa:

- batuk

- wheezing (bunyi nafas mengi)

- sesak nafas atau gangguan pernafasan

- sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen)

- takipneu (pernafasan yang cepat)

- retraksi interkostal (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk
bernafas)

- pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)

- demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).
Beberapa perbedaan antara bronkiolitis dan asma

ASMA BRONKIOLITIS

Penyebab hiper reaktivitas bronkus virus

Umur > 2 tahun 6 bulan-2 tahun

Sesak berulang Ya Tidak

Onset sesak akut insidious

ISPA atas +/- selalu +

Atopi keluarga sering jarang

Alergi lain sering -

Respon bronkodilator cepat lambat

Eosinofil meningkat normal

F. DIAGNOSIS

Anamnesis

Anak usia di bawah 2 tahun dengan didahului infeksi saluran nafas akut bagian atas
dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak nafas makin
hebat dengan nafas dangkal dan cepat.

Pemeriksaan fisis
Dapat dijumpai demam, dispne dengan expiratory effort dan retraksi. Nafas cepat
dangkal disertai dengan nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah.
Terdengar ekspirium memanjang atau mengi (wheezing). Pada auskultasi paru dapat terdengar
ronki basah halus nyaring pada akhir atau awal inspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Jika
obstruksi hebat suara nafas nyaris tidak terdengar, napas cepat dangkal, wheezing berkurang
bahkan hilang.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat
terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior membesar
pada foto lateral serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah dapat
menunjukan hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik atau metabolik. Bila
tersedia, pemeriksaan deteksi cepat dengan antigen RSV dapat dikerjakan.

Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter anteroposterior


meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat
atelektasis sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi alveolus. Leukosit dan hitung jenis
biasanya dalam batas normal. Limfopenia yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang
ditemukan pada brokiolitis. Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan
menunjukkan hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan
hipersekresi bronkiolus.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Pada pemeriksan dengan stetoskop terdengar wheezing dan ronki. Pemeriksaan lainnya
adalah rontgen dada dan analisa gas darah.

G. PENATALAKSANAAN

Infeksi oleh virus RSV biasanya sembuh sediri (self limited), sehingga pengobatan yang
ditujukan biasanya pengobatan suportif. Prinsip pengobatan adalah:

1. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru.
Oksigenasi dengan kadar oksigen 30--40% sering digunakan untuk mengoreksi
hipoksia2.

2. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat keluarnya
cairan lewat evaporasi, karena pernapasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak
terjadi dehidrasi diperlukan pemberian cairan rumatan. Cara pemberian cairan ini bisa
intravena atau nasogastrik. Akan tetapi, harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung
karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak napas akibat lambung yang terisi
cairan dan menekan diafragma ke paru-paru.

3. Obat-obatan

a. Antivirus (Ribavirin)

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk
mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus
yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai
efektivitas dan keamanannya2. The American of Pediatric merekomendasikan
penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat
seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-
paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur. Ada beberapa penelitian
prospektif tentang penggunaan ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit
jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat
awal4. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12--18 jam per
hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.

b. Antibiotik

Penggunaan antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena


sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali ada tanda-tanda infeksi sekunder.
Penggunaan antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang
resisten terhadap antibiotik tersebut.

c. Bronkodilator dan Antiinflamasi

Kedua macam obat tersebut masih kontroversial penggunaannya pada bronkiolitis. Ada
beberapa penelitian yang mengatakan bahwa penggunaan bronkodilator dan
antiinflarnsi dapat mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya mengi di
kemudian hari.

Tata laksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah :

1. Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan
pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.

2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan parenteral).
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.

3. Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.

4. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga infeksi
sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.

5. Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari


dibagi 3-4 dosis.

6. Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari)


diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.

Kadang tidak perlu diberikan pengobatan khusus.


Terapi suportif terdiri dari :
- Pemberian oksigen
- Udara yang lembab,
- Drainase postural atau menepuk dada untuk mengeluarkan lendir
- Istirahat yang cukup
- Pemberian cairan.
Kadang bayi menjadi lelah dan mengalami serangan apneu (henti nafas). Jika hal ini terjadi,
dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
Pada bayi yang sangat muda dan sakit berat, kadang diberikan obat anti-virus ribavirin. Obat ini
dapat mengurangi beratnya penyakit dan agar efektif harus diberikan pada awal penyakit.

H. PROGNOSIS
Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan
membaik pada hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%. Masa paling kritis adalah 48-72 jam
pertama. Jarang terjadi bronkiolitis ulang.

BRONKOPNEUMONIA

Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis merupakan salah satu tipe dari
pneumonia yang terlokalisir yang juga menyerang bronkiolus dan alveolus di sekitarnya.
Bronkopneumonia ini merupakan bagian dari pneumonia yang diklasifikasikan berdasarkan
sindrom klinis yang masuk dalam pneumonia bakterial tipe tipikal. Pneumonia bakterial tipe
tipikal ini dibedakan atas dua yaitu pneumonia lobar dan pneumonia lobular atau disebut juga
bronkopneumonia. Walaupun dibedakan secara klinis, namun kadang-kadang keduanya sulit
untuk dibedakan karena memiliki gejala klinis yang tumpang tindih. Kedua tipe ini hanya dapat
dibedakan berdasarkan hasil dari pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan seperti foto roentgen
atau biopsi paru. Bronkopneumonia kadang-kadang menjadi pneumonia lobar seiring dengan
semakin menyebarnya infeksi yang terjadi.

Organisme penyebab sama dengan yang menyebabkan penyakit pneumonia secara umum

1) Staphylococci ;

2) Streptococci ;

3) Pneumococci ;

4) Haemophilus influenzaea ;

5) Pseudomonas aeruginosa ;

6) Coliform bacteria .

Etiologi

 Bronkopneumonia biasanya timbul pada pasien yang dirawat di rumah sakit


 Biasanya timbul sebagai komplikasi dari penyakit lain
 Paling sering timbul pada anak-anak dan orang tua
 Kebanyakan kasus bronkopneumonia akibat aspirasi organisme melalui mulut.
Faktor predisposisi :

 Usia tua, kelemahan fisik dan adanya fibrosis paru


 Silia tidak berfungsi akibat merokok, metaplasia squamosa atau penyakit herediter
 Alkohol, nikotin rokok dan terapi oksigen dapat mengganggu kemampuan makrofag untuk
memfagosit bakteri yang masuk ke paru
 Bakteri dapat tumbuh di tempat-tempat dimana banyak sekret atau mukus yang terlokalisir
misalnya pada bronkitis kronis atau fibrosis cystic
Patogenesis

Proses timbulnya penyakit bronkopneumonia ini sama dengan proses terjadinya


pneumonia secara umum. Bakteri pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan
mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek gravitasi.
Setelah mencapai alveoli, pneumokok menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap
yang berurutan :

1. kongesti (4 sampai 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan bergranula
(hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin dan leukosit
polimorfonuklear mengisi alveoli
3. hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru-paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang
4. resolusi (7 sampai 11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
Pada bronkopneumonia didapatkan beberapa tempat yang terinfeksi dan terlokalisir,
konsolidasi akut dan menyerang satu atau lebih lobus paru.

Infeksi yang mengenai bronkiolus menyebabkan inflamasi mukosa dan pengeluaran mukus
yang berlebihan sehingga dapat menghambat jalan udara ke alveolus yang kemudian dapat
menimbulkan kolaps alveoli. Daerah yang kolaps akan dikompensasi oleh alveoli di sekitarnya
sehingga timbullah emfisema.
Gambaran patologisnya : Penyebaran daerah infeksi atau konsolidasi yang berbercak di lobus
bagian bawah, kadang-kadang bilateral. Bercak atau lesi ini berdiameter 2-4 cm, berwarna abu-
abu kekuningan, kering, biasanya mengelilingi bronki atau bronkiolus, batas tidak jelas dan
cenderung untuk menyatu, terutama pada anak-anak.

Gambaran mikroskopisnya: distribusi tidak merata di dalam dan sekitar bronkiolus, gambaran
eksudat dari inflamasi akut pada bronkiolus yang berisi PMN, fibrin dan darah, serta adanya
destruksi dinding alveolar yang terlokalisir.

Gejala klinis:

 batuk dengan sputum yang purulen atau sputum dengan bercak darah
 demam
 sesak napas
 nyeri dada
Diagnosis

 anamnesis
 pemeriksaan fisis
Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis
yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit:

 awitan akut biasanya oleh kuman-kuman seperti S. Pneumonia, Streptococcus


spp., Staphylococcus. Awitan lebih insidous dan ringan pada orang tua/imunitas
menurun akibat kuman yang kurang patogen/oportunistik seperti Klebsiella,
Pseudomonas, Enterobacteriaceae, dll.
 Tanda-tanda fisis seperti demam, sesak napas, konsolidasi paru (perkusi paru
yang pekak, ronkhi nyaring, suara pernapasan bronkial.
 Warna, konsistensi dan jumlah sputum

 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis: densitas/opasitas yang tidak homogen dan menyebar akibat dari
penyebaran infeksi yang tidak merata.

Pemeriksaan laboratorium: leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri


Pemeriksaan bakteriologis: pada sputum dapat ditemukan bakteri-bakteri penyebab, dapat
juga diperoleh dari darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosentesis, biopsi atau
bronkoskopi. Juga dapat dilakukan kultur kuman.

Penatalaksanaan

 Antibiotik
 Terapi suportif umum:
 Terapi oksigen
 Humidifikasi dengan nebulizer
 Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak
 Pengaturan cairan
 Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis yang berat
 Ventilasi mekanis

Perbandingan bronkopneumonia dengan pneumonia lobaris

Bronchopneumonia Pneumonia Lobar

Lokasi 1. kadang-kadang bilateral Areanya luas, kadang-kadang sampai


2. lobus basalis (lobus bagian seluruh lobus
bawah)

Jalannya Menyebar dari bronkiolus ke Mengenai alveolus dan bronkiolus


infeksi alveolus terdekat

Penyebaran Konsolidasi tidak merata Konsolidasi pada seluruh lobus


infeksi

Usia yang Bayi dan anak-anak serta orang tua Orang dewasa terutama alkoholik dan
rentan tunawisma

Organisme Tergantung keadaan yang dapat Biasanya disebabkan oleh


penyebab memicu infeksi (mis. Nosokomial) Pneumococcus dan Klebsiella
Penyembuhan Jika ditangani, biasanya Jika ditangani dengan baik, jaringan
penyembuhan paru dengan fibrosis. paru dapat kembali normal. Di lain
pihak, jika eksudat terkumpul di satu
alveoli, jaringan paru dapat mengalami
disfungsi permanen.

Notes Pasien yang tidak dapat bergerak Pasien sakit parah dan biasanya
menyebabkan retensi eksudat terdapat bakteriemia.
biasanya terkumpul di lobus basalis.

CROUP

Laringo trakeo bronchitis akut adalah penyebab terbanyak sumbatan saluran napas
pada larings.

Etiologi

Antara etiologi bagi penyakit ini adalah para influenza, RSV, rhinovirus, measles,
Corynebacterium diphteri dan Staphyloc. aureus.

Indidens

Penyakit ini menyerang semua umur anak, tetapi terbanyak adalah umur 12 bulan
sehingga 3 tahun. Anak laki-laki lebih banyak diserang penyakit ini berbanding dengan anak
perempuan. Penyakit ini menyerang sepanjang tahun terutama pada musim luruh dan musim
dingin.

Patogenesis

Pertama dari kejadian penyakit ini adalah terjadinya oedem pada mukosa atau
submukosa. Ini akan menyebabkan penyempitan daerah subglottis. Akibatnya, saluran
pernapasan pada bayi kecil atau anak-anak ini akan menyempit. Oleh itu, terjadilah gangguan
pernapasan.
Klinis

Antara gambaran klinis pada bayi atau anak yang menghidap penyakit ini adalah
beringus 2 hingga 3 hari yang disebabkan oleh inflamasi pada larings. Selain itu, batuk seperti
anjing menggonggong, suara menjadi serak dan terdapat stridor inspiratoir. Batuk yang dialami
anak-anak pada malam hari dapat membangunkan mereka, terdapat stridor ekspiratoir dan
demam yang suhunya kurang dari 39ºC. Jika penyumbatan saluran pernapasan bertambah,
maka terjadi retraksi supra sternal pada akhir inspirasi, takipnoe atau takikardi. Seterusnya ini
akan menyebabkan hipoksia yang mengakibatkan anak-anak lelah. Akibatnya terjadi letargik
kollaps.

Panatalaksanaan

Pada kasus yang berat, intake anak-anak haruslah terjamin. Antibiotik tidak diperlukan
kecuali jika terdapat infeksi sekunder. Selain itu kortokosteroid juga bisa diberikan.

PNEUMONIA

Definisi

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing

Daya tahan traktus respiratorius

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi dan terdiri dari :

1. susunan anatomis rongga hidung


2. jaringan limfoid di naso-oro-faring
3. bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret liat yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. refleks batuk
5. refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi
6. drainase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imunoglobulin A
(IgA)
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya
pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun, misalnya akibat malnutrisi energi protein
(MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi,
pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna

Epidemiologi

- pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan


serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%
sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan
pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia
lobaris hampir selalu disebabkan oleh Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa
dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan
bayi
- pneumonia Staphylococcus aureus pada umumnya diderita bayi, yaitu 30% dibawah
umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun
- pneumonia interstitialis (bronkiolitis) sering diderita bayi dan anak kecil yang berumur
kurang dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan
Klasifikasi

Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan pembagian atas
dasar anatomis dan etiologis

Pembagian anatomis :

1. pneumonia lobaris

Figure 1. X-ray involving part of the right lung. The dark area is the pneumonia. Lobar pneumonia results
from infection with a bacterial organism and can involve any part of either lung.
2. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Figure 2. Xray appearance of bilateral (double) bronchopneumonia, also due to bacterial infection.

3. pneumonia interstitialis (bronkiolitis)


Pembagian etiologis

1. bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,


Staphylococcus aureus, Hemophilus influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium
tuberculosis
2. virus: Respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik
3. Mycoplasma pneumoniae
4. jamur : Histoplasma capsulatum, Crytococcus neoformans, Blastomyces dermatitides,
Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida albicans
5. aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing
6. pneumonia hipostatik
7. sindrom Loeffler
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat,
pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih
rasional daripada pembagian anatomis

Gejala klinik

Gambaran klinik pneumonia berdasarkan klasifikasi secara umum, yang dibagi atas dua
yaitu pneumonia bakteri dan pneumonia virus

Pneumonia : alveoli paru-paru terisi dengan cairan ,yang menjaga oksigen supaya
tidak beredar dalam pembuluh darah.alveolus kiri adalah normal, alveolus kanan penuh
dengan cairan dari pneumonia

A. Pneumonia Bakterial

Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia


jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia.
Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang
yang menderita penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai
sistem kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-
paru.

Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.
Gejalanya

Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan
satu minggu sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran
pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang
mengandung pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.

Pada orang normal tubuh akan mengadakan perlawanan, dan biasanya menang, tetapi
tidak pada orang-orang tua atau mereka yang daya tahan tubuhnya menurun. Karena
mekanisme itu, biasanya infeksi paru-paru (pneumonia) jenis itu didahului dengan
infeksi saluran napas bagian atas satu minggu sebelumnya, kemudian gejala timbul
mendadak seperti panas yang tinggi (mencapai 40 derajat Celsius) disertai menggigil
dengan gemeretak gigi bahkan bisa sampai muntah. Terdapat juga nyeri pleura (lapisan
yang membungkus jaringan paru-paru) yang hebat dan diperberat dengan batuk dan
pernapasan yang terganggu.

Jenis batuk biasanya produktif mengeluarkan lendir yang berwarna hijau atau merah
tua. Penderita akan mengeluarkan keringat banyak, nadi dan pernapasan meningkat.
Karena kekurangan oksigen, bibir dan kuku membiru. Kesadaran pasien menjadi
menurun.

B. Pneumonia Akibat Virus

Figure 4. Patchy viral pneumonia.


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri
hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan
pneumonia juga).

Kekerapan penyakit itu pada setiap golongan usia berbeda, bergantung pada virus
penyebabnya. Respiratory syncytial virus (RSV) terbanyak pada anak balita. Sebaliknya
virus varicella yang menyerang paru-paru hanya bisa diderita oleh orang dewasa. Virus
influenza tipe A sendiri bisa menyerang kedua kelompok usia, namun orang dewasa
lebih sering terserang virus tersebut.

Konsentrasi penduduk, terutama mereka yang tinggal di asrama lebih memungkinkan


penyebaran pneumonia secara cepat, apalagi kalau hubungan dengan dunia luar
terbatas seperti pada tempat latihan angkatan bersenjata.

Infeksi oleh virus influenza dapat menjadi berat dan kadang-kadang berakibat fatal.
Penyakit itu sering ditemukan pada penderita penyakit jantung, paru-paru, atau mereka
yang sedang hamil.

Gejala

Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam,
batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam
penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi
disertai membirunya bibir.

Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu
yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi
bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
Patomekanisme

Bagian atas memperlihatkan paru-paru normal dilihat pada mikroskope. Bagian yang berwarna
putih adalah alveoli yang mengandung udara. Bagian bawah memperlihatkan paru-paru dengan
pneumonia dilihat pada mikroskop. Alveoli terisi dengan inflamasi dan debris.

Bakteri, virus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Proses
radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. kongesti : kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag
2. hepatisasi merah : lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak
mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan
kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek
3. hepatisasi kelabu : lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.
Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit,
tempat terjadi fagositosis bakteri,virus. Kapiler tidak lagi kongestif
4. resolusi : eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang
Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan
gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis
etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan/atau serologi

Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan, dan bila dapat dilakukan pun
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan pedoman diagnosis dan tata
laksana yang lebih sederhana

Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas:

 pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum, harus
dirawat di RS dan diberi antibiotik
 pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus
dirawat di RS dan diberi antibiotik
 pneumonia : bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :
 >60x/menit pada bayi <2 bulan
 >50x/menit pada anak 2 bulan-1 tahun
 >40x/menit pada anak 1-5 tahun
Tidak perlu dirawat cukup diberi antibiotik oral

 Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu
dirawat, tidak perlu antibiotik
Bayi dibawah 2 bulan harus dirawat karena perjalanan penyakit lebih bervariasi, komplikasi
dan kematian sering terjadi

Pemeriksaan fisis

Pneumonia lobaris :

 Inspeksi = frekuensi Pernapasan > 40x/m, pernapasan cuping hidung, sianosis,


paru yg sakit perg. lambat, gembung
 Palpasi = Fokal fremitus sisi sakit > keras
 Perkusi = sisi sakit pekak relatif
 Auskultasi = sisi sakit BP , BT = ronki nyaring 1 lobus
Bronkopneumonia

 Inspeksi : sakit sedang, retraksi, frekuensi pernapasan > 50 x/mnt


 Palpasi : -
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Ronki nyaring diffus satu/ ke 2 paru
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan penunjang menunjukkan leukositosis dengan predominan PMN atau dapat


ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia
ringan atau sedang
 Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bervariasi :
- bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
- bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
- gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstitialis pada pneumonia
stafilokok
 pemeriksaan cairan pleura
 pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorokan, sekresi nasofaring, bilasan
bronkus atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura atau aspirasi paru
Penatalaksanaan

 oksigen 1-2 L/menit


 jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi
 jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip
 jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier
 koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
 antibiotik pada pneumonia bakteri sesuai hasil biakan atau berikan
- streptococcus dan staphylococcus : Penisillin G 50 .000 unit/hari iv
Penisillin Prokain 600.000U/kali/hari

Ampisillin 100mg/kgBB/hari
Seftriakson 75-200mg/kgBB/hari

- M.pneumoniae : Eritromisin 15mg/kgBB/hari atau derivatnya


- H. influenzae, Klebsiella, P.aeruginosa : Kloramfenikol 100mg/kgBB/hari
Sefalosporin

 Obat anti virus : antibiotik tidak efektif terhadap virus


- influenza virus : amantadine (Symadine), rimantadine (Flumadine), oseltamivir
(Tamiflu), Zanamivir (Relenza)
- Varicella pneumonia : acyclovir
- RSV : ribavirin
Komplikasi

1. Pneumonia lobaris

- Emfiema parapnemoni

- Corpulmonale (TRIAS)

- Atelektasis

- Abses paru

- Fibrosis Paru  Bronkiektasis

2. Bronkopneumonia

- Sepsis  OMA, sinusitis, meningitis

- Empiema torasis

- Abses paru terutama kausa streptoc.

- Bronchiectasis

- Cor pulmonale

Pencegahan
Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan
orang dewasa yang beresiko tinggi:

Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumoniae)

Vaksin flu

Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b).

Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai
kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi

Alsagaff, H., Mukty, A. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.

Isselbacher, dkk. 1999. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 1. Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Price, S. A., Wilson, L.M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Buku 2. Jakarta:
EGC.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Swartz, M. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.

Sumber secara online:

http://www.microscopyu.com/galleries/pathology/bronchopneumonialarge.html

http://www.histopathology-india.net/BrPn.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Bronchopneumonia

http://id.wikipedia.org/wiki/Bronchopneumonia
http://www.findrxonline.com/rss/articles/bronchopneumonia.htm
PEMBAHASAN DIAGNOSIS BANDING

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)/Acute Respiratory Infection (bukan


Penumonia)
Defenisi

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar II ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian
atas dan saluran pernapasan bagian bawah.

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan
saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ
disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila
infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian1.

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan, dan akut, dengan pengertian
sebagai berikut:2

(i) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
(ii) Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis
mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk
jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan
paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
(iii) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

1
USU digital library
2
www.penyakitmenular.info
Epidemiologi

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran
pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik
dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk
rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi
dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya
hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi
dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang
terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.3

Klasifikasi 4

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

o Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).
o Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
o Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan
dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

3
USU digital library

4
USU digital library
• Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah
atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per
menit atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :

• Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).
• Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah
50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
• Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat.

Gejala Klinis 5

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.

Tanda-tanda klinis

o Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir
dan wheezing.
o Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac
arrest.
o Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
o Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratorium
o hypoxemia,

5
USU digital library
o hypercapnia dan
o acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak
golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun
sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor,
Wheezing, demam dan dingin (USU digital library).

Pemeriksaan Penunjang 6

Pengobatan

• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan


sebagainya.
• Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap,
dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
• Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan
obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Prognosis

ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat
gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi
pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar

6
USU digital library
karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian
antibiotic (USU digital library).

B. Pneumonia
Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,
radiasi, dll). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian
mengalami komplikasi infeksi bakteri.7
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu: 1)
pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat,
dan 2) pneumonia RS atau pneumonia nosokmial (hospital-acquired pneumonia), bila infeksinya
didapat di RS.
Etiologi 8
Usia pasien merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B
dan bakteri Gram negative seperti E. coli, Pseudomonas sp., atau Klebsiella sp. Pada bayi yang
lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih
besar dan remaja, selain bakteri tersebut, juga sering ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, selain bakteri,
atau campuran bakteri dan virus. Virus yang paling banyak ditemukan adalah Respiratory
Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah
Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Mycoplasma pneumonia.
Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak
daripada anak berusia di bawah 2 tahun.
Patomekanisme

7
Buku Ajar Respirologi Anak edisi 1
8
Buku Ajar Respirologi Anak edisi 1
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiatori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di
alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin
bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di
alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan febris menghilang. Stadium
ini disebut stadium resolusi. System bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap
normal.
Bakteri atau virus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan
(droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
5. kongesti : kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag
6. hepatisasi merah : lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit
neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek
7. hepatisasi kelabu : lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
bakteri,virus. Kapiler tidak lagi kongestif
8. resolusi : eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis
dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang
Gejala Klinik
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
o Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kadang – kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
o Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
o Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas
melemah, dan ronki. Akan tetapi, pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia
lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan informasi dari anmnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala dan
tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat
berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan/atau serologi

Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan, dan bila dapat dilakukan pun kuman
penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan pedoman diagnosis dan tata laksana yang
lebih sederhana

Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas:

 pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS
dan diberi antibiotik
 pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS
dan diberi antibiotik
 pneumonia : bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :
 >60x/menit pada bayi <2 bulan
 >50x/menit pada anak 2 bulan-1 tahun
 >40x/menit pada anak 1-5 tahun
Tidak perlu dirawat cukup diberi antibiotik oral

 Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak
perlu antibiotik
Bayi dibawah 2 bulan harus dirawat karena perjalanan penyakit lebih bervariasi, komplikasi dan
kematian sering terjadi

Pemeriksaan fisis
 Inspeksi = frekuensi Pernapasan > 40x/m, pernapasan cuping hidung, sianosis, paru yg sakit perg.
lambat, gembung
 Palpasi = Fokal fremitus sisi sakit lebih keras
 Perkusi = sisi sakit pekak relatif
 Auskultasi = sisi sakit BP , BT = ronki nyaring 1 lobus
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan penunjang menunjukkan leukositosis dengan predominan PMN atau dapat ditemukan
leukopenia yang menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang
 Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bervariasi :
- bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
- bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
- gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstitialis pada pneumonia stafilokok
 Pemeriksaan cairan pleura
 Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorokan, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau
sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura atau aspirasi paru

Penatalaksanaan
 oksigen 1-2 L/menit
 jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi
 jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik
dengan feeding drip
 jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
memperbaiki transpor mukosilier
 koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
 antibiotik pada pneumonia bakteri sesuai hasil biakan atau berikan
o Streptococcus dan Staphylococcus : Penisillin G 50 .000 unit/hari iv, Penisillin Prokain
600.000U/kali/hari, Ampisillin 100mg/kgBB/hari, Seftriakson 75-200mg/kgBB/hari
o M. pneumoniae : Eritromisin 15mg/kgBB/hari atau derivatnya
o H. influenzae, Klebsiella, P. aeruginosa : Kloramfenikol 100mg/kgBB/hari, Sefalosporin
 Obat anti virus : antibiotik tidak efektif terhadap virus
 influenza virus : amantadine (Symadine), rimantadine (Flumadine), oseltamivir (Tamiflu),
Zanamivir (Relenza)
 Varicella pneumonia : acyclovir
 RSV : ribavirin

C. Tuberculosis Anak
Definisi

Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum.
Tuberkulosis menunjukkan penyakit yang paling sering disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, tetapi kadang disebabkan oleh M.bovis atau M.africanum. Bakteri lainnya
menyebabkan penyakit yang menyerupai tuberkulosis, tetapi tidak menular dan sebagian besar
memberikan respon yang buruk terhadap obat-obatan yang sangat efektif mengobati
tuberkulosis.
Patogenesis
1. TB paru primer
Kuman yang masuk ke jaringan paru dihadapi oleh netrofil lalu makrofag dan walaupun telah
difagosit, kuman TB tetap bertumbuh dalam sitoplasma makrofag dan selanjutnya membentuk sarang
TB pneumonia kecil di jaringan paru (Ghon focus). Sarang ini kemudian akan menimbulkan peradangan
pada saluran getah bening menuju hilus dan pembesaran kelenjar getah bening hilus. Sarang primer,
limfangitis lokal, dan limfadenitis regional akan membentuk kompleks primer/kompleks Ranke.
Kompleks ini selanjutnya dapat :

a. Sembuh tanpa cacat.


b. Sembuh dengan bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus karena kuman yang dormant.
c. Komplikasi dan menyebar secara :
1) Perkontinuitatum yakni menyebar ke sekitarnya.
2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan atau paru di sebelahnya. Bisa juga tertelan dengan
sputum dan masuk ke usus menimbulkan TB usus.
3) Limfogen ke organ tubuh lainnya.
4) Hematogen ke organ tubuh lainnya.
2. TB sekunder (post primer)

Kuman yang dormant dapat aktif kembali dan membentuk sarang pneumonia kecil dan dalam
waktu 3 minggu menjadi tuberkel(merupakan granuloma yang berisi sel histiosit dan Datia Langhans).
Sarang ini kemudian dapat :

a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat.


b. Meluas tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.
c. Membungkus diri menjadi keras (perkapuran).
d. Menjadi granuloma dan menghancurkan jaringan di sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami
nekrosis sehingga menjadi lembek seperti keju. Jika jaringan keju dibatukkan keluar maka terjadilah
kavitas. Kavitas mula-mula dindingnya tipis tetapi lama-kelamaan dindingnya menebal karena
infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar dan disebut kavitas sklerotik.
Perkejuan dan kavitas terjadi karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi makrofag dan proses berlebihan sitokin dan TNF-nya. Selanjutnya kavitas dapat :

1) Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas masuk ke arteri akan
terjadi TB millier atau TB usus.
2) Memadat dan membungkus diri menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan
sembuh atau aktif menjadi cair dan terjadi kavitas lagi.
3) Bersih dan sembuh (open healed cavity). Dapat menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil
atau kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbentuk bintang (stellata
shaped).
Etiologi
Penyakit paru yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis
(jarang). Selain itu juga dikarenakan oleh daya tahan tubuh yang rendah. Kuman tuberculosis berbentuk
batang, tahan terhadap pewarnaan tahan asam, mati pada sinar UV langsung, hidup pada tempat yang
lembab dan gelap.

Gejala Klinis
1. Gejala respiratorik : Batuk ≥ 3 minggu, batuk darah (hemoptisis), sesak napas, nyeri dada.
2. Gejala sistemik : Demam tidak tinggi tapi selalu berulang, malaise, keringat pada waktu malam hari,
anoreksia, dan berat badan menurun.
Diagnosis
1. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, kurasan
bronkoalveolar, bilasan lambung, liquor cerebrospinal, urin, feces, dan jaringan biopsi. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara BTA, Ziehl Nielseen, biakan, dan biopsi.
Mikroskopik positif jika :

o 3 kali positif
o 2 kali positif, 1 kali negatif
o 1 kali positif, 2 kali negatif. Ulang BTA 3 kali bila hasil 1 kali positif, 2 kali negatif.

Mikroskopik negatif jika :

o 3 kali negati
o 1 kali positif, 2 kali negatif. Ulang BTA 3 kali
bila hasil 3 kali negatif.

2. Pemeriksaan kuman dengan PCR, Becton Diskinson Diagnostik Instrument System, dan Light
Producing Mycobacteriophage.
3. Pemeriksaan radiologik
Gambaran lesi TB aktif : bayangan nodular/berawan, kaviti yang lebih dari satu dan dikelilingi
bayangan opak berawan/nodular, bercak millier, dan efusi pleura unilateral (umumnya).

Gambaran lesi TB inaktif : fibrostik, kalsifikasi, kompleks Ranke, dan penebalan pleura.

Luluh paru (destroyed lung) : kerusakan jaringan paru yang berat, sulit untuk menilai aktivitas
penyakit, dan perlu pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas proses penyakit.

4. Uji tuberkulin
Penatalaksanaan
Dengan obat anti tuberculosa :

1. Obat utama : Rifampisin, Isoniazid, Piranizamid, Etambutol, dan Streptomisin.


2. Obat lini kedua : Quinolon, Kanamisin, Makrolide, dan Amoksilin.
Kombinasi dosis tetap dengan Rifampisin 150 mg, INH 75 mg, Piranizamid 400 mg, dan Etambutol 275
mg.

Obat yang diberikan dapat menimbulkan resistensi karena :


1. Obat gagal mencapai kuman.
2. Kuman tidak menyerap obat.
3. Timbul strain baru yang resisten akibat mutasi misalnya dengan menghasilkan β-laktamase.
Terapi pembedahan dengan indikasi mutlak :

1. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tapi dahak BTA tetap positif.
2. Penderita batuk darah yang masif yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
3. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan konservatif.
Indikasi relatif terapi pembedahan :

1. Penderita dengan dahak BTA negatif disertai batuk darah berulang.


2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
3. Sisa kaviti yang menetap.
DAFTAR PUSTAKA

Issel, Bacher, dkk. 1999. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume1. Jakarta: EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

Rahajoe, Nasiti, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak, edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

www.kalbe.co.id

http://library.usu.ac.id

www.penyakitmenular.info
BAB III

PEMBAHASAN DIAGNOSIS BANDING

D. Silikosis
Defenisi

Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin silikondioksida
atau silika bebas. Pada berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan silika penyakit ini dapat
terjadi, seperti pada pekerja:

o Pekerja tambang logam dan batubara


o Penggali terowongan untuk membuat jalan
o Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan
o Pembuat keramik dan batubara
o Penuangan besi dan baja
o Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya
o pabrik amplas dan gelas.
o Pembuat gigi enamel
o Pabrik semen

Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit
dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis
lebih tinggi dari populasi umum.

Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yaitu silikosis akut, silikosis kronik dan silikosis
terakselerasi.

Patomekanisme

1) Silikosis Akut

Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan
konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif,
demam, batuk dan penurunan berat badan setelah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relative
singkat. Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang
timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas difusi. Pada foto toraks tampak
fibrosis interstisial difus, fibrosis kemudian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah
membentuk djffuse ground glass appearance mirip edema paru.

2) Silikosis Kronik
Kelainan pada penyakit ini mirip dengan pneumoconiosis pekerja tambang batubara, yaitu
terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan,
terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple,
nodul di paru biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan
paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang massif.

Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di lobus atas
dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut terdapat masa yang besar yang tampak seperti
sayap malaikat (angel's wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus
biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification.

Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan bronkus mengalami distorsi. Faal
paru menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplians
menurun. Timbul gejala sesak napas,

biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi pada saat aktivitas, kemudian
pada waktu istirahat dan akhirya timbul gagal kardiorespirasi.

3) Silikosis Terakselerasi
Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih cepat dari
biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan
10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas.

Gejala Klinis

Manifestasi klinik silikosis ada dua bentuk, yaitu

1) Silikosis simple, biasanya asimtomatik, bila ada sputum/batuk mungkin karena pengaruh
rokok atau debu lain. Kelainannya pada basal paru. Gejalanya dapat bersifat progresif adanya
batuk, sesak napas, serta kelainan faal yang paru tipe restriktif. Pasien mempunyai risiko
tinggi untuk mengalami infeksi (terutama infeksi tuberculosis). Mekanisme timbulnya infeksi
tuberculosis belum jelas. Bila penyakitnya memberat dapat timbul sesak napas pada waktu
beraktivitas. Nodus silikosis terutama terjadi di lobus atas paru dan dapat mengalami
kalsifikasi.
2) Silikosis kompleks, merupakan lanjutan dari silikosis simple, bila penyakit mengalami
progresivitas atau menderita infeksi tuberculosis atau jamur paru. Pada keadaan ini, noduls
silikosis yang sebelumnya terpisah dapat bergabung menjadi satu (membentuk massa fibrosis
yang besar), dapat menyebabkan distorsi paru. Silikosis kompleks dapat menjadi fibrosis
massif progresif, sering menimbulkan kelainan faal paru tipe campuran. Reaksi pleura dapat
timbul dekat nodul yang besar tadi. Kelenjar limfe hilus dapat membesar dan kalsifikasi.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan atas dasar

1) Adanya riwayat inhalasi debu silica


2) Adanya gambaran radiologis yang abnormal
3) Adanya kelainan faal paru (restriktif, obstruktif, atau campuran)
Problem diagnostic adalah bila timbul komplikasi (timbulnya infeksi pyogenik, jamur, atau
tuberculosis) dan pada keadaan lanjut dapat timbul penyakit kolagen (skleroderma, rematoid
arthritis).

Pengobatan

Pengobatan definitive terhadap silikosis tidak ada. Bila terdapat infeksi sekunder, diberikan
terapi yang sesuai. Antibiotik yang sesuai diberikan pada infeksi piogenik secara empiric. Obat anti jamur
diberikan apabila terjadi infeksi jamur, dan obat antituberkulosis diberikan terhadap infeksi tuberculosis,
yang lamanya disesuaikan dengan kategorinya.

Prognosis

Prognosisnya jelek, lebih – lebih bila ada infeksi tuberculosis (diagnosis sukar dan tentunya
berakibat pengobatan tidak tuntas). Usaha pencegahan penyakit dilakukan dengan menghindari
paparan debu silica dan para pekerja sullit bekerja memakai masker basah.
E. Asbestosis
Definisi
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat menghirup serat-
serat asbes sehingga terbentuk jaringan parut yang luas pada paru – paru. Asbestos terdiri dari
serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes
mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Menghirup
asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-paru).
Etiologi
Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut (fibrosis) di dalam
paru-paru. Jaringan paru – paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan
mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya pemaparan dan
jumlah serat yang terhirup.
Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi
dan industri lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang
terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh asbes diantaranya:
o Plak pleura (kalsifikasi)
o Mesotelioma maligna
o Efusi pleura

Mesotelioma bisa timbul dalam waktu 20-40 tahun setelah pemaparan. Merokok sigaret
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya penyakit akibat asbes. Angka kejadiannya adalah
sebesar 4 diantara 10.000 orang.
Patomekanisme
Sesudah debu asbestos terhirup oleh seseorang, debu tersebut akan terdeposisi di dinding
bronkus (dari cabang bronkus utama sampai bronkiolus respiratorius dan alveoli). Makrofag akan
memfagositosis debu asbestos, tetapi bila pembersihannya tidak sempurna, timbul reaksi berupa
pembentukan fibrosis di dinding bronkus. Tingkatan timbulnya fibrosis bergantung pada
banyaknya debu yang terpapar. Bila timbunan debu asbestos sedikit, reaksi jaringan terbatas dan
penyakit yang timbul (asbestosis) dapat ringan atau tidak progresif. Bila banyak debu tertimbun,
maka reaksi jaringan akan hebat, sehingga timbul penyakit paru kronis progresif. Kelihatannya
terdapat hubungan antara dosis paparan debu dengan respons paru yang timbul. Prevalensi
timbulnya asbestosis parenkimal paru meningkat sebanding dengan lama dan intesitas paparan
debu asbestos. Kelainan paru yang sering terjadi adalah pada lobus bawah paru. Mekanisme
seluler timbulnya fibrosis atau karsinoma paru tidak jelas. Reaksi pleura dapat berupa: reaksi
eksudatif difus, pleural plaques pada pleura parietalis atau mesotelioma maligna.
Gejala Klinik
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul hanya setelah terbentuknya
jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya.
Gejala pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk
melakukan gerak badan. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak nafas yang berat dan
mengalami kegagalan pernafasan.
Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batuk – batuk,
batuk nonproduktif dan bengek. Menghirup serat asbes kadang – kadang dapat menyebabkan
terkumpulnya cairan pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru. Meskipun jarang,
asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura yang disebut mesotelioma atau pada selaput
perut yang disebut mesotelioma peritoneal.
Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat disembuhkan.
Mesotelioma umumnya muncul stelah terpapar krokidolit, satu dari 4 jenis asbes. Amosit, jenis
yang lainnya, juga menyebabkan mesotelioma.
Krisotil mungkin tidak menyebabkan mesotelioma tetapi kadang tercemar oleh tremolit yang
dapat menyebabkan mesotelioma. Mesotelioma biasanya terjadi setelah pemaparan selama 30 –
40 tahun. Kanker paru-paru akan terjadi pada penderita asbestosis yang juga merokok, terutama
mereka yang merokok lebih dari 1 (satu) bungkus sehari. Gejala lainnya yang mungkin
ditemukan:
o Batuk
o Rasa sesak di dada
o Nyeri dada
o Kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari tangan yang menyerupai tabuh
genderang)
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan informasi dari anmnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Penegakan diagnosis pada penyakit ini memerlukan data mengenai
riwayat paparan debu asbestos, adanya perubahan atau kerusakan pada pleura, bila perlu,
pemeriksaan dilengkapi dengan data biopsy paru (PA) untuk menyingkirkan kelainan paru
interstitial yang lain.
Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara ronki.
Untuk memperkuat diagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan berikut:
o Rontgen dada, adanya gambaran radiologis berupa garis – garis opasitas di lapangan bawah
paru
o Tes fungsi paru-paru, untuk mengetahui adanya kelainan faal paru tipe restriktif
o CT scan paru
Penatalaksanaan
Penyakit ini tidak dapat diobati dan pengobatan yang diberikan berupa pengobatan
simptomatik. Pencegahannya dilakukan dengan cara mencegah paparan debu asbestos, pekerja tidak
merokok, tidak mendekati pabrik, terutama bagi pekerja yang tidak dapat berhenti merokok.

Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir/dahak dari
paru-paru melalui prosedur postural drainase, perkusi dada dan vibrasi. Diberikan obat semprot untuk
mengencerkan lendir. Mungkin perlu diberikan oksigen, baik melalui sungkup muka (masker) maupun
melalui selang plastik yang dipasang di lubang hidung.

Kadang dilakukan pencangkokan paru-paru. Mesotelioma berakibat fatal, kemoterapi tidak


banyak bermanfaat dan pengangkatan tumor tidak menyembuhkan kanker.

F. Pneumonia Pneumococcus
Definisi

Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun
jamur. Peradangan ini bisa mengenai parenkim paru itu sendiri, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologist terdapat pneumonitis
atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh
berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Etiologi
Etiologi pneumonia berbeda – beda pada berbagai tipe pneumonia. Mikroorganisme
penyebab yang tersering adalah bakteri, di antaranya:
o Streptococcus pneumonia
o Staphylococcus aureus
o Legionella
o Hemophilus influenza
Selain bakteri, pneumonia juga bisa disebabkan oleh virus (virus influenza, chicken-
pox/cacar air), organisme mirip bakteri (Mycoplasma pneumonia, terutama pada anak – anak dan
dewasa muda), dan jamur tertentu.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
o Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
o Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
o Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru
Beberapa orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia adalah:
1) Peminum alcohol
2) Perokok
3) Penderita diabetes
4) Penderita gagal jantung
5) Penderita penyakit paru obstruktif menahun
6) Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita kanker, penerima organ
cangkokan)
7) Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita AIDS)
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau
cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap
kemampuan batuk dan lendir yang tertahan.
Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus aureus, pneumokokus, Hemophilus
influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering yaitu
bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumococcus). Pneumonia pada anak – anak paling sering
disebabkan oleh virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada umur 2 – 3 tahun. Pada usia
sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu
diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
"community-acquired" (diperoleh diluar institusi kesehatan) dan "hospital-acquired" (diperoleh
di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae.
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat
menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi
seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten
terhadap antibiotik adalah lebih besar.
Patogenesis
Pneumococus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (’droplet’). Proses
radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu : (1) stadium kongesti: kapiler melebar dan kongesti
serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag. (2) stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak
mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus
didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek. (3) stadium hepatisasi kelabu: lobus lobus masih tetap padat dan warna
merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif. (4) stadium resolusi:
eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan
degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologis anatomis lokasi bercak-bercak
yang terdistribusi terdapat pada satu atau beberapa lobus. Dengan antibiotika urutan stadium khas ini
tidak terlihat.

Gejala Klinis
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
a) batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah)
b) nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik nafas dalam
atau terbatuk)
c) menggigil
d) demam
e) mudah merasa lelah
f) sesak nafas
g) sakit kepala
h) nafsu makan berkurang
i) mual dan muntah
j) merasa tidak enak badan
k) kekakuan sendi
l) kekakuan otot
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) batuk darah
b) kulit lembab
c) pernafasan yang cepat
d) cemas, stres, tegang
e) nyeri perut
Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu
dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis
kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan kepada
pemilihan terapi empiris yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan
oleh kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang
lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan factor infeksi: a) Evaluasi factor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae),
penyakit kronik (kuman jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negative, anaerob), penurunan
imunitas (kuman Gram negative), Pneumocystic crania, CMV, Legionella, jamur; b) Bedakan
lokasi infeksi: PK (Streptococcus pneumoniae, H. influenzae, M. pneumoniae); c) Usia pasien:
bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae); d) Awitan: cepat, akut dengan
rusty coloured sputum (S. pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae).
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antra lain:
o Rontgen dada, pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronkogram, misalnya oleh Streptococcus pneumoniae, bronkopneumonia (segmental
disease) oleh antara lain staphylococcus, virus, atau mikoplasma; dan pneumonia interstitial
oleh virus atau mikoplasma.
o Pembiakan dahak/darah/aspirasi nasotrakeal/transtrakeal torakosentesis, dapat dilakukan
dengan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang
predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama praterapi dan bermanfaat untuk
evaluasi terapi selanjutnya.
o Hitung jenis darah, Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leucopenia
menunjukkan depresi imunitas.
o Gas darah arteri

Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral
(lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan
penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu
2 minggu.
Pencegahan
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan terapi
untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia.
Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan orang
dewasa yang beresiko tinggi:
o Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumoniae)
o Vaksin flu
o Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b)

DAFTAR PUSTAKA

Issel, Bacher, dkk. 1999. Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume1. Jakarta: EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

www.kalbe.co.id

http://library.usu.ac.id

www.penyakitmenular.info
LAPORAN KASUS

BRONKIOLITIS

A. DEFINISI

Bronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernapasan yang ditandai oleh obstruksi inflamasi
saluran napas kecil (bronkiolus). Sering mengenai anak usia di bawah satu tahun dengan insiden
tertinggi umur 6 bulan1.

Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil (bronkiolus)
yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insidens tertinggi pada usia sekitar 2-6 bulan dengan penyebab
tersering respiratory sincytial virus (RSV), diikuti dengan parainfluenzae dan adenovirus. Penyakit
ditandai oleh sindrom klinik yaitu, napas cepat, retraksi dada dan wheezing.

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan
percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Bronkiolitis
biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.

B. EPIDEMIOLOGI

Bronkiolitis akut yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus,
sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya3. Penyakit ini menimbulkan
morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling bayak adalah virus
Respiratory syncytial, kira-kira 45--55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza,
Rhinovirus, Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%3.

Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sekitar 70% kasus
bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya
biasanya dapat dirawat di poliklinik. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet
infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder
pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.
Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama.
Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus
dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen
permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom yang
bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif
stabil dar tahun ke tahun.

C. ETIOLOGI

Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang menyebabkan
bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan ludah.
Meskipun pada orang dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa
menyebabkan penyakit yang berat.
Faktor resiko terjadinya bronkiolitis:

Usia kurang dari 6 bulan

Tidak pernah mendapatkan ASI

Prematur

Menghirup asap rokok.

Infeksi virus sering berulang pada bayi. Hal ini disebabkan oleh:

4. Kegagalan sistem imun host untuk mengenal epitope protektifdari virus.


5. Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi interleukin I inhibitor dengan
akibat tidak bekerjanya sistem antigen presenting.
6. Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan kemampuan virus untuk
menginfeksi makrofag serta limfosit. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi seperti kegagalan
produksi interferon, interleukin I inhibitor, hambatan terhadap antiobodi neutralizing, dan
kegagalan interaksi dari sel ke sel.
Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi
neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4--6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi
tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus
D. PATOFISIOLOGI

Invasi virus pada percabangan bronkus kecil menyebabkan udem, akumulasi mukus, dan debris
seluler hingga terjadi obstruksi saluran napas kecil1. Karena resistensi aliran udara saluran napas
berbanding terbalik dengan radius pangkat 4 maka penebalan dinding bronkus sedikit saja sudah
memberikan akibat cukup besar terhadap aliran udara.

Resistensi aliran udara pada saluran napas kecil meningkat baik pada fase inspirasi maupun
ekpirasi. Tetapi, karena radius saluran napas lebih kecil selama fase ekpirasi maka terdapat mekanisme
klep, sehingga udara akan terperangkap. Hal ini akan menimbulkan hiperinflasi dada. Atelektasis dapat
terjadi bila obtruksi total dari udara diserap. Proses patologik ini menimbulkan gangguan pada proses
pertukaran udara di paru, ventilasi berkurang, dan hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak
terjadi kecuali pada keadaan yang sangat berat.
Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi udem saluran napas
dengan lebih baik. Oleh karena itu, pada anak besar dan orang dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila
terkena infeksi oleh virus.

Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan replikasi di mukosa
bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan terjadi kerusakan/nekrosis sel-sel bersilia
pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi ditandai dengan proliferasi limfosit, sel plasma dan
makrofag. Akibat dari proses tersebut akan terjadi edema sub mukosa, kongesti serta penumpukan
debris dan mukus (plugging), sehingga akan terjadi penyempitan lumen bronkioli.

Penyempitan ini mempunyai distribusi tersebar dengan derajat yang bervariasi (total/sebagian).
Gambaran yang terjadi adalah atelektasis yang tersebar dan distensi yang berlebihan (hyperaerated)
sehingga dapat terjadi gangguan pertukaran gas serius, gangguan ventilasi/perfusi dengan akibat akan
terjadi hipoksemia (PaO2 turun) dan hiperkapnea (Pa CO2 meningkat). Kondisi yang berat dapat terjadi
gagal nafas.

E. MANIFESTASI KLINIS

Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek encer, batuk, bersin-
bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kemudian timbul distres
respirasi yang ditandai oleh batuk paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan minum
terjadi karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap. Pada kasus ringan,
gejala menghilang 1--3 hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat timbul beberapa hari dan perjalananya
sangat cepat.

Kadang-kadang, bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres pernapasan
dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot pernapasan
tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong
diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi.
Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas.

Gejalanya berupa:
- batuk

- wheezing (bunyi nafas mengi)

- sesak nafas atau gangguan pernafasan

- sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen)

- takipneu (pernafasan yang cepat)

- retraksi interkostal (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk bernafas)

- pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)

- demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).

Beberapa perbedaan antara bronkiolitis dan asma

ASMA BRONKIOLITIS

Penyebab hiper reaktivitas bronkus virus

Umur > 2 tahun 6 bulan-2 tahun

Sesak berulang Ya Tidak

Onset sesak akut insidious

ISPA atas +/- selalu +

Atopi keluarga sering jarang

Alergi lain sering -

Respon bronkodilator cepat lambat

Eosinofil meningkat normal

F. DIAGNOSIS

Anamnesis
Anak usia di bawah 2 tahun dengan didahului infeksi saluran nafas akut bagian atas dengan
gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak nafas makin hebat dengan nafas
dangkal dan cepat.

Pemeriksaan fisis

Dapat dijumpai demam, dispne dengan expiratory effort dan retraksi. Nafas cepat dangkal
disertai dengan nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah. Terdengar ekspirium
memanjang atau mengi (wheezing). Pada auskultasi paru dapat terdengar ronki basah halus nyaring
pada akhir atau awal inspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Jika obstruksi hebat suara nafas nyaris
tidak terdengar, napas cepat dangkal, wheezing berkurang bahkan hilang.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat terlihat
gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral
serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah dapat menunjukan hiperkarbia
sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik atau metabolik. Bila tersedia, pemeriksaan deteksi cepat
dengan antigen RSV dapat dikerjakan.

Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter anteroposterior


meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan bercak-bercak pemadatan akibat atelektasis
sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi alveolus. Leukosit dan hitung jenis biasanya dalam batas
normal. Limfopenia yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis.
Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan menunjukkan hiperkapnia, karena
karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan hipersekresi bronkiolus.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Pada pemeriksan dengan stetoskop terdengar wheezing dan ronki. Pemeriksaan lainnya adalah rontgen
dada dan analisa gas darah.

G. PENATALAKSANAAN

Infeksi oleh virus RSV biasanya sembuh sediri (self limited), sehingga pengobatan yang ditujukan
biasanya pengobatan suportif. Prinsip pengobatan adalah:

3. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru.
Oksigenasi dengan kadar oksigen 30--40% sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia2.

4. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat keluarnya cairan
lewat evaporasi, karena pernapasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi
diperlukan pemberian cairan rumatan. Cara pemberian cairan ini bisa intravena atau
nasogastrik. Akan tetapi, harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi
aspirasi dan menambah sesak napas akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma
ke paru-paru.

3. Obat-obatan

a. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi
beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus
statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai efektivitas dan
keamanannya2. The American of Pediatric merekomendasikan penggunaan ribavirin pada
keadaan diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis
dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada
bayi-bayi prematur. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada
penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian jika diberikan pada saat awal4. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer
aerosol 12--18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.

b. Antibiotik

Penggunaan antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian
besar disebabkan oleh virus, kecuali ada tanda-tanda infeksi sekunder. Penggunaan antibiotik
justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik
tersebut.

c. Bronkodilator dan Antiinflamasi

Kedua macam obat tersebut masih kontroversial penggunaannya pada bronkiolitis. Ada
beberapa penelitian yang mengatakan bahwa penggunaan bronkodilator dan antiinflarnsi dapat
mengurangi beratnya penyakit dan mencegah terjadinya mengi di kemudian hari.

Tata laksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah :

1. Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.

2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan parenteral). Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.

3. Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
4. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga infeksi sekunder
(pneumonia) atau pada penyakit yang berat.

5. Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4
dosis.

6. Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari) diencerkan


dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.

Kadang tidak perlu diberikan pengobatan khusus.


Terapi suportif terdiri dari :
- Pemberian oksigen
- Udara yang lembab,
- Drainase postural atau menepuk dada untuk mengeluarkan lendir
- Istirahat yang cukup
- Pemberian cairan.
Kadang bayi menjadi lelah dan mengalami serangan apneu (henti nafas). Jika hal ini terjadi, dilakukan
intubasi dan pemasangan ventilator.
Pada bayi yang sangat muda dan sakit berat, kadang diberikan obat anti-virus ribavirin. Obat ini dapat
mengurangi beratnya penyakit dan agar efektif harus diberikan pada awal penyakit.

H. PROGNOSIS

Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan membaik pada
hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%. Masa paling kritis adalah 48-72 jam pertama. Jarang terjadi
bronkiolitis ulang.

I. PENCEGAHAN

Beberapa tindakan pencegahan pada bronkiolitis:

Jangan membawa bayi berumur kurang dari 3 bulan ke tempat umum, terutama jika banyak anak-
anak

Penderita infeksi saluran pernafasan harus mencuci tangan atau menggunakan masker jika
berdekatan dengan bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H., Mukty, A. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.

Isselbacher, dkk. 1999. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 1. Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Price, S. A., Wilson, L.M. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Buku 2. Jakarta:
EGC.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Swartz, M. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.


BRONKITIS AKUT

Definisi

Peradangan pada bronkus yang sifatnya reversibel dan perlangsungan sementara. Bronkitis akut ini
kebanyakan disebabkan oleh infeksi virus sinsisial pernafasan (Infeksi RSV) dan hanya sebagian kecil
yang disebabkan oleh bakteri. Angka kejadian infeksi RSV tertinggi ditemukan pada bayi berumur 2-6
bulan.

Etiologi

Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). RSV adalah virus yang menyebabkan infeksi pada
paru-paru dan saluran pernafasan. RSV mudah ditularkan melalui kontak fisik; menyentuh, mencium
dan berjabatan tangan dengan penderita bisa menularkan infeksi RSV. Penularan biasanya terjadi
melalui percikan ludah atau benda-benda yang terkontaminasi oleh ludah penderita, dan dapat masuk
ke dalam tubuh melalui mata maupun hidung. Di tangan, RSV bisa hidup selama setengah jam atau
lebih. Virus juga bisa hidup selama beberapa jam pada tisu bekas.
Penularan tertinggi terjadi pada hari ke 2-4, tetapi partikel-partikel virusnya bisa terus menyebar sampai
2 minggu setelah hidung mulai mampet.

Resiko terjadinya bronkitis akut ditemukan pada bayi yang

- Lahir prematur
- Menderita gangguan sistem kekebalan
- Menderita penyakit jantung tertentu

Gejala

Gejalanya mulai timbul dalam waktu 2-8 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa:
- Bronkitis akut biasanya dimulai dengan batuk kering.

- Batuk kemudian dapat menjadi berlendir yang warnanya putih, kuning, atau hijau.

- Sakit kepala, demam, menggigil, sesak napas.


Pada anak-anak yang lebih besar dan pada orang dewasa, gejalanya cenderung lebih ringan seperti nyeri
tenggorokan, sakit kepala ringan, batuk ringan, demam rendah dan merasa tidak enak badan) atau sama
sekali tidak menimbulkan gejala.

Patogenesis

Virus sinsisial pernapasan berasal dari golongan paramyxovirus yang mempunyai envelop HN
(hemagglutinin dan neurominidase) protein yang berfungsi untuk perlekatan dan fungsi lainnya yang
berguna sebagai protein fusion.

Virus yang terinhalasi bersama udara akan melekat pada epitel kolumnair bersilia dan selanjutnya akan
melakukan replikasi. Replikasi virus dalam sel ini akan menimbulkan nekrosis sel, udem, dan radang
pada epitel nasofaring sampai bronkiolus terminalis.

Radang pada bronkus akan mengakibatkan puing-puing nekrotik yang berkelompok, sumbatan dari
epitel yang mengelupas dan sel-sel radang. Selanjutnya hal ini akan menmenutup saluran napas dan
menimbulkan sesak napas. Respon imun tbuh bekerja dengan limfosit T sitotoksik (CD8).

Pemeriksaan

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Pada pemeriksaan dengan stetoskop, akan terdengar wheezing maupun bunyi abnormal paru-paru
lainnya. Beberapa pasien tidak menunjukkan adanya bronkospasme.

Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan:

Rontgen dada (bisa menunjukkan pneumonia atau bronkiolitis)

Serologi RSV

Analis gas darah arteri.

Penatalakasanaan
- Segera membawa anak ke dokter jika menunjukkan gejala bronkitis.

- Bronkitis akut biasanya hanya berlangsung selama beberapa hari antara 7 – 14 hari tetapi ada
beberapa kasus yang sampai 3 minggu.

- Anak sebaiknya minum banyak cairan (baik air putih maupun jus buah) agar lendir hidung lebih encer
dan mudah dikeluarkan.

- Untuk menurunkan demam sebaiknya gunakan asetaminofen, jangan memberikan aspirin kepada
anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye.

- Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi RSV sehingga tidak dapat diobati dengan antibiotik,
karena antibiotik tidak dapat melawan virus.

- Jika terjadi pneumonia berat, kadang diberikan obat anti-virus ribavirin. Ribavirin diberikan hanya
pada anak yang beresiko tinggi dari bronkitis ini mengingat harganya yang sangat mahal. Ribavirin
bekerja dengan menghambat pembelahan virus RSV sehingga meminimalkan cedera jaringan.

- Bayi yang menderita pneumonia berat mungkin perlu dirawat di rumah sakit guna mendapatkan
terapi pernafasan khusus, seperti oksigen yang lembab dan obat-obatan untuk membuka saluran
pernafasan.

Pencegahan

Cara yang paling sederhana untuk membantu mencegah adalah mencuci tangan sesering mungkin,
terutama sebelum merawat bayi. Beberapa tindakan berikut bisa membantu melindungi bayi dari
bronkitis akut :

Cuci tangan dengan sabun dan air hangat setiap kali sebelum merawat bayi

Penderita pilek atau selesma sebaiknya tidak berada dekat bayi atau jika terpaksa, gunakan masker

Mencium bayi dapat menularkan virus

Anak-anak sangat sering menderita bronkitis akut dan infeksi ini mudah menular diantara anak-anak,
karena itu jauhkan mereka dari adiknya yang masih bayi
Jangan merokok di dekat bayi karena asapnya menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya bronkitis
dan infeksi RSV.

Tindakan pencegahan terhadap bronkitis akut karena infeksi RSV, yaitu immunoglobulin RSV dan
palvizumab. Kedua bahan tersebut terbukti dapat mencegah terjadinya infeksi RSV pada anak yang
berumur kurang dari 24 bulan. Immunoglobulin RSV diberikan 1 kali/bulan melalui infus, palvizumab
diberikan 1 kali/bulan melalui suntikan.

TUBERKULOSIS ANAK

Definisi

Penyakit yang disebabkan mikrobacterium turberculosae.

Etiologi

Mycobacterium TB terbagi menjadi dua bagian yaitu tipe human dan tipe bovin.

Patogenesis

Penularan TB melalui droplet

bakteri terbang di udara (1-2jam)

bakteri tersebut diinhalasi oleh orang sehat


menempel pada saluran nafas

makrofag akan terangsang

bakteri berkembang biak dalam sitoplasma makrofag

terbentuknya sarang primer(Ghon)

bakteri menjalar ke pleura sehingga terjadi efusi pleura

bakteri masuk melalui saluran gastrointestinal,orofaring(limfadenopati)

menjalar ke vena dan dibawa ke seluruh organ dan ke arteri

pulmonalis ke seluruh jaringan paru (TB milier)

Gejala klinis:

- Demam (subfebris,kadang mencapai 40-41˚C)

- Pada mulanya batuk non produktif kemudian batuk produktif

- Sesak nafas(ditemukan pada penyakit yang telah lanjut)

- Nyeri dada(timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura menyebabkan gesekan pleura.
– Malaise (anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam)
Pemeriksaan fisis

Konjungtiva dan kulit pucat, subfebris, dan badan kurus. Pada auskultasi ditemukan ronki basah,kasar
dan nyaring

Pemeriksaan laboratorium

- uji darah

- uji sputum : BTA positif

- Tes tuberkulin

Radiologi

TB aktif kelihatan bercak,berawan,berselubung dan ada kavitas

TB inakif kelihatan klasifikasi dan fibrosis.

Pentalaksanan

Berikan obat streptomisin,ethambutol dan rifampicin

HYALINE MEMBRANE DISEASE

Definisi

Kerusakan alveolis yg difus disertai membran hialin disebabkan defisiensi surfaktan paru akibat
komplikasi prematuritas ( < 36 minggu ).

Etiologi

Berhubungan dengan diabetes maternalis, kehamilan multipel, seksio saesar, aspirasi cairan amniotik.
Epidemiologi

Sering pada bayi prematur beberapa jam selepas kelahiran hingga hari ke-28.

Patogenesis

Sebagai akibat defisiensi surfaktan (yang mengandung fosfolipid dan protein) yg disekresi
oleh pneumosit tipe II, yang diatur oleh gluko kortikoid dan hormon-hormon lain yg
meningkat jelas setelah gestasi 35 minggu. Karena itu imaturitas paru pada bayi kurang
bulan adalah penyebab terjadinya RDS (Respiratory Distress Syndrome) yang terpenting.
Surfaktan fungsinya untuk menurunkan tegangan permukaan dalam alveoli sehingga
memudahkan mengembangnya alveoli. Kurangnya surfaktan menyebabkan paru-paru kaku hipoksemia
asidosis dan kerusakan kapiler paru. Dalam alveoli terbentuk eksudat yg kaya akan fibrin (membrana
hialin) yg selanjutnya memperburuk pertukaran gas. Gejala Klinis : Takipnea, dispnea, ekspirasi
mendengkur, sianosis, Banyak kesamaannya dengan sindroma distres pernafasan dewasa (adult
respiratoriy distress syndrome ARDS).

Pemeriksaan

1. Pengukuran konsentrasi surfaktan dalam cecair amnion

2. Menggunakan ultrasonography untuk mengukur tingkat maturitas.

3. Alveoli tidak terbuka dengan membrane hialin menutupi duktus alveoli dan pembuluh limfe paru
melebar.

Penatalaksanaan

1. Pemberian oksigen yang mencukupi ( 2-3L/jam ) sesuai kebutuhan.

2. Pemberian ventilasi buatan seperti betamethason untuk meningkatkan maturitas paru fetus.

ASMA BRONKIAL

Definisi
Asma Bronkiol adalah suatu penyakit dicirikan oleh gerak balas pencerutan bronkus yang
berlebihan terhadap pelbagai stimulus yang menyebabkan penyekatan pengaliran udara semasa
ekspirasi. Asma bronkiol boleh diklasifikasikan kepada 2 berdasarkan jenis stimulus yaitu asma ekstrinsik
imunologi dan asma instrinsik bukan imunologi.

Etiologi

Allergen merupakan factor presipitasi utama yang mencetuskan berlakunya asthma. Selain itu,
terdapat beberapa obat yang bisa menyebabkan tercetusnya serangan asthma yaitu aspirin, tetrazine,
beta adrenergic antagonists dan sulfating agents. Lingkungan dan polusi udara juga dapat menyebabkan
asthma terutama di daerah-daerah industrial dan kampong-kampung yang persekitarannya kurang
bersih. Faktor perkerjaan juga mempengaruhi. Bagi yang terdedah pada metal salts, abuk kayu,
industrial chemicals dan plastics. Infeksi yang selalu dikaitkan dengan asthma adalah infeksi virus.
Emotional stress juga akan mencetuskan serangan asthma. Bagi yang telah mengidap asthma, olahraga
akan menyebabkan penderita bisa diserang penyakit ini.

Gambaran klinis

Penderita akan dating dengan keluhan utama berupa sesak napas. Juga disertai dengan batuk-
batuk. Pada serangan yang pertama, penderita akan mengalami batuk-batuk berlendir. Namun pada
peringkat yang lebih memburuk, penderita sudah mulai batuk=batuk dengan produksi sputum yang
kental. Sewaktu bernafas otot-otot bantu pernafasan kelihatan menonjol. Penderita juga akan
mengalami takikardi dan nyeri dada yaitu rasa seperti terjepit. Bunyi pernafasan akan kedengaran bunyi
wheezing. Sianosis akan ditemukan pada fase terakhir yaitu merupakan tanda-tanda semakin
memburuk.

Patogenesis

Asthma ekstrinsik imunologi adalah penyakit hipersensitiviti jenis I yang diperantarakan oleh IgE.
Ia berlaku pada individu yang atopik yang menghasilkan antibody IgE akibat pendedahan kepada
allergen biasa. Antibody ini terikat pada sel mast di dalam mukosa trakeabronkus. Sel yang terpeka
akibat pendedahan berikutan kepada allergen dengan cepat melepaskan histamine yang telah sedia
terbentuk dan dengan serta merta memulakan pembentukan perantara lain, yang paling penting
antaranya adalah prostaglandin PGD4 dan leukotrien LTD4. Leukotrien ini merupakan bronkokonstriktor
yang seribu kali lebih kuat daripada histamine.

Asthma intrinsic bukan imunologi dipostulatkan sebagai akibat daripada satu ketaknormalan
dalam pengawalan system parasimpatetik fungsi saluran udara. Otot polos saluran udara, kelenjar
submukosa, dan kapilari dikawalatur oleh system saraf autonomic; peransangan kolinergik dan
peransangan alfa-adrenergik menyebabkan bronkokonstriksi dan rembesan mukosa, manakala
peransangan beta-adrenergik menyebabkan perkara sebaliknya. Menurut teori, pendedahan kepada
cuaca sejuk, peningkatan ventilasi semasa bersenam, pencemaran udara dan stimulus bukan
imunologik yang lain dapat meransang eferen vagus kolinergik dan alfa-adrenergik menyebabkan
perubahan berciri dalam asthma.

Pemeriksaan Fisis

Sewaktu inspeksi, saat pasien menarik dan menghembus napas, akan kelihatan otot-otot
pernapasannya menonjol. Pada auskultasi pula akan terdengar bunyi tambahan yaitu wheezing atau
dengan nama lain terdapat bunyi mengik.

Laboratorium

Pemeriksaan sputum akan ditemukan warna keputihan dan lengket. Selain itu, juga ditemukan
histosit, Curschmann’s spiral, dan Charcot Leyden crystal. Dalam tes mikroskopik akan ditemukan pula
eosinophil tanda berlakunya reaksi allergy. Pada tes darah ditemukan kadar eosinophil meningkat dan
begitu juga dengan Ig E.

Penatalaksanaan

Cara pengobatan terbahagi kepada 2 yaitu secara non farmakologi dan farmakologi. Kalau
secara non farmakologi, pasien disarankan untuk menjauhi sebarang factor-faktor risiko seperti atopi,
perokok, polusi udara dan beberapa obat-obatan yang bisa mencetuskan serangan asthma seperti
aspirin dan tetrazine.

Cara farmakologi pula, kerja obat untuk penyakit ini adalah dengan menghambat kontraksi otot
polos pada bronkus yaitu obat beta adrenergic agonist, methylxantine dan anticholinergics. Cara obat
yang lain berupa mencegah atau mengobati inflamasi yang terjadi yaitu glucocorticoids dan mast cell
stabilizing agents.

PNEUMOTORAKS

Defenisi

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya gas/udara dalam rongga pleura. Dalam keadaan
normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.

Klasifikasi

Pneumotoraks dapat dibagi menurut :

 Derajat kolaps : pneumotoraks kolaps totalis dan kolaps parsialis.


 Sebab terjadinya : pneumotoraks spontan dan trumatik
 Fistel : pneumotoraks tertutup, pneumotoraks terbuka, pneumotoraks ventil.

Etiologi

Etiologi dari pneumotoraks ada bermacam-macam dan dibagi menjadi :

 Pneumotorak spontan yang terjadi secara tiba-tiba dan diklasifikasikan lagi menjadi :
 Pneumotoraks spontan primer, terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru.
 Pneumotoraks spontan sekunder, terjadi karena penyakit paru yang mendasari, seperti : TB
paru, PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru dsb.
 Pneumotoraks traumatik yang terjadi akibat suatu penetrasi kedalam rongga pleura karena luka
tusuk/ tembak, terbagi atas :
 Pneumotoraks iatrogenik, terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis. Terbagi:
- Pneumotoraks iatrogenik aksidential, karena kesalahan/komplikasi tindakan.
- Pneumotoraks iatrogenik artificial, tejadi karena sengaja dikerjakan.
 Pneumotoraks bukan iatrogenik, terjadi akibat jejas kecelakaan.

Patogenesis

Pneumotoraks terjadi akibat kombinasi peninggian tekanan intrabronkus dan intra alveolus
pada suatu tempat yang lemah dalam jaringan paru yang pecah, sehingga udara dapat masuk ke dalam
rongga pleura.

Tempat lemah dapat berupa bula dalam parenkim bagian paru perifer atau emfisema interstitial
local (bleb) atau proses paru yang menimbulkan destruksi parenkim bagian perifer dan pleura yang
berdekatan sehingga terbentuk fistel bronkopleural.

Gambaran klinis

Pada anak besar sering didapatkan rasa nyeri yang sekonyong-konyong disisi toraks yang
terkena, yang kemudian disusul oleh dispneu. Gejala ini sering dikira suatu serangan angina pectoris.
Pada sebagian penderita kadang –kadang dijumpai faktor pencetus berupa batuk, bersin atau latihan
jasmani yang berat. Namun kadang-kadang pneumotoraks dapat terjadi pada waktu tidur.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan disisi toraks yang terkena, perkusi hipersonor atau timpani,
disertai bising napas yang berkurang (lemah) atau menghilang pada auskultasi.

Pemeriksaan penunjang

 Radiology : foto toraks memperlihatkan silkus costoprenikus radiolusen, mediastinum dan trakea
dapat terdorong kesisi yang berlawanan.
 Analisis gas darah kemungkinan ditemukan hipoksemia.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pneumotoraks bergantung pada beberapa fa ktor, yaitu :

 Jenis pneumotoraks,
 Pertama kali atau residif,
 Besarnya kolaps paru,
 Adanya komplikasi seperti perdarahan atau tension.
Penderita diberi obat sedatife untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menenangkan. Batuk perlu
dicegah misalnya dengan kodein. Anak dengan pneumotoraks spontan diobati secara konservatif,
karena pada umumnya resorpsi udara dan pengembangan kembali jaringan paru berjalan cepat. Namun
bila didapatkan pneumotoraks tension segera dilakukan pungsi rongga pleura yang bersangkutan
dengan jarumdan kemudian dilakukan “water sealed drainage”. Pada pneumotoraks yang terjadi
berulang-ulang dapat diberikan suntikan larutan glukosa kedalam rongga pleura untuk menimbulkan
pleuritis secara kimiawi sehingga terjadi perlengketan antara pleura viscelaris dan parietalis.

Tindakan bedah hanya dilakukan bila :

 Cara konservatif tidak bisa,


 Pneumotoraks spontan terjadi berulang kali,
 Terdapat kista atau bula yang besar,
 Pneumotorak disebabkan oleh luka tembus.
Komplikasi

 Kegagalan respirasi akut.


 Pneumomediastinum dan emfisema subkutan
 Henti jantung dan kematian
Prognosis

Pasien dengan penatalaksanan baik umumnya tidak ada komplikasi.

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)


Definisi

Radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik
bakteri, virus maupun riketsia, yang pada umumnya terjadi pada komunitas tertutup.

Etiologi

Infeksi bakteri, riketsia, virus (orthomyxovirus, paramyxovirus, methamyxovirus, adenovirus,


picornavirus, dan coronavirus )

Gambaran Klinis

 Nyeri tenggorokan
 Rhinitis
 Batuk-batuk (kuning/putih kental)
 Nyeri retrosternal
 Konjunctivitis
 Malaise
 Cephalgia
 Anorexia
 Nausea
 Diare

Patogenesa

Saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga dibutuhkan system
pertahanan yang efektif dan efisien dari saluran pernapasan. Adapun tiga unsur dari system ketahanan
yang penting, antara lain :

- utuhnya epitel mukosa dan gerak mukosilia


- makrofag alveoli
- antibody setempat

Medikamentosa
- Pemberian asetosol ( antipiretik dan analgetik )
- Pemberian HCL- Codein 3x15 mg dan noscapin 3x30 mg (antitusif )

Pencegahan

- vaksinasi : - meneteskan pada mukosa hidung


- parenteral larutan vaksin dalam air

- kemoprofilaksis : - pemberian adamantanamin / HCL-amantadin

- tidak memberikan kekebalan, menghambat/mencegah ma-

suknya virus ke dalam sel

ATELEKTASIS

Definisi

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

Sindroma Lobus Medialis

Sindroma lobus medialis merupakan atelektasis jangka panjang dimana lobus medialis dari paru kanan
mengkerut. Penyebab biasanya adalah penekanan bronkus oleh suatu tumor akibat pembesaran
kelenjar betah bening.

Paru-paru tersumbat dan mengkerut, dapat berkembang menjadi pneumonia yang tidak sembuh total
dan peradangan kronik, jaringan parut dan bronkiektasis.
Atelektasis Percepatan

Atelektasis percepatan biasanya terjadi pada pilot pesawat tempur. Penerbangan dengan kecepatan
yang tinggi akan menutup saluran pernafasan yang kecil, menyebabkan alveoli menciut.

Penyebab

Penyebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus adalah percabangan
utama dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru, penyumbatan bisa juga terjadi pada saluran
pernafasan yang lebih kecil.

Penyumbatan bias juga disebabkan oleh adanya penyumbatan lendir, tumor, atau benda asing yang
terhisap kedalam bronkus. Atau bronkus bias tersumbat oleh suatu yang menekan dari luar, seperti
tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.

Jika saluran nafas tersumbat, udara di dalam alveoli akan terseret dalam aliran darah sehingga alveoli
aka menciut dan memadat. Jaringan paru yang mengkerut biasanya terisis dengan sel darah, lendir dan
kemudian akan mengalami infeksi.

Faktor-faktor resiko terjadinya atelektasis:

- Pembiusan (anastesia) pembedahan


- Tirah baring jangka panjag tanpa perubahan posisi
- Pernafasan dangkal
- Penyakit paru-paru

Gejala

Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas secara ringan. Penderita
sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala, walaupun banyak yang menderita batuk-
batuk pendek.

Gejalanya bias berupa:

- Gangguan pernafasan
- Nyeri dada
- Batuk. Kadang-kadang sampai terjadi syok.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala danhasil pemeriksaan fisik Roentgen dada akan menunjukan
adanya daerah bebas udara di paru. Untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan mungkin
perlu dilakukan pemeriksaan CT-scan atau bronkoskopi serat optik.

Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan mengembangkan jaringan paru yang
terkena.

Tindakan yang biasa dilakukan:

- Berbaring pada posisi paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena bias kembali
mengembang.
- Menghilsngksn penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya.
- Latihan menarik nafas dalam
- Perkusi (menepuk-neouk) dada untuk mengencerkan dahak
- Postural drainase
- Antibiotic diberikan untuk semua infeksi
- Pengobatan tumor atau keadaan yang lainnya.
- Pada kasusu tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru mengempis akan kembali
mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.

Pencegahan

Ada beberapa cara yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis:
- Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur
dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin meskipun perokok memiliki resiko lebih
besar, tetapi resiko ini bias diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum
pembedahan.
- Seseprang dengan kelainan dada atau keadaan neurologist yang menyebabkan pernafadsan
dangkal dalam jangka panjang/lama, mungkin akan baik bila menggunakan alat bantu mekanis
untuk membantu pernafasan mesin ini akan menghasilkan tekanan secara terus menerus ke
paru-paru sehingga meskipun pada akhir suatu pernafasan, saluran nafas tidak menciut.

SARS

Definisi dan Etiologi

SARS muncul di Cina akhir tahun lalu. Setelah itu, beberapa kasus muncul dan mulai menjadi
perhatian khusus WHO. Sebenarnya, penyebabnya masih belum diketahui dengan jelas. Ini
penyakit baru. Namun, beberapa waktu lalu, ada laporan bahwa salah seorang peneliti asal
Hongkong menemukan satu virus. Penemuan itu diduga sebagai virus penyebab SARS. Meski
begitu, penemuan ini masih belum mendapat tanggapan WHO. Saya lihat di website WHO,
penemuan ini belum di update.

Gejala klinis

Ada dua kategori sebutan yang diberikan untuk seseorang yang ada kaitannya dengan gejala
SARS. Pertama, orang tersebut dicurigai terkena SARS. Kedua, orang yang diduga keras terkena
penyakit tersebut.

Untuk yang dicurigai, gejala umumnya seperti pnemonia. Suhu badannya tinggi hingga
mencapai 38 derajat Celcius. Terdapat keluhan respiratorik, yaitu sesak napas dan batuk. Ia baru
dicurigai bila ternyata merupakan orang yang merawat pasien SARS, atau berhubungan dengan
penderita, atau berasal dari negara-negara yang dijangkiti SARS.

Sedangkan, untuk mereka yang diduga keras terkena SARS adalah mereka yang mengalami
gejala tadi serta riwayat kontak dengan penderita, ditambah dengan pembuktian lain. Pembuktian
itu adalah rontgen paru-paru. Bila hasilnya memperlihatkan radang seperti pnemonia serta
tampak ada respiratory distress (gagal napas), akan memperkuat dugaan SARS.
Penatalaksanaan

Selama ini, untuk pengobatan pnemonia adalah antibiotika. Namun, pemberian antibiotika
berspektrum selalu tak berhasil mengobati penderita SARS. Obatnya mungkin bukan antibiotika,
tapi jenis yang mungkin bisa membunuh virus. Ada dua obat yang diberikan pada pasien SARS,
yaitu sejenis obat golongan Steroid dan Ribavirin.

Pencegahan

Selama ini, para penderita SARS sebagian besar adalah petugas kesehatan. Waktu pada kasus-
kasus pertama, orang belum banyak yang tahu caranya menangani penyakit ini dan
mencegahnya. Namun, kejadian di Frankfurt, Jerman itu, sudah banyak orang yang tahu. Jadi,
waktu dokter Singapura itu ada gejala SARS, penumpang lainnya langsung dikarantinakan.

Karena itu, WHO sudah memberikan peraturan untuk penanganannya. Saya yakin kita siap
menangani. Berdasarkan informasi WHO yang sudah disebarluaskan, ada beberapa cara
menangani pasien SARS, seperti menggunakan sarung tangan, masker khusus yang bisa
menyaring virus, dan menempatkan pasien di ruang isolasi serta terpisah dengan pasien lain.

Saya pikir, kita harus menjalankan peraturan itu selama masih belum ada penjelasan lebih lanjut
soal penyakit misterius ini. Untuk itu, banyak kalangan tengah berupaya melakukan berbagai
penelitian untuk menguak penyakit ini. Memang, kita harus melihat kepada kondisinya, karena
hal ini mungkin bisa berubah setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA
Kuliah sistem respirasi.

Baliga, Ragavendra R.. 2003. 250 Cases In Clinical Medicine. New York : W.B. Saunders Company Ltd.

Engel, Joyce. 1995. Pengkajian Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gillespie, Stephen and Kathleen Bamford. 2003. Medical Microbiology and Infection at a Glance. Oxford
: Blackwell.

Greenwood, David, dkk.. 2002. Medical Mycrobiology. Oxford : Churcil Livingstone.

Harvey, Richard A. and Pamela A. Champe. 2001. Mycrobiology. New York : Wolters Kluwers Company.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit (buku 2).
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Shulman, Phair, and Sammers. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi Edisi 4. 1994. Yogyakarta : UGM
Press.
PNEUMONIA LOBULARIS

( BRONKOPNEUMONIA )

PENDAHULUAN

Peneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur, dan benda asing.

Pembagian pneumonia tidak ada yang menuaskan. Pada umumnya diadakan pembagian atas dasar
anatomis dan etiologis.

Pembagian antomis : ( 1 ) pnemonia lobaris, ( 2 ) pneumonia lobularis (bronkopneumonia), ( 3 )


pneumonia interstitialis ( bronkiolitis )

Pembagian etiologis : ( 1 ) bakteria, ( 2 ) virus, ( 3 ) Mycoplasma pneumonia, ( 4 ) jamur, ( 5 ) aspirasi, ( 6


) pneumonia hipostatik, ( 7 ) sindrom loeffler

DEFINISI

Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) adalah suatu radang paru dan bronkus yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) adalah penyakit Sekunder Bayi/anak kecil, sakit sedang,
Kesehatan umum tidak terganggu, dan subfebril

EPIDEMOLOGI

Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan serotipe 1 sampai 8


menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 %, sedangkan pada anak-anak ditemukan
tipe 14, 1, 6, dan 9.

Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan
meningkatnya umur. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

ETIOLOGI

Penyakit ini dapat disebabkan oleh seperti pada penyebab pneumonia pada umumnya, yaitu :

( 1 ) bakteria,

( 2 ) virus,

( 3 ) Mycoplasma pneumonia,

( 4 ) jamur,

( 5 ) aspirasi,

( 6 ) pneumonia hipostatik,

( 7 ) sindrom loeffler

Terutama pada bayi lahir premature yang memiliki daya tahan tubuh kurang
PATOGENESIS

Pneumococus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (’droplet’). Proses radang
pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu : (1) stadium kongestiI : kapiler melebar dan kongesti serta
di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag. ( 2 ) stadium hepatisasi merah : lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak
mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus
didapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek. ( 3 ) stadium hepatisasi kelabu: lobus lobus masih tetap padat dan warna
merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif. ( 4 ) stadium resolusi
: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan
degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologis anatomis lokasi bercak-bercak
yang terdistribusi terdapat pada satu atau beberapa lobus. Dengan antibiotika urutan stadium khas ini
tidak terlihat.

GAMBARAN KLINIS

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu
dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 40 0 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai perenafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk tidak
biasanya ditemukan pada awal penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula
kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan Tanpa
pengobatan biasanya penyembuhandapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu
DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisis

Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan adanya nafas
cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan
kemudian pneumonia. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung daripada luas daerah
yang terkena. Pada inspeksi nampak penderita sakit sedang, retraksi, frek. pernapasan > 50 x/mnt Pada
perkusi thoraks sering tidak ditemukan kelainan . Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronkhi
basah Nyaring halus atau sedang yang diffus pada satu atau ke 2 paru. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan atau sonor dan suara pernafasan
pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi.

Pemeriksaan Rontgen toraks

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemukan secara pemeriksaan fisis.
Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen
dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumatokel,
pneumotoraks, pneumomediastinum atau perikarditis.

PENATALAKSANAAN

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung hal ini tidak
selalu dapat dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi.
Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/hari atau
diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan samapai
anak bebas panas selama 4-5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan
intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5 % dan NaCl 0,9 % dalam
perbandingan 3 : 1 di tambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus. Banyaknya cairan yang diperlukan
sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena ternyata sebagian besar penderita
jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan
perhitungan kekurangan basa sebanyak – 5 mEq. Pnemonia yang tidak berat, tidak perlu dirawat di
rumah sakit.,

KOMPLIKASI

Kompl : - Sepsis  OMA, sinusitis, meningitis

- Empiema torasis

- Abses paru terutama kausa streptoc.

- Bronchiectasis

- Cor pulmonale
PNEUMONIA

Definisi

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur, dan benda asing

Daya tahan traktus respiratorius

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi dan
terdiri dari :

8. susunan anatomis rongga hidung


9. jaringan limfoid di naso-oro-faring
10. bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan secret liat yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
11. refleks batuk
12. refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi secret yang terinfeksi
13. drainase system limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
14. fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imunoglobulin A (IgA)
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi
penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan
badan yang menurun, misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor
iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan antibiotika yang tidak
sempurna

Epidemiologi

- pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumococcus dengan serotipe 1


sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80% sedangkan pada anak
ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun
dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia
lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi
- pneumonia Staphylococcus aureus pada umumnya diderita bayi, yaitu 30% dibawah umur 3
bulan dan 70% sebelum 1 tahun
- pneumonia interstitialis (bronkiolitis) sering diderita bayi dan anak kecil yang berumur kurang
dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan

Klasifikasi

Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya diadakan pembagian atas dasar
anatomis dan etiologis

Pembagian anatomis :

4. pneumonia lobaris

Figure 1. X-ray involving part of the right lung. The dark area is the pneumonia. Lobar pneumonia results from
infection with a bacterial organism and can involve any part of either lung.

5. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Figure 2. Xray appearance of bilateral (double) bronchopneumonia, also due to bacterial infection.
6. pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
Pembagian etiologis

8. bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus


aureus, Hemophilus influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis
9. virus: Respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik
10. Mycoplasma pneumoniae
11. jamur : Histoplasma capsulatum, Crytococcus neoformans, Blastomyces dermatitides,
Coccidioides immitis, Aspergillus species, Candida albicans
12. aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing
13. pneumonia hipostatik
14. sindrom Loeffler
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang
penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian
anatomis

Gejala klinik

Gambaran klinik pneumonia berdasarkan klasifikasi secara umum, yang dibagi atas dua yaitu
pneumonia bakteri dan pneumonia virus
Pneumonia : alveoli paru-paru terisi dengan cairan ,yang menjaga oksigen supaya tidak beredar dalam
pembuluh darah.alveolus kiri adalah normal, alveolus kanan penuh dengan cairan dari pneumonia

A. Pneumonia Bakterial

Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu
bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum
alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan
menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat
pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.

Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia bakteri tersebut.

Gejalanya

Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu
sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus
dapat terisap masuk ke dalam paru-paru.

Pada orang normal tubuh akan mengadakan perlawanan, dan biasanya menang, tetapi tidak pada
orang-orang tua atau mereka yang daya tahan tubuhnya menurun. Karena mekanisme itu,
biasanya infeksi paru-paru (pneumonia) jenis itu didahului dengan infeksi saluran napas bagian
atas satu minggu sebelumnya, kemudian gejala timbul mendadak seperti panas yang tinggi
(mencapai 40 derajat Celsius) disertai menggigil dengan gemeretak gigi bahkan bisa sampai
muntah. Terdapat juga nyeri pleura (lapisan yang membungkus jaringan paru-paru) yang hebat
dan diperberat dengan batuk dan pernapasan yang terganggu.

Jenis batuk biasanya produktif mengeluarkan lendir yang berwarna hijau atau merah tua.
Penderita akan mengeluarkan keringat banyak, nadi dan pernapasan meningkat. Karena
kekurangan oksigen, bibir dan kuku membiru. Kesadaran pasien menjadi menurun.

B. Pneumonia Akibat Virus

Figure 4. Patchy viral pneumonia.


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus
influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga).

Kekerapan penyakit itu pada setiap golongan usia berbeda, bergantung pada virus penyebabnya.
Respiratory syncytial virus (RSV) terbanyak pada anak balita. Sebaliknya virus varicella yang
menyerang paru-paru hanya bisa diderita oleh orang dewasa. Virus influenza tipe A sendiri bisa
menyerang kedua kelompok usia, namun orang dewasa lebih sering terserang virus tersebut.

Konsentrasi penduduk, terutama mereka yang tinggal di asrama lebih memungkinkan


penyebaran pneumonia secara cepat, apalagi kalau hubungan dengan dunia luar terbatas seperti
pada tempat latihan angkatan bersenjata.

Infeksi oleh virus influenza dapat menjadi berat dan kadang-kadang berakibat fatal. Penyakit itu
sering ditemukan pada penderita penyakit jantung, paru-paru, atau mereka yang sedang hamil.

Gejala

Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi
sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.

Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang
disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah
keluarnya lendir yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
Patomekanisme

Bagian atas memperlihatkan paru-paru normal dilihat pada mikroskope. Bagian yang berwarna putih
adalah alveoli yang mengandung udara. Bagian bawah memperlihatkan paru-paru dengan pneumonia
dilihat pada mikroskop. Alveoli terisi dengan inflamasi dan debris.

Bakteri, virus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Proses radang
pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

9. kongesti : kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag
10. hepatisasi merah : lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin,
leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung
sangat pendek
11. hepatisasi kelabu : lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi
fagositosis bakteri,virus. Kapiler tidak lagi kongestif
12. resolusi : eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang

Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala dan
tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat
berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan/atau serologi

Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan, dan bila dapat dilakukan pun kuman
penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan pedoman diagnosis dan tata laksana yang
lebih sederhana

Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas:

 pneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum, harus dirawat di
RS dan diberi antibiotik
 pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus dirawat di
RS dan diberi antibiotik
 pneumonia : bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :
 >60x/menit pada bayi <2 bulan
 >50x/menit pada anak 2 bulan-1 tahun
 >40x/menit pada anak 1-5 tahun
Tidak perlu dirawat cukup diberi antibiotik oral

 Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu dirawat, tidak
perlu antibiotik
Bayi dibawah 2 bulan harus dirawat karena perjalanan penyakit lebih bervariasi, komplikasi dan
kematian sering terjadi
Pemeriksaan fisis

Pneumonia lobaris :

 Inspeksi= frekuensi Pernapasan > 40x/m, pernapasan cuping hidung, sianosis, paru yg sakit perg.
lambat, gembung
 Palpasi = Fokal fremitus sisi sakit > keras
 Perkusi = sisi sakit pekak relatif
 Auskultasi = sisi sakit BP , BT = ronki nyaring 1 lobus
Bronkopneumonia

 Inspeksi : sakit sedang, retraksi, frekuensi pernapasan > 50 x/mnt


 Palpasi : -
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Ronki nyaring diffus satu/ ke 2 paru

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan penunjang menunjukkan leukositosis dengan predominan PMN atau dapat


ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan atau
sedang
 Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bervariasi :
- bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
- bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
- gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat interstitialis pada pneumonia stafilokok
 pemeriksaan cairan pleura
 pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorokan, sekresi nasofaring, bilasan bronkus
atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura atau aspirasi paru
Penatalaksanaan

 oksigen 1-2 L/menit


 jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi
 jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip
 jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis
untuk memperbaiki transpor mukosilier
 koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
 antibiotik pada pneumonia bakteri sesuai hasil biakan atau berikan
- streptococcus dan staphylococcus : Penisillin G 50 .000 unit/hari iv
Penisillin Prokain 600.000U/kali/hari

Ampisillin 100mg/kgBB/hari

Seftriakson 75-200mg/kgBB/hari

- M.pneumoniae : Eritromisin 15mg/kgBB/hari atau derivatnya


- H. influenzae, Klebsiella, P.aeruginosa : Kloramfenikol 100mg/kgBB/hari
Sefalosporin

 Obat anti virus : antibiotik tidak efektif terhadap virus


- influenza virus : amantadine (Symadine), rimantadine (Flumadine), oseltamivir (Tamiflu),
Zanamivir (Relenza)
- Varicella pneumonia : acyclovir
- RSV : ribavirin

Komplikasi

1. Pneumonia lobaris

- Emfiema parapnemoni

- Corpulmonale (TRIAS)

- Atelektasis
- Abses paru

- Fibrosis Paru  Bronkiektasis

2. Bronkopneumonia

- Sepsis  OMA, sinusitis, meningitis

- Empiema torasis

- Abses paru terutama kausa streptoc.

- Bronchiectasis

- Cor pulmonale

Pencegahan

Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia pada anak-anak dan orang
dewasa yang beresiko tinggi:

Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumoniae)

Vaksin flu

Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b).

Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari
1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas
yang lebih tinggi

ANALISIS
Hubungan gejala-gejala klinik yang terdapat pada skenario dengan pneumonia :

1. anak umur 1 tahun 1 bulan : pada pneumonia prevalensi penyakit dapat terjadi pada anak dan
dewasa. Pada anak umur 1 tahun 1 bulan dapat ditemukan pada pneumonia
lobularis(bronkopneumonia) dan bronkiolitis
2. sesak : akibat akumulasi cairan di dalam alveolus sehingga pertukaran O2 dan CO2 menjadi
terganggu sehingga tubuh berusaha sekuat tenaga untuk bernapas memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan. Hal ini bisa juga terjadi akibat gangguan obstruksi bronkiolus, dimana terjadi
peradangan dan pembentukan lendir yang berlebihan menyebabkan bronkokontriksi.
Penyempitan ini yang dapat menggangu pernapasan
3. demam : terjadinya infeksi akibat masuknya benda asing menyebabkan proses inflamasi, dimana
terjadi pengeluaran sitokin seperti IL-1, IL-6, TNF-α, yang merangsang hipotalamus mensekresi
PGE2 sehingga terjadi demam
4. Batuk berlendir : akibat dari masuknya benda-benda asing jalan udara pernapasan melakukan
mekanisme pertahanan tubuh, sehingga terjadi refleks batuk. Akibat dari proses peradangan sel
goblet memproduksi mukus yang berlebihan sehingga bisa menyebabkan batuk berlendir

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis di atas, pneumonia sebenarnya dapat dijadikan Differential Diagnosis. Namun
pneumonia yang dibahas pada saat ini merupakan pneumonia secara umum, dimana masih ada
pembagian pneumonia lain yang dapat memberikan gejala yang lebih spesifik, yaitu pneumonia lobaris,
bronkopneumonia, dan bronkiolitis. Bronkopneumonia dan bronkiolitis merupakan jenis pneumonia
yang dapat menyerang anak-anak, sedangkan pneumonia lobaris lebih sering pada orang dewasa. Jadi
kelompok kami mengambil mengambil kesimpulan untuk tidak memasukkan Pneumonia secara umum
ini dalam Differential Diagnosis
Klasifikasi informasi

Anak umur 1 thn


sesak Batuk berlendir demam
1 bln
Asma bronkial - + + +
Pneumonia* +/- + + +
Bronkiolitis + + + +
Pneumonitis - + + +
hipersensitivitas
TBC + - + +
Bronkopneumonia + + + +
Croup + + + +

* pneumonia secara umum, dimana gejala-gejala yang lebih spesifik akan ditemukan pada pembagian
pneumonia yaitu pneumonia lobaris, bronkopneumonia, bronkiolitis
Daftar Pustaka

Alsagaff, Hood & H. Abd Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran-Edisi 9. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit-Edisi 4.
Jakarta : EGC

Tim editor. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta : Info medika Jakarta

www.wikipedia.com

www.medicastore.com

http://www.emedicine.com

http://www.mayoclinic.com

Anda mungkin juga menyukai