Ijtihad Sumber Dan Metodologi Hukum Islam
Ijtihad Sumber Dan Metodologi Hukum Islam
ISLAM
KELOMPOK 5
DANDY PERMANA PUTRA
DISA MAY NABILA
BROADBAND MULTIMEDIA 1
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Ijtihad
Sumber Dan Metodologi Hukum Islam.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada setiap sumber yang telah menyediakan berbagai ilmu
yang menjadi bahan dari makalah kami ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah Ijtihad Sumber Dan Metodologi Hukum Islam ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
D. Metodologi Ijtihad...................................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran ........................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang berlaku abadi dan berlaku untuk seluruh umat manusia
mempunyai sumber yang lengkap pula. Sebagaimana diuraikan di awal bahwa sumber ajaran
islam adalah Al-Qur”an dan Sunnah yang sangat lengkap.
Seperti diketahui bahwa Al-Qur’an adalah merupakan sumber ajaran yang bersifat
pedoman pokok dan global, sedangkan penjelasannya banyak diterangkan dan dilengkapi
oleh Sunnah secarakomprehensif, memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiah yang
sungguh-sungguh serta berkesinambungan.
Dilihat dari fungsinya ijtihad berperan sebagai penyalur kretifitas pribadi atau
kelompok dalam merespon peristiwa yang dihadapi sesuai dengan pengalaman mereka.
Ijtihad juga berperan sebagai interpreter terhadap dalil-dalil yang zhanni al-wurud atau
zhanni ad-dalalah. Ijtihad diperlukan untuk menumbuhkan ruh islam dan berperan sebagai
penyalur kretifitas pribadi.[1]
Dalam ranah historis, ijtihad menjadi sebuah perangkat metodologis yang indentik
dengan proses pengambilan keputusan hukum. [2] Sedangkan Ijtihad dalam pendidikan harus
tetap bersumber dari Al-qur’an dan sunnah yang di olah oleh akal yang sehat dari para ahli
pendidikan islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung
dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu. Teori-teori
pendidikan baru hasil ijtihad harus di kaitkan dengan ajaran Islam dan kebutuhan hidup.[3]
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
4
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian kami adalah kepustakaan, karena yang dijadikan obyek kajian adalah
hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.
2. Sumber Data
Sumber data kami dapatkan dari dua macam, yaitu dari buku ijtihad hermeneutis
karya damanhuri dan browsing dari situs internet.
E. Sistematika Penulisan
Bab I adalah pendahuluan yang berisi Latar belakang, Rumusan masalah ,Tujuan
Penulisan , Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan
Bab II adalah pembahasan yang mengemukakan tentang kumpulan wawasan tentang
ijtihad terdiri dari lima sub bab, yaitu: Pertama pengertian ijtihad , kedua sumber hukum
ijtihad, ketiga syarat-syarat mujtahid,keempat metodologi ijtihad, dan kelima model-model
ijtihad dalam khazanah islam
Bab III adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
5
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN IJTIHAD
Ijtihad secara harfiah (lugawi;etimologi) berasal dari kata Al Jahd yang berarti usaha
keras, tekun, atau sungguh-sungguh. [4] Kata Al Jahd mempunyai implikasi pada masalah-
masalah yang didalamnya terdapat unsur memberatkan atau menyulitkanh, dan tidak tepat
jika digunakan pada masalah-masalah berimplikasi ringan dan mudah. [5] Al Jahd
mengandung arti badzlu Al-was’i wa Al-Thaqati “mencurahkan kemampuan atau upaya
sungguh-sungguh” seperti yang terdapat pada surat an-Nuur (24) ayat 53:
Artinya :
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh
mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: "Janganlah kamu bersumpah,
(karena ketaatan yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (pakar
fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’
(agama). Dalam istilah inilah ijtihad lebih banyak dikenal dan digunakan bahkan banyak para
fuqaha yang menegaskan bahwa ijtihad dilakukan di bidang fiqih.
Sedangkan pemgertian ijtihad menurut para ahli yaitu :
4. Muhammad Amin, Ijtihad Ibn Taimiyyah Dalam Bidang Fikih Islam (Jakarta: INIS,1991),
hlm 40.
5. Damanhuri, Ijtihad Hermeneutis (Yogyakarta, IRCiSoD, 2016) , hlm 22
6
2. Menurut Mayoritas Ulama Ushul ialah pengerahan segenap kesanggupan oleh seorang
ahli fiqh atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat zhann mengenai sesuatu hukum
syara’, ini menunjukkan bahwa fungsi ijtihad yaitu untuk mengeluarkan hukum syara’ amaliy
statusnya zhaanny. Dengan demikian Ijtihad tidak berlaku dibidang akidah dan akhlak.
3. Menurut Hanafi, Pengertian Ijtihad adalah mencurahkan tenaga (memeras pikiran) untuk
menemukan hukum agama (Syara’) melalui salah satu dalil syara’ dan dengan cara-cara
tertentu.
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.
Artinya :
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat
Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di
antaramu).
7
C. Firman Allah dalam Surat an-Nisa:105
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,
dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat.
سلّ َم
َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ س ْو ُل هللا ُ س ِم َع َرَ ُع ْنهُ أَنَهَ ُي هللا َ ض ِ اص َر ِ َو َع ْن َع ْم ِرو ب ِْن ْال َع
ُطأ َ فَلَه َ اجت َ َحدَ ث ُ َّم أ َ ْخ ِ اب فَلَهُ أ َ ْج َر
ْ َان ِِ َو ِإذَا َح َك َم ف َ ص َ َ اجت َ َهدَ ث ُ َّم أ
ْ َ ِإذَا َح َك َم ال َحا ِك ُم ف: َيقُ ْو ُل
ُمتَّفَ ٌق َعليْه. أ َ ْج ٌر
]6[ َ
Artinya :
Dan dari Amr bin Ash bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: “Jika seorang hakim bergegas memutus perkara tentu ia melakukan ijtihad
dan bila benar hasil ijtihadnya akan mendapatkan dua pahala . Jika ia bergegas memutus
perkara tentu ia melakukan ijtihad dan ternyata hasilnya salah , maka ia mendapat satu
pahala” (HR. Asy-Syafi’i dari Amr bin ‘Ash).[7]
8
C. SYARAT-SYARAT MUJTAHID
A. Imam ghozali mensyaratkan terhadap seorang mujtahid ada dua hal, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Seorang mujtahid harus mengetahui tentang hukum-hukum syara’, tidak hanya itu,
seorang mujtahid juga di tuntut untuk mendahulukan sesuatu yang wajib di dahulukan dan
mengakhirkan sesuatu yang wajib di akhirkan.
2. Seorang mujtahid harus adil dan juga harus menjauhi perbutan ma’siat yang bisa
menghilangkan sifat keadilan seorang mujtahid. Syarat ini bisa untuk menjadi pegangan oleh
para mujtahid, tapi kalau seorang mujtahid tidak adil maka hasil ijtihadnya tidak syah atau
tidak boleh untuk di jadikan sebuah pegangan oleh orang awam.
B. Imam As-Syatiby : seorang yang ingin mencapai derajat mujtahid harus bisa memenuhi
dua syarat di bawah ini:
C. Sayf al-Din al-Amidi seorang mujtahid harus memenuhi beberapa syarat di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Seorang mujtahid harus mukallaf, iman kepada allah SWT dan rosululloh SAW.
2. Seorang mujtahid harus bisa memahami dan mengerti tentang hukum syariat islam
serta dalil yang menunjukan pada keabsahan hukum syariat tersebut.
Selain dari pendapat 3 ulama terkemuka tersebut para ulama ushul fiqih juga telah
menetapkan syarat-syarat yang harus di penuhi oleh seorang mujtahid sebelum melakukan
ijtihad diantaranya adalah sebagai berikut:
9
sahabat, tabi’in maupun generasi setelah itu. Oleh karena itu sebelum membahas suatu
permasalahan, seorang mujtahid harus melihat dulu status persoalan yang akan di
bahas,apakah persoalan itu sudah pernah muncul pada zaman dahulu apa belum , maka dapat
di pastikan bahwa belum ada ijma’ terhadap masalah tesebut.
10
D. BENTUK IJTIHAD
1. Ijtihad Fardi
Yaitu Setiap ijtihad yang dilakukan oleh perorangan atau beberapa orang tak ada
keterangan bahwa semua mujtahid lainnya menyetujuinya dalam suatu perkara.
Ijtihad semacam inilah yang pernah dibenarkan oleh rasul kepada Muaz ketika
menggutus beliau untuk menjadi qadhi di yaman dan sesuai pula yang pernah dilakukan
Umar bin khatap kepada Abu Musa Al-Asyary, kepada Syuraikh dimana beliau (Umar)
dengan tegas mengatakan kepada Syuraikh yang artinya:
“Apa-apa yang belum jelas bagimu didalam as-sunah maka berijtihadlah padanya dengan
menggunakan daya pikiranmu.”
2. Ijtihad Jami’i
Yaitu setiap Ijtiihad yang dilakukan oleh para mujtahid untuk menyatukan pendapat-
pendapatnya dalam suatu masalah .Terdapat korelasi diantara keduanya bahawa tidak
mungkin akan terjadinya Ijtihad Jama’i apabila tidak dilakukan terlebih dahulu ijtihad yang
bersifat Fardi. Karena Ijtihad Jama’I itu adalah suatu metode ijtihad yang dilakukan untuk
menyatukan semua pendapat yang dihasilkan dari ijtihad Fardi tersebut, dan mencari titik
temu dari semua perbezaan tersebut sebagaimana yang diutarakan diatas. [9] Ijtihad semacam
ini yang dimaksud oleh hadist Ali pada waktu beliau menanyakan kepada rasul tentang
urusan yang menimpa masyarakat tidak diketemukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunah.
Ketika itu nabi bersabda yang artinya :
“Kumpulkanlah untuk menghadapi masalah itu orang-orang yang berilmu dari masing-
masing orang mu’min dan jadikanlah hal ini masalah yang dimusyawarahkan diantara
kamu dan janganlah kamu memutuskan hal itu dengan pendapat orang seorang.”
(HR. Ibnu Abd barr)
Disamping itu Umar juga pernah berkata kepada Syuraikh yang artinya :
Diriwayatkan oleh Maimun bin Mihran bahwasanya Abu bakar dan Umar apabila
keduanya menghadapi sesuatu hal yang tidak ada hukumnya didalam Al-Qur’an dan sunah
maka keduanya mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat dan menanyakan pendapat-pendapat
mereka. Apabila mereka telah menyepakati sesuatu pendapat merekapun menyelesaikan hal
itu dengan pendapat itu.
11
E. METODOLOGI IJTIHAD
12
F. MODEL-MODEL IJTIHAD DALAM KHAZANAH ISLAM
Model ijtihad yang pernah ada bisa dieksplorasi dan digunakan sebagai suatu proses
berkelanjutan dalam upaya menetapkan suatu keputusan hukum islam, baik pada masa awal
sejarah islam maupun hingga sekarang
A. Ijtihad Rasionalis-Individualis
Ijtihad, atau usaha intelektual yang bersifat individual, merupakan kekuatan penting
dalam mengartikulasikan dan menafsirkan hokum Islam, atau syariat. Ijtihad merupakan term
teknis didalam hukum islam, didalam makana yang terbatas, digunakan untuk metode
penalaran dengan analogi.
Ahmad Hasan juga menegaskan bahwa ijtihad atau proses pemikiran serta penafsiran
ulang hokum secara independen pada priode awal digunakan dengan pengertian yang lebih
sempit dan khusus dibandingkan yang digunakan pada masa Asy-Syafi’I dan sesudahnya .
Ijtihad mengandung arti “ pertimbangan bijaksana yang adil atau pendapat seorang ahli”.
B. Ijtihad Tekstualis-Skriptualis
Cara berijtihad Imam Malik, seperti yang dikutip Thaha jabir Fayadl al- Ulwani, dapat
diringkas sebagai berikut:
Mengambil dari al-Qur’an
Menggunakan zhahir al-Qur’an, yaitu lafal yang umum
Menggunakan dalil al-Qur’an, yaitu mafhum al-muwafaqah
Menggunakan mahfum al-Qur’an, yaitu mahfum mukhalafah
Menggunakan tanbij al-Qur’an, yaitu memperhatikan ‘illah.
Setelah abad ke-18, orientasi baru pemikiran ijtihad mengalami pergeseran paradigma
yang cukup signifinikan. Hal ini ditandai dengan tuntutan modernitas yang melanda
masyarakat Islam. Sebagai respons terhadap modernitas itu, para pemikir Islam modern
merumuskan gagasan pembaharuan pemikiran islam dan cara pandang baru terhadap dunia.
13
Munculnya respons ini tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang dibawa modernitas, yang dalam
banyak hal mulai menggeser tradisi kehidupan sebelumnya.
Perlunya pemikiran yang transformatif tersebut tercermin dari berbagai usaha yang
dilakukan oleh para pembaharu abad ke -18 dan seterusnya.
14
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
2. Hasil dari ijtihad haruslah benar, tidak boleh menyimpang. Karena jika menyimpang maka
akan merugikan kalangan orang banyak.
15
B. SARAN
Setelah mempelajari tentang materi Ijtihad Sumber Dan Metodologi Hukum Islam ini,
ada baiknya para mahasiswa lebih memperdalam lagi pengetahuan dalam ilmu agama Islam.
Dengan begitu, jika suatu saat didalam lingkungan masyarakat menemukan permasalahan
yang perlu di ijtihadkan atau setidaknya ditemukan jalan keluarnya, yang perlu di pikirkan
secara matang tentang kebenarannya akan lebih mudah menganalisisnya karna sudah
mempunyai bekal yang banyak dalam ilmu agama. Karena jika suatu hal di ijtihadkan, maka
hasil dari ijtihadnya tersebut, hasil dari pemikiran matangnya akan suatu permasalahan, tidak
boleh salah atau menyimpang dari ajaran Islam. Disamping itu, jika hal yang di ijtihadkan
benar, sesuai dengan ajaran Islam maka kita juga akan mendapatkan kebaikan dari Allah Swt.
16
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, Ijtihad Hermeneutis (Yogyakarta, IRCiSoD, 2016)
Muhammad Amin, Ijtihad Ibn Taimiyyah Dalam Bidang Fikih Islam (Jakarta: INIS,1991)
. Abd Wafi Has, Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam (2013)
Al-Jadyid, “Ijtihad Sebagai Sumber Dan Metode Study Islam” diakses dari http://al-
jadiyd.blogspot.co.id/2013/11/ijtihad-sebagai-sumber-dan-metode-study.html. Diupload pada
tanggal 8 Oktober 2016 pukul 09:05 WIB
Imami Diyah, “ Ijtihad dan Metodologi Hukum Islam” diakses dari
http://amalilmukita.blogspot.co.id/p/makalah-ijtihad-dan-metodologi.html. Diupload pada
tanggal 9 Oktober 2016 pukul 15:09 WIB
Maz Mujib, “Syarat Syarat Mujtahid Dan Ijtihad Masa Sekarang” diakses dari
http://tarbiyyah-blog.blogspot.co.id/2012/04/syarat-syarat-mujtahid-dan-ijtihad-masa.html.
diupload pada tanggal 9 Oktober 2016 pukul 15:30 WIB
http://rahmadhani032.blogspot.co.id/2013/05/contoh-ijtihad-fardhi-dan-jamai.html. Diupload
pada tanggal 12 Oktober 2016 pukul 21:11
Husnul Azmi R., “Pengertian Ijtihad Dalam Ushul Fiqih” diakses dari
http://azmyalmarbawy.blogspot.co.id/2013/11/pengertian-ijtihad-dalam-ushul-fiqih.html.
Diupload pada tanggal 13 Oktober 2016 pukul 17:59
17