Dalam hubungan sosial di masyarakat, sering kali ditemui terjadi
berbagai macam perselisihan dan pertentangan antar individu, mengingat beragamnya kebutuhan manusia dan banyaknya individu yang ingin kebutuhannya terpenuhi. Apalagi manusia sebagai makhluk individu yang lebih mementingkan dirinya sendiri. Salah satu cara menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat yaitu melalui pengadilan. Pengadilan sendiri merupakan sebuah forum publik, resmi, di mana kekuasaan publik ditetapkan oleh otoritas hukum untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan dalam hal sipil, buruh, administratif, dan kriminal di bawah hukum. Apabila terdapat pelanggaran terhadap rugikan, baik perorangan, badan hukum maupun negara, maka orang yang dirugikan tersebut berhak mengajukan tuntutan melalui pengadilan. Setelah itu hakim berkewajiban memeriksa perkara tuntutan hak tersebut dan akhirnya menjatuhkan putusan. Putusan pengadilan merupakan hukum atau kebijakan publik bagi para pihak yang berperkara, sehingga putusan pengadilan itu hanya mengikat dan harus dilaksanakan para pihak yang berperkara. Dalam ilmu hukum, putusan pengadilan ini disebut yurisprudensi. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004 yang menyatakan, bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu suatu perkara yang diajukan dengan dalih, bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. * Hakim Pengadilan Agama Majalengka Dalam kaitan itu, dalil “hukum tidak ada atau kurang jelas” tentu bukanlah sebuah alasan yang untuk tidak memeriksa atau mengadili suatu perkara. Artinya dalam kondisi peraturan perundang-undangan belum ada, maka terhadap kasus-kasus kongkrit yang diajukan ke pengadilan, hakim harus tetap menjalankan fungsi pembentukan hukum dengan cara menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini kemudian dikenal pula dengan interprestasi dan lahirlah produk hukum yang kemudian disebut dengan yurisprudensi. Proses pengambilan kebijakan sangat penting dalam tahapan pengelolaan kebijakan, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan. Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, kemampuan dan pemahaman yang memadai dari para ahli terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat, memadai dan memberikan sulusi yang berkeadilan. Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman dari pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan yang dimiliki. Ada tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sebuah kebijakan yaitu pertama teori rasional komprehensif yang mengarahkan agar pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan alternatif kebijakan secara memadai. Kedua teori incremental yang tidak melakukan perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang dapat diambil dalam membuat kebijakan. Ketiga teori mixed scanning yang menggabungkan antara teori rasional-komprehensif dengan teori incremental. Ketiga teori ini tertera dalam buku karya Profesor James E Anderson, berjudul Public Policy Making. Selain itu, Anderson juga mengemukakan enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih kebijakan. Untuk analisa yang mendalam dan bijaksana harus melihat ke publik yang mana? kapan? Itu berarti bahwa tidak ada rumusan yang sederhana untuk suatu keterlibatan. Manusia sangat mampu dalam memahami permasalahan rumit dan teknologi. Waktu dan pembuat kebijakan dan ilmuwan dikejutkan oleh sebagian orang, apa yang dapat dipahami oleh manusia bila diperlukan dari kompleksitas pemilihan sumber daya dengan penerapan prinsip biologi sintetis. Pembuat kebijakan dan para ahli hanya manusia. Mereka juga dapat memahami akan adanya potensi bias, konflik kepentingan dan semua kesalahan yang dapat berpengaruh kepada semuanya dan berharap mendapat pengakuan serta penanganan yang transparan. Pembuat kebijakan dan para ahli harus dapat berkomunikasi dengan baik. Komunikasi dua arah mutlak diperlukan, perihal menyampaikan sesuatu dan mendengarkan hal yang disampaikan keduanya sangat penting. Komunikasi yang dibangun oleh hakim dalam sidang selalu menggunakan dua arah di,mana dengan mengajukan pertanyaan terlebih pada saat pemeriksaan alat bukti. Suatu kebijakan publik tidak terlepas dari aktor pembuat kebijakan yang terlibat langsung. Pertama Legislatif, berhubungan dengan tugas politik sentral dalam pembuatan peraturan dan pembentukan dalam pembuatan peraturan dan pembentukan kebijakan dalam suatu sistem politik. Legislatif ditunjuk secara formal yang mempunyai fungsi memutuskan keputusan-keputusan politik secara bebas. Kedua eksekutif (Presiden).Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran yang sangat penting dalam pembuatan kebijakan publik. Keterlibatan presiden dalam pembuatan kebijakan dapat dilihat dalam komisi-komisi presidensial atau dalam rapat-rapat kabinet. Ketiga Lembaga yudikatif, mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan .(melalui peninjauan yudisial dan penafsiran undang-undang). Tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk menentukan apakah tindakan-tindakan yang diambil oleh eksekutif atau legislatif sesuai dengan konstitusi atau tidak. Bila keputusan- keputusan tersebut bertentangan dengan konstitusi, maka yudikatif berhak membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap peraturan perundangan yang sudah ditetapkan. Selain hal tersebut sebagai aktor pembuat kebijakan publik adalah, intansi administrasi, kelompok kepentingan, partai politik dan warga begara (individu) dari hal tersebut maka muncul pertanyaan bagaimana dengan putusan hakim?. Tulisan ini pada dasarnya mengandung dua kata kunci yaitu kebijakan publik dan putusan hakim bagiamana suatu kebijakan publik dapat dibangun melalui suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan bahkan menjadi yurisprudensi, maka dapat dipahami 1). dari segi pengertian kebijakan publik, putusan hakim 2). proses terbentuknya kebijakan publik dan 3). kontruksi kebijakan publik.
B PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK DAN PUTUSAN
Dalam kehidupan sehari-hari istilah kebijakan dibedakan dengan
istilah kebijaksanaan. Istilah kebijakan menunjukan adanya serangkaian alternatif yang siap dipilih berdasarkan perinsip-perinsip tertentu, sedangkan kebijaksanaan berkenaan dengan sesuatu kepentingan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang atau sebaliknya berdasarkan alasan-alasan tertentu, seperti pertimbangan kemanusian, keadaan gawat. Kebijakan oleh Graycer dapat dipandang dari perspektip filosofis, produk, proses dan kerangka kerja (Donovan dan Jacksn,1991;14), sebagai konsep “filosofis” kebijakan dipandang sebagai serangkaian perinsip atau kondisi yang diinginkan, sebagai suatu”produk” kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan dan rekomendasi, sebagai suatu”proses” kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya, dan sebagai suatu “kerangka kerja” kebijakan sebagai suatu proses tawar menawar dan negosiasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya. Dalam bahasa Indonesia terdapat dua istilah: kebijakan dan kebijaksanaan, dalam bahasa inggris digunakan kata Policy untuk kebijakan dan wisdom untuk kata kebijaksanaan. Untuk pengertian publik dapat ditinjau dari segi geografis “publik” dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang berkumpul bersama-sama di suatu tempat tertentu. Maka jadilah publik Nasional, regional dan lokal, sedangkan secara psikologis “publik” adalah orang-orang yang sama- sama menaruh perhatian terhadap suatu kepentingan yang sama tanpa ada sangkut pautnya dengan tempat dimana mereka berada. Dalam kontek kebijakan publikkata publik memiliki cakupan pengertian yang luas, kata publik tidak hanya dimaksudkan sebagai kata ganti untuk negara atau pemerintah, tetapi dimaksudkan pula sebagai orang banyak , warga negara atau sekelompok orang tertentu. Jadi Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat negara atau pemerintah yang ditujukan untuk kepentingan publik. Menurut Anderson,(1969:4) kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.Selanjutnya Anderson, mengklasifikasi kebijakan, policy menjadi dua:subtantif dan prosedural, kebijakan subtantif yaitu apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagimana kebijakan tersebut diselengarakan, ini berarti kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Pembicaraan tentang kebijakan memang tidak lepas dari kaitan kepentingan atar kelompok, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat secara umum, Kebijakan publik dalam kerangka subtantif adalah segala aktivitas yang dilakukan pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. Kebijakan publik diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk memenuhi kepentingan dan penyelengaraan urusan-urusan publik. Pandangan Freidrich tentang kebijakan publik lebih mengarah pada sesuatu yang dapat dianggap sebagai seperangkat tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga dengan satu tujuan diarahkan untuk menyelesaikan masalah atau untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan publik biasanya dipergunakan untuk perbuatan yang baik, positif atau menguntungkan. Menurut Hoogerwef yang dikutip oleh Suwaryo (2005:62) disebutkan bahwa : “…Kebijakan dapat dirumuskan dengan alasan yang baik sebagai usaha mencapai tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu; Kebijakan adalah upaya untuk memecahkan atau mengurangi atau mencegah suatu masalah tertentu yaitu dengan tindakan terarah...”. Sejalan dengan pemikiran di atas, Santoso yang dikutip oleh Suwaryo (2005:63) mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah “…Serangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk suatu tujuan tertentu dan juga petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut terutama dalam bentuk peraturan-peraturan atau dekrit-dekrit pemerintah…” Sementara itu, Amir santoso dengan mengkomparasi berbagai definisi yang dikemukakan para ahli yang menaruh minat dalam bidang kebijakan publik menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan menganai kebijakan publik dapat dibagi ke dalam dua wilayah kategori (Santoso,1993;4-5) Pertama, pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemrintah, kedua, berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus kepada pelaksana kebijakan. Dari beberapa definisi kebijakan publik di atas, dapat dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan: (1) keputusan atau aksi bersama yang dibuat oleh pemilik wewenang (pemerintah); (2) berorientasi pada kepentingan publik dengan dipertimbangkan secara matang terlebih dahulu baik buruknya dampak yang ditimbulkan; (3) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu; (4) dari hasil diskusi menghasilkan “kebijakan publik adalah aksi pemerintah dalam mengatasi masalah dengan memperhatikan untuk siapa, untuk apa, kapan, dan bagaimana? Adapun arti putusan pengadilan dapat dilihat dari penjelasan pasal 60 undang – undang Nomor 7 tahun 1989 memberi definisi tentang putusan sebagai berikut: "Putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa.. sedangkan Mukti Arto,.mendepinisikan: "Putusan ialah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. (Dewi, 2005, hal: 148). Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan hakim adalah : “suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”. Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan adalah merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh para pihak yang berperkara guna menyelesaikan sengketa yang dihadapi, dengan putusan hakim akan mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, suatu putusan hakim merupakan suat pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang harus ditaati.
C. YUDIKATIF SEBAGAI AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK
Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga negara yang
sejajar dan mempunyai kewenangan dengan lembaga pemerintah lainya berdasarkan undang-undang peraturan yang mengikat, penyebutan pemerintah tentu harus melihat kepada lembaga mana yang mempunyai kewenangan. Badan peradilan terntu mempunyai kewenangan dalam membangun hukum atau kebijkan publik dalam bidang hukum melalui putusan-putusan pengadilan. Kalau begitu apakah tugas utama pemerintah pada era “reinventing pemerintah” ini? Ketika pemerintah bukan lagi menjadi aktor tunggal dalam menyelenggarakan “kehidupan bersama”, peran strategis pemerintah tidak lenyap, namun semakin fokus pada peran-peran tertentu. Tugas tersebut adalah memastikan bahwa seluruh sumber daya di dalam negara berkembang secara optimal, dan membangun keunggulan kompetitif dari negara tersebut (Porter, 1998; Drucker, 1994). Ada satu tugas dari pemerintah dalam hal ini pengadilan yang tidak tergantikan sejak dahulu hingga kelak di masa depan, yaitu (1) membuat kebijakan publik dalam bidang hukum (2) pada tingkat tertentu melaksanakan kebijakan publik dengan eksekusi dan (3) pada tingkat tertentu melakukan evaluasi kebijakan publik - monitoring termasuk dalam evaluasi atas putusan apakah putusan tersebut mengadung kepastian hukum, manfaat dan keadilan serta dapat dilaksanakan. Jadi, peran badan peradilan pada abad ke-21 dan ke depan adalah membangun kebijakan publik melalui putusan pengadilan yang ekselen sehingga memberikan rasa keadilan sebagai salah satu pemecahan masalah yang dihadapai publik. Putusan pengadilan sebagai kebijakan publik tentunya berdasarkan riset serta menggunakan penelitian, analisis, dan bukti yang lebih baik di persidangan yang akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih berkualitas. Sehingga bisa meningkatkan rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat pencari keadilan/publik
D. PROSES TERBENTUKNYA KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam membangun kebijakan publik melalui putusan hakim
dapal dilihat darii beberapa dimensi yang ada, salah satu dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling menentukan dan saling membentuk. Munculnya kebijakan publik dengan proses politik, disebut proses politik, dalam proses muncul putusan yang akan menjadi suatu keputusan dapat memberikan keadilan, kepastian dan manfaat bagi para pencari keadilan tidak terlepas proses politik majelis hakim, jika semua sepakat dengan mufakat maka muncul keputusan dalam bentuk putusan, demikian pula ketika salah satu tidak sependapat hakim yang tidak sependapat dapat mengajukan disenting opinion dalam persidangan dengan ditunjukan adanya perbedaan atau persamaan oleh majelis hakim dalam mengambil suatu keputusan dituangkan dalan putusan disertakan dengan alasan-alasan sehingga pada akhirnya akan menjadi kebijakan publik(putusan). Proses ini setidaknya harus melalui tahapan-tahapan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam hukum acara dan anaslisis riset dan pertimbangan dari majelis tersebut sehingga menghasilkan suatu kebijakan publik yang orientasinya adalah memberikan solusi kepada publik atau para pencari keadilan; Menurut Dye (2005, 31), bagaimana sebuah kebijakan dibuat dapat diketahui dengan mempertimbangkan sejumlah aktivitas atau proses yang terjadi didalam sistem politik. Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi penting dari sebuah pemerintahan. Karenanya,kemampuan dan pemahaman yang memadai dari pembuat kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat dan memadai. Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman dari pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan kenyataan sebagaimana diungkapkan oleh Gerston (2002) bahwa kebijakan publik dibuat dan dilaksanakan pada semua tingkatan pemerintahan, karenanya tanggungjawab para pembuat kebijakan akan berbeda pada setiap tingkatan sesuai dengan kewenangannya (Gerston, 2002, 14). Menurut Gerston, hal yang penting lainnya adalah bagaimana memberikan pemahaman mengenai akuntabilitas dari semua pembuat kebijakan adalah kepada masyarakat yang dilayaninya (Gerston, 2002, 14). Dengan pemahaman yang seperti ini, akan dapat memastikan pembuatan kebijakan publik yang mempertimbangkan berbagai aspek dan dimensi yang terkait, sehingga pada akhirnya sebuah kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan secara memadai. Proses untuk membentuk kebijakan publik merupakan proses yg amat rumit dan kompleks. Oleh karenanya untuk mengkajinya para ahli kemudian membagi proses kebijakan publik ke dalam beberapa tahapan. Tujuannya untuk mempermudah pemahaman terhadap proses tersebut (Charles Lindblom, 1986: 3). Pembagian tersebut amat bervariasi antara ahli yang satu dengan ahli lainnya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan. Misalnya : ada yang menambahkan perubahan atau penghentian kebijakan setelah evaluasi kebijakan. Lester dan Joseph, merumuskan 6 tahap dalam siklus pembuatan kebijakan. Langkah pertama melakukan identifikasi permasalahan Pemerintah dan menyusun agenda, kedua merumuskan kebijakan yang akan dibuat, ketiga menerapkan kebijakan yang akan diputuskan, keempat melakukan evaluasi kebijakan, kelima menyusun penyempurnaan kebijakan dan yang terakhir mengakhiri suatu kebijakan. Dari siklus tersebut jelas secara berurut dengan sistematis Lester bersama Joseph merumuskan bagaimana siklus pembuatan kebijakan seharusnya. Proses pembuatan kebijakan sejak desain hingga implementasi dan evaluasinya, perlu dipandang sebagai suatu siklus dari serangkaian kegiatan kebijakan yang merujuk pada pola berulang yang ditunjukkan oleh prosedur-prosedur yang berkaitan dengan proses kebijakan publik yang secara umum ditunjukkan seperti pada gambaran di atas. Dalam hukum acara proses terbentuknya suatu putusan melalalui 8 tahap yaitu, perdamaian/mediasi, pembacaan surat gugatan/permohon, jawaban, reflik, duplik, pembuktian, kesimpulan dan pengucapan putusan.Tahapan tersebut suatu keharusan, apalagi dalam tahap pembuktian hakim dapat menjadi peneliti dengan memeriksa alat bukti secara detil untuk mengungkap kebenara formil dan materil, Abdul Manan menyatakan kebenaran dalam perdata dengan mencari kebenaran formil dan materil.
E. YURISPRUDENSI BENTUK KEBIJAKAN PUBLIK PRODUK HAKIM
Ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004 yang
menyatakan, bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu suatu perkara yang diajukan dengan dalih, bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. Dalam kaitan itu, dalil “hukum tidak ada atau kurang jelas” tentu bukanlah sebuah alasan yang untuk tidak memeriksa atau mengadili suatu perkara. Artinya dalam kondisi peraturan perundang-undangan belum ada, maka terhadap kasus-kasus kongkrit yang diajukan ke pengadilan , hakim harus tetap menjalankan fungsi pembentukan hukum dengan cara menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini kemudian dikenal pula dengan interprestasi dan lahirlah produk hukum yang kemudian disebut dengan yurisprudensi. Meskipun belakangan muncul cara pandang yang kurang tepat, ketika putusan-putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap di rujuk dan disebutkan sebagai sebuah yurisprudensi. Cara pandang yang hanya merujuk suatu putusan pengadilan, tidaklah sama artinya sebagai sudah merujuk sebuah yurisprudensi. Dalam kaitan ini, harus diingat bahwa suatu putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap baru dapat digolongkan sebagai sebuah yurisprudensi apa bila memenuhi syarat: 1. Putusan atas suatu peristiwa hukum yang belum jelas peraturan perundang-undangannya, 2. Sudah berkekuatan hukum tetap 3. Berulang kali dijadikan dasar hukum untuk memutus perkara yang sama 4. Putusan hakim itu telah memenuhi rasa keadilan masyarakat. 5. Dan putusan itu telah dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Mencermati persyaratan keberadaan suatu putusan hakim sebagai sebuah yurisprudensi, maka yurisprudensi secara subtansi merupakan kaidah hukum yang diciptakan hakim, bersifat kasuistik dan karenanya kemudian menjadi salah satu sumber hukum. Dalam pemikiran yang lebih luas, bisa dikatakan sebagai penemuan hukum oleh hakim. Dalam kaitan ini, maka tidak semua putusan pengadilan dapat dipadang sebagai yurisprudensi. Artinya adalah kekeliruan yang dengan hanya merujuk suatu putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kemudian di istilahkan sebagai sebuah yurisprudensi. Seperti telah dikemukakan, bahwa sesungguhnya yurisprudensi sangat esensi dalam penyelesaian perkara-perkara konkrit yang diajukan ke pengadilan atas kasus yang sama. Bagaimana bentuk kesamaan kasusnya, tentu bukanlah pada jalan peristiwannya, melainkan terkait sifat dan substansi perbuatannya, sehingga atas kasus yang sama tidak terjadi perbedaan perlakuan hukum. Mungkin, ada banyak kasus yang sama diputus dengan putusan yang berbeda. Padahal hal itu tidak akan terjadi apabila putusan hakim yang belakangan merujuk atau mengikuti yurisprudensi. Karenya, seharusnya terhadap putusan yang hakim yang memutus belakangan semestinya mengikuti putusan hakim sebelumnya. Ini menjadi penting, terutama berkaitan dengan keadilan hukum dan kepastian hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan. Persoalannya kemudian, seberapa konsisten hakim yang memutus suatu perkara atas suatu perkara yang sama konsisten menerapkan yurisprudensi ? Dalam putusan-putusan hakim sering ditemukan putusan-putusan atas perkara yang sama tidak merujuk suatu yurisprudensi dan terkadang dirujuk. Penegak hukum yang lain seperti jaksa dan advokat merujuk suatu yurisprudensi, namun hakim tidak merujuknya dan bahkan mungkin tidak menyentuhnya. Kondisi seperti itu kemudian menjadikan yurisprudensi sebagai sebuah sumber hukum menjadi lemah, padahal yurisprudensi sesungguhnya menjadi salah kekuatan pengadilan (hakim) dalam mengadili dan membuat keputusan atas suatu perkara. Disisi lain dengan mengedepankan yurisprudensi, maka kepercayaan masyarakat terhadap putusan-putusan hakim akan semakin kuat atas kasus yang sama. (Catatan Hukum Boy Yendra Tamin) Dalam sistem peradilan di Indonesia sumber hukum yang paling utama adalah undang-undang. Akan tetapi, sebagaimana disadari oleh pihak yang bergelut di bidang hukum bahwa undang-undang mempunyai sifat antara lain mudah mengalami keusangan dan oleh karena itu selalu ketinggalan zaman. Pada saat yang sama seiiring dengan perkembangan zaman, terdapat persoalan baru muncul yang meliputi semua aspek kehidupan, seperti di bidang ekonomi dan keluarga. Persoalan baru yang muncul ini belum ada ketika undang- undang telah dibentuk. Oleh karena itu solusi dari masalah baru yang muncul itu juga tidak semuanya didapatkan dari undang-undang. Terdapat salah satu asas hukum yang menempatkan Hakim sebagai orang yang dianggap tahu hukum ( ius curia novit ). Penjabaran dari asas ini adalah Hakim sebagai salah satu penegak hukum tidak boleh menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada atau kurang jelas hukumnya. Ketika dihadapkan kepada suatu perkara apapun dia harus memutusnya. Dan putusan itu selain dipertangungjawabkan kepada masyarakat juga akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Persoalan yang timbul yaitu jika hukum itu oleh hakim tidak ditemukan dalam undang-undang atau undang-undang secara tekstual mengaturnya akan tetapi jika diterapkan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat sekarang. Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 terakhir sebagaimana diubah dengan UU Nomor 38 Tahun 2009 ) memberikan peluang bagi hakim untuk menemukan hukumnya sendiri melalui ijtihad hukum. Ijtihad hukum ini jika nantinya dituangkan dalam putusan dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung maka akan menjadi rujukan bagi hakim lain dalam mengadili perkara serupa menjadi yurisprudensi. Menurut Yahya Harahap suatu yurisprudensi tersebut jika benar- benar mengandung nilai-nalai dasar cita-cita Pancasila dan Undang- undang Dasar 1945 yang dipadu dengan cita-cita nilai globalisasi, dan kemudian perpaduan itu melahirkan rumusan hukum yang rasional, praktis, dan aktual, sudah selayaknya hakim mengikutinya. Hal itu menurut Yahya Harahap, sesuai dengan fungsi yurisprudensi, antara lain : a. Yurisprudensi berfungsi menciptakan standar hukum, b. Yurisprudensi berfungsi mewujudkan landasan hukum yang sama dan keseragaman pandangan hukum yang sama. c. Menegakkan kepastian hukum, Dalam Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu. Jenis jenis putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu ;Kekuatan Mengikat. Kekuatan mengikat ini karena kedua pihak telah bersepakat untukmenyerahkan kepada pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka, maka dengan demikian kedua pihak harus tunduk terhadap putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim. Kekuatan Pembuktian. Putusan pengadilan yang dituangkan dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti oleh kedua pihak apabila diperlukan sewaktu – waktu oleh para pihak untuk mengajukan upaya hukum.dan Kekuatan Executorial. Putusan hakim atau putusan pengadilan adalah kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa oleh para pihak dengan bantuan alat-alat negara terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela.
F. KESIMPULAN
Kebijakan dalam hukum tentu akan berbeda dengan kebijakan-
kebijakan lainnya seperti kebijakan sosial, kebijakan ekonomi, kebijakan masalah pendidikan dan lainnya. Namun apabila kita perhatikan kebijakan selama yang kita baca, kita perhatikan mempunyai persamaan yaitu bagaimana kebijakan itu muncul dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi publik dapat memberikan solusi terbaik yang dapat memberikan rasa keadailan bagi setiap individu, kalau putusan hakim sebagai hasil penelitian, riset secara mendalam atau hasil ijtihad yang sesuai dengan azas hukum yang berkaitan dengan hasil dari sebuah keputusan yaitu putusan hakim menjadi sebuah yurisprudensi yang telah mendapatkan lisensi hukum dari Mahkamah Agung RI. Kebijakan publik melalui putusan hakim sebuah karya dan mahkota hakim dapat dikatakan benar-benar kebijakan publik manakala dalam kebijakan publik tersebut memuat unsur kepastian hukum, manfaat hukum dan keadilan hukum ini semua menjadi prasarat kebijakan pablik tersebut mampu menjawab dan memberikan solusi bagi para pencari keadilan/publik sehingga kekuatan eksekutorial dalam kebijakan tersebut lebih terlihat karena dapat dengan dilaksanakan secara paksa dengan bantuan alat negara. Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh pemerintah pasti mempunyai tujuan. Tujuan dalam pembuatan kebijakan publik pada dasarnya yaitu untuk : 1). Untuk mewujudkan suatu ketertiban dalam masyarakat.2). Untuk melindungi suatu hak- hak masyarakat, 3).Untuk mewujudkan sebuah ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat dan 4). Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan publik dalam bentuk yurisprudensi sebenarnya telah mengandung nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang melahirkan aktual, manfaat, keadilan serta penegakan hukum sehingga putusan hakim dengan bentuk yurisprudensi menjadi kebijakan publik dalam hukum untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam masyarakat. DAFTAR PUSTAKA
- Arto, Mukti, 1996. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan
Agama,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,,
- Harahap Yahya, M, 2010. Hukum Acara Perdata,. Jakarta:
Sinar Grafita
- Harahap, Yahya M.,2015. Hukum Acara Perdata Gugatan,
Persidangan Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta:Penerbit Sinar Grafika
- Indihono, Dwiyanto,2009. Kebiajakan Publik Berbasis Dynamic
- Ny. Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, 1997.
Hukum Acara Perdata,. Bandung: Cv Mandar Maju. - Subekti R., 1989. Hukum Acara Perdata,. Binacipta, Bandung, - Tachjan, 2006, Implementasi Kebijakan Publik, Bandung;Penerbit Truen RTH AIPI Puslit KP2W Limlit Unpad.
- Tahir, Arifin,2014. Kebijakan Publik dan taransparansi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Bandung.Penerbit PT Alfabeta.
- Wahab, Abdul Solichin, 2014. Analisis Kebijakan Dari
Formulasi Ke Penyususnan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit PT.Bumi Aksara. - Winarno, Budi,2014. Kebijakan Publik (Teori Proses dan Studi Kasus), Jakarta: Penerbit GAPs(Center of Academic Publishing Service).
- http://www.seputarilmu.com/2016/03/pengertian-macam- macam-ciri-ciri-dan-4_5.html - http://www.academia.edu/10127759/Kebijakan_Publik_Sebagai Proses