Anda di halaman 1dari 18

MEMBANGUN KEBIJAKAN PUBLIK MELALUI PUTUSAN HAKIM

Oleh : Abdul Malik*

A. PENDAHULUAN

Dalam hubungan sosial di masyarakat, sering kali ditemui terjadi


berbagai macam perselisihan dan pertentangan antar individu,
mengingat beragamnya kebutuhan manusia dan banyaknya individu
yang ingin kebutuhannya terpenuhi. Apalagi manusia sebagai
makhluk individu yang lebih mementingkan dirinya sendiri. Salah satu
cara menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat yaitu
melalui pengadilan.
Pengadilan sendiri merupakan sebuah forum publik, resmi, di
mana kekuasaan publik ditetapkan oleh otoritas hukum untuk
menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadilan dalam hal sipil,
buruh, administratif, dan kriminal di bawah hukum. Apabila terdapat
pelanggaran terhadap rugikan, baik perorangan, badan hukum
maupun negara, maka orang yang dirugikan tersebut berhak
mengajukan tuntutan melalui pengadilan. Setelah itu hakim
berkewajiban memeriksa perkara tuntutan hak tersebut dan akhirnya
menjatuhkan putusan.
Putusan pengadilan merupakan hukum atau kebijakan publik bagi
para pihak yang berperkara, sehingga putusan pengadilan itu hanya
mengikat dan harus dilaksanakan para pihak yang berperkara. Dalam
ilmu hukum, putusan pengadilan ini disebut yurisprudensi. Berkaitan
dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004 yang
menyatakan, bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa, mengadili dan memutus suatu suatu perkara yang
diajukan dengan dalih, bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili.
* Hakim Pengadilan Agama Majalengka
Dalam kaitan itu, dalil “hukum tidak ada atau kurang jelas” tentu
bukanlah sebuah alasan yang untuk tidak memeriksa atau mengadili
suatu perkara. Artinya dalam kondisi peraturan perundang-undangan
belum ada, maka terhadap kasus-kasus kongkrit yang diajukan ke
pengadilan, hakim harus tetap menjalankan fungsi pembentukan
hukum dengan cara menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini
kemudian dikenal pula dengan interprestasi dan lahirlah produk
hukum yang kemudian disebut dengan yurisprudensi.
Proses pengambilan kebijakan sangat penting dalam tahapan
pengelolaan kebijakan, baik pemerintah maupun non-pemerintah.
Ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses
perumusan kebijakan. Pembuatan kebijakan publik merupakan fungsi
penting dari sebuah pemerintahan. Oleh karena itu, kemampuan dan
pemahaman yang memadai dari para ahli terhadap proses pembuatan
kebijakan menjadi sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik
yang cepat, tepat, memadai dan memberikan sulusi yang berkeadilan.
Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur pembuatan
kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman dari
pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan yang dimiliki. Ada
tiga teori utama yang dapat digunakan dalam proses pembuatan
sebuah kebijakan yaitu pertama teori rasional komprehensif yang
mengarahkan agar pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan
secara rasional-komprehensif dengan mempelajari permasalahan dan
alternatif kebijakan secara memadai. Kedua teori incremental yang
tidak melakukan perbandingan terhadap permasalahan dan alternatif
serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang dapat diambil
dalam membuat kebijakan. Ketiga teori mixed scanning yang
menggabungkan antara teori rasional-komprehensif dengan teori
incremental. Ketiga teori ini tertera dalam buku karya Profesor James
E Anderson, berjudul Public Policy Making. Selain itu, Anderson juga
mengemukakan enam kriteria yang harus dipertimbangkan dalam
memilih kebijakan.
Untuk analisa yang mendalam dan bijaksana harus melihat ke
publik yang mana? kapan? Itu berarti bahwa tidak ada rumusan yang
sederhana untuk suatu keterlibatan. Manusia sangat mampu dalam
memahami permasalahan rumit dan teknologi. Waktu dan pembuat
kebijakan dan ilmuwan dikejutkan oleh sebagian orang, apa yang
dapat dipahami oleh manusia bila diperlukan dari kompleksitas
pemilihan sumber daya dengan penerapan prinsip biologi sintetis.
Pembuat kebijakan dan para ahli hanya manusia. Mereka juga
dapat memahami akan adanya potensi bias, konflik kepentingan dan
semua kesalahan yang dapat berpengaruh kepada semuanya dan
berharap mendapat pengakuan serta penanganan yang transparan.
Pembuat kebijakan dan para ahli harus dapat berkomunikasi dengan
baik. Komunikasi dua arah mutlak diperlukan, perihal menyampaikan
sesuatu dan mendengarkan hal yang disampaikan keduanya sangat
penting. Komunikasi yang dibangun oleh hakim dalam sidang selalu
menggunakan dua arah di,mana dengan mengajukan pertanyaan
terlebih pada saat pemeriksaan alat bukti.
Suatu kebijakan publik tidak terlepas dari aktor pembuat
kebijakan yang terlibat langsung. Pertama Legislatif, berhubungan
dengan tugas politik sentral dalam pembuatan peraturan dan
pembentukan dalam pembuatan peraturan dan pembentukan
kebijakan dalam suatu sistem politik. Legislatif ditunjuk secara formal
yang mempunyai fungsi memutuskan keputusan-keputusan politik
secara bebas. Kedua eksekutif (Presiden).Presiden sebagai kepala
eksekutif mempunyai peran yang sangat penting dalam pembuatan
kebijakan publik. Keterlibatan presiden dalam pembuatan kebijakan
dapat dilihat dalam komisi-komisi presidensial atau dalam rapat-rapat
kabinet. Ketiga Lembaga yudikatif, mempunyai kekuasaan yang
cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui pengujian
kembali suatu undang-undang atau peraturan .(melalui peninjauan
yudisial dan penafsiran undang-undang).
Tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pengadilan untuk
menentukan apakah tindakan-tindakan yang diambil oleh eksekutif
atau legislatif sesuai dengan konstitusi atau tidak. Bila keputusan-
keputusan tersebut bertentangan dengan konstitusi, maka yudikatif
berhak membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap peraturan
perundangan yang sudah ditetapkan. Selain hal tersebut sebagai
aktor pembuat kebijakan publik adalah, intansi administrasi, kelompok
kepentingan, partai politik dan warga begara (individu) dari hal
tersebut maka muncul pertanyaan bagaimana dengan putusan
hakim?.
Tulisan ini pada dasarnya mengandung dua kata kunci yaitu
kebijakan publik dan putusan hakim bagiamana suatu kebijakan publik
dapat dibangun melalui suatu putusan hakim yang telah berkekuatan
hukum tetap dan bahkan menjadi yurisprudensi, maka dapat dipahami
1). dari segi pengertian kebijakan publik, putusan hakim 2). proses
terbentuknya kebijakan publik dan 3). kontruksi kebijakan publik.

B PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK DAN PUTUSAN

Dalam kehidupan sehari-hari istilah kebijakan dibedakan dengan


istilah kebijaksanaan. Istilah kebijakan menunjukan adanya
serangkaian alternatif yang siap dipilih berdasarkan perinsip-perinsip
tertentu, sedangkan kebijaksanaan berkenaan dengan sesuatu
kepentingan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya
dilarang atau sebaliknya berdasarkan alasan-alasan tertentu, seperti
pertimbangan kemanusian, keadaan gawat.
Kebijakan oleh Graycer dapat dipandang dari perspektip filosofis,
produk, proses dan kerangka kerja (Donovan dan Jacksn,1991;14),
sebagai konsep “filosofis” kebijakan dipandang sebagai serangkaian
perinsip atau kondisi yang diinginkan, sebagai suatu”produk”
kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan dan
rekomendasi, sebagai suatu”proses” kebijakan menunjuk pada cara
dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa
yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam
mencapai produknya, dan sebagai suatu “kerangka kerja” kebijakan
sebagai suatu proses tawar menawar dan negosiasi untuk
merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.
Dalam bahasa Indonesia terdapat dua istilah: kebijakan dan
kebijaksanaan, dalam bahasa inggris digunakan kata Policy untuk
kebijakan dan wisdom untuk kata kebijaksanaan. Untuk pengertian
publik dapat ditinjau dari segi geografis “publik” dapat diartikan
sebagai sejumlah orang yang berkumpul bersama-sama di suatu
tempat tertentu. Maka jadilah publik Nasional, regional dan lokal,
sedangkan secara psikologis “publik” adalah orang-orang yang sama-
sama menaruh perhatian terhadap suatu kepentingan yang sama
tanpa ada sangkut pautnya dengan tempat dimana mereka berada.
Dalam kontek kebijakan publikkata publik memiliki cakupan
pengertian yang luas, kata publik tidak hanya dimaksudkan sebagai
kata ganti untuk negara atau pemerintah, tetapi dimaksudkan pula
sebagai orang banyak , warga negara atau sekelompok orang
tertentu. Jadi Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat negara
atau pemerintah yang ditujukan untuk kepentingan publik.
Menurut Anderson,(1969:4) kebijakan publik merupakan arah
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang
aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu
persoalan.Selanjutnya Anderson, mengklasifikasi kebijakan, policy
menjadi dua:subtantif dan prosedural, kebijakan subtantif yaitu apa
yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan
prosedural yaitu siapa dan bagimana kebijakan tersebut
diselengarakan, ini berarti kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan
yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah. Pembicaraan tentang kebijakan memang tidak lepas dari
kaitan kepentingan atar kelompok, baik di tingkat pemerintahan
maupun masyarakat secara umum,
Kebijakan publik dalam kerangka subtantif adalah segala
aktivitas yang dilakukan pemerintah untuk memecahkan masalah
publik yang dihadapi. Kebijakan publik diarahkan untuk memecahkan
masalah publik untuk memenuhi kepentingan dan penyelengaraan
urusan-urusan publik.
Pandangan Freidrich tentang kebijakan publik lebih mengarah
pada sesuatu yang dapat dianggap sebagai seperangkat tindakan
yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga dengan satu tujuan
diarahkan untuk menyelesaikan masalah atau untuk mencapai
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan
publik biasanya dipergunakan untuk perbuatan yang baik, positif atau
menguntungkan. Menurut Hoogerwef yang dikutip oleh Suwaryo
(2005:62) disebutkan bahwa :
“…Kebijakan dapat dirumuskan dengan alasan yang baik sebagai
usaha mencapai tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan
dalam urutan waktu tertentu; Kebijakan adalah upaya untuk
memecahkan atau mengurangi atau mencegah suatu masalah
tertentu yaitu dengan tindakan terarah...”.
Sejalan dengan pemikiran di atas, Santoso yang dikutip oleh
Suwaryo (2005:63) mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah
“…Serangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk suatu
tujuan tertentu dan juga petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut terutama dalam bentuk peraturan-peraturan
atau dekrit-dekrit pemerintah…”
Sementara itu, Amir santoso dengan mengkomparasi berbagai
definisi yang dikemukakan para ahli yang menaruh minat dalam
bidang kebijakan publik menyimpulkan bahwa pada dasarnya
pandangan menganai kebijakan publik dapat dibagi ke dalam dua
wilayah kategori (Santoso,1993;4-5) Pertama, pendapat ahli yang
menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemrintah,
kedua, berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus
kepada pelaksana kebijakan.
Dari beberapa definisi kebijakan publik di atas, dapat dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan: (1) keputusan atau aksi bersama
yang dibuat oleh pemilik wewenang (pemerintah); (2) berorientasi
pada kepentingan publik dengan dipertimbangkan secara matang
terlebih dahulu baik buruknya dampak yang ditimbulkan; (3) untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu; (4) dari hasil
diskusi menghasilkan “kebijakan publik adalah aksi pemerintah dalam
mengatasi masalah dengan memperhatikan untuk siapa, untuk apa,
kapan, dan bagaimana?
Adapun arti putusan pengadilan dapat dilihat dari penjelasan
pasal 60 undang – undang Nomor 7 tahun 1989 memberi definisi
tentang putusan sebagai berikut: "Putusan adalah keputusan
pengadilan atas perkara gugatan berdasarkan adanya suatu
sengketa.. sedangkan Mukti Arto,.mendepinisikan: "Putusan ialah
pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai
hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. (Dewi, 2005, hal: 148).
Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan hakim adalah : “suatu
pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang
itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”.
Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan istilah putusan
pengadilan adalah merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh
para pihak yang berperkara guna menyelesaikan sengketa yang
dihadapi, dengan putusan hakim akan mendapatkan kepastian hukum
dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa, suatu putusan hakim merupakan suat
pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat
Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka
persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi
hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada suatu
pihak untuk melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan suatu
perbuatan yang harus ditaati.

C. YUDIKATIF SEBAGAI AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK

Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga negara yang


sejajar dan mempunyai kewenangan dengan lembaga pemerintah
lainya berdasarkan undang-undang peraturan yang mengikat,
penyebutan pemerintah tentu harus melihat kepada lembaga mana
yang mempunyai kewenangan. Badan peradilan terntu mempunyai
kewenangan dalam membangun hukum atau kebijkan publik dalam
bidang hukum melalui putusan-putusan pengadilan. Kalau begitu
apakah tugas utama pemerintah pada era “reinventing pemerintah”
ini? Ketika pemerintah bukan lagi menjadi aktor tunggal dalam
menyelenggarakan “kehidupan bersama”, peran strategis pemerintah
tidak lenyap, namun semakin fokus pada peran-peran tertentu. Tugas
tersebut adalah memastikan bahwa seluruh sumber daya di dalam
negara berkembang secara optimal, dan membangun keunggulan
kompetitif dari negara tersebut (Porter, 1998; Drucker, 1994).
Ada satu tugas dari pemerintah dalam hal ini pengadilan yang
tidak tergantikan sejak dahulu hingga kelak di masa depan, yaitu (1)
membuat kebijakan publik dalam bidang hukum (2) pada tingkat
tertentu melaksanakan kebijakan publik dengan eksekusi dan (3) pada
tingkat tertentu melakukan evaluasi kebijakan publik - monitoring
termasuk dalam evaluasi atas putusan apakah putusan tersebut
mengadung kepastian hukum, manfaat dan keadilan serta dapat
dilaksanakan. Jadi, peran badan peradilan pada abad ke-21 dan ke
depan adalah membangun kebijakan publik melalui putusan
pengadilan yang ekselen sehingga memberikan rasa keadilan
sebagai salah satu pemecahan masalah yang dihadapai publik.
Putusan pengadilan sebagai kebijakan publik tentunya
berdasarkan riset serta menggunakan penelitian, analisis, dan bukti
yang lebih baik di persidangan yang akan menghasilkan kebijakan
publik yang lebih berkualitas. Sehingga bisa meningkatkan rasa
keadilan dalam kehidupan masyarakat pencari keadilan/publik

D. PROSES TERBENTUKNYA KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam membangun kebijakan publik melalui putusan hakim


dapal dilihat darii beberapa dimensi yang ada, salah satu dimensi
paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini
kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai
satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain
secara sinambung, saling menentukan dan saling membentuk.
Munculnya kebijakan publik dengan proses politik, disebut proses
politik, dalam proses muncul putusan yang akan menjadi suatu
keputusan dapat memberikan keadilan, kepastian dan manfaat bagi
para pencari keadilan tidak terlepas proses politik majelis hakim, jika
semua sepakat dengan mufakat maka muncul keputusan dalam
bentuk putusan, demikian pula ketika salah satu tidak sependapat
hakim yang tidak sependapat dapat mengajukan disenting opinion
dalam persidangan dengan ditunjukan adanya perbedaan atau
persamaan oleh majelis hakim dalam mengambil suatu keputusan
dituangkan dalan putusan disertakan dengan alasan-alasan sehingga
pada akhirnya akan menjadi kebijakan publik(putusan). Proses ini
setidaknya harus melalui tahapan-tahapan pemeriksaan sebagaimana
diatur dalam hukum acara dan anaslisis riset dan pertimbangan dari
majelis tersebut sehingga menghasilkan suatu kebijakan publik yang
orientasinya adalah memberikan solusi kepada publik atau para
pencari keadilan;
Menurut Dye (2005, 31), bagaimana sebuah kebijakan dibuat
dapat diketahui dengan mempertimbangkan sejumlah aktivitas atau
proses yang terjadi didalam sistem politik. Pembuatan kebijakan
publik merupakan fungsi penting dari sebuah pemerintahan.
Karenanya,kemampuan dan pemahaman yang memadai dari
pembuat kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan menjadi
sangat penting bagi terwujudnya kebijakan publik yang cepat, tepat
dan memadai. Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur
pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan
pemahaman dari pembuat kebijakan publik terhadap kewenangan
yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan kenyataan sebagaimana
diungkapkan oleh Gerston (2002) bahwa kebijakan publik dibuat dan
dilaksanakan pada semua tingkatan pemerintahan, karenanya
tanggungjawab para pembuat kebijakan akan berbeda pada setiap
tingkatan sesuai dengan kewenangannya (Gerston, 2002, 14).
Menurut Gerston, hal yang penting lainnya adalah bagaimana
memberikan pemahaman mengenai akuntabilitas dari semua pembuat
kebijakan adalah kepada masyarakat yang dilayaninya (Gerston,
2002, 14). Dengan pemahaman yang seperti ini, akan dapat
memastikan pembuatan kebijakan publik yang mempertimbangkan
berbagai aspek dan dimensi yang terkait, sehingga pada akhirnya
sebuah kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan secara
memadai.
Proses untuk membentuk kebijakan publik merupakan proses yg
amat rumit dan kompleks. Oleh karenanya untuk mengkajinya para
ahli kemudian membagi proses kebijakan publik ke dalam beberapa
tahapan. Tujuannya untuk mempermudah pemahaman terhadap
proses tersebut (Charles Lindblom, 1986: 3). Pembagian tersebut
amat bervariasi antara ahli yang satu dengan ahli lainnya, sehingga
dimungkinkan adanya perbedaan. Misalnya : ada yang menambahkan
perubahan atau penghentian kebijakan setelah evaluasi kebijakan.
Lester dan Joseph, merumuskan 6 tahap dalam siklus
pembuatan kebijakan. Langkah pertama melakukan identifikasi
permasalahan Pemerintah dan menyusun agenda, kedua
merumuskan kebijakan yang akan dibuat, ketiga menerapkan
kebijakan yang akan diputuskan, keempat melakukan evaluasi
kebijakan, kelima menyusun penyempurnaan kebijakan dan yang
terakhir mengakhiri suatu kebijakan. Dari siklus tersebut jelas secara
berurut dengan sistematis Lester bersama Joseph merumuskan
bagaimana siklus pembuatan kebijakan seharusnya. Proses
pembuatan kebijakan sejak desain hingga implementasi dan
evaluasinya, perlu dipandang sebagai suatu siklus dari serangkaian
kegiatan kebijakan yang merujuk pada pola berulang yang
ditunjukkan oleh prosedur-prosedur yang berkaitan dengan proses
kebijakan publik yang secara umum ditunjukkan seperti pada
gambaran di atas. Dalam hukum acara proses terbentuknya suatu
putusan melalalui 8 tahap yaitu, perdamaian/mediasi, pembacaan
surat gugatan/permohon, jawaban, reflik, duplik, pembuktian,
kesimpulan dan pengucapan putusan.Tahapan tersebut suatu
keharusan, apalagi dalam tahap pembuktian hakim dapat menjadi
peneliti dengan memeriksa alat bukti secara detil untuk mengungkap
kebenara formil dan materil, Abdul Manan menyatakan kebenaran
dalam perdata dengan mencari kebenaran formil dan materil.

E. YURISPRUDENSI BENTUK KEBIJAKAN PUBLIK PRODUK HAKIM

Ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No 4 Tahun 2004 yang


menyatakan, bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa, mengadili dan memutus suatu suatu perkara yang
diajukan dengan dalih, bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. Dalam kaitan itu,
dalil “hukum tidak ada atau kurang jelas” tentu bukanlah sebuah
alasan yang untuk tidak memeriksa atau mengadili suatu perkara.
Artinya dalam kondisi peraturan perundang-undangan belum ada,
maka terhadap kasus-kasus kongkrit yang diajukan ke pengadilan ,
hakim harus tetap menjalankan fungsi pembentukan hukum dengan
cara menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini kemudian dikenal pula
dengan interprestasi dan lahirlah produk hukum yang kemudian
disebut dengan yurisprudensi.
Meskipun belakangan muncul cara pandang yang kurang tepat,
ketika putusan-putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap di rujuk dan disebutkan sebagai sebuah yurisprudensi. Cara
pandang yang hanya merujuk suatu putusan pengadilan, tidaklah
sama artinya sebagai sudah merujuk sebuah yurisprudensi. Dalam
kaitan ini, harus diingat bahwa suatu putusan pengadilan yang sudah
berkekuatan hukum tetap baru dapat digolongkan sebagai sebuah
yurisprudensi apa bila memenuhi syarat:
1. Putusan atas suatu peristiwa hukum yang belum jelas peraturan
perundang-undangannya,
2. Sudah berkekuatan hukum tetap
3. Berulang kali dijadikan dasar hukum untuk memutus perkara yang
sama
4. Putusan hakim itu telah memenuhi rasa keadilan masyarakat.
5. Dan putusan itu telah dibenarkan oleh Mahkamah Agung.
Mencermati persyaratan keberadaan suatu putusan hakim
sebagai sebuah yurisprudensi, maka yurisprudensi secara subtansi
merupakan kaidah hukum yang diciptakan hakim, bersifat kasuistik
dan karenanya kemudian menjadi salah satu sumber hukum. Dalam
pemikiran yang lebih luas, bisa dikatakan sebagai penemuan hukum
oleh hakim. Dalam kaitan ini, maka tidak semua putusan pengadilan
dapat dipadang sebagai yurisprudensi. Artinya adalah kekeliruan yang
dengan hanya merujuk suatu putusan pengadilan yang sudah
berkekuatan hukum tetap, kemudian di istilahkan sebagai sebuah
yurisprudensi.
Seperti telah dikemukakan, bahwa sesungguhnya yurisprudensi
sangat esensi dalam penyelesaian perkara-perkara konkrit yang
diajukan ke pengadilan atas kasus yang sama. Bagaimana bentuk
kesamaan kasusnya, tentu bukanlah pada jalan peristiwannya,
melainkan terkait sifat dan substansi perbuatannya, sehingga atas
kasus yang sama tidak terjadi perbedaan perlakuan hukum. Mungkin,
ada banyak kasus yang sama diputus dengan putusan yang berbeda.
Padahal hal itu tidak akan terjadi apabila putusan hakim yang
belakangan merujuk atau mengikuti yurisprudensi. Karenya,
seharusnya terhadap putusan yang hakim yang memutus belakangan
semestinya mengikuti putusan hakim sebelumnya. Ini menjadi penting,
terutama berkaitan dengan keadilan hukum dan kepastian hukum dan
kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan.
Persoalannya kemudian, seberapa konsisten hakim yang
memutus suatu perkara atas suatu perkara yang sama konsisten
menerapkan yurisprudensi ? Dalam putusan-putusan hakim sering
ditemukan putusan-putusan atas perkara yang sama tidak merujuk
suatu yurisprudensi dan terkadang dirujuk. Penegak hukum yang lain
seperti jaksa dan advokat merujuk suatu yurisprudensi, namun hakim
tidak merujuknya dan bahkan mungkin tidak menyentuhnya. Kondisi
seperti itu kemudian menjadikan yurisprudensi sebagai sebuah
sumber hukum menjadi lemah, padahal yurisprudensi sesungguhnya
menjadi salah kekuatan pengadilan (hakim) dalam mengadili dan
membuat keputusan atas suatu perkara. Disisi lain dengan
mengedepankan yurisprudensi, maka kepercayaan masyarakat
terhadap putusan-putusan hakim akan semakin kuat atas kasus yang
sama. (Catatan Hukum Boy Yendra Tamin)
Dalam sistem peradilan di Indonesia sumber hukum yang paling
utama adalah undang-undang. Akan tetapi, sebagaimana disadari
oleh pihak yang bergelut di bidang hukum bahwa undang-undang
mempunyai sifat antara lain mudah mengalami keusangan dan oleh
karena itu selalu ketinggalan zaman. Pada saat yang sama seiiring
dengan perkembangan zaman, terdapat persoalan baru muncul yang
meliputi semua aspek kehidupan, seperti di bidang ekonomi dan
keluarga. Persoalan baru yang muncul ini belum ada ketika undang-
undang telah dibentuk. Oleh karena itu solusi dari masalah baru yang
muncul itu juga tidak semuanya didapatkan dari undang-undang.
Terdapat salah satu asas hukum yang menempatkan Hakim sebagai
orang yang dianggap tahu hukum ( ius curia novit ). Penjabaran dari
asas ini adalah Hakim sebagai salah satu penegak hukum tidak boleh
menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada atau
kurang jelas hukumnya. Ketika dihadapkan kepada suatu perkara
apapun dia harus memutusnya. Dan putusan itu selain
dipertangungjawabkan kepada masyarakat juga akan
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Persoalan
yang timbul yaitu jika hukum itu oleh hakim tidak ditemukan dalam
undang-undang atau undang-undang secara tekstual mengaturnya
akan tetapi jika diterapkan bertentangan dengan rasa keadilan
masyarakat sekarang.
Dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman
(Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 terakhir sebagaimana diubah
dengan UU Nomor 38 Tahun 2009 ) memberikan peluang bagi hakim
untuk menemukan hukumnya sendiri melalui ijtihad hukum. Ijtihad
hukum ini jika nantinya dituangkan dalam putusan dan dibenarkan
oleh Mahkamah Agung maka akan menjadi rujukan bagi hakim lain
dalam mengadili perkara serupa menjadi yurisprudensi.
Menurut Yahya Harahap suatu yurisprudensi tersebut jika benar-
benar mengandung nilai-nalai dasar cita-cita Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 yang dipadu dengan cita-cita nilai globalisasi, dan
kemudian perpaduan itu melahirkan rumusan hukum yang rasional,
praktis, dan aktual, sudah selayaknya hakim mengikutinya. Hal itu
menurut Yahya Harahap, sesuai dengan fungsi yurisprudensi, antara
lain :
a. Yurisprudensi berfungsi menciptakan standar hukum,
b. Yurisprudensi berfungsi mewujudkan landasan hukum yang sama
dan keseragaman pandangan hukum yang sama.
c. Menegakkan kepastian hukum,
Dalam Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga
menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 /
1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap. Putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang
menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk
menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu. Jenis
jenis putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap yaitu ;Kekuatan Mengikat. Kekuatan mengikat ini karena
kedua pihak telah bersepakat untukmenyerahkan kepada
pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara
mereka, maka dengan demikian kedua pihak harus tunduk
terhadap putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim.
Kekuatan Pembuktian. Putusan pengadilan yang dituangkan
dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang dapat
dipergunakan sebagai alat bukti oleh kedua pihak apabila
diperlukan sewaktu – waktu oleh para pihak untuk mengajukan
upaya hukum.dan Kekuatan Executorial. Putusan hakim atau
putusan pengadilan adalah kekuatan untuk dilaksanakan
secara paksa oleh para pihak dengan bantuan alat-alat negara
terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut
secara sukarela.

F. KESIMPULAN

Kebijakan dalam hukum tentu akan berbeda dengan kebijakan-


kebijakan lainnya seperti kebijakan sosial, kebijakan ekonomi,
kebijakan masalah pendidikan dan lainnya. Namun apabila kita
perhatikan kebijakan selama yang kita baca, kita perhatikan
mempunyai persamaan yaitu bagaimana kebijakan itu muncul dapat
menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi publik dapat
memberikan solusi terbaik yang dapat memberikan rasa keadailan
bagi setiap individu, kalau putusan hakim sebagai hasil penelitian,
riset secara mendalam atau hasil ijtihad yang sesuai dengan azas
hukum yang berkaitan dengan hasil dari sebuah keputusan yaitu
putusan hakim menjadi sebuah yurisprudensi yang telah
mendapatkan lisensi hukum dari Mahkamah Agung RI.
Kebijakan publik melalui putusan hakim sebuah karya dan
mahkota hakim dapat dikatakan benar-benar kebijakan publik
manakala dalam kebijakan publik tersebut memuat unsur kepastian
hukum, manfaat hukum dan keadilan hukum ini semua menjadi
prasarat kebijakan pablik tersebut mampu menjawab dan memberikan
solusi bagi para pencari keadilan/publik sehingga kekuatan
eksekutorial dalam kebijakan tersebut lebih terlihat karena dapat
dengan dilaksanakan secara paksa dengan bantuan alat negara.
Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh
pemerintah pasti mempunyai tujuan. Tujuan dalam pembuatan
kebijakan publik pada dasarnya yaitu untuk : 1). Untuk mewujudkan
suatu ketertiban dalam masyarakat.2). Untuk melindungi suatu hak-
hak masyarakat, 3).Untuk mewujudkan sebuah ketentraman dan
kedamaian dalam masyarakat dan 4). Untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan publik dalam bentuk yurisprudensi sebenarnya telah
mengandung nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang melahirkan
aktual, manfaat, keadilan serta penegakan hukum sehingga putusan
hakim dengan bentuk yurisprudensi menjadi kebijakan publik dalam
hukum untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

- Arto, Mukti, 1996. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan


Agama,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,,

- Harahap Yahya, M, 2010. Hukum Acara Perdata,. Jakarta:


Sinar Grafita

- Harahap, Yahya M.,2015. Hukum Acara Perdata Gugatan,


Persidangan Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan.
Jakarta:Penerbit Sinar Grafika

- Indihono, Dwiyanto,2009. Kebiajakan Publik Berbasis Dynamic


Policy Analisys.Yogyakarta;Penerbit Gaya Media.

- Keban, T.Yeremis,2008.Enam Dimensi Strategis Administrasi


Publik Konsep, Teori Dan Isu,Yogyakarta:Penerbit Gava Media.

- Manan Abdul,2005.Penerapan Hukum Acara Perdata di


Lingkungan Peradilan Agama.Jakarta:PenerbitPrenada Media.

- Mertokusumo, Sudikno, 1998. Hukum Acara Perdata


Indonesia,. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

- Nugroho Riant, 2014. Kebijakan Publik di Negara-negara


Berkembang,. Pustaka Pelajar.

- Nugroho, Riant, 2013. Metodologi Penelitian Kebijakan,


Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

- Ny. Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, 1997.


Hukum Acara Perdata,. Bandung: Cv Mandar Maju.
- Subekti R., 1989. Hukum Acara Perdata,. Binacipta, Bandung,
- Tachjan, 2006, Implementasi Kebijakan Publik,
Bandung;Penerbit Truen RTH AIPI Puslit KP2W Limlit Unpad.

- Tahir, Arifin,2014. Kebijakan Publik dan taransparansi


Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Bandung.Penerbit PT
Alfabeta.

- Wahab, Abdul Solichin, 2014. Analisis Kebijakan Dari


Formulasi Ke Penyususnan Model-Model Implementasi
Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit PT.Bumi Aksara.
- Winarno, Budi,2014. Kebijakan Publik (Teori Proses dan Studi
Kasus), Jakarta: Penerbit GAPs(Center of Academic
Publishing Service).

- http://www.seputarilmu.com/2016/03/pengertian-macam-
macam-ciri-ciri-dan-4_5.html
-
http://www.academia.edu/10127759/Kebijakan_Publik_Sebagai
Proses

Anda mungkin juga menyukai