com/2012/12/normal-0-false-
false-false-en-us-x-none.html
Pdf :
http://id.search.yahoo.com/r/_ylt=A2oKmKlfeGdS.jAAEMHLQwx.;_ylu=X3oDMTE1YjZ1Y
XNuBHNlYwNzcgRwb3MDNQRjb2xvA3NnMwR2dGlkA01TWUlEQzFfNzE-
/SIG=13oua3dfn/EXP=1382541535/**http%3a//file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLO
GI/195009011981032-RAHAYU_GININTASASI/MOTIF_SOSIAL.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk soaial yang membutuhkan interaksi dengan
manusia lain dan lingkungan sosial disekitarnya.Kebutuhan-kebutuhan hidup
manusia dipengaruhi adanya motif atau dorongan baik dari dalam diri sendiri
maupun dari luar diri manusia baik berupa benda maupun situasi yang terjadi
dilingkungan sekitarnya yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu yang untuk
mencapai kebutuhan hidupnya.
Setiap tingkah laku manusia memiliki pengaruh terhadap
lingkungannya.untuk mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan
bermasyarakat agar teratur masyarakat membuat aturan atau norma yang
membatasi tingkah laku manusia agar dapat diterima dilingkunganya sehingga
seseorang dapat bertingkah laku dengan wajar sesuai aturan yang berlaku.Dalam
kehidupan bermasyarakat kadang terjadi hubungan timbal balik, pertemanan, dan
memungkinkan terjadinya kesepakatandalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari peristiwa yang
memberikan pelajaran baik yang menyenangkan, mengharukan, mengecewakan
atau menyedihkan.Seseorang dapat memahami apa yang dirasakan orang lain,
merasa peduli terhadap perasaan orang lain tetapi tidak terhanyut dalam suasana
yang sedang dihadapi orang lain.
b. Rumusan Masalah:
1. Apa pengertian motif sosial, faktor-faktor yang mempengaruhinya ?
2. Apa yang dimaksud konformitas,kesepakatan,dan kepatuhan ?
3. Apa prinsip-prinsip dasar dan teknik-teknik kesepakatan ?
4. Apa yang dimaksud empati dan faktor-faktor yang mempengaruhi
empati ?
c. Tujuan:
1. Untuk mengetahui pengertian motif sosial, macam-macam motif sosial
dan faktor-faktor yang mempengaruhi motif sosial
2. Untuk mengetahui maksud konformitas, kesepakatan, dan kepatuhan.
3. Mengenal prinsip-prinsip dasar dan teknik-teknik kesepakatan
4. Mengetahui maksud empati dan faktor-faktor yang mempengaruhi
empati.
BAB II
PEMBAHASAN
MOTIF SOSIAL
A. Pengertiaan Motif
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan .Misalnya,
apabila seseorang merasa lapar, itu berarti kita membutuhkan atau menginginkan
makanan. Motif menunjuk hubungan sistematik antara suatu respon dengan
keadaan dorongan tertentu. Apabila dorongan dasar bersifat bawaan, maka motif
itu hasil proses belajar.
Ada beberapa definisi tentang motif:
1. Gerungan (1975)
Motif itu merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua
penggerak alasan-alasan atau dorongan-dorongan dalam diri
manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
2. Lindzey, Hall dan Thompson (1975)
Motif adalah sesuatu yang menimbulkan tingkah laku.
3. Atkinson (1958)
Motif sebagai sesuatu disposisi laten yang berusaha dengan
kuat untuk menuju tujuan tertentu, tujuan ini dapat berupa prestasi.
Afiliasi maupun kekuasaan.
4. Sri mulyani Martaniah (1982)
Motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang
dibentuk oleh pengalaman – pengalaman, yang secara relatif dapat
bertahan meskipun kemungkinan berubah masih ada dan berfungsi
mengerakan serta mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.
Gadner Lindzey, calvin S.Halldan Ricard F.Thompson dalam
bukunya pyichology (1975, p.339 ) mengklasifikasikan motif kedalam dua
hal yaitu:
1. Drives (needs)
Drive adalah yang dorongan untuk bertindak. Drives yang
merupakan proses organik internal disebut drives primer atau drives
yang tidak dipelajari. Misalnya: lapar dan haus. Drives yang lain
diperoleh melalui belajar. Misalnya: persaingan.
2. Incentives
Incentives adalah benda atau situasi (keadaan) yang berbeda di
dalam lingkungan sekitar kita yang merangsang tingkah laku.
Misalnya: mungkin kita tidak lapar, tetapi melihat mie goreng terhidang
di atas meja merangsang nafsu makan kita. Drives yang dipelajari
memenuhi kebutuhan Untuk kelangsungan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya.
A. KONFORMITAS
Konformitas (conformity) adalah suatu jenis pengaruh social di
mana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai
dengan norma social yang ada. Seseorang bertingkah laku dengan
cara-cara yang di pandang wajar atau yang dapat di terima oleh
kelompok/masyarakat kita.
Selain itu norma juga dibagi menjadi norma deskriptif dan norma
injungtif. Norma deskriptif berupa berupa saran atau himbauan untuk
melakukan sesuatu norma yang menindikasikan apa yang sebagian
besar orang lakukan pada situasi tertentu, contoh norma deskriptif:
himbauan oleh kepala desa kepada warganya untuk melakukan 3M
demi mencegah demam berdarah atau ketika di jalan tol ada himbauan
bagi kendaraan yang berjalan lambat untuk berjalan di bahu kiri dan
bagi kendaraan yang ingin mndahului dan melaju cepat untuk berjalan
di bahu kanan. Norma deskriptif belum tentu di patuhi, seperti misalnya
belum tentu kendaraan di lajur kanan melaju cepat, fakta di lapangan
banyak kendaraan yang melaju lambat-lambat di lajur kanan., tapi tidak
dikenai sanksi.
Norma injungtif adalah berupa perintah atau larangan yang
mengharuskan orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
norma yang menentukan apa yang harus di lakukan-tingkah laku apa
yang di terima dan tidak di terima pada situasi tertentu. Contoh perintah
membayar pajak untuk para wajib pajak, bagi yang tidak mematuhi akan
di kenakan sanksi.
Terkadang kita tidak menyetujui konformitas ini karena konformitas
membatasi kebebasan pribadi. Namun ada dasar yang kuat berkenaan
dengan konformitas, tanpa konformitas kita segera menyadari
berhadapan dengan kekacuan social. Jadi, pada berbagai kondisi
konformitas memiliki fungsi yang sangat berguna. Konformitas tidak
terjadi pada derajat yang sama di semua situasi.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi konformitas, yaitu :
1. Kohevisitas ( cohesiveness )
2. Ukuran Kelompok
3. Teori focus normative ( normative focus theory )
Beberapa penyebab seseorang melakukan konformitas :
1. Keinginan untuk disukai dan rasa takut pada penolakan
2. Keinginan untuk merasa benar.
3. Membenarkan konformitas
Beberapa faktor penting yang membuat seseorang menolak
konformitas :
a. Keinginan individuasi
b. Keinginan mempertahankan kontrol terhadap kejadian-kejadian dalam
hidupnya.
c. Orang-orang yang tidak dapat melakukan konformitas.
B. Compliance (Kesepakatan).
Kesepakatan adalah suatu bentuk pengaruh sosisal yang meliputi
permintaan langsung dari seseorang kepada orang lain. Kesepakatan bisa
terjadi kaeena adanya rasa pertemanan, rasa suka, komitmen, konsistensi,
kelangkaan. Timbale balik, respiratoris, validitas sosial, ataupun kesukaan.
Ada 6 prinsip dasar compliance (Cialdini, 1994):
a. Pertemanan/rasa suka: Kita lebih bersedia untuk memenuhi permintaan
dari teman atau orang-orang yang kita sukai daripada permintaan dari
orang asing atau dari orang yang tidak kita sukai.
b. Komitmen/konsistensi: Sekali kita berkomitmen pada suatu tindakan,
kita akan lebih bersedia untuk memenuhi permintaan mengenai
tingkah laku yang konsisten dengan tindakan tersebut daripada
permintaan yang tidak konsisten dengan tindakan tersebut.
c. Kelangkaan : kita lebih mungkin untuk memenuhi permintaan yang
berpusat pada kelangkaan daripada terhadap permintaan yang sama
sekali tidak terkait dengan isu tersebut.
d. Timbal balik/resiprositas: Kita lebih bersedia untuk memenuhi
permintaan dari orang yang sebelumnya telah memberikan bantuan atau
kemudahan bagi kita.
e. Validasi sosial: kita lebih bersedia memenuhi permintaan untuk
melakukan beberapa tindakan jika tindakan tersebut konsisten dengan
apa yang kita percaya dilakukan oleh orang lain yang mirip dengan kita.
f. Kekuasaan: Kita lebih bersedia memenuhi permintaan dari seseorang
yang memiliki kekuasaan yang sah.
Prinsip pertemana lebih dikenal dengan ingratiation membuat orang
lain menyukai kita sehingga mereka lebih bersedia untuk menyetujui
permintaan kita.
Dalam komitmen ada 2 teknik yang bisa digunakan:
Foot-In-The-Door technique: Yaitu suatu prosedur untuk memperoleh
kesepakatan dimana pemohon memulai dari permintaan yang kecil dan
kemudian permintaan ini disetujui, meningkat ke permintaan yang lebih
besar (yang mereka inginkan sejak awal).
Low Ball Technique: Yaitu suatu prosedur untuk memperoleh
kesepakatan dimana suatu penawaran atau persetujuan di ubah(menjadi
lebih tidak menarik) setelah orang yang menjadi target menerimanya.
C. Obedience (kepatuhan)
Kepatuhan adalah suatu pengaruh sosial dimana seseorang hanya
perlu memerintah satu orang atau lebih untuk melakukan sesuatu atau
beberapa tindakan yang diharapkannya. Terkadang didalam masyarakat
sering dan perlu sekali adanya kepatuhan karena merupakan bentuk
langsung dari pengaruh sosial. Kepatuhan sendiri lebih jarang terjadi
dibanding konformitas dan kesepakatan. Biasanya kepatuhan diikuti dengan
kata hukuman dan aturan dalam penerapannya.
Aspek lain dari pengaruh sosial adalah kepatuhan (obedience),
keadaan dimana seseorang pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan
atau memerintahkan orang lain untuk melakukan sesuatu dan mereka
melakukannya.
Kepatuhan yang merusak berarti tindakaan yang berdasarkan
kepatuhan itu membahayakan orang lain atau dirinya sendiri. Penyebab
kepatuhan yang merusak yaitu:
1. Orang - orang yang berkuasa membebaskan orang-orang yang patuh
dari tanggungjawab atas tindakan mereka. “saya hanya menjalankan
perintah”, sering kali dijadikan alasan bila sesuatu yang buruk terjadi.
2. Orang-orang yang berkuasa sering kali memiliki tanda atau lencana
nyata yang menunjukan status mereka. Hal ini menimbulkan norma
“patuhilah orang yang memegang kendali”. Norma ini adalah norma
yang kuat, dan bila kita dihadapkan dengannya, sebagian besar orang
merasa sulit untuk mematuhinya.
3. Adanya perintah bertahap dari figure otoritas. Perintah awal mungkin
saja meminta tindakan yang ringan beru selanjutnya perintah untuk
melakukan tindakan yang berbahaya.
4. Situasi yang melibatkan kepatuhan bisa berubah cepat. Cepatnya
perubahan ini menyebabkan kecenderungan meningkatnya kepatuhan.
Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kepatuhan yang
merusak:
a. Individu yang dihadapkan pada perintah dari figure otoritas dapat
diingatkan bahwa merekalah yang akan bertanggungjawab atas
kerusakan apapun yang dihasilkan bukan pihak otoritas.
b. Individu dapat disadarkan bahwa melebihi suatu titik tertentu, maka
benar-benar mematuhi perintah yang merusak adalah tidak layak.
c. Individu dapat lebih mudah untuk melawan figure otoritas jika mereka
mempertanyakan keahlian dan motif dari figure-figure tersebu.
d. Cukup dengan mengetahiu kekuatan yang dimiliki figure otoritas untuk
dapat memerintahkan kepatuhan buta bisa membantu melawan
pengaruh itu sendiri.
D. Indoktrinasi Intensif
Indoktrinasi Intensif adalah suatu proses yang dilalui individu untuk
menjadi anggota suatu kelompok ekstrem dan menerima belief serta aturan-
aturan dari kelompok tersebut tanpa banyak bertanya. Tindakan ini lebih
berjalan secara psikologi atau verbal dibanding secara atau fisik. Proses ini
melalui beberapa tahap:
a. Tahap melunakkan/softening-up. Tahap dimana seseorang diisolasi,
dibuat bingung, lelah, tidak memiliki orientasi, dan menjadi emosional.
b. Tahap kesepakatan. Tahap dimana seseorang mengiyakan belief dan
aktif sebagai anggota. Dengan diiming-imingi penebusan dari rasa
bersalah dan penderitaanya yang dialami pada tahap pertama.
c. Tahap internalisasi. Tahap dimana seseorang sungguh-sungguh
meyakini kelompok tersebut. Orang tersebut akan benar-benar yakin
dan bersedia melakukan apapun untuk keyakinannya itu.
d. Tahap konsolidasi. Tahap dimana anggota dari kelompok ekstrem
tersebut melakukan tindakan besar untuk tujuan terselubung dari
kelompok tersebut.
B. Perilaku Prososial
1. Pengertian Perilaku prososial
Perilaku prososial adalah perilaku yang menguntungkan
penerima bantuan tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi
pemberi bantuan.
Ada 3 ciri orang dikatakan menunjukkan perilaku prososial,
yaitu :
a. Tindakan tersebut berakhir pada dirinya dan tidak menuntut
keuntungan pada pihak pemberi bantuan.
b. Tindakan tersebut dilahirkan secara suka rela.
c. Tindakan tersebut menghasilkan kebaikan.
2. Cara meningkatkan perilaku prososial
a. Menyebarkan penayangan model perilaku sosial.
b. Memberi penekanan terhadap norma-norma prososial.
3. Memberikan pemahaman tentang Superordinate Identity
Pandangan bahwa setiap orang merupakan bagian dari kelompok
manusia secara keseluruhan adalah hal yang perlu dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Motif adalah dorongan yang sudah terikat pada suatu tujuan
.Misalnya, apabila seseorang merasa lapar, itu berarti kita membutuhkan
atau menginginkan makanan.Motif menunjuk hubungan sistematik antara
suatu respon dengan keadaan dorongan tertentu.
Motif sosial adalah motif yang menunjukan bahwa tujuan yang
ingin di capai mempunyai interaksi dengan orang lain.
Empati adalah kemampuan seseorang ikut merasakan atau
menghayati perasaan dan pengalaman orang lain.
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial di mana individu
mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial
yang ada.
Kesepakatan adalah suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi
permintaan langsung dari seseorang kepada orang lain.
Kepatuhan (Obedience) adalah suatu pengaruh sosial dimana
seseorang hanya perlu memerintah satu orang atau lebih untuk melakukan
sesuatu atau beberapa tindakan yang diharapkannya.
DAFTAR PUSTAKA