Soal Komunikasi s2
Soal Komunikasi s2
MATA KULIAH
SOSIOLOGI MEDIA KOMUNIKASI
Dosen :
Disusun oleh :
Laode M. Insan Z
NIM 55208110018
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MAGISTER KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA, 2009
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
Q
No.Dokumen 122.423.4.010.00 Distribusi
Tgl. Efektif 1 Juni 2008 Kaprodi Dosen TU-Prodi
Acuan pembuatan soal: Ditinjau dan diverifikasi oleh: Soal Ujian dibuat Oleh
1. SSAP Pokok Bahasan 1-7
Heri Budianto, M.Si Prof. Dr Burhan Bungin
Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Dosen
Komunikasi
tanggal Tanggal: 2009
1. Jelaskan sejarah perkembangan media dari media pribadi sampai dengan
media massa. Jelaskan pula tahapan perkembangan media komputer!
• Nanti setelah tahu 1951 baru komputer elektronik pertama berhasil secara
komersil dirancang dengan nama UNIVAC oleh Eckert dan Mauchly.
Sumber: Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi,Jakarta. Kencana Prenada Media Group. hal 145
Adapun prospek media masa depan antara lain: Pertama, media informasi
sebagai sarana komunikasi maupun sarana transformasi tidak pernah lepas dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua, media komunikasi dalam studi sosiologi dan
antropologi merupakan kajian tak terpisahkan dalam sistem hubungan antar
anggota masyarakat. Dan, ketiga, teknologi media informasi modern merupakan
konsep yang tak pernah lepas dari peran komputer.
Perkembangan teknologi yang kian pesat tentu memberikan dua hal yang
pasti secara bersamaan akan diperoleh masyarakat. Yaitu bisa membawa
keuntungan kemajuan, namun juga sekaligus dapat memberi dampak yang negatif.
Kedua hal tersebut tentu tidak dapat dipisahkan dan akan selalu seiring. Yang
menjadi persoalan adalah sekarang bagaimana perkembangan teknologi bisa
diambil manfaatnya dan menghindari dampak buruknya. Tentu hal ini pasti
berkaitan dengan bagaimana penggunaan dan penyikapan masyarakat
terhadap perkembangan teknologi? Dalam tataran produk, kemajuan teknologi
akan terus berjalan tanpa mempertimbangkan efek atau dampaknya. Oleh karena
itu pengaturan atau regulasi yang baik dan terlaksana dengan baik, merupakan
salah satu cara untuk mereduksi bahkan menghindari dampak negatif dari
perkembangan teknologi terhadap suatu kehidupan sosial masyarakat.
Jika kita melihat pada landasan awalnya dari “Organisasi Hikmat” atau
yang dikenal dengan Club of Rome, yang terdiri dari sekelompok cendikiawan
Eropa, Amerika dan Jepang. dimana organisasi ini menerbitkan sebuah Buku The
First Global Revolution yang isinya adalah media merupakan salah satu dari tiga
kekuatan utama yang diramalkan mempengaruhi umat manusia di abad ke-21.
Pada akhirnya nanti teknologi komunikasi harus memerlukan platform
pengembangan yang jelas di masa depan.
Persoalan lain yang lebih nampak juga pada bangsa Indonesia, menurut
saya bahwa kemajuan teknologi dunia, belum serta merta oleh bangsa Indonesia
diikuti dengan kemajuan bangsa Indonesia sendiri untuk turut menjadi bagian dari
yang ikut menciptakan kemajuan teknologi. Artinya Indonesia masih lebih
dominan sebagai konsumen, daripada produsen. Sampai dengan saat ini, Indonesia
masih menjadi target konsumen dari negara-negara produsen kemajuan teknologi.
Namun, tentu dimasa sekarang saya yakin dan melihat bahwa bangsa Indonesia
juga sudah mengejar dan ikut berpartisipasi sebagai pihak yang ikut memajukan
teknologi dunia. Dan harus ada penilaian objektif dalam mengkomparasikan
sejauh mana kemajuan Indonesia itu sendiri.
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan juga yaitu bagaimana bangsa
Indonesia menyiapkan diri dalam mengantisipasi dampak negatif dari kemajuan
teknologi, yang berkaitan dengan regulasi dan penerapannya. Jadi pengaruh dari
globalisasi dunia tidak menimbulkan dampak buruk terhadap kemajuan bangsa.
Dengan kata lain bahwa penggunaan teknologi informasi yang semaksimal
mungkin berarti harus juga bisa mengubah pola pikir. Artinya masyarakat kita
harus membawa diri tidak lagi sebagai konsumen penikmat kemajuan teknologi,
namun juga sebagai pencipta kemajuan teknologi. Walaupun kita tahu bahwa
mengubah pola pikir merupakan hal yang teramat sulit dilakukan, karena pada
dasarnya “people do not like to change”, tapi saya yakin jika pemerintah bisa
mengatur ini dengan baik, maka kita tidak kalah cerdas dan mampu menjadi
bagian dari pihak yang menciptakan kemajuan teknologi. Bila saat ini dunia maju
dan negara-negara tetangga Indonesia sudah memiliki komitmen khusus untuk
mengambil bagian dalam penciptaan komponen-komponen sistem informasi,
maka bangsa kita juga harus menjadi bagian yang ikut andil menciptakan.
Dengan begitu kita tidak lagi sekedar menjadi target atau istilah para
pebisnis di bidang teknologi yaitu ‘menjadi sampah elektronik’ dari negara-
negara maju. Dan untuk hal itu diperlukan “ Willingness to change”, dari seluruh
masyarakat. Pemerintah sebagai pengatur harus bisa menata hal tersebut, yang
berkaitan dengan banyak aspek. Maka penataan secara menyeluruh dan
komprehensif sangat diharuskan oleh bangsa ini. Tanpa itu, sangat mustahil bagi
bangsa Indonesia untuk menjadi bagian dari pihak yang menciptakan teknologi,
dan bisa akan terus menjadi konsumen saja.
Konstruksi sosial di mulai dari penciptaan agenda media massa : antara lain
berupa agenda media dan agenda masyarakat. Sedangkan penciptaan agenda media
massa sendiri mencakup -bentuk konstruksi sosial yang dilakukan melalui media
massa, -media massa juga adalah konstruksi sosial, -serta pesan media dan media
adalah konstruksi sosial.
Jika kita bermula dari paradigma sosiologi George Ritzer (Bungin, 2006:5),
maka kajian ini antara lain sejalan dengan paradigma definisi sosial yang mengakui
manusia adalah aktor yang kreatif dalam realitas sosialnya. Dalam paradigma
komunikasi, hasil kajian ini memperkuat constructivism paradigm di mana realitas
sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dimana kebenaran suatu realitas sosial
bersifat relatif. Dalam penjelasan ontologis, realitas sosial yang dikonstruksi itu
berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Sedangkan
dalam konteks epistemologi, pemahaman tentang suatu realitas, merupakan
produk interaksi antara peneliti dengan objek yang diteliti.
Jika kita berbicara tentang konstruksi sosial media massa dalam konteks
hubungannya dengan peledakan bom pada Hotel di Jakarta tentu secara tidak
langsung memiliki keterkaitan. Secara sederhana saya ingin mengulasnya dengan
mengklasifikasikannya atau memetakannya dalam beberapa hal yang bisa kita lihat
yaitu peristiwa peledakan bom, media massa, masyarakat (yang memiliki
keterkaitan dengan konstruksi sosial media massa):
Media massa merupakan pemain utama dalam terciptanya suatu konstruksi
sosial. Peristiwa peledakan bom itu merupakan suatu berita atau informasi .
Dan sebagaimana kita ketahui bahwa produk dari sebuah media massa adalah
informasi, yang akan disebarkan ke masyarakat. Dari penyebaran informasi
itu akan terciptalah suatu realitas yang bermacam-macam di benak pemirsa atau
masyarakat yang mengkonsumsi informasi tersebut. Jika berdasarkan penjelasan
sederhana tersebut, saya kira sudah sangat jelas bahwa konstruksi sosial memiliki
hubungan dengan peledakan bom di Jakarta.
Lalu apa yang menjadi realitas di benak masyarakat? Tentu bisa banyak hal
atau banyak aspek yang saling berkaitan. Namun saya kira yang paling banyak atau
menyeluruh adalah lebih tertuju tentang siapa dalang atau pelaku dari peledakan
bom tersebut? Bisa jadi pula akan muncul realitas (belum menjadi realitas sosial)
mengenai pengindikasian pelaku pada agama juga. Dua hal itu saja sudah bisa
terbentuk berdasarakan media massa yang menyebarkan informasi, dan secara
tidak langsung dapat mengkonstruksi pikiran masyarakat terhadap peristiwa
tersebut.
lingkungan
budaya
pandangan terhadap produk
pengetahuan tentang dunia periklanan
kecanggihan teknologi media elektronika dan klien.
Lalu bagaimana peristiwa peledakan tersebut bisa menjadi materi media
massa dalam melakukan kegiatannya yang secara tidak langsung juga telah
melakukan sebuah konstruksi sosial? Bukankah banyak peristiwa lain yang bisa
menjadi informasi media? Untuk hal ini saya kira kita perlu memahami kembali
apa yang menjadi pijakan atau acuan media dalam memproduksi sebuah informasi.
Ternyata ada hal yang sangat penting diketahui, yaitu”
Pertama, bahwa media massa selalu fokus dengan berbagai isu penting yang
terjadi setiap hari (yang senantiasa dipantau oleh media). Tingginya nilai berita
atas suatu peristiwa yang terjadi merupakan salah satu faktor kuat atau menjadi
daya tarik kuat bagi media massa dalam memproduksi informasi. Dalam hal
peledakan bom, tentu merupakan peristiwa penting dan global, karena
menyangkut masalah terorisme. Karena itulah hal ini menjadi sangat penting bagi
media.
Kedua, media massa juga concern pada fokus informasi yang sifatnya
menyentuh perasaan banyak orang, yaitu persoalan-persoalan sensitivitas,
sesualitas, maupun kengerian. Sensitivitas menyangkut persoalan-persoalan
sensitif di masyarakat seperti isu-isu yang meresahkan masyarakat atau agama
tertentu. Sesualitas, yaitu yang berhubungan dengan seks, aurat, syahwat, maupun
aktivitas yang berhubungan dengan objek-objek itu, sampai dengan masalah-
masalah pornomedia.
Sangat jelas yang sangat diuntungkan adalah para pemilik modal. Apalagi
pada media yang melakukan diversity of ownership, memiliki beberapa media.
Kembali lagi pada persoalan kapitalisme media massa. Mereka inilah pada
akhirnya yang mendapat keuntungan secara finansial dari proses pemberitaannya.
Konstruksi yang relatif tidak berbeda juga terjadi pada saat kampanye Pilpres.
Siapa yang diuntungkan, ya para pemilik modal, sekelompok orang yang memiliki
uang dalam jumlah besar, bahkan tak terbatas. Mereka-mereka inilah pada
akhirnya menjadi orang, sekelompok orang, institusi, organisasi dan sebagainya
yang menjadi pihak yang paling beruntung dan diuntungkan. Keuntungan bagi
para pemilik modal, dan bisa jadi kerugian bagi masyarakat.
Dalam realitas media yang dikonstruksi oleh media massa memiliki dua
model. Model pertama adalah peta analog, dan kedua adalah model refleksi
realitas. Model peta analog adalah model di mana realitas sosial dikonstruksi oleh
media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas terjadi secara
rasional. Sedangkan model refleksi realitas model yang merefleksikan suatu
kehidupan yang terjadi dengan merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi
di dalam masyarakat.
Sebuah konstruksi realitas yang dibangun berdasarkan konstruksi sosial
media massa, seperti sebuah analogi kejadian yang seharusnya terjadi, bersifat
rasional, dan dramatis. Realitas terkonstruksi begitu dahsyat karena pemberitaan
itu lebih cepat diterima oleh masyarakat luas. Lebih luas jangkauan
pemberitaannya, sebaran merata, membentuk opini massa, massa cenderung
terkonstruksi, bahkan opini massa cenderung apriori sehingga mudah
menyalahkan berbagai pihak yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut, serta
opini massa cenderung sinis karena peristiwa itu amat tragis dan seringkali terjadi
dengan kesan terhadap aparat keamanan kita
M
Eksternalisasi Realitas Terkonstruksi;
E
Objektif
D
Objektivasi Lebih Cepat
Subjektif
I Lebih Luas
Sebaran Merata
Membentuk Opini Massa
A Iner-Subjektif
Internalisasi Massa Cenderung Terkonstruksi
Opini Massa Cenderung Apriori
Opini Massa Cenderung Sinis
A
Source Message Chanel Receiver Effects
S
Tahap kedua adalah sebaran konstruksi; pada tahap ini strategi media
massa sangat menentukan. Walaupun konsep konkret strategi sebaran media
masing-masing berbeda. Media elektronik, terutama televisi memiliki konsep real
time yang berbeda dengan media cetak. Setelah bom meledak di Ritz Carlton dan
Marriot, hampir semua stasiun tv menyiarkan langsung (live) dari lokasi kejadian.
Berbabagi pihak diwawancara, berbagai sisi peristiwa dan kemungkinan-
kemungkinan diungkap dengan berbagai macam pola liputan. Demikian juga
dengan media cetak, walaupun konsep real time-nya bersifat tertunda, namun
ditopang oleh aktualitas dan liputan pemberitaan yang lebih mendalam.
Tahap terakhir, adalah tahap konfirmasi ; pada tahap ini media massa
maupun khalayaknya memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya
untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media massa, tahap ini
perlu dan sangat penting sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap
alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi khalayak media, tahapan ini juga
sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa mereka terlibat dan bersedia hadir
dalam proses konstruksi sosial.