Anda di halaman 1dari 25

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH
SOSIOLOGI MEDIA KOMUNIKASI

Dosen :

Prof. Dr. Burhan Bungin, M.Si

Disusun oleh :

Laode M. Insan Z
NIM 55208110018

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MAGISTER KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA, 2009
UNIVERSITAS MERCU BUANA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KOMUNIKASI
Q
No.Dokumen 122.423.4.010.00 Distribusi
Tgl. Efektif 1 Juni 2008 Kaprodi Dosen TU-Prodi

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2008/2009

Mata Kuliah/SKS : Sosiologi Media Komunikasi / 3 SKS


Hari/Tanggal : Sabtu, 25 Juli 2009
Waktu : 150 menit
Sifat Ujian : Take Home Test
Dosen : Prof. Dr. Burhan Bungin, M.Si
Soal :

1. Jelaskan sejarah perkembangan media dari media pribadi sampai


dengan media massa. Jelaskan pula tahapan perkembangan media
komputer.

2. Jelaskan skema perkembangan sejarah teknologi dana peradaban


umat manusia, jelaskan pula sampai dimana bangsa Indonesia.

3. Jelaskan konstruksi sosial media massa dan hubungannya dengan


peledakan di beberapa Hotel di Jakarta akhir-akhir ini. Bagaimana
konstruksi sosialnya dan siapa yang diuntungkan. Bedakan pula
konstruksi sosial yang dibuat selama kampanye PILPRES lalu, siapa
yang diuntungkan dari siapa yang mengkonstruksi media?

4. Jelaskan posisi pentingnya konstruksi sosial media massa dalam


sebuah perencanaan komunikasi, jelaskan agen-agennya dan
bagaimana proses terjadinya konstruksi sosial media massa.

Acuan pembuatan soal: Ditinjau dan diverifikasi oleh: Soal Ujian dibuat Oleh
1. SSAP Pokok Bahasan 1-7
Heri Budianto, M.Si Prof. Dr Burhan Bungin
Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Dosen
Komunikasi
tanggal Tanggal: 2009
1. Jelaskan sejarah perkembangan media dari media pribadi sampai dengan
media massa. Jelaskan pula tahapan perkembangan media komputer!

Berbicara tentang sejarah perkembangan media, baik itu media pribadi


hingga media massa, maka tentu tidak bisa terlepas dari sejarah perkembangan
komunikasi dan kehidupan manusia itu sendiri. Berawal dari adanya sejarah
kehidupan manusia itulah sehingga muncul sejarah perkembangan media, sebab
perkembangan media itu sendiri pada kenyataannya memang tidak bisa lepas dari
kehidupan manusia yang merupakan pemain atau pelaku yang menjadikan media
bisa muncul dan berkembang. Artinya karena keberadaan sejarah kehidupan
manusia-lah sehingga muncul media yang terus berkembang dari waktu ke waktu.

Riwayat komunikasi dan Sejarah Kemanusiaan.


Menurut Nordenstreng dan Varis, ada empat titik penentu yang utama dalam
sejarah komunikasi manusia, yaitu:
1. Ditemukannya bahasa sebagai alat interaksi tercanggih manusia
2. Berkembangnya seni tulisan dan berkembangnya kemampuan bicara manusia
menggunakan bahasa
3. Berkembangnya kemampuan reproduksi kata-kata tertulis ( written words)
dengan menggunakan alat pencetak, sehingga memungkinkan terwujudnya
komunikasi massa yang sebenarnya
4. Lahirnya komunikasi elektronik, mulai dari telegraf, telepon, radio, televisi
hingga satelit.
Dari empat aspek tersebut, kemudian manusia berkembang bersama semua
aspek kehidupan manusia yang membedakannya dengan mahluk lainya, yaitu
manusia mampu berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan
bahasa dan simbol-simbol visual lainnya. Kemudian manusia mampu
menafsirkan bahasa dan simbol-simbol berdasarkan persepsi dirinya
maupun berdasarkan persepsi orang lain. Manusia mampu belajar
menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya serta menciptakan alat
(teknologi) yang diperlukan dalam mengatasi lingkungannya.
Dalam sejarah masyarakat manusia menandakan penggunaan komunikasi
oleh manusia untuk mengatasi jarak yang lebih jauh satu dengan yang lainnya,
yang tak mungkin dicapai hanya dengan berbicara dalam jarak normal. Misalnya
seperti pada waktu sekitar 500 tahun sebelum Masehi, Raja Persia Darius
menempatkan prajuritnya di setiap puncak bukit lalu saling berteriak satu sama
lain, sehingga jarak 450 mil dapa diliput selama dua hari. Termasuk juga
digunakannya beduk atau kentungan untuk menyampaikan pesan agar kedengaran
hingga jarak yang cukup jauh. Namun ternyata kemampuan manusia melakukan
komunikasi secara oral ini lama-kelamaan mengalami kendala ketika manusia
semakin banyak dan tempat manusia satu dengan lainnya semakin jauh. Mulai
muncul kebutuhan dan transisi untuk berkembang menjadi media massa.

Periode Media pribadi

Dari keempat aspek sejarah komunikasi manusia sebagaimana yang


disebutkan sebelumnya maka menurut saya bahwa media pribadi itu berawal dari
ditemukannya bahasa sebagai alat interaksi tercanggih manusia. Lalu diikuti
dengan berkembangnya seni tulisan dan berkembangnya kemampuan bicara
manusia menggunakan bahasa. Pada tataran ini, saya menganggap bahwa media
massa belum ada dan tentu belum berkembang. Sehingga bahasa sebagai alat
interaksi tercanggih masih dianggap sebagai media pribadi. Dalam hal ini saya
memaknai bahwa media pribadi adalah media yang sifatnya personal, belum atau
tidak tersebar secara luas hingga menjadi konsumsi bersama oleh sekelompok
manusia. Hal ini tentu juga menyangkut aspek penggunaannya.
Selain itu, saya juga menganggap bahwa hal tersebut sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Everett M. Rogers bahwa dalam hubungan komunikasi di
masyarakat dikenal empat era komunikasi, yaitu era tulis, era media cetak, era
media telekomunikasi, dan era media komunikasi interaktif. Dan berdasarkan apa
yang dijelaskan Rogers, masyarakat percaya bahwa perkembangan teknologi media
dimulai dari era media tulis dan era cetak. Media tulis berperan untuk
menandakan sebuah kebudayaan mulai dikenal oleh umat manusia dalam bentuk
media tulis yang tersimpan dan terarsip dalam segala bentuk. Namun tuntutan
perkembangan zaman ternyata memaksa lahirnya media secara lebih luas lagi bagi
masyarakat, sehingga penggunaan media menjadi konsumsi umum.

Periode Media massa

Jika dikaitkan dengan penjabaran mengenai sejarah komunikasi manusia,


maka masa transisi dan peralihan dari media pribadi ke media massa adalah ketika
telah berkembangnya kemampuan reproduksi kata-kata tertulis (written
words) dengan menggunakan alat pencetak, sehingga memungkinkan
terwujudnya komunikasi massa yang sebenarnya. Setelah itu masuk pada masa
dimana telah terjadi lahirnya komunikasi elektronik, mulai dari telegraf, telepon,
radio, televisi hingga satelit.
Jika kita berbicara tentang media massa, maka pengertian sederhana yang
diketahui adalah bahwa media massa itu merupakan media yang aksesnya dapat
diketahui dan digunakan oleh orang banyak, misalnya era tulis dan cetak yang
menghasilkan informasi yang kemungkinan besar dapat diketahui secara lebih luas
oleh masyarakat, tidak lagi sebatas media pribadi. Menurut saya pada era media
tulis dan cetak inilah media massa mulai dikenal dan berkembang. .
Berbagai macam temuan budaya tulis umat manusia diberbagai bangsa di dunia
dapat ditemukan dalam bentuk relief, grafik, ukiran, tanda, dan simbol yang
dibuat pada dinding-dinding bangunan, batu, kayu, pohon, pelepah pohon
maupun daun dan sebagainya.
Periodisasi perkembangan media massa itu juga terjadi dan berlangsung
secara bertahap. Misalnya ketika Gutenberg menemukan mesin cetak pada tahun
1450, barulah muncul sejumlah suratkabar. Teknologi mesin cetak dan media
cetak bertahan sekitar empat abad, baru kemudian radio telegraf ditemukan oleh
Marconi dan ia mendirikan perusahaan telegraf tanpa kawat pada tahun 1897.
Masyarakat secar terbatas mulai mengenal teknologi informasi jarak jauh. Pada
saat itu ketika masyarakat diperkenalkan dengan dunia pecitraan yang mulai
sempurna. Telegraf kemudian dikembangkan oleh Graham Bell menjadi telepon.
Penemuan ini sebuah pertanda akan lahirnya era telekomunikasi dengan
kemampuan melahirkan teknologi informasi super cepat di mana Alexanderson
(1914) menamakannya dengan radio.
Perkembangan itu ternyata terus bergerak maju dalam periode tertentu.
Misalnya saja pada teknologi radio yang ternyata tak mampu bertahan lama
sebagaimana teknologi cetak karena Farnsworth kemudian pada tahun 1927
menemukan televisi, maka dunia penitraan materi mulai disempurnakan menjadi
benar-benar sempurna. Namun penemuan itu tidak bertahan lama, karena
akhirnya teknologi digital telepon dapat digabung dengan televisi sehingga lahir
komputer yang kemudian juga terus berkembang sangat cepat dari waktu ke
waktu. Lahirnya era komunikasi interaktif ditandai dengan terjadinya diversifikasi
teknologi informasi dengan bergabungnya telepon, radio, komputer, dan televisi
menjadi satu dan menandai teknologi yang disebut dengan internet.
Perkembangan itu terus menerus mengalami kemajuan dan tidak statis. Bahkan
seakan membentuk sel-sel produk baru dari setiap kemajuan teknologi. Termasuk
juga pada fungsinya, baik itu sebagai media komunikasi antarpribadi, media
penyimpanan, media transmisi, maupun perkembangan sistem dan tujuannya.

Tahapan Perkembangan komputer


Berbicara tentang perkembangan komputer seperti membahas dan
mengamati sebuah kendaraan yang terus melaju tanpa henti. Pada saat kita
mencermati perkembangannya dalam kurun periode tertentu, ternyata dalam
waktu cepat ia telah mengalami perubahan yang lebih cepat lagi. Dan semakin
lama, perkembangan itu seakan tak berjarak lagi.
Dapat kita cermati misalnya ketika tahun 1679 dimana notasi biner
pertama kali dirancang dan menjadi dasar bagi semua bahasa komputer. Sejak awal
penemuan biner tersebut, terjadi perkembangan terus menerus dan rentang
waktunya semakin lama semakin cepat. Bahkan variannya pun semakin beragam
dan canggih dengan berbagai komponen-komponen di dalamnya.
Sampai pada akhirnya perkembangan itu tidak hanya pada materi atau alat
dari komputer itu sendiri, melainkan juga terjadi perkembangan fungsi dan tujuan
pembuatannya, atau sering kita kenal dengan manajemen teknologi informasi. Jadi
ada dua hal yang mencakup perkembangannya, yaitu perkembangan dari alat atau
produknya itu sendiri, juga perkembangan fungsi atau tujuan penggunaannya.
Yang justru pada akhirnya juga telah menimbulkan kompetisi atau persaingan
dengan orientasi bisnis. Pada tahap ini, bagi produsen maka yang menjadi
perhatian pengamatan secara lebih dominan adalah bukan lagi berbicara dalam
tataran seperti apa produknya, namun lebih melihat kepada bagaimana persaingan
bisnis dilakukan.
Secara rinci dapat kita lihat garis besar perkembangan komputer, sebagai
berikut, dimana ada Era Perkembangan Komputerisasi, yang tiap era mempunyai
karakteristik masing-masing dan secara langsung maupun tidak langsung memiliki
hubungan yang erat dengan alam kompetisi dunia usaha, baik secara mikro
maupun makro. Fase tersebut antara lain:
• Fase yang paling menentukan dalam revolusi komputer adalah pengembangan
notasi biner di tahun 1679, dimana notasi biner ini adalah dasar bagi semua bahasa
komputer.

• Nanti setelah tahu 1951 baru komputer elektronik pertama berhasil secara
komersil dirancang dengan nama UNIVAC oleh Eckert dan Mauchly.

• Perkembangan teknologi komputer yang sedemikian cepatnya telah membawa


dunia memasuki era baru yang lebih cepat dari yang pernah dibayangkan
sebelumnya. Setidaknya ada empat era penting sejak ditemukannya komputer
sebagai alat pengolah data sampai dengan era internet saat komputer menjadi
senjata utama dalam komputerisasi.

Tabel Era Perkembangan Komputerisasi

No PERIODE ERA TAHUN ARAH PEMANFAATAN

Pemakaian komputer untuk meningkatkan


I Era Komputerisasi 1960-an
efisiensi

Kegunaan komputer bukan hanya untuk


meningkatkan efisiensi, tapi juga untuk
II Era Teknologi Informasi 1970-an
mendukung terjadinya proses kerja yang lebih
efektif

III Era Globalisasi Informasi 1980-an Komputer sebagai media informasi


IV Era Sistem Informasi 1980/1990-an Manajemen Perubahan (change management)

Sumber: Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi,Jakarta. Kencana Prenada Media Group. hal 145

Tetapi dalam perkembangan teknologi komunikasi yang sedemikian


pesatnya itu, ada hal-hal lain yang harus dipahami pula. Ternyata perkembangan
tersebut tidak selalu sejalan dengan penyebaran perkembangan teknologi
tersebut. Artinya bahwa yang harus dipahami yaitu tidak semua negara-negara di
dunia telah memasuki pemanfaatan komputer yang dicirikan oleh era keempat,
selain negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Australia, Jerman, Inggris, dan
negara-negara besar yang lainnya. Padahal mengetahui trend perkembangan
teknologi informasi akan membantu manajemen dalam menyusun strategi
perusahaannya untuk bersaing.

Walaupun begitu jika kita melihat pada kenyataannya, bahwa ternyata


salah satu penyebab utama terjadinya era globalisasi yang datangnya lebih cepat
dari dugaan semua pihak adalah karena perkembangan pesat teknologi informasi.
Implementasi internet, electronic commerce, electronic data interchange, virtual
office, telemedicine, intranet, dan sebagainya telah menerobos batas-batas fisik
antarnegara. Penggabungan antara teknologi komputer dan telekomunikasi telah
menghasilkan suatu revolusi di bidang sistem informasi. Kecepatan mengirim data
yang hanya dihitung dgn hitungan detik. Bahkan kecepatan mengirimkan data
dan suara sekaligus dalam satu kabel, telah membuat revolusi besar dalam
teknologi informasi

2. Jelaskan skema perkembangan sejarah teknologi dana peradaban umat


manusia, jelaskan pula sampai dimana bangsa Indonesia.

Peradaban umat manusia dan sejarah teknologi;

Riwayat perkembangan teknologi pada dasarnya sejalan dengan sejarah


kehidupan manusia itu sendiri. Berkembangnya keempat titik penentu dalam
sejarah komunikasi merupakan puncak prestasi peradaban umat manusia. Dari
semua aspek kehidupan manusia yang membedakannya dengan mahluk lainnya
yaitu: (1) manusia mampu berkomunikasi dengan mahluk lain menggunakan
bahasa dan simbol-simbol visual lainnya. Dalam teori interaksi simbolis, dikatakan
bahwa bentuk interaksi manusia semacam ini merupakan bentuk interaksi terumit
dan tercanggih yang pernah dimiliki oleh mahluk manapun di bumi. (2) manusia
mampu menafsirkan bahasa dan simbol-simbol berdasarkan persepsi dirinya
maupun berdasarkan persepsi orang lain. Kemampuan ini merupakan puncak dari
kemampuan akal dan hati nurani manusia yang tidak pernah diberikan Tuhan
kepada mahluk apapun di dunia. (3) Manusia mampu belajar menyesuaikan
dirinya dengan alam sekitarnya serta menciptakan dan menggunakan alat
(teknologi) yang diperlukan dalam mengatasi lingkungannya.
Dalam sejarah masyarakat manusia menandakan penggunaan komunikasi
oleh manusia untuk mengatasi jarak yang lebih jauh antara satu dengan lainnya,
yang tak mungkin dicapai hanya dengan berbicara dalam jarak yang normal. Sejak
zaman pra sejarah, manusia menyampaikan sesuatu yang ditemukannya kepada
manusia lain, atau mereka menyampaikan peringatan bila ada bahaya kepada
manusia lain, menyampaikan adanya ancaman alam, binatang buas, bahkan
adanya ancaman dari manusia lain dan sebagainya.
Kehidupan manusia sehari-hari juga pada dasarnya merupakan terapan
ilmu dan teknologi, baik yang dikembangkan secara sadar maupun tidak.
Pengembangannya secara sadar menyebabkan terapan teknologi menimbang
berbagai ilmu dan pengetahuan kehidupan kemanusiaan lainnya seperti: ekonomi,
sosial, politik, budaya dan agama. Dalam proses perkembangan ilmu dan teknologi
sepanjang sejarah kehidupan kemanusiaan ditunjukkan adanya fenomena
dialektika.

Peta teknologi mengenal adanya enam komponen teknologi yang saling


terkait yang dapat menjelaskan tingkat kecanggihan pemanfaatan suatu teknologi,
yaitu mencangkup: teknologi (technoware), organisasi (orgaware), tenaga kerja
(humanware), informasi tentang teknologi yang dimiliki ( inforware), citra teknologi dan
pemanfaatan/kegunaan teknologi.

Kemampuan inovasi Fasilitas terintegrasi


Kemampuan meningkatkan Mesin berkomputer
Kemampuan mengadaptasi Mesin otomatis
Kemampuan reproduksi Mesin khusus
Kemampuan memperbaiki Mesin serbaguna
Kemampuan mengeset Perangkat digerakkan mesin
Kemampuan operasional Peralatan manual
Humanware Technoware
Orgaware Infoware

Keterkaitan individual Terbiasa dengan fakta-fakta


Keterkaitan kolektif Menjelaskan fakta-fakta
Keterkaitan bidang Menspesifikasikan fakta-fakta
Keterkaitan perusahaan Menggunakan fakta-fakta
Keterkaitan industri Memahami fakta-fakta
Keterkaitan nasional Menggenaralisasi fakta-fakta
Kerkaitan global Menilai fakta-fakta

Definisi Teknologi Komunikasi-Informasi-Telematika;

Alter (1992), teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat


lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti
menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau
menampilkan data. Martin (1999) mendefinisikan teknologi informasi tidak hanya
terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang
digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga
mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi.

Haag, dkk (2000) membagi teknologi Komunikasi informasi menjadi 6


kelompok, yaitu : Teknologi masukan ( input technology). Teknologi keluaran
(output technology). Teknologi perangkat lunak (software technology). Teknology
penyimpan (storage technology). Teknologi telekomunikasi (telecommunication
technology). Mesin pemroses (processing machine) atau lebih dikenal dengan
istilah CPU.

Lingkup Teknologi Komunikasi-Informasi;

Teknologi Komunikasi-informasi dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:


perangkat lunak (software) dan perangkat keras ( hardware). Perangkat keras
menyangkut peralatan-peralatan yang bersifat fisik, seperti memori, printer, dan
keyboard. Perangkat lunak terkait dengan instruksi-instruksi untuk mengatur
perangkat keras agar bekerja sesuai dengan tujuan instruksi-instruksi tersebut.

Data, Informasi dan Pengetahuan;


Jika dijabarkan secara konseptual, data adalah deskripsi tentang benda,
kejadian, aktivitas, dan transaksi, yang tidak mempunyai makna atau tidak
berpengaruh secara langsung kepada pemakai. Data dapat berupa nilai yang
terformat, teks, citra, audio, dan video. McFadden, dkk (1999): informasi sebagai
data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan
seseorang yang menggunakan data tersebut. Shannon dan Weaver (Kroenke,
1992), Informasi adalah “jumlah ketidakpastian yang dikurangi ketika sebuah
pesan diterima”. Artinya, dengan adanya informasi, tingkat kepastian menjadi
meningkat. Davis (1999), informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah
bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfat dalam pengambilan
keputusan saat ini atau saat mendatang.

Media Masa Depan;

Platformmedia komputer-terminal media. Ada 3 (tiga) hal utama di masa


depan: Pertama, jaringan nir-kabel ber-bandwith lebar (Bluetooth, Edge,
Infrared). Kedua, komputer notebook multimedia, dan ketiga, komputer jaringan
nir-kabel multimedia genggam. Media masa depan mencakup; realita maya/ virtual
reality (VR), media aroma, media rasa dan median sentuhan. Dengan
perkembangan komputer, jaringan serta bioteknologi komunikasi lewat aroma,
rasa dan sentuhan dapat diciptakan selain keenam media.

Adapun prospek media masa depan antara lain: Pertama, media informasi
sebagai sarana komunikasi maupun sarana transformasi tidak pernah lepas dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua, media komunikasi dalam studi sosiologi dan
antropologi merupakan kajian tak terpisahkan dalam sistem hubungan antar
anggota masyarakat. Dan, ketiga, teknologi media informasi modern merupakan
konsep yang tak pernah lepas dari peran komputer.

Pengaruh Media di Masa Depan;

Perkembangan teknologi yang kian pesat tentu memberikan dua hal yang
pasti secara bersamaan akan diperoleh masyarakat. Yaitu bisa membawa
keuntungan kemajuan, namun juga sekaligus dapat memberi dampak yang negatif.
Kedua hal tersebut tentu tidak dapat dipisahkan dan akan selalu seiring. Yang
menjadi persoalan adalah sekarang bagaimana perkembangan teknologi bisa
diambil manfaatnya dan menghindari dampak buruknya. Tentu hal ini pasti
berkaitan dengan bagaimana penggunaan dan penyikapan masyarakat
terhadap perkembangan teknologi? Dalam tataran produk, kemajuan teknologi
akan terus berjalan tanpa mempertimbangkan efek atau dampaknya. Oleh karena
itu pengaturan atau regulasi yang baik dan terlaksana dengan baik, merupakan
salah satu cara untuk mereduksi bahkan menghindari dampak negatif dari
perkembangan teknologi terhadap suatu kehidupan sosial masyarakat.

Jika kita melihat pada landasan awalnya dari “Organisasi Hikmat” atau
yang dikenal dengan Club of Rome, yang terdiri dari sekelompok cendikiawan
Eropa, Amerika dan Jepang. dimana organisasi ini menerbitkan sebuah Buku The
First Global Revolution yang isinya adalah media merupakan salah satu dari tiga
kekuatan utama yang diramalkan mempengaruhi umat manusia di abad ke-21.
Pada akhirnya nanti teknologi komunikasi harus memerlukan platform
pengembangan yang jelas di masa depan.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa saat ini perkembangan


teknologi informasi dan telematika berada pada situasi anomi, di mana tidak ada
platform yang jelas arah pengembangannya. Hal ini disebabkan karena setiap
negara berlomba-lomba mengembangkan teknologi informasi dan telematika
sesuai dengan pasar nasional maupun internasional. Bahkan perkembangan
teknologi tersebut tanpa uji coba manfaat, resiko dan masalah model, namun
sudah dipasarkan di masyarakat. Dengan kata lain biaya uji coba dibebankan
kepada masyarakat pengguna teknologi itu sendiri. Produsen teknologi informasi
dan telematika bahkan menggunakan masyarakat konsumer sebagai laboratorium
uji coba kelayakan telematika yang diproduksinya.

Sampai di mana bangsa Indonesia?;

Bangsa Indonesia sebagai bagian dari keberadaan elemen masyarakat dunia


tentu juga tidak terlepas dari terpaan globalisasi teknologi. Perkembangan yang
terjadi di dunia global turut serta masuk ke Indonesia dengan cepat tanpa batas.
Dengan kata lain bahwa bangsa Indonesia kini termasuk juga dalam kumpulan
bangsa-bangsa yang mengikuti dan menjalani perkembangan kemajuan teknologi.
Penjelasan singkatnya adalah, jika di zoom out , maka Indonesia termasuk dalam
negara-negara yang mengikuti perkembangan teknologi dunia. Namun ketika di
zoom in , bahwa ternyata pada bangsa Indonesia itu penerapan kemajuan
teknologi belum merata, artinya belum mencakup semua elemen masyarakat,
sebagaimana negara-negara maju di dunia. Ternyata pada bangsa Indonesia sendiri
aspek pemerataan perkembangan teknologi itu sendiri belum menyeluruh, yang
lebih banyak terpusat adalah di daerah kota, atau kota-kota yang telah
berkembang. Sementara kota-kota lainnya yang belum maju, masih cukup
tertinggal dengan daerah lain.

Persoalan lain yang lebih nampak juga pada bangsa Indonesia, menurut
saya bahwa kemajuan teknologi dunia, belum serta merta oleh bangsa Indonesia
diikuti dengan kemajuan bangsa Indonesia sendiri untuk turut menjadi bagian dari
yang ikut menciptakan kemajuan teknologi. Artinya Indonesia masih lebih
dominan sebagai konsumen, daripada produsen. Sampai dengan saat ini, Indonesia
masih menjadi target konsumen dari negara-negara produsen kemajuan teknologi.
Namun, tentu dimasa sekarang saya yakin dan melihat bahwa bangsa Indonesia
juga sudah mengejar dan ikut berpartisipasi sebagai pihak yang ikut memajukan
teknologi dunia. Dan harus ada penilaian objektif dalam mengkomparasikan
sejauh mana kemajuan Indonesia itu sendiri.

Barangkali yang lebih penting adalah bagaimana bangsa Indonesia


menempatkan diri sebagai bagian dari pihak yang ikut menciptakan kemajuan
teknologi, dan secara bersamaan juga terus meningkatkan pemerataan kemajuan
teknologi di seluruh wilayah Indonesia. Jadi perlu ada pembenahan ke dalam dan
ke luar. Sehingga bangsa Indonesia bisa menjadi bagian dari pemain yang
melibatkan semua elemen bangsa, wilayah, untuk terlibat dalam kemajuan
teknologi.

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan juga yaitu bagaimana bangsa
Indonesia menyiapkan diri dalam mengantisipasi dampak negatif dari kemajuan
teknologi, yang berkaitan dengan regulasi dan penerapannya. Jadi pengaruh dari
globalisasi dunia tidak menimbulkan dampak buruk terhadap kemajuan bangsa.
Dengan kata lain bahwa penggunaan teknologi informasi yang semaksimal
mungkin berarti harus juga bisa mengubah pola pikir. Artinya masyarakat kita
harus membawa diri tidak lagi sebagai konsumen penikmat kemajuan teknologi,
namun juga sebagai pencipta kemajuan teknologi. Walaupun kita tahu bahwa
mengubah pola pikir merupakan hal yang teramat sulit dilakukan, karena pada
dasarnya “people do not like to change”, tapi saya yakin jika pemerintah bisa
mengatur ini dengan baik, maka kita tidak kalah cerdas dan mampu menjadi
bagian dari pihak yang menciptakan kemajuan teknologi. Bila saat ini dunia maju
dan negara-negara tetangga Indonesia sudah memiliki komitmen khusus untuk
mengambil bagian dalam penciptaan komponen-komponen sistem informasi,
maka bangsa kita juga harus menjadi bagian yang ikut andil menciptakan.

Dengan begitu kita tidak lagi sekedar menjadi target atau istilah para
pebisnis di bidang teknologi yaitu ‘menjadi sampah elektronik’ dari negara-
negara maju. Dan untuk hal itu diperlukan “ Willingness to change”, dari seluruh
masyarakat. Pemerintah sebagai pengatur harus bisa menata hal tersebut, yang
berkaitan dengan banyak aspek. Maka penataan secara menyeluruh dan
komprehensif sangat diharuskan oleh bangsa ini. Tanpa itu, sangat mustahil bagi
bangsa Indonesia untuk menjadi bagian dari pihak yang menciptakan teknologi,
dan bisa akan terus menjadi konsumen saja.

3. Jelaskan konstruksi sosial media massa dan hubungannya dengan peledakan


di beberapa Hotel di Jakarta akhir-akhir ini. Bagaimana konstruksi
sosialnya dan siapa yang diuntungkan. Bedakan pula konstruksi sosial yang
dibuat selama kampanye PILPRES lalu, siapa yang diuntungkan dari siapa
yang mengkonstruksi media?

Konstruksi sosial media massa:

Konstruksi sosial di mulai dari penciptaan agenda media massa : antara lain
berupa agenda media dan agenda masyarakat. Sedangkan penciptaan agenda media
massa sendiri mencakup -bentuk konstruksi sosial yang dilakukan melalui media
massa, -media massa juga adalah konstruksi sosial, -serta pesan media dan media
adalah konstruksi sosial.

Dalam ilmu sosial, istilah konstruksi atas realitas (social construction of


reality), semakin dikenal sejak adanya pengulasan oleh Peter L. Berger dan
Thomas Luckmann dalam bukunya yang berjudul The Social Construction of
Reality, aTreatise in the Sociological of Knowledge (1966). Berger dan Luckmann
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana
individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan
dialami bersama secara subjektif. Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas
realitas terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi,
objektivasi dan internalisasi. Tiga proses ini terjadi di antara individu satu dengan
individu lainnya dalam masyarakat. Adapun asal usul konstruksi sosial dari filsafat
konstruktivisme dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Dalam aliran
filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa
dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide (Bertens, 1993:
89,86 dalam Bungin 2006: 13.) Dan gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi
setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi,
materi, esensi dan sebagainya.

Namun pendekatan konstruksi sosial Berger dan Luckmann berjalan lambat


dan menjadi tak bermakna lagi manakala masyarakat telah berubah menjadi
masyarakat modern dan postmodern, di mana hubungan sosial antara individu
dengan kelompoknya, pimpinan dengan kelompoknya, orang tua dengan anggota
keluarganya menjadi sekunder-rasional. Hubungan-hubungan sosial primer dan
semi-sekunder hampir tak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan
postmodern.

Sedangkan Posisi “konstruksi sosial media massa” adalah mengoreksi


substansi kelemahan dan melengkapi “konstruksi atas realitas”, dengan
menempatkan seluruh kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan
“konstruksi sosial media massa” atas “konstruksi sosial atas realitas”. Namun proses
simultan yang digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba, namun
terbentuknya proses tersebut melalui beberapa tahap penting. Dari konten
konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa
melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan materi konstruksi; (b)
tahap sebaran konstruksi; (c) tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap
konfirmasi.

Jika kita bermula dari paradigma sosiologi George Ritzer (Bungin, 2006:5),
maka kajian ini antara lain sejalan dengan paradigma definisi sosial yang mengakui
manusia adalah aktor yang kreatif dalam realitas sosialnya. Dalam paradigma
komunikasi, hasil kajian ini memperkuat constructivism paradigm di mana realitas
sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dimana kebenaran suatu realitas sosial
bersifat relatif. Dalam penjelasan ontologis, realitas sosial yang dikonstruksi itu
berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Sedangkan
dalam konteks epistemologi, pemahaman tentang suatu realitas, merupakan
produk interaksi antara peneliti dengan objek yang diteliti.

Hubungan konstruksi sosial media massa dengan peledakan

Jika kita berbicara tentang konstruksi sosial media massa dalam konteks
hubungannya dengan peledakan bom pada Hotel di Jakarta tentu secara tidak
langsung memiliki keterkaitan. Secara sederhana saya ingin mengulasnya dengan
mengklasifikasikannya atau memetakannya dalam beberapa hal yang bisa kita lihat
yaitu peristiwa peledakan bom, media massa, masyarakat (yang memiliki
keterkaitan dengan konstruksi sosial media massa):
Media massa merupakan pemain utama dalam terciptanya suatu konstruksi
sosial. Peristiwa peledakan bom itu merupakan suatu berita atau informasi .
Dan sebagaimana kita ketahui bahwa produk dari sebuah media massa adalah
informasi, yang akan disebarkan ke masyarakat. Dari penyebaran informasi
itu akan terciptalah suatu realitas yang bermacam-macam di benak pemirsa atau
masyarakat yang mengkonsumsi informasi tersebut. Jika berdasarkan penjelasan
sederhana tersebut, saya kira sudah sangat jelas bahwa konstruksi sosial memiliki
hubungan dengan peledakan bom di Jakarta.

Lalu apa yang menjadi realitas di benak masyarakat? Tentu bisa banyak hal
atau banyak aspek yang saling berkaitan. Namun saya kira yang paling banyak atau
menyeluruh adalah lebih tertuju tentang siapa dalang atau pelaku dari peledakan
bom tersebut? Bisa jadi pula akan muncul realitas (belum menjadi realitas sosial)
mengenai pengindikasian pelaku pada agama juga. Dua hal itu saja sudah bisa
terbentuk berdasarakan media massa yang menyebarkan informasi, dan secara
tidak langsung dapat mengkonstruksi pikiran masyarakat terhadap peristiwa
tersebut.

Kita ketahui bahwa tentang penciptaan realitas, merupakan ruang


subyektivitas media massa atau ruang virtual media massa, Teknologi secara
fungsional telah menguasai masyarakat, bahkan pada fungsi yang substansial,
seperti mengatur beberapa sistem norma di masyarakat (Ellul dan Goulet ). Selain
itu dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi menguasai jalan pikiran masyarakat
(secara tidak sengaja meninggalkan kesan dalam pikiran pemirsanya, dikenal
dengan istilah Theater of mind . Di mana gambaran sebuah dunia hanya ada
dalam teknologi media televisi yang dibangun oleh orang media berdasarkan
kemampuan teknologi media elektronika, yang dipengaruhi oleh :

 lingkungan
 budaya
 pandangan terhadap produk
 pengetahuan tentang dunia periklanan
 kecanggihan teknologi media elektronika dan klien.
Lalu bagaimana peristiwa peledakan tersebut bisa menjadi materi media
massa dalam melakukan kegiatannya yang secara tidak langsung juga telah
melakukan sebuah konstruksi sosial? Bukankah banyak peristiwa lain yang bisa
menjadi informasi media? Untuk hal ini saya kira kita perlu memahami kembali
apa yang menjadi pijakan atau acuan media dalam memproduksi sebuah informasi.
Ternyata ada hal yang sangat penting diketahui, yaitu”

Pertama, bahwa media massa selalu fokus dengan berbagai isu penting yang
terjadi setiap hari (yang senantiasa dipantau oleh media). Tingginya nilai berita
atas suatu peristiwa yang terjadi merupakan salah satu faktor kuat atau menjadi
daya tarik kuat bagi media massa dalam memproduksi informasi. Dalam hal
peledakan bom, tentu merupakan peristiwa penting dan global, karena
menyangkut masalah terorisme. Karena itulah hal ini menjadi sangat penting bagi
media.

Kedua, media massa juga concern pada fokus informasi yang sifatnya
menyentuh perasaan banyak orang, yaitu persoalan-persoalan sensitivitas,
sesualitas, maupun kengerian. Sensitivitas menyangkut persoalan-persoalan
sensitif di masyarakat seperti isu-isu yang meresahkan masyarakat atau agama
tertentu. Sesualitas, yaitu yang berhubungan dengan seks, aurat, syahwat, maupun
aktivitas yang berhubungan dengan objek-objek itu, sampai dengan masalah-
masalah pornomedia.

Dalam konteks meledaknya bom di kedua hotel tersebut, media massa


“begitu hebatnya” melakukan konstruksi sosial terhadap peristiwa itu. Bagaimana
prosesnya? Ya tentu melalui penyebaran informasi kepada masyarakat. Dapat
kita lihat bahwa hampir semua jenis media massa dan jaringannya
mengeksposenya sebagai liputan utama, hampir pasti tidak ada sisi dari peristiwa
yang dilewatkan dan terlewatkan oleh liputan media massa, termasuk hubungan
peristiwa itu dengan Pilpres, Jemaah Islamiyah, Nordin M. Top, Ponpes Ngruki,
Detasmen Anti Teror, termasuk ekspose terhadap konfrensi pers Presiden SBY –
beberapa jam setelah meledaknya bom.
Contoh yang bisa kita cermati dan menurut saya juga sangat dekat dengan
konstruksi sosial media massa adalah seperti apa yang dilakukan oleh salah satu
stasiun televisi, yang mengirimkan dua orang reporternya di lokasi kejadian (TKP).
Lalu melakukan pemberitaan langsung dengan melakukan analisa-analisa hasil
pemikiran mereka sendiri. (terlepas dari bahwa analisa atau investigasi mereka itu
sebenarnya kurang tepat menurut saya, sebab tidak berdasarkan banyak data atau
indikasi lain dan berkorelasi seperti halnya yang dilakukan tim penyidik, dan
apalagi mereka hanya lebih mengandalkan kamera cctv lalu menganalisanya, dan
ketika analisa itu keliru mereka bisa saja lempar kesalahan,) Menurut saya, hal ini
telah menjadi salah satu indikasi bahwa media massa melakukan konstruksi sosial,
membentuk realitas pikiran yang secara tidak sengaja membekas pada sebagian
masyarakat. Pemberitaan itu seakan menjadi fakta atau realitas sosial yang
sebenarnya, yang terjadi melalui penggunaan bahasa sebagai salah satu alat
konstruksi realitas. Itulah salah satu bentuk konstruksi sosial media massa.

Konstruksi sosial selama Pilpres.


Jika membandingkan antara kedua peristiwa, yaitu meledaknya bom dan
kegiatan saat pilpres, maka jelas konstruksi sosial yang terjadi pada dua peristiwa
tersebut berbeda. Perbedaannya adalah terletak pada fakta. Jika di peristiwa bom,
sebuah konstruksi itu dibentuk atau terjadi berdasarkan informasi fakta-fakta yang
mendukung atau mengarah dari adanya peristiwa tersebut.

Sedangkan konstruksi sosial selama pilpres adalah lebih kepada


pengemasan suatu informasi yang belum tentu berdasarkan peristiwa nyata atau
kejadian nyata sehingga menjadi suatu informasi yang harus disebarkan. Ada
rekayasa untuk menciptakan suatu realitas dalam benak masyarakat tentang sosok
para capres. Dan rekayasa itu di desain melalui sebuah iklan. Konstuksi itu terjadi
melalui pencitraan. Jika rekayasa, berati bisa jadi kemungkinan informasi itu benar
atau juga bisa salah. Inilah yang sangat membedakan. Dalam pilpres, fakta
peristiwanya itu sendiri masih menjadi tanda tanya apakah benar atau tidak, lalu
disebarkan media sebagai informasi dan nantinya dapat membentuk konstruksi
sosial atas realitas pikiran masyarakat. Sedangkan pada peristiwa bom, faktanya itu
sudah jelas merupakan realitas nyata yang terjadi.

Dari penjabaran sebelumnya jika dicermati secara mendalam, maka


konstruski sosial media massa dalam peristiwa itu, tidak terlepas dari empat tahap
konstruksi yang harus dilakukan, yaitu: (a) tahap menyiapkan materi konstruksi;
(b) tahap sebaran konstruksi; (c) tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap
konfirmasi.

Siapa yang diuntungkan atas konstruksi realitas media massa tersebut?

Sangat jelas yang sangat diuntungkan adalah para pemilik modal. Apalagi
pada media yang melakukan diversity of ownership, memiliki beberapa media.
Kembali lagi pada persoalan kapitalisme media massa. Mereka inilah pada
akhirnya yang mendapat keuntungan secara finansial dari proses pemberitaannya.
Konstruksi yang relatif tidak berbeda juga terjadi pada saat kampanye Pilpres.
Siapa yang diuntungkan, ya para pemilik modal, sekelompok orang yang memiliki
uang dalam jumlah besar, bahkan tak terbatas. Mereka-mereka inilah pada
akhirnya menjadi orang, sekelompok orang, institusi, organisasi dan sebagainya
yang menjadi pihak yang paling beruntung dan diuntungkan. Keuntungan bagi
para pemilik modal, dan bisa jadi kerugian bagi masyarakat.

4. Jelaskan posisi pentingnya konstruksi sosial media massa dalam sebuah


perencanaan komunikasi, jelaskan agen-agennya dan bagaimana proses
terjadinya konstruksi sosial media massa.

Dalam realitas media yang dikonstruksi oleh media massa memiliki dua
model. Model pertama adalah peta analog, dan kedua adalah model refleksi
realitas. Model peta analog adalah model di mana realitas sosial dikonstruksi oleh
media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas terjadi secara
rasional. Sedangkan model refleksi realitas model yang merefleksikan suatu
kehidupan yang terjadi dengan merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi
di dalam masyarakat.
Sebuah konstruksi realitas yang dibangun berdasarkan konstruksi sosial
media massa, seperti sebuah analogi kejadian yang seharusnya terjadi, bersifat
rasional, dan dramatis. Realitas terkonstruksi begitu dahsyat karena pemberitaan
itu lebih cepat diterima oleh masyarakat luas. Lebih luas jangkauan
pemberitaannya, sebaran merata, membentuk opini massa, massa cenderung
terkonstruksi, bahkan opini massa cenderung apriori sehingga mudah
menyalahkan berbagai pihak yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut, serta
opini massa cenderung sinis karena peristiwa itu amat tragis dan seringkali terjadi
dengan kesan terhadap aparat keamanan kita

Sehingga posisi penting konstruksi sosial media massa menjadi variabel


utama dalam sebuah proses perencanaan komunikasi. Tentu saja, perencanaan
komunikasi itu selalu terkait dengan rumusan Harodl D. Lasswell; Who (Siapa
komunikatornya?), Says What (Pesan apa yang dinyatakannya?), In which
channel (Media apa yang digunakannya), To whom (Siapa komunikannya?), With
what effect (Efek apa yang diharapkan?). Artinya, konstruksi sosial media massa
dalam sebuah perencanaan komunikasi tak terlepas pada agenda setting yang
diciptakan oleh media massa dengan mempertimbangkan rumusan yang
ditawarkan Lasswell.

Barangkali penjelasan di atas sangat beralasan (argumentatif) karena proses


dan tahapan konstruksi realitas sosial yang dilakukan oleh media secara tidak
langsung merupakan tahapan mengkomunikasikan sebuah realitas atau pesan
(message) kepada khalayaknya untuk dimaknai secara simultan, di mana mereka –
khalayak – adalah bagian yang tak terpisahkan dari berlangsung proses konstruksi
realitas tersebut. Atau dengan kata lain, media massa, berikut fungsi-fungsinya,
visi-misinya, dan target-target pencapaian tujuan-tujuan strategisnya adalah
produk perencanaan komunikasi, khususnya komunikasi massa.

Konstruksi realitas sosial yang dilakukan oleh media, secara sosio-psikologis


adalah dasar utama bagi aktivitas media massa untuk melakukan upaya tindak
lanjut dalam melanggengkan tujuan-tujuannya pada tahap lanjut di masa depan.
Eksistensi media massa dibangun dalam proses yang berulang-ulang melalu
konstruksi, dan konstruksi media massa atas sebuah realitas bermula dan berjalan,
dan selanjutnya berkembang untuk membuat langkah baru serta di langgengkan
dalam sebuah proses pengolahan dalam “kawah” perencanaan komunikasi,
termasuk hitungan untung rugi dalam perspektif kepentingan pemilik modal.
Karena itu, menurut saya, inilah substansi ( content) nilai penting suatu proses
konstruksi sosial media massa dalam suatu perencanaan komunikasi.

Agen-agen konstruksi sosial media massa adalah para pemilik modal,


pemimpin redaksi, editor, redaktur, wartawan, copywriter, dan visualiser serta
orang-orang yang terlibat secara signifikan dalam aktivitas media massa dan dalam
institusi media massa. Sedangkan proses terjadinya konstruksi sosial media massa,
jika ditilik dari konten konstruksi sosial media massa, paling tidak ditandai oleh
tahap-tahapan sebagai berikut: (a) tahap menyiapkan materi konstruksi; (b) tahap
sebaran konstruksi; (c) tahap pembentukan konstruksi; dan (d) tahap konfirmasi.

Bagan Konstruksi Sosial Media Massa

P ROS E S SOS IA L S I MU LTA N

M
Eksternalisasi Realitas Terkonstruksi;
E
Objektif
D
Objektivasi Lebih Cepat
Subjektif
I Lebih Luas
Sebaran Merata
Membentuk Opini Massa
A Iner-Subjektif
Internalisasi Massa Cenderung Terkonstruksi
Opini Massa Cenderung Apriori
Opini Massa Cenderung Sinis

A
Source Message Chanel Receiver Effects
S

Tahap pertamaA menyiapkan materi konstruksi ; media massa selalu


berpijak pada tiga hal utama, yaitu; (a) keberpihakan terhadap kapitalisme (di
mana media diposisikan sebagai mesin pencetak uang dan pelipatgandaan modal
oleh kekuatan-kekuatan kapital); (b) keperbihakan semu pada masyarakat dalam
bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-
ujungnya juga untuk menjual berita, dan; (c) keberpihakan kepada kepentingan
umum. Bentuk keberpihakan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya
sebenarnya dalah visi setiap media massa, namun visi tersebut tak pernah
menunjukkan jati dirinya, hanya slogan-sloganya saja yang masih terdengar.

Tahap kedua adalah sebaran konstruksi; pada tahap ini strategi media
massa sangat menentukan. Walaupun konsep konkret strategi sebaran media
masing-masing berbeda. Media elektronik, terutama televisi memiliki konsep real
time yang berbeda dengan media cetak. Setelah bom meledak di Ritz Carlton dan
Marriot, hampir semua stasiun tv menyiarkan langsung (live) dari lokasi kejadian.
Berbabagi pihak diwawancara, berbagai sisi peristiwa dan kemungkinan-
kemungkinan diungkap dengan berbagai macam pola liputan. Demikian juga
dengan media cetak, walaupun konsep real time-nya bersifat tertunda, namun
ditopang oleh aktualitas dan liputan pemberitaan yang lebih mendalam.

Tahap ketiga, yaitu pembentukan konstruksi realitas ; pada tahap ini


diawali ketika pemberitaan telah sampai kepada khalayak melalui tiga tahap yang
berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua,
kesediaan dikonstruksi oleh media massa dan; ketiga, sebagai pilihan konsumtif.
Tahap pertama, semua media melakukan konstruksi pembenaran bahwa peledakan
bom tersebut adalah tindakan yang keji, di luar batas perikemanusiaan dan
tindakan yang tidak bertanggungjawab. Pada pertama ini media massa mengumbar
rasa empati, simpati dan memancing partisipasi khalayak untuk mengutuk
bersama-sama kekejian tindakan itu. Pada tahap kedua, media massa
mengkonstruksi pemikiran bahwa sikap yang dipilih oleh khalayak, atas pilihan
tahap pertama tadi, adalah pilihan yang lahir dari kesadarannya sendiri. Pada
tahap ketiga, media massa sudah menempatkan peristiwa itu pada pilihan yang
bersifat konsumtif (follow up menjual berita), ketika khalayak semakin penasaran
mengikuti tindak lanjut dari peristiwa tersebut, maka siapa pelaku utama
pengeboman, apa motifnya, berapa korban tewas dan luka-luka, bagaimana proses
penyelidikan, siapa saja yang terlibat, apa target yang hendak dicapai pengebom,
kontroversi yang berkembang, pada tahap berikutnya sudah menjadi “jualan” yang
laris manis di lahap oleh khalayak yang sudah bersifat konsumtif dengan tingkat
ketergantungan yang sangat tinggi.
Selanjutnya pembentukan konstruksi citra sebagai bangunan yang
diinginkan oleh tahap konstruksi. Konstruksi citra yang dibangun oleh media
massa ini dibentuk dalam dua model, yaitu model good news dan bad news. Model
good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu
pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek pemberitaan
dikonstruksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik
dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri. Sedangkan model
bad news, adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan
atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan
lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, jahat
yang ada pada objek pemberitaan sendiri.

Tahap terakhir, adalah tahap konfirmasi ; pada tahap ini media massa
maupun khalayaknya memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya
untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media massa, tahap ini
perlu dan sangat penting sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap
alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi khalayak media, tahapan ini juga
sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa mereka terlibat dan bersedia hadir
dalam proses konstruksi sosial.

Alasan-alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini adalah


umpamanya; (a) kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan
menjadi bagian dari produksi media massa. Pribadi yang jauh dari media massa
akan menjadi pribadi yang selalu kehilangan informasi, karena itu ia terlambat
untuk merebut kesempatan dan terlambat berubah. (b) Kedekatan dengan media
massa adalah gaya hidup (life style) orang modern, di mana orang modern sangat
menyukai popularitas, terutama sebagai subjek media massa itu sendiri. (c) Media
massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan
subjektivitas media, namu kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang
merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewkatu-waktu dapat diakses.

Anda mungkin juga menyukai