Anda di halaman 1dari 24

JAMUR: PERANAN, MORFOLOGI DAN

CIRI MAKANAN TERKONTAMINASI JAMUR

MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATAKULIAH MIKROBIOLOGI
Yang dibimbing oleh Dr. Endang Suarsini, M.Ked

Disusun oleh:
Kelompok 4 / Offering A
1. AdekLarasati S (160341606007)
2. Agrintya Indah M (160341606041)
3. MamikRizkiatul L (160341606051)
4. NovelaMemiasih (160341606093)
5. Racy Rizki Abdillah (160341606056)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Ciri Morfologi,
Peranan Dan Makanan Yang Terkontaminasi Oleh Jamur” dengan baik dan tepat waktu.
Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembimbing,
penuntun serta panutan menuju ke jalan yang benar. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas matakuliah Mikrobiologi.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa dorongan,
bimbingan serta masukan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan kali ini kami
mengucapkan terimakasih kepada Dr. Endang Suarsini, M.Ked. selaku dosen pengampu
matakuliah Mikrobiologi yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini,
kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan materil, moral dan spiritual, seluruh
teman seperjuangan Pendidikan Biologi Offering A angkatan 2016 yang ikut memberi saran
maupun masukan dalam penyempurnaan makalah ini.
Dalam penyususnan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Disamping itu kami berharap agar hasil dari tugas ini nantinya
dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya kalangan pendidik.

Malang, 24 Februari 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat
heterotrof, tipe sel sel eukarotik. Jamur hanya dapat tumbuh pada kondisi yang
mendukung. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-
benang yang disebut hifa, hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang
disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada pula dengan cara
generatif.Selain memiliki berbagai macam cara untuk berkembangbiak, jamur juga terdiri
dari aneka macam jenis baik yang bermanfaat maupun yang berbahaya/beracun. Saat ini
sebagian besar jamur yang dibudidayakan masyarakat adalah jamur yang bermanfaat,
khususnya jamur konsumsi yang bisa dimakan atau dimanfaatkan sebagai obat(Entjang,
2003).
Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif,
atau saprofit. Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur
yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga
menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur
dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman
kacang-kacangan atau pada liken. Jamur berhabitat pada bermacam macam lingkungan
dan berasosiasi dengan banyak organisme. Meskipun kebanyakan hidup di darat,
beberapa jamur ada yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang
hidup di air biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes
(Entjang, 2003).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana ciri morfologi jamur?
2. Bagaimana klasifikasi jamur
3. Bagaimana peranan jamur?
4. Bagaimana ciri makanan yang terkontaminasi jamur?
5. Bagaimana peranan dari jamur dalam kehidupan sehari-hari?
1.3. Tujuan
Tujuan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui ciri morfologi jamur.
2. Untuk mengetahui klasifikasi jamur.
3. Untuk mengetahui peranan jamur.
4. Untuk mengetahui makanan yang terkontaminasi jamur.
5. Untuk mengetahui peranan jamur dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Jamur


Menurut Gandjar dkk(2006), jamur atau fungi adalah sel eukariotik yang tidak memiliki
klorofil, tumbuh sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat
heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzim
ekstraselular ke lingkungan melalui spora, melakukan reproduksi seksual dan aseksual. Fungi
makroskopik yang memiliki tubuh buah besar, dikenal sebagai makrofungi (Gambar 1).
Makrofungi (jamur makroskopis) adalah mencakup banyak jamur yang berukuran besar,
makroskopik dengan tubuh buah yang kompleks.

Gambar 1. Morfologi Fungi (Neil dan Jane, 2005)


Bagian penting tubuh fungi adalah yaitu suatu struktur fungus berbentuk tabung
menyerupai seuntai benang panjang, ada yang tidak bersekat, dan ada yang bersekat yang
disebut hifa (Gambar 2). Hifa dapat tumbuh bercabang-cabang sehingga merupakan jaring-
jaring, bentuk ini dinamakan miselium. Pada satu koloni jamur ada hifa yang menjalar dan
ada hifa yang menegak. Biasanya hifa yang menegak ini menghasilkan alat-alat pembiak
yang disebut spora, sedang hifa yang menjalar berfungsi untuk menyerap nutrien dari substrat
dan menyangga alat-alat reproduksi. Hifa yang menjalar disebut hifa vegetatif dan hifa yang
tegak disebut hifa fertil. Pertumbuhan hifa berlangsung terus-menerus di bagian apikal,
sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya berkisar 3-
30 milimikron. Spesies berbeda memiliki diameter berbeda pula dan ukuran diameter itu
dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Carlile dan Watkinson, 1994).

Hifa bersekat dan tidak bersekat (Neil dan Jane, 2005)

Gambar 2. Hifa bersekat perbesaran 40x10 (Dokumen pribadi)


Jamur sederhana dapat berupa sel tunggal saja atau berupa benang-benang hifa saja, tetapi
pada jamur tingkat tinggi terdiri atas anyaman hifa yang disebut prosenkim dan
pseudoperenkim. Prosenkim ialah anyaman hifa yang kendor, sedangkan pseudoparenkim
ialah jalinan hifa yang lebih padat dan seragam. Seringkali ada anyaman hifa yang padat
sekali dan berguna untuk mengatasi keadaan buruk disebut rizomorf. Suatu anyaman hifa
yang lain berupa jalinan hifa cukup padat dan berfungsi sebagai bantalan tempat tumbuhnya
bagian lain disebut stroma (Gambar 3.) (Dwidjoseputro, 1978).
Gambar 3. A: Prosenchyma B: Pseudoparenchyma (www.biologydiscussion.com)
Semua jamur mempunyai dinding sel kaku yang penting untuk menentukan bentuknya.
Dinding-dinding sel sebagian besar terbentuk oleh lapisan karbohidrat, rantai-rantai panjang
polisakarida, juga glikoprotein dan lipid. Selama infeksi, dinding sel jamur mempunyai sifat-
sifat patobiologi yang penting. Komponen permukaan dinding memperantai penempelan
jamur pada sel inang. Beberapa ragi dan mold memberi melanin pada dinding sel,
memberikan pigmen coklat atau hitam. Jamur yang demikian adalah dematiaceous. Dalam
beberapa penelitian, melanin berhubungan dengan virulensi (Brooks dkk, 2005). Menurut
Brooks dkk (2005), jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar, sebagai yeast/ragi dan molds.

2.1.1 Khamir/ Yeast/ Ragi


Ragi adalah sel tunggal, biasanya berbentuk bulat atau elips dan diameternya
bervariasi dari 3-15 μm (Gambar 4). Kebanyakan ragi bereproduksi melalui pertunasan.
Beberapa spesies menghasilkan tunas yang mempunyai ciri khas gagal melepaskan diri dan
menjadi memanjang; kesinambungan dari proses pertunasan kemudian menghasilkan suatu
sel ragi panjang yang disebut pseudohifa (Brooks dkk, 2005).
Khamir merupakan jamur yang tidak berflagela. Beberapa genera membentuk filamen
(pseudomiselium). Cara hidupnya sebagai saprofit dan parasit. Hidup di dalam tanah atau
debu di udara, tanah, daun-daun, nektar bunga, permukaan buah-buahan, di tubuh serangga,
dan cairan yang mengandung gula seperti sirup, madu dan lain-lain. Khamir berbentuk bulat
(speroid), elips, batang atau silindris, seperti buah jeruk, sosis, dan lain-lain. Bentuknya yang
tetap dapat digunakan untuk identifikasi. Khamir dapat dimasukkan ke dalam kelas
Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes (Sumarsih, 2003).

Gambar 4. Morfologi Yeast (www.yeastgenome.org).


2.1.2 Kapang/ Molds
Koloni ini mengandung tubulus silindris yang bercabang yang disebut hifa,
diameternya bervariasi dari 2-10 μm. Massa hifa yang jalin-menjalin dan berakumulasi
selama pertumbuhan aktif adalah miselium. Beberapa hifa terbagi menjadi sel-sel oleh
dinding pemisah atau septa, yang secara khas terbentuk pada interval yang teratur selama
pertumbuhan hifa. Hifa yang menembus medium penyangga dan mengabsorbsi bahan-bahan
makanan adalah hifa vegetatif atau hifa substrat (Gambar5 dan 6). Sebaliknya, hifa aerial
menyembul di atas permukaan miselium dan biasanya membawa struktur reproduktif dari
mold (Brooks dkk, 2005).

Gambar 5. Morfologi Mold (moldbacteria.com)

Gambar 6. Morfologi Mold Perbesaran 40x10(Dokumen pribadi)


2.2 Klasifikasi Fungi
Klasifikasi dari fungi termasuk sulit karena banyak berdebatan pengenai
klasifikasinya. Diversiti dari fungi dan hubungan antara fungi dengan mikroorganisme
eukaryotik lain membuat taksonomi dari fungi menjadi sulit. Klasifikasi dari fungi didasarkan
pada reproduksinya, termasuk siklus hidup, struktur reproduksi dan spora. Pada awalnya
taksonomi dari fungi hanya berdasarkan pada reproduksinya saja, namun seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, yang menjadi dasar taksonomi semakin diperluas antara
lain meliputi karakteristik morfologi, fisiologi, biokimia dan sifat genetiknya. Dasar fisiologi
menjadi penting mengenai klasifikasi dari yeast yang mana merupakan organisme uniseluler.
Secara tradisional, sistem klasifikasi dari fungi terdiri dari dua kelompok besar yaitu molds
(kapang) dan jamur. Molds (kapang) merupakan bentuk peralihan antara protozoa dan fungi.
Molds masuk kedalam protozoa karena sel vegetatifnya ameboid dan tidak memiliki dinding
sel yang membuatnya mirip protozoa, tetapi juga masuk kedalam fungi karena menghasilkan
spora yang memiliki dinding sel (Ronald, 1984). Berikut merupakan klasifikasi dari fungi
merunut Ronald (1984):
Division I. Gymnomycota
Subdivision I. Acrasiogymnomycotina
Class I. Acrasiomycetes
Subdivision II. Plasmodiogymnomycotina
Class I. Protosteliomycetes
Class II. Myxomycetes
Subclass I. Ceratiomyxomycetidae
Subclass II. Mycogastromycetidae
Subclass III. Stemonitomycetidae
Division II. Mastigomycota
Subdivision I. Haplomastigomycotina
Class I. Chytridiomycetes
Class II. Hyphochytridiomycetes
Class III. Plasmodiophoromycetes
Subdivision II. Diplomastigomycotina
Class I. Oomycetes
Division III. Amastigomycota
Subdivision I. Zygomycotina
Class I. Zygomycetes
Class II. Trichomycetes
Subdivision II. Ascomycotina
Class I. Ascomycetes
Subclass I. Hemiascomycetidae
Subclass II. Plectomycetidae
Subclass III. Hymenoascomycetidae
Subclass IV. Laboulbeniomycetidae
Subclass V. Loculoascomycetidae
Subdivision III. Basidiomycotina
Class I. Basidiomycetes
Subclass I. Holobasidiomycetidae
Subclass II. Phragmobasidiomycetidae
Subclass III. Teliomycetidae
Subdivision IV. Deuteromycetes
Class I. Deuteromycetes
Subclass I. Blastomycetidae
Subclass II. Coclomycetidae
Subclass III. Hyphomycetidae
2.2.1 Gymnomycota
Slime molds (kapang lendir) merupakan salah satu anggota yang termasuk kedalam
divisi Gymnomycotadari kingdom fungi. Sel vegetatif dari organisme yang masuk kedalam
divisi Gymnomycotatidak memiliki dinding sel dan mendapatkan nutrisi dengan cara
phagotropic. Organisme dalam subdivisi Acrasiogymnomycotinasering termasuk dalam
kelompok bakteria. Acrasiomycetesmerupakan kelas tunggal dari divisi ini yang memiliki ciri
membawa atau menghasilkan spora dari tubuhnya yang disebut dengan sporocarp. Sporocarp
dari Acrasiomycetes memiliki bentuk umum seperti stalk (tangkai) yang terdiri dari sel
berndinding, inilah yang menjadikan dasar bahwa Acrasiomycetesadalah organisme seluler.
Acrasiomycetesmelepaskan spora untuk germinasi dengan menggunakan myxamoebae (sel
ameboid untuk membentuk pseudopodia). Myxamoebae merukan sekumpulan atau persatuan
untuk membentuk pseudoplasmodium. Dengan adanya pseudoplasmodium,
Acrasiomycetestidak kehilangan integritasnya. Pseudoplasmodium menjadi penting dalam
tubuh Acrasiomyceteskarena juga digunakan untuk komunikasi secara biokimia untuk
melakukan aktivitas (Ronald, 1984).
Subivisi kedua dari divisi Gymnomycota adalah Plasmodiogymnomycotina yang
meliputi dua kelas yaitu Protosteliomycetes dan Myxomycetes. Beberapa spesies
Myxomycetesberasal adalah myxamoebae dan yang lain adalah sel berflagela yang diketahui
sebagi sel yang berkerumun. Myxadium berkerumun menjadi satu dan fusi membentuk
plasmodium. Plasmodium ini memiliki banyak nukleat protoplasam yang tidak memiliki
dinding dan diselubungi oleh gelatin. Klasifikasi dari Myxomycetesberdasarkan pada struktur
tubuh yang menghasilkan spora. Spora ini terkadang disebut sebagi endospora, tetapi tidak
mirip dengan endospora bakteri. Spora dari Myxomycetesmemiliki dinding yang tebal.
Myxomycetes sering terlihat pada pada rumput, terlihat membentuk koloni berwarna hijau-
biru (Ronald, 1984). Berikut merupakan gambar dari Myxomycetes:

Gambar 7: Perbedaan tipe pada Myxomycetes(Biologydiscussion.com)

2.2.2 Mastigomycota
Mastigomycota merupakan divisi kedua dari kingdom fungi.
Mastigomycotamerupakan organisme uniseluler namun sebagian besar memiliki myselia
coenocytic (satu sel dengan banyak inti). Mastigomycotamenghasilkan sel yang motil dengan
flagela pada siklus hidupnya. Reproduksi aseksualya dengan menggunakan dengan
menggunakan spora yang motil atau yang disebut dengan zoospore. Berkebalikan dengan
phagotrophic yang memperoleh nutrisi dengan memakan, nutrisi pada Mastigomycota
diperoleh dengan cara mengabsorsi. Divisi Mastigomycota meliputi 4 kelas antara lain
Chytridiomycetes, Hyphochytridiomycetes, Plasmodiophoromycetes, Oomycetes(Ronald,
1984).
Chytridiomycetesberbeda dengan semua jenis fungi lain dilihat dari reproduksinya
dengan zoospore yang mana merupakan spora motil dengan flagela posterior tunggal
(uniflagelata) dengan tipe whiplash. Anggota dari ordo Cytridiale adalah Chytrids.
Kebanyakan Chytrid adalah parasit pada fungi, alga, dan tumbuhan. Seperti Olpidium
brassacae yang menginveksi akar dari tumbuhan tembakau. Kelas yang lain adalah
Hyphochytridiomycetes. Hyphochytridiomycetes hanya terdiri dari 15 spesies saja yang
diketahui, menghasilkan uniflagelata spora dengan tipe tinsel. Kelas berikutnya adalah
Plasmodiophoromycetesyang diketahui sebagai endoparasit dan parasit obligat pada fungi
lain, alaga, dan tumbuhan. Plasmodiophoromycetesmenyebabkan pembesaran yang abnormal
pada hostnya yang disebut dengan hypertrophy dan pembelahan yang abnormal yang disebut
dengan hyperplasia. Kebanyak spesies dari Plasmodiophoromycetes merupakan parasit pada
tumbuhan (Ronald, 1984).
Oomycota diketahui sebagai kapang air, bereprosuksi dengan menggunakan zoopsora
yang memiliki flagela. Tipe dari zoosporanya dalah memiliki dua flagela, yang satu adalah
tipe whiplash dan yang satunya adalah tipe tinsel. Spora dari Oomycotamemiliki dinding
yang tebal. Beberapa spesies dari Perenosporales merupakan patugen pada tumbuhan
(Ronald, 1984). Berikut merupakan gambar dariTipe zoospora pada Divisi Mastigomycota:

Gambar 8: Tipe zoospora pada Divisi Mastigomycota(Yourarticlelibrary.com)

2.2.3 Amastigomycota
Sel vegetatif dari Amastigomycota yang merupakan divisi ketiga dari fungi, mungkin
berubah dari sel tunggal menjadi miselia yang mungkin coenocytic atau memiliki septa
(dinding pemisah antar sel dengan miselia). Tidak seperti Gymnomycota dan
Mastigomycota,Amastigomycota tidak menghasilkan sel yang motil. Ada 4 subdivisi pada
Amastigomycota antara lain Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina, dan
Deuteromycetes(Ronald, 1984).
Zygomycotina
Zygomycotinamemiliki miselia yang soenocytic dan memiliki karakteristik dari
zygospore, spora seksual terbentuk pada zygosperangium serta memiliki holdfast. Spesies
dari Zygomycotinaada yang digunakan dalam industri makan, contohnya adalah Rhizopus
oryzae yang digunakan pada pembuatan tempe. Zygomycotinabiasnya memiliki sekat pada
hifa dan tersusun teratur (Volk & Wheeler, 1988). Berikut merupakan gambar morfologi
Zygomycotinayang ada pada roti:

Gambar 9: morfologi Zygomycotina yang ada pada roti(Aquaportail.com)

Ascomycotina
Ascomycotina atau fungi kantung, biasanya membentuk satu atau lebih (delapan)
spora seksual didalam sel yang menyerupai kantung yang disebut dengan askus. Spora
aseksual yang diproduksi Ascomycotinaseringkali berupa mikrokonidia bersel tunggal.
Mikrokonidia mungkin diproduksi dari rantai panjang yang menjalar dari hifa aerial yang
disebut konidiofor atau sebagai mikrosleurospora. Ascomycotinamenghasilkan septa teratur
yang membagi miselium menjadi sejumlah besar sel individual. Akan tetapi, setiap septa
memiliki lubang yang memungkinkan mengalirkan sitoplasma dan bahan nukleus antara sel-
sel secara bebas. Banyak Ascomycotina yang hidup sebagi khamir yang paling dikenal adalah
Saccaromyces pada industri roti dan minuman (Volk & Wheeler, 1988). Berikut merupakan
gambar contoh spesies dari Ascomycotinayaitu Aspergilus sp. :
Gambar 10: Aspergilus sp. (kanan) pengamatan mengguanakan mikroskop perbesaran 40x10, (kiri)
bagian tubuh Aspergilus sp.(ijem.in)

Basidiomycotina
Basidiomycotinamembentuk basidiospora seksualnya secara eksternal pada sel
berbentuk gada yang disebut dengan basidia. Reproduksi aseksual mungkin erjadi dengan
cara pertunasan melalui mikrokonidia atau dengan fragmentasi dari filamen hifa. Biasanya
memiliki hifa yang bersepta. Sedikit penyakit yang menyerang manusia disebabkan oleh
Basidiomycotina, walaupun beberapa spesies dariBasidiomycotinamenyebabkan penyakit
pada tumbuhan. Yang termasuk dalam Basidiomycotinaantara lain adalah jamur merang
(Volk & Wheeler, 1988). Berikut merupakan gambar struktur tubuhBasidiomycotina:

Gambar 11: Struktur tubuhBasidiomycotina(doctortee.com)

Deuteromycetes
Deuteromycetesatau fungi infecti, membentuk kelompok besar fungi yang status
seksualnya belum pernah ditunjukkan. Sementara telah diamati bahwa anggota dari
Deuteromycetesmemproduksi spora seksual apabila dicampur dengan tipe yang tepat.
Deuteromycetesmenghasilkan mikrokonidia ataupun makrokonidia, maupun klamidospora,
actrospora dan blastospora. Deuteromycetesbanyak yang menginfeksi manusia (Volk &
Wheeler, 1988). Berikut merupakan gambar Deuteromycetes:

Gambar 12: Deuteromycetes(biologydiscussion.com)

2.3 Peranan Dan Manfaat Jamur Bagi Kehidupan Manusia


Jamur merupakan organisme yang memiliki peran cukup banyak bagi kehidupan. Peranan
tersebut ada yang menguntungkan dan ada juga yang merugikan. Peranan jamur dalam
kehidupan manusia diantaranya adalah sebagai berikut:
2.3.1 Jamur yang Merugikan
Jamur yang merugikan umumnya parasit dan menyebabkan penyakit (patogen) pada
organisme lain, contohnya penyakit kulit, infeksi pada alat kelamin, dan infeksi paru-paru
yang dapat menyebabkan kematian. Beberapa jamur menyerang tanaman pangan dan dapat
menyebabkan racun bagi manusia yang mengonsumsinya. Contohnya jamur Claviceps
purpurea dari divisio Ascomycota yang dapat menyebabkan penyakit pada perbungaan
tanaman gandum. Penyakit yang disebabkan jamur ini membentuk struktur berwarna ungu
yang disebut ergot. Ergot mengandung substansi yang beracun bagi manusia dan hewan
ternak. Ergot ini apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan kelemayuh (penyakit
yang disebabkan oleh matinya jaringan tubuh), kejang saraf, sensasi terbakar, halusinasi, dan
gila sementara atau gangguan jiwa sementara (Yardun, 2007).
Contoh jamur yang merugikan lainnya adalah jamur yang dapat mempercepat
pembusukan. Pada sebuah penelitian, ditemukan senyawa etilen pada jamur sebagai salah
satu hormon yang mempercepat pematangan buah. Hormon ini juga memicu jamur yang ada
di permukaan buah untuk germinasi atau tumbuh. Akibatnya, buah mudah diserang dan
nutrisi buah pun akan diabsorpsi oleh jamur. Selain itu, akibat germinasi ini beberapa jenis
jamur juga mampu membusukkan makanan dengan menghasilkan racun, contohnya jamur
Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Jamur ini mampu menyekresikan senyawa
beracun yang disebut aflatoksin. Aflatoksin ini bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan
kanker (Maren, 2007)
Berikut merupakan beberapa jenis jamur lain yang bersifat merugikan:
Penyebab penyakit pada manusia
a. Candida albicans, penyebab sariawan dan keputihan (candidiasis)
b. Aspergillus fumigatus penyebab penyakit saluran pernapasan (aspergillosis)
c. Aspergillus nidulan penyebab automikosis pada telinga
d. Aspergillus flavus penyebab kanker hati yang berasal dari kacang tanah tengik
e. Malassezia furfur penyebab ketombe
f. Microsporum penyebab kurap
g. Tinea versicolor penyebab panu
h. Tinea unguium jamur pada kuku
i. Pneumonia carinii penyebab pneumonia
Penyakit pada tumbuhan
a. Albugo parasit tumbuhan
b. Penicillium expansum apel busuk
c. Synchytrium endobioticum kutil kentang
d. Bipolaris oryzae bintik coklat pada padi
e. Puccinia graminis bercak karat pada rerumputan
f. Meliola mangiferae bintik hitam pada daun manga
(A) (B)
Gambar 13: Penyakit pada Tumbuhan Akibat Jamur (A) ergot (B) pembusukan akibat
Aspergillus flavus (Sumber:www.cifr.ncsu.edu)
2.3.2 Jamur yang Menguntungkan
Selain merugikan adapula jamur yang menguntungkan. Jamur yang menguntungkan ini di
antaranya ada yang berperan sebagai bahan makanan, bahan obat-obatan, dan juga sebagai
dekomposer di suatu ekosistem.
a. Sebagai Bahan Makanan
Jamur dikonsumsi sebagai bahan makanan oleh manusia. Jamur yang dapat dimakan ini
umumnya dari divisio Basidiomycota. Untuk mengetahui suatu jenis jamur dapat dimakan
atau tidak, hanya ahli Mikologi saja yang menguasainya, terutama jamur-jamur liar yang
belum teridentifikasi. Jenis jamur yang dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan, contohnya
jamur shitake (Lentinulla edodes), jamur kuping (Auricularia polytricha), dan jamur merang
(Volvariella volvaceae). Selain itu terdapat juga jenis jamur yang membantu dalam proses
pembuatan suatu jenis makanan atau minuman. Contohnya pembuatan oncom oleh jamur
Neurospora crassa dan pembuatan tuak oleh jamur Saccharomyces tuac melalui proses
fermentasi (Haryadi, 2013).
Jamur dari genus Saccharomyces dapat menghasilkan enzim yang mampu memecah
glukosa menjadi alkohol dan CO2. Proses ini terus berlangsung dan akan terhenti jika kadar
etanol sudah meningkat sampai tidak dapat diterima lagi oleh sel-sel khamir. Tingginya
kandungan alkohol akan menghambat pertumbuhan khamir dan hanya mikroba yang toleran
terhadap alkohol yang dapat tumbuh. Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies
khamir yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroba ini biasanya
dikenal dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik. Produk
metabolik utama adalah etanol, CO2 dan air sedangkan beberapa produk lain dihasilkan
dalam jumlah sangat sedikit (Haryadi, 2013).
Gambar 14: Tape dan Tempe sebagai bahan makanan yang dibantu oleh jamur dalam
pembuatannya (darsatop.lecture.ub.ac.id)

b. Sebagai Bahan Obat-obatan


Jamur yang digunakan sebagai bahan obata-obatan contohnya adalah Penicillium
chrysogenum.Penicillium chrysogenum merupakan kapang (jamur) yang sangat penting
dalam industri fermentasi untuk menghasilkan penisilin. Penisilin merupakan kelompok
antibiotik yang ditandai oleh adanya cicin β-laktam dan diproduksi oleh berbagai jenis jamur
(eukariot) yaitu dari jenis Penicillium, Aspergillus, serta oleh beberapa prokariot tertentu
(Haryadi, 2013). Penisilin yang dihasilkan oleh Penicillium chrysogenum merupakan hasil
metabolit sekunder yang bersifat ekstraseluler. Penisilin yang akan dikeluarkan dari sel dan
terakumulasi di dalam medium fermentasi, sehingga perlu dilakukan purifikasi. Menurut
Waluyo (2004), sifat-sifat yang dimiliki penisilin sebagai berikut:
1. Menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak inang (host),
2. Bersifat bakterisida dan bukan bakteriostatik,
3. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman,
4. Berspektrum luas, yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan
bakteri Gram negatif,
5. Tidak bersifat alergenik atau menimbulkan efek samping bila dipergunakan dalam
jangka waktu lama,
6. Tetap aktif dalam plasma, cairan badan atau eksudat,
7. Larut dalam air serta stabil.

c. Sebagai Dekomposer
Beberapa jamur mempunyai kemampuan menguraikan selulosa yang terdapat dalam
jaringan tumbuhan yang telah mati, misalnya limbah pertanian (jerami padi, ampas tebu,
pelepah pisang) menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh
organisme lain. Selulosa tersebut merupakan polisakarida yang apabila diproses lebih lanjut
dapat menghasilkan etanol (Haryadi, 2013).Jamur telah diketahui merupakan agen
dekomposisi bahan organik khususnya selulosa. Kadarmoidheen et al. (2012) menggunakan
jamur Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Fusarium oxysporum untuk mendegradasi
limbah selulosa. Dari hasil degradasi limbah, jamur Trichoderma viride menunjukkan
kemampuan paling tinggi kemudian Aspergillus niger dan terakhir Fusarium oxysporum.
Jamur Helminthosporium sp mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam proses sakarifikasi
jerami dibandingkan Cladosporium sp. Beberapa jamur selulolitik juga telah dikembangkan
untuk menghasilkan enzim selulase yang banyak dibutuhkan oleh industri. Enzim selulase
memiliki beberapa aplikasi komersial seperti malting, pengolahan kayu, persiapan pembuatan
kain drill dari jaringan tanaman dan proses penghilangan tinta dari kertas cetak. Enzim
selulase dihasilkan oleh jamur Chaetomium, Aspergillus, Penicillium, Fusarium,
Myrothesium dan Trichoderma (Kadarmoidheen, 2012).

2.4 Faktor Pertumbuhan Jamur Pada Makanan


Munculnya jamur pada makanan disebabkan oleh factor sebagai berikut (Liss, 2013):
a. Waktu
Jika bahan pangan disimpan dalam waktu lama akan mudah rusak dan berjamur
karena masing-masing makanan memiliki masa simpannya sendiri-sindiri atau yang
biasa disebut masa kadaluarsa.
b. Udara
Udara terutama oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C,
warna bahan pangan dan kandungan lainnya, digunakan untuk pertumbuhan kapang
yang umumnya aerobic dan membuat makanan yang mengandung lemak menjadi
tengik.
c. Akifitas mikroba lain
Mikroba dapat ditemukan di tanah, air, maupun udara yang dapat menyebabkan
kerusakan pada makanan dan berbahaya bagi tubuh. Aktifitas mikroba seperti bakteri
membuat makanan menjadi berlendir, hal ini dapat menyebabkan tumbuhnya jamur.
Misal pada nasi busuk yang berlendir jika dibiarkan lama kelamaan akan berjamur.
d. Suhu
Suhu juga merupakan faktor dari pertumbuhan jamur, sebagai contoh jamur pada
tempe yang merupakan mikroba yang bersifat mesofilik yaitu dapt tumbuh pada suhu
25-27oC tetapi ada yang dapat tumbuh pada 35 – 37 derajat celcius atau lebih contoh :
Aspergillus. Beberapa kapang bersifat termofilik.
e. Aw (Kadar air dalam pangan)
Apabila terjadi kondensasi pada permukaan bahan pangan menghasilkan respirasi dan
transpirasi maka akan membantu pertumbuhan jamur. Setiap jenis jamur memiliki
nilai aw optimum dalam pertumbuhannya.

2.5 Ciri-ciri Makanan yang Terkontaminasi oleh Jamur


Ciri-ciri makanan yang sudah berjamur (Hendry et al,, 2011).
a. Roti, sereal, kacang-kacangan
Pada roti yang berjamur akan muncul bercak-bercak putih atau kehijauan dan dalam
jangka waktu yang panjang akan berubah menjadi kehitaman. Apabila berwarna hijau
jenis jamurnya adalah Aspergillus sedangkan apabila jamurnya berwarna putih jenis
jamurnya adalah Rhizopus.
b. Tempe
Jamur pada tempe ini bersifat menguntungakan, jamur pada tempe berwarna putih dan
dapat menjadi coklat kehitaman apabila sudah lama atau suhunya terlalu panas.
c. Nasi
Nasi yang telah berjamur mengalami perubahan warna menjadi berwarna orange
kemarahan dan dapat menjadi berwarna coklat apabila sudah lama. Jenis jamurnya
adalah Neurospora.
d. Makanan berlemak
Terlihat kuning menggumpal, muncul bau tengik yang terjadi karena adanya absorbs
bau oleh aktifitas jamur yang melakukan proses oksidasi dengan udara.
e. Buah-buahan, sitrus, keju
Warna berubah menjadi lebih gelap biasanya berwarna biru-hijau, berair, tekstur
lembek karena adanya aktifitas khamir atau jamur. Jenis jamurnya adalah Penicillium.
Beberapa juga buah-buah yang berjamur ditandai dengan bercak-bercak putih, jenis
jamur ini adalah Rhizopus begitu juga terjadi pada sayur-sayuran yang timbul bercak-
bercak putih.
Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun yang
berbahaya yang disebut toksin kapang atau mitotoksin. Spesies kapang yang
memproduksi mitotoksin terutama adalah Aspergilus, Penicillium dan Fusarium.
Beberapa mitotoksin yang sering ditemukan pada pangan misalnya afla toksin yang
diproduksi oleh Aspergillus flavus dan okratoksin yang diprosuksi oleh Aspergillus
ochraceus (Rihlah, 2010)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah tentang jamur ini adalah:
a. Jamur merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang tidak berklorofil,
tumbuhan ini umumnya bersifat sebagai saprofit atau parasit untuk memenuhi
kebutuhan pangannnya.
b. Jamur memiliki beberapa sifat umum, yaitu hidup di tempat lembab, sedikit asam, dan
tidak begitu memerlukan cahaya matahari. Jamur tidak berfotosintesis, sehingga
hidupnya heterotrof. Jamur hidup dari senyawa-senyawa organic yang diabsorbsi
organisme lain.
c. Jamur dibagi menjadi tiga divisi yaitu: Gymnomycota, Mastigomycota, dan
Amastigomycota.
d. Jamur berkembang biak secara seksual dan aseksual. Secara aseksual jamur
menghasilkan spora, sedangkan seksual terjadi melalui kontak gametangium dan
konjugasi.
e. Jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar, sebagai yeast/ragi dan molds/kapang.
f. Peran jamur dalam kehidupan manusia sangat banyak, ada yang merugikan dan ada
yang menguntungkan. Slah satu yang menguntungkan adalah pembuatan tuak oleh
jamur Saccharomyces tuac melalui proses fermentasi. Sedangkan contoh jamur yang
merugikan adalah jamur Aspergillus flavus yang mengkontaminasi makanan.
3.2 Saran
Diselesaikannya penyusunan makalah ini, penyusun mengharapkan makalah ini dapat
berguna bagi pembaca dan khususnya kepada diri penyusun sendiri. Penyusun menyadari
jikalau dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan, kekuranagan, dan
kesalahan. Oleh sebab itu, penyusun berharap kepada para pembaca agar mau memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun, demi tercapainya penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G, F, Butel, J, S, Morse, S, A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Buku 1 Edisi 1.


Jakarta: Salemba Medika.

Carlile, M, J dan Watkinson, S, C. 1994. The Fungi. London: Academic Press.

Dwijoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Entjang. Indan. 2003. Mikrobiologi & Parasitologi. PT.Citra Aditya bakti. Bandung.

Gandjar, Indrawati, Wellyzar, S, Ariyanti, O. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.

Haryadi, H. 2013. Analisa Kadar Alkohol Hasil Fermentasi Ketan dengan Metode
Kromatografi Gas dan Uji Aktifitas Saccharomyces Cereviceae Secara Mikroskopis.
Universitas Diponegoro Semarang. Skripsi

Hendry, Muchtar. Kamsina dan Three, A. Indah. 2011. Pengaruh Kondisi Lingkungan
Terhadap Pertumbuhan Jamur. Jurnal Industri : Balai Riset dan Industri Padang.

Kadarmoidheen M, Saranraj P, Stella D. 2012. Effect of cellulolytic fungi on the degradation


of cellulosic agricultural wastes. Intl J Appl Microbil Sci 1 (2): 13-23.
Liss. D. A, Liss. 2013. Faktor-Faktor Dan Penyebab Makanan Kadaluarsa. APIKES Citra
Medika: Surakarta

Maren, A, K. 2007.Aspergillusflavus: the major producer of aflatoxin. Molecular Plant


Pathology (6) 8: 713-722

Neil, C dan Jane, R. 2005. Biologi Seventh Edition: Fungi. Pearson Education Inc.

Rihlah.2010. Mikrobiologi Terapan Untuk Pangan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Ronald, Atlas. 1984. Microbiology: Fundamental and Aplication. Macmillan Publishing


Company. Page 411-455. ISBN: 0-02-304550-7.

Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian UPN ”Veteran” Yogyakarta.
Volk and Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima. Penerbit Djambatan. ISBN: 979-
428-074-7.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang. Hal. 252.


Yadun S, and Halpern, M. 2007. Ergot (Claviceps purpurea) – An aposematic fungus.
Balaban, Philadelphia/Rehovot , SYMBIOSIS (43): 105–108

Anda mungkin juga menyukai