Subjek dari studi biografis Fromm yang terlengkap adalah Freud (Fromm 1969),
namun Fromm (1941,1973,1989) juga menulis kehidupan Adolf Hitler. Fromm menganggap
Hitler sebagai contoh manusia dengan sindrom pembusukan yang paling jelas di dunia. Hitler
memiliki kombinasi nekrofilia, narsisme berat, dan simbiosis inses. Hitler menunjukkan
ketiga gangguan patologis. Ia sangat tertarik akan kematian dan kehancuran, terfokus secara
sempit pada minat diri sendiri, dan di gerakkan oleh pengabdian bersifat inses pada “ras”
Jerman serta berdedikasi secara fanatik untuk mencegah darah ras tersebut dikotori oleh
Yahudi atau “non-Aria” lainnya.
Berbeda dengan psikoanalisis lain yang hanya melihat masa kecil awal sebagai
petunjuk bagi kepribadian saat dewasa, Fromm percaya bahwa dari tiap tahapan
perkembangan yang penting tidak ada sesuatu dalam kehidupan awal Hitler yang
mendorongnya ke arah sidrom pembusukan.
Hitler tergolong murid di atas rata-rata pada saat bersekolah dasar, namun ia gagal di
sekolah tinggi selama remaja. Ia mengalami konflik dengan ayahnya, yang menginginkan ia
untuk lebih bertanggung jawab dan memiliki pekerjaan yang dapat diandalkan sebagai
pegawai negeri.
Kegagalan Hitler yang mengerikan akan kegagalannya sebagai seniman semakin jelas
dengan pecahnya Perang Dunia I. Ambisinya yang kuat sekarang dapat disalurkan dengan
menjadi pahlawan perang yang berjuang untuk tanah airnya.
Nekrofilia tidak semata-mata mengacu pada tingkah laku, namun menyebar dalam
keseluruhan karakter seseorang. Demikian juga halnya dengan Hitler. Sifat Hitler yang juga
termanifestasi adalah narsisme berat. Ia hanya tertarik pada dirinya, rencana-rencananya dan
ideologinya.
Menurut analisi fromm, Hitler juga memiliki simbiosis inses yang tidak terlihat dari
pengabdiannya yang dalam pada ibunya, melainkan pada “ras” Jerman. Konsisten dengan
sifat ini, ia juga seorang sadomasokis, teraship, dan kurang memiliki rasa cinta yang tulus
atau rasa iba. Semua karakteristik ini, menurut anggapan Fromm, tidak membuat Hitler
menjadi psikotik. Karakter-karakter tersebut, bagaimanapun, membuatnya menjadi orang
yang sakit dan berbahaya.
Fromm menyatakan bahwa orang-orang tidak melihat Hitler sebagai seseorang yang
tidak manusiawi, Fromm (1973) menyimpulkan psikohistoris Hitler dengan kata-kata berikut
ini: “Analisis mana pun yang merubah gambaran Hitler dengan menutupinya dengan
kemanusiaan, hanya akan meningkatkan kecenderungan orang-orang terbutakan dari calon-
calon Hitler yang baru, kecuali mereka memiliki tanduk”.
Penelitian Terkair
Ingat bahwa teori utama dari teori kepribadian Fromm mencakup kerenggangan dan
keterasingan: manusia telah disngkirkan dari lingkungan alam dan mereka dirancang untuk
menetap dan terpisah dari satu sama lain. Selain itu, menurut Fromm, kekayaan materi yang
diciptakan oleh kapitalisme memberikan kebebasan berlebihan yang begitu banyak sehingga
terus terang kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan terhadap diri kita sendiri. Kecemasan
dan ketersingan, ironinya, adalah hasil dari kebebasan yang berlebihan.
Jack dan Jeanne Block (2006) melakukan penelitian longitudinal di mana mereka
mengukur kepribadian sekelompok murid taman kanak-kanak. Hampir dua puluh tahun
kemudian, mereka melanjutkan penelitian dengan partisipan-partisipan ini (banyak di antara
mereka yang sedang atau sudah lulus kuliah) kemudian menanyakan keyakinan politik
mereka. Dua puluh tahun setelah taman kanak-kanak, para peneliti meminta para dewasa
tersebut untuk melengkapi kuesioner penilaian diri untuk mengukur keyakinan politik
mereka.
Erich Fromm mungkin salah satu penulis esai paling cerdas daari semua teoretikus
kepribadian. Ia menulis esai-esai yang indah mengenai politik internasional (Fromm,1961).
Sebaimana teoretikus teori psikodinamika lainnya, Fromm cenderung menggunakan
pendekatan global untuk konstruksi teori, menegakkan bentuk abstrak yang tinggi dan megah
yang lebih bersifat filosofis ketimbang ilmiah.
Keempat sebagai, pemandu tindakan, nilai utama tulisan Fromm terlalu mendorong
pembaca untuk berpikir produktif. Sayangnya, baik peneliti maupun terapis tidak menerima
informasi praktis dari esai Fromm.
Kelima, pandangan Fromm konsisten secara internal dalam arti terdapat tema tunggal
dalam seluruh tulisannya. Terakhir, oleh karena Fromm enggan untuk meninggalkan konsep-
konsepnya yang terdahulu dan untuk menghubungkannya dengan gagasan-gagasan
selanjutnya, maka teorinya kurang memiliki kelugasan dan kesatuan. Untuk alasan-alasan ini,
kami menilai teori Fromm rendah dalam kriteria kesederhanaan (parsimony).
Secara umum, Fromm pesimis dan juga optimis. Di satu sisi, ia percaya bahwa
sebagian besar manusia tidak mencapai kesatuan kembali dengan alam dan orang lain, dan
hanya sedikit orang yang mencapai kebebasan positif. Dalam dimensi pilihan bebas versus
determinisme, Fromm mengambil posisi tengah dan menyatakan bahwa personal ini tidak
dapat diaplikasikan pada seluruh spesies. Melainkan, ia percaya bahwa individu memiliki
derajat kecenderungan terhadap tindakan yang dipilih dengan bebas. Kemampuan mereka
untuk bernalar memungkinkan manusia untuk mengambil bagian secara aktif dalam
menentukan nasib mereka sendiri.
Dalam dimensi pilihan bebas versus determinisme, Fromm agak cenderung memilih
teologi. Fromm tidak memihak dalam motivasi sadar versus bawah sadar, ia sedikit
menekankan motivasi dalam sadar dan beranggapan bahwa salah satu sifat unik manusia
adalah kesadaran diri. Dalam hal pengaruh sosial versus pengaruh biologi, Fromm
menganggap pengaruh sejarah, kultur dan masyarakat lebih penting daripada pengaruh
biologi.