Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARISASI BAHAN ALAM

PERCOBAAN 9
IDENTIFIKASI SENYAWA MARKER AKTIF SERTA PENETAPAN
KADAR SENYAWA MARKER (PIPERIN DALAM SIMPLISIA)

Disusun oleh :

Dwina Syafira Arzi 10060316210


Dini Wahidah 10060316211
Marwa Safira R.A. 10060316213
Farah Yumna Ambaro 10060316215
Dilla Nurul Aisyah 10060316216
Indarti Ulfayani 10060316217

Shift/ Kelompok : G/ 4
Asisten : Aisya Qisthi Z., S. Farm., Apt.

Tanggal Praktikum : 21 Maret 2018


Tanggal Pengumpulan : 27 Maret 2018

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018 M/ 1439
PERCOBAAN 9

“IDENTIFIKASI SENYAWA MARKER AKTIF SERTA PENETAPAN


KADAR SENYAWA MARKER (PIPERIN DALAM SIMPLISIA)”

I. Tujuan Percobaan

Memahami prinsip penetapan kadar senyawa dalam simplisia sebagai

salah satu parameter standar mutu.

II. Alat dan Bahan

Alat Bahan

a. Labu erlenmeyer 100 mL, a.Serbuk simplisia:


50 mL buah cabe jawa
b. Labu takar 10 dan 25 mL b. Etanol
c. Gelas ukur 50 mL
d. Spektrofotometer UV-Vis
e. Kertas saring

III. Prosedur Percobaan

 Ekstraksi Piperin

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100

mL. Etanol 50 mL ditambahkan kemudian dipanaskan serta diaduk selama 30

menit. Campuran disaring, kemudian filtrat ditampung di erlenmeyer sebagai

sampel uji.
 Persiapan Larutan Standar

Dibuat larutan standar berupa 25 mg piperin standar dilarutkan dalam 25

mL etanol. Kemudian dipipet 0,5 mL dan diencerkan hingga 500 mL dengan

etanol. Dicari panjang gelombang maksimum pengukuran, dengan cara scanning

larutan standar dengan spektrofotometer UV. Diukur filtrat dan standar pada

panjang gelombang absorbansi antara 0,2 hingga 0,8.

 Penetapan Kadar Marker Piperin dengan Metode

Spektrofotometri UV

Dimasukkan 10 mL filtrat sampel uji ke dalam labu takar 100 mL

kemudian volume digenapkan dengan penambahan etanol hingga 100 mL

kemudian dikocok hingga homogen diambil 0,5 mL di ad 25 mL dalam labu

takar. Diukur besarnya absorbansi larutan sampel pada panjang gelombang

maksimum pengukuran. Diukur kadar piperin dengan membandingkan absorbansi

larutan sampel dan pembanding. Dgunakan etanol sebagai blangko.

IV. Data Pengamatan dan Perhitungan

1. Data Pengamatan

Nama Simplisia : Buah Cabe Jawa

Nama Latin Simplisia : Piper Retrofracti Fructus

Nama Latin Tumbuhan : Piper retrofractum

Bobot Simplisia : 2,0040 gram


Tabel Pengamatan :

No. Keterangan Gambar


1. Penggerusan simplisia

2. Penimbangan simplisia

3. Pemanasan simplisia +
etanol 50 mL
4. Penyaringan ekstrak
simplisia setelah
pemanasan selama 30
menit

5. Pengenceran 10 mL
filtrat dalam 100 mL
etanol

6. Pengenceran 0,5 mL
filtrat simplisia dalam Tidak ada
25 mL etanol
2. Perhitungan

a. Faktor pengenceran

2 gram dalam 50 mL etanol


(40.000 ppm)

10 mL dalam 100 mL
(10 kali)

0,5 mL dalam 25 mL
(50 kali)

b. Konsentrasi larutan sampel

Faktor pengenceran = 10 x 50 = 500 kali


As = 0,513
Ap = 0,698
Konsentrasi larutan pembanding (Cp)
0,5 𝑚𝐿 𝑚𝑔
= 500 𝑚𝐿 𝑥 1 𝑚𝐿 = 0,001 𝑚𝑔/𝑚𝐿

0,001 𝑚𝑔 1𝑚𝑔
Cp = 𝑥 1000 = = 1 𝑝𝑝𝑚
𝑚𝐿 𝐿

𝐴𝑠
𝐶𝑠 = 𝑥 𝐶𝑝 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐴𝑝

0,513
𝐶𝑠 = 𝑥 1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 500
0,698
𝐶𝑠 = 367,478 𝑝𝑝𝑚
c. Kadar piperin simplisia
2𝑔 1000
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑥 = 40.000 𝑝𝑝𝑚
50 𝑚𝐿 0,001

𝐶𝑠
Kadar piperin (%) = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100 %

367,478 𝑝𝑝𝑚
Kadar piperin = 𝑥 100 % = 0,9186 %
40.000 𝑝𝑝𝑚

V. Pembahasan

Dalam praktikum ini, dilakukan identifikasi senyawa marker aktif serta


penetapan kadar senyawa marker (piperin) dalam simplisia cabe jawa (Piper
retrofractum Vahl). Identifikasi dan uji kualitas bahan baku tanaman merupakan
syarat penting yang harus dilakukan oleh industri ketika berurusan dengan obat
herbal, perlu diperhitungkan pula bahwa tanaman yang akan diuji memiliki
komposisi yang kompleks dan tidak konsisten berdasarkan kandungan metabolit
sekundernya.
Kontrol kualitas obat herbal, dalam beberapa kasus, memungkinkan untuk
melakukan identifikasi senyawa spesifik, yang biasa disebut senyawa marker.
Senyawa marker adalah senyawa atau golongan senyawa yang dapat digunakan
untuk mengontrol konsisten tiap batch produk jadi tanpa harus mengetahui adanya
aktiftitas atau tidak senyawa tersebut.
Senyawa marker diklasifikasikan menjadi dua, yang pertama adalah
senyawa marker aktif, yaitu senyawa atau golongan senyawa yang diketahui
secara umum mempunyai kontribusi dalam aktifitas terapeutik. Yang kedua
adalah senyawa marker analisis yaitu senyawa atau golongan senyawa yang
digunakan untuk tujuan analisis tanpa perlu mengetahui adanya kontribusi adanya
aktifitas terapetik atau tidak (Natural Health Product Directorate’s Canada, 2012
dalam Dwitya, 2014).
Pada praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa dan kadar
senyawa piperin pada simplisia buah cabe jawa. Cabe jawa (Piper retrofractum
Vahl) termasuk suku Piperaceae, yang tumbuh memanjat dan merupakan salah
satu jenis tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia. Di Indonesia cabe
jawa banyak ditemukan terutama di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara dan
Kalimantan. Daerah sentra produksi utamanya adalah di Madura (Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, Sumenep), Lamongan dan Lampung. Sampai saat ini
belum diketahui apakah karakteristik tanaman cabe jawa yang dibudidayakan
tersebut sama atau tidak (Wawan, 2009).
Taksonomi cabe jawa :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoiophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnolidae
Ordo : Peperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper retrofractum Vahl
Nama umum : Cabe jawa
Nama daerah : Lada panjang (melayu), cabe jawa (melayu, jawa), cabi solah
(madura)

Cabe jawa merupakan salah satu tanaman yang diketahui memiliki efek

stimulan terhadap sel saraf sehingga mampu meningkatkan stamina tubuh. Efek

hormonal dari tanaman ini dikenal sebagai afrodisiaka. Bagian yang dimanfaatkan

sebagai afrodisiaka adalah buahnya dan diduga senyawa aktif yang berkhasiat

afrodisiaka di dalam buahnya adalah senyawa piperine. Berbagai hasil penelitian

sebelumnya menunjukan bahwa ekstrak cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.),

mempunyai efek androgenik dan meningkatkan kadar hormon testosteron tikus


percobaan serta sudah diketahui karakterisasinya baik sebagai simplisia maupun

ekstrak etanol 95% serta cukup aman (Nukman, 2010).

Pada percobaan ini tahap pertama, dilakukan ekstraksi piperin dengan

memasukkan 2 gram serbuk simplisia dan ditambahkan etanol 96 % 50 mL ke

dalam erlenmeyer 100 mL. Dipilih pelarut etanol karena etanol dapat digunakan

untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai relatif rendah, karena

etanol merupakan pelarut universal, etanol tidak meyebabkan pembengkakan

membran sel, dapat memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan juga

efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal. Dipilih etanol

konsentrasi 96% karena etanol 96% merupakan pelarut dimana kadar alkoholnya

lebih kecil atau sedikit dibandingkan dengan kadar airnya, sehingga lebih mudah

atau lebih cepat menguap. Kemudian dipanaskan ini bertujuan agar kandungan

yang terdapat pada simplisia dapat semuanya keluar terutama piperin, serta diaduk

selama 30 menit ini bertujuan agar interaksi simplisia dengan pelarut lebih banyak

sehingga piperin yang terinteraksi semakin banyak lalu disaring menggunakan

kertas saring. Kemudian filtrat ditampung di erlenmeyer sebagai sampel uji.

Ekstraksi ini adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat.

Adapun tujuan dari ekstraksi, yaitu untuk menarik komponn kimia yang terdapat

dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat

padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan lapisan

antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian

komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel

dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi

cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Sudjadi, 1986).

Kedua, dilakukan persiapan larutan standar dengan membuat larutan

pembanding piperin dengan menimbang 25 mg standar piperin dan dilarutkan

dengan etanol 96% ad tanda dalam labu ukur 25 mL. Kemudian larutan

pembanding piperin tersebut dipipet sebanyak 0,5 mL lalu diencerkan hingga 500

mL oleh etanol hingga didapat larutan induk dengan konsentrasi 1 ppm.

Ketiga, dilakukan penetapan kadar piperin menggunakan metode

spektrofotometri dengan memasukkan 10 mL filtrat sampel uji ke dalam labu

takar 100 mL ad etanol 100 mL, lalu dikocok hingga homogen. Kemudian,

diambil 0,5 mL di ad 25 mL hingga diperoleh absorbansi antara 0,2-0,8.

Kemudian, larutan standar piperin dan filtrat yang telah diencerkan dicari panjang

gelombang maksimum dengan cara scanning larutan standar dengan

spektrofotometer UV.

Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi

cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002).

Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang 200-400 nm dan sinar

tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Spektromotometri

digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorbsi atau diteruskan. Sinar

radiasi monokromatik akan melewati larutan yang mengandung zat yang dapat

menyerap sinar radiasi tersebut (Harmita, 2006).


Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang

melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,

sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisi kuantitatif

dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif. Konsntrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).

Adapun prinsip kerja spektrofotometri, yaitu cahaya yang berasal dari

lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat polikromatis diteruskan melalui

lensa menuju ke monokromator pada spektrofotometer dan filter cahaya pada

fotometer. Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis menjadi

cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya dengan panjang tertentu

kemudian akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam

konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi)

dan ada ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima

oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima dan

mengetahui cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang

terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel

secara kuantitatif (Triyati, 1985).

Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil, yaitu konsentrasi larutan

sampel adalah 367,47 dan kadar piperin adalah 0,918%. Dengan panjang

gelombang maksimum nya adalah 340,5 nm dan absorbansinya 0,513, ini


menunjukan bahwa nilai absorbansi simplisia cabe jawa masuk antara rentang

0,2- 0,8.

Kadar piperin yang di didapatkan dari simplisia buah cabe jawa adalah

sebesar 0,918%. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam Farmakope Herbal

Indonesia (FHI) yang menyatakan bahwa kadar piperin dari simplisia buah cabe

jawa harus tidak kurang dari 1,1 % ( Depkes RI, 2008). Adapun faktor

kesalahannya yaitu pada saat melakukan pengenceran, pada saat mengukur

absorbansi pada pengenceran 10 mL filtrat dalam 100 mL etanol diperoleh

rentang 0,1, seharusnya nilai absorbansi yang baik berada pada rentang 0,2-0,8

sehingga dilakukan pengenceran menjadi 0,5 mL filtrat simplisia dalam 25 mL

etanol.
VI. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan identifikasi senyawa marker aktif serta

penetapan kadar senyawa marker (piperin dalam simplisia) dengan metode

spektrofotometri UV diperoleh kadar piperin dari simplisia Piper Retrofracti

Fructus (buah cabe jawa) adalah 0,918%.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dwitya, M. Rezki. 2014. Skripsi Pengembangan Metode Analisis Senyawa
Marker Spesifik Piper Retrofractum Vahl Dan Piper Nigrum L. dalam
Campuran Menggunakan KLT-Densitometri Dan Visualizer. Surabaya:
Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

Wawan Haryudin dan Otih Rostiana. 2009. Karakteristik Morfologi Tanaman


Cabe Jawa (Piper Retrofractum. Vahl) Di Beberapa Sentra Produksi. Bul.
Littro. Vol. 20 No. 1, 2009, 1 – 10

Nukman Moeloek, Silvia W. Lestari,Yurnadi, dan Bambang Wahjoedi. 2010. Uji


Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl) sebagai Fitofarmaka
Androgenik pada Laki-laki Hipogonad. Maj Kedokt Indon, Volum: 60,
Nomor: 6, Juni 2010

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press: Yogyakarta.

Harmita. 2006. Buku Ajar Fisikokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.

Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Triyati, E. 1985. Spektrofotometri Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta


Aplikasinya Dalam Oseanologi, Jurnal Oseana, Vol. X, No. 1, ISSN :
0216-1877. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai