Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA SEDIAAN STERIL

“PEMBUATAN SEDIAAN OBAT TETES MATA CHLORAMPHENICOL 0,5 %


YANG MEMPUNYAI PH = 7.0 SEBANYAK 10 ml”

Nama Kelompok :
1. Ani Mubayyinah (112210101047)
2. Liza Fairuz (112210101055)
3. Nurul Faridah (112210101064)
4. Awalia Annisafira (112210101065)
5. Fatimah A. Maulidiyah (112210101067)
6. Elly Febry (112210101071)

BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2014
PEMBUATAN SEDIAAN OBAT TETES MATA CHLORAMPHENICOL O,5 %
YANG MEMPUNYAI PH = 7.0 SEBANYAK 10 ml

TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami dan dapat melakukan metode sterilisasi filtrasi dan sterilisasi basah
2. Mempelajari pembuatan sediaan obat tetes mata steril pH 7,0 dengan penambahan
bakterisida

I. PRA FORMULASI
1. Tinjauan farmakologis kloramfenikol (Martindale: 1137 dan Farmakologi II)
Efek utama : antibakteri
Bakteriostatik : terhadap enterobacter dan staphylococcus aureus
Bakterisid : terhadap str. Pneumoniae. Neiss. Meningitis,H.
Infwanze (martindale 36;2009;p.241)
Efek samping : reaksi hipersensitif termasuk rashes, demam, angiodema bisa
terjadi, khususnya setelah penggunaan topikal (martindale
36;2009;p.241)
Kontraindikasi : (martindale 36;2009;p.240)
- Pasien dengan riwayat hipersensitivitas atau reaksi toksik pada
kloramfenikol
- Tidak boleh diberikan secara sistemik untuk infeksi ringan atau
untuk profilaksis
- Program pengobatan berulang dan berkepanjangan
- Seharusnya tidak digunakan pada pasien dengan depresi sumsum
tulang atau diskisia darah
- Penggunaan kloramfenikol dihindari secara kehamilan dan dapat
mengganggu imunitas dan tidak boleh diberikan selama aktif
imunisasi
Perhatian dan peringatan : Pada penggunaan jangka panjang sebaiknya dilakukan
pemeriksaan hematologi secara berkala. Hati-hati penggunaan pada
penderita dengan gangguan gagal ginjal, wanita hamil dan
menyusui, bayi prematur dan bayi yang baru lahir (martindale
36;2009;p.240)
2. Tinjauan sifat fisika kimia (martindale 36;2009;p.239)
a. Kelarutan : 1:400 dalam air, 1: 2,5 dalam etanol 95% P, sukar larut dalam
kloroform P dan dalam eter P, 1:7 dalam propilen glikol P, Praktis
tidak larut dalam petrolatum dan minyak nabati (Martindale: 1136).
b. Stabilitas
- Terhadap cahaya: tidak stabil
Pemaparan kloramfenikol (eye drops 10 mg mg/L, dapar fosfat PH 7,0)
terhadap cahaya menebabkan degradasi 80% dalam waktu 45 menit.
- Terhadap suhu: tidak stabil
Dalam air akan terhidrolisis 4% (pemanasan 100ºC 30 menit) dan 10%
(pemanasan 115ºC, 30 menit). Pada PH 7,2 lebih cepat terdegradasi daripada
PH 4,8 (pemanasan 100ºC/120ºC)
- Terhadap PH: PH larutan jenuh 4,5-7,5
PH stabilitas optimum 6,0 (FI IV,1995). Stabil terhadap larutan netral dan
asam, cepat rusakoleh larutan alkali (Remington). Stabil pada PH yang luas
untuk larutan air (PH 2-7)
- Terhadap oksigen: tidak stabil.
c. Cara sterilisasi bahan
Sediaan dipanaskan pada suhu 100ºC selama 30 menit dengan prediksi
kehilangan hanya 3,6%. Pemanasan 98-100% selama 30 menit pada sediaan
tetes mata tidak akan kehilangan potensi lebih dari 10% (Martindale: 1137)
d. Inkompatibilitas
- Dengan parasetamol : menurunkan waktu paruh dan klirens
- Dengan kontrasepsi oral : menurunkan efikasi kontrasepsi oral
- Dengan diuretic : meningkatkan ekskresi kloramfenikol (furosemid)
e. Cara penggunaan
Dosis umum untuk infeksi ocular, optalmik, kloramfenikol 0,5% dosis 1-2tetes
tiap 2 jam untuk 48 jam pemakaian pertama, tiap 4 jam untuk pemakaian
setelahnya

II. FORMULASI
1. Permasalahan dan penyelesaian
PH sediaan harus dibuat mendekati PH fisiologis untuk mencegah iritasi
 Harga PH mata sama dengan PH darah yaitu 7,4 (Lukas, 2006). Harga PH
tetes mata kloramfenikol antara 7-7,5 pada larutan dapar (FI IV, 1995).
Sehingga pada sediaan tetes mata ditambahkan buffer borat yang memiliki
rentang PH 6,8-9,1 (Lukas, 2006) agar dihasilkan PH sesuai cairan
fisiologis mata.
Kloramfenikol tidak stabil pada pemanasan
 Kloramfenikol pada air akan terhidrolisis 4% (pemanasan 100ºC, 3 menit)
dan 10% (pemanasan 110ºC, 30 menit). Pada PH 7,2 lebih cepat
terdegradasi daripada PH 4,8 (pemanasan 100ºC/120ºC).
Kloramfenikol kurang larut dalam air
 Apabila dilihat dari kelarutannya maka kloramfenikol sangat sukar larut
dalam air (1:400), sehingga untuk meningkatkan kelarutanya ditambahkan
atau dilarutkan dalam dapar borat, karena dapar borat juga berfungsi untuk
meningkatkan kelarutan.
Kemungkinan terjadi kontaminasi mikroorganisme karena termasuk sediaan dosis
ganda
 Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu ditambahkan bakterisida.
Pada praktikum ini dipilih fenil merkuri nitrat dengan konsentrasi 0,001-
0,002%. Dipilih fenil merkuri nitrat karena memiliki rentang PH yang luas.
Selain itu penambahan bakterisida juga dapat meningkatkan nilai SAL.
2. Formulasi
R/ cloramphenicol 500 mg
Boric acid 1,5 g
Borax 300 mg
Phenyl mercuric nitate 2 mg
Water forinjection ad 100 ml
3. Perhitungan berat dan volume
Volume yang tertera pada kemasan adalah 10 ml, karena sterilisasi menggunakan
filtrasi, dikhawatirkan adanya bahan yang tertinggal, maka penimbangan
dilebihkan 50%.
Penimbangan bahan
- Kloramfenikol = 500mg/100ml x 15 ml = 75mg
- Boric acid = 1,5g/100ml x 15 ml = 225mg
- Borax = 300mg/100ml x 15ml = 45mg
Timbang = 50 mg lalu ditambahkan 5 ml fenil merkuri nitrat 0,002% ad larut.
50 𝑚𝑔 45 𝑚𝑔
=
5 𝑚𝑙 𝑥
x = 4,5 ml (dipipet 4,5 ml)
- Phenyl mercuric nitrate = 2mg/100ml x 15ml = 0,3mg
Pengenceran dengan menimbang 50 mg lalu ditambahkan aq for injeksi 50 ml
lalu dipipet 0,3 ml. Pada percobaan, fenil merkuri nitrat telah diberikan dalam
bentuk terlarut.
- Water for injection
Aq pro injeksi ditambahkan ad 15 ml
Vol yang tertera pada sediaan = 10 ml → kelebihan 0,5 ml (FI IV, 1995). Jadi
sediaan yang dimasukkan pada botol adalah 10,5 ml.
d. Cara sterilisasi bahan
Sediaan disterilisasi dengan menggunakan sterilisasi filtrasi.

IV. PELAKSANAAN
1. Penyiapan Alat
a. Alat yang digunakan dan cara sterilisasi
No Nama alat Jumlah Ukuran Sterilisasi Waktu
1 Kaca arloji 2 Ø 5 cm Oven – 1800C 30 menit
2 Beaker glass 1 Oven – 1800C 30 menit
3 Pinset 1 Oven – 1800C 30 menit
4 Batang pengaduk 1 Oven – 1800C 30 menit
5 Gelas ukur 1 Autoklaf - 121ºC 15 menit
6 Wadah tetes 1

b. Pencucian, pengeringan, dan pembungkusan alat


- Pencucian alat

Mencuci alat gelas dengan air dan HCl encer

Merendam dalam larutan tepol 1% dan Na2CO3 0,5% (aa) dan didihkan
selama 1 jam

Ulangi ad larutan jernih (maksimal 3x)


Membilas dengan aquadest sebanyak 3x

- Pencucian alumunium

Mendidihkan alat alumunium dalam tepol 1% selama 10 menit

Merendam dalam larutan Na2CO3 5% selama 5 menit

Membilas dengan aqua panas mengalir

Mendidihkan dengan air 15 menit kemudian dibilas

Mendidihkan dengan aquadet 15 menit

Membilas dengan aquadest sebanyak 3 x

- Pengeringan dan pembungkusan

Mengeringkan alat di oven pada suhu 100-1050C selama 10 menit (dalam


keadaan terbalik)

Mendinginkan dan bungkus dengan alumunium foil rangkap 2

c. Sterilisasi alat
Sterilisasi alat dengan metode panas kering menggunakan oven pada suhu 180
C selama 30 menit.
- Waktu pemanasan = menit
- Waktu kesetimbangan = menit
- Waktu pembinasaan = 30 menit
- Tambahan waktu untuk jaminan sterilitas = menit
- Waktu pendinginan = menit
Total waktu sterilisasi = menit
Sterilisasi alat dengan metode panas basah menggunakan autoklaf pada suhu
121ºC selama 15 menit.
- Waktu pemanasan = menit
- Waktu pengeluaran udara = menit
- Waktu menaik = menit
- Waktu kesetimbangan = menit
- Waktu pembinasaan = 15 menit
- Tambahan waktu untuk jaminan sterilitas = menit
- Waktu penurunan = menit
- Waktu pendinginan = menit
Total waktu sterilisasi = menit
2. Cara kerja
a. Pembuatan dapar borat PH 7,0

As borat 225 mg ditimbang, dilarutkan fenil merkuri nitrat 0,002% 5 ml

Borax 50 mg ditimbang, dilarutkan fenil merkuri nitrat 0,002% 5 ml, pipet


4,5 ml

Larutan borax dan as sitrat dicampur, ukur ad PH 7,0

b. Pembuatan sediaan tetes mata

Kloramfenikol 75 mg ditimbang, masukkan beaker glass

Ditambahkan larutan dapar, aduk ad larut bila perlu dengan pemanasan


<50ºC

Tambahkan fenil merkuri nitrat 0,002% ad 15 ml, aduk, cek PH

Disaring dengan membran prefilter dan membrane filter 0,2 µm di LAF

Masukkan 10,5 ml ke dalam botol (FI IV,1995), tutup botol


V. KEMASAN, ETIKET DAN LABEL
a. Kemasan

b. Label
c. Etiket
VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dibuat sediaan tetes mata dengan bahan aktif kloramfenikol.
Sediaan tetes mata yaitu sediaan steril yang bebas dari partikel asing dan mikroorganisme,
dibuat dengan cara yang sesuai serta dikemas untuk digunakan pada mata. Struktur
penyusun organ mata sangat sensitive sehingga mudah terluka dan terinfeksi partikel asing
dan bakteri. Mata juga dilindungi oleh cairan yang bersifat bakteriostatik yang dihasilkan
oleh air mata. Cairan mata juga merupakan cairan steril yang secara terus menerus
membilas mata dari partikel asing, bakteri,dll sehingga sediaan tetes mata harus steril.
Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat bakteriostatik dan mempunyai
spektrum luas. Kloramfenikol efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis akut yang
disebabkan oleh mikoroorganisme, termasuk Pseudomonas sp kecuali Pseudomonas
aeruginosa. Senyawa ini juga efektif untuk pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh
bakteri gram positif dan gram negative (Siswandono dan Soekardjo, 1995).
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik dan
pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya bekerja dengan menghambat
sintesis proteindengan jalan meningkatkan ribosom subunit 50S yang merupakan langkah
penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob
gram positif dan beberapa bakteri aerob gram negatif.Kloramfenikol berkhasiat untuk
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella thypi, Salmonella parathypi,
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis,
Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis,
Brucella dan Shigella.Namun demikian, kloramfenikol tidak aktif terhadap virus, jamur,
dan protozoa.
Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling
stabil dalam segala pemakaian. Kloramfenikol memiliki stabilitas yang sangat baik
padasuhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas maksimumnya dicapai pada pH 6.
Pada suhu 25oC dan pH 6, memiliki waktu paruh hampir 3 tahun. Yang menjadi
penyebabutama terjadinya degradasi kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan
hidrolitikpada lingkaran amida. Laju reaksinya berlangsung di bawah orde pertama dan
tidak tergantung pada kekuatan ionik media (Connors, 1992).
Berlangsungnya hidrolisis kloramfenikol terkatalisis asam umum/basa umum,
tetapi pada kisaran pH 2 sampai 7, laju reaksinya tidak tergantung pH. Spesies
pengkatalisasi adalah asam umum atau basa umum yang terdapat pada larutan dapar
yangdigunakan; khususnya pada ion monohidrogen fosfat, asam asetat tidak terdisosiasi,
sertaion asam monohidrogen dan dihidrogen sitrat dapat mengkatalisis proses degradasi.
Dibawah pH 2, hidrolisis terkatalisis ion hidrogen spesifik memegang peranan besar
padaterjadinya degradasi kloramfenikol. Obat ini sangat tidak stabil dalam suasana basa,
danreaksinya terlihat terkatalisis baik asam maupun basa spesifik (Connors, 1992).
Mekanisme Kerja Kloramfenikol adalah sebagai berikut.
1. Bekerja menghambat sintesis protein bakteri
2. Obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses difusi terfasilitasi
3. Obat mengikat secara reversible unit ribosom 50S, sehingga mencegah ikatan asam
amino yang mengandung ujung aminoasil t-RNA dengan salah satu tempat
berikatannya di ribosom
4. Pembentukan ikatan peptida dihambat selama obat berikatan dengan ribosom
5. Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria sel mamalia
karena ribosom mitokondria mirip dengan ribosom bakteri
Efek utama dari kloramphenikol pada sediaan tetes mata sebagai antibiotik
spektrum luas dengan cara mengganggu sintesis protein dan bersifat bakteriostatik. Pada
penyakit mata digunakan untuk mengobati konjuntivis konjungtivitas. Efek samping
retikolopenia, anemia aplasia, gangguan penglihatan, ruam, demam, angio derma (sweet
man,2009). Kelarutan sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, sedikit larut dalam
kloroform, mudah larut dalam propilenglikol, aseton dan etil asetat.(Depkes RI,1995)
Stabilitas kloramfenikol
- Terhadap cahaya: tidak stabil
Pemaparan kloramfenikol (eye drops 10 mg mg/L, dapar fosfat PH 7,0) terhadap cahaya
menebabkan degradasi 80% dalam waktu 45 menit. Sehingga untuk menghindari proses
fotolisis digunakan wadah sediaan yang gelap terlindung dari paparan cahaya secara
langsung, misalnya menggunakan wadah berwarna coklat. Sediaan disimpan ditempat
yang terlindung dari cahaya, steril, dan kedap udara. (british pharmacopeia)
- Terhadap suhu: tidak stabil
Dalam air akan terhidrolisis 4% (pemanasan 100ºC 30 menit) dan 10% (pemanasan
115ºC, 30 menit). Pada PH 7,2 lebih cepat terdegradasi daripada PH 4,8 (pemanasan
100ºC/120ºC)
- Terhadap PH: PH larutan jenuh 4,5-7,5
PH stabilitas optimum 6,0 (FI IV,1995). Stabil terhadap larutan netral dan asam, cepat
rusakoleh larutan alkali (Remington). Stabil pada PH yang luas untuk larutan air (PH 2-
7)
- Terhadap oksigen: tidak stabil.
Berlangsungnya hidrolisis kloramfenikol terkatalisis asam umum/basa umum,
tetapi pada kisaran pH 2 sampai 7, laju reaksinya tidak tergantung PH. Spesies
pengkatalisasi adalah asam umum atau basa umum yang terdapat pada larutan dapar yang
digunakan; khususnya pada ion monohidrogen fosfat, asam asetat tidak terdisosiasi, serta
ion asam monohidrogen dan dihidrogen sitrat dapat mengkatalisis proses degradasi.
Dibawah pH 2, hidrolisis terkatalisis ion hydrogen spesifik memegang peranan besar pada
terjadinya degradasi kloramfenikol. Obat ini sangat tidak stabil dalam suasana basa, dan
reaksinya terlihat terkatalisis baik asam maupun basa spesifik (Connors, 1992)
Proses hidrolisis kemungkinan besar merupakan proses tunggal yang paling
penting karena peruraian obat terutama karena sejumlah besar obat adalah ester-ester yang
mengandung gugus lain seperti amida tersubtitusi, lakton, dan laktam, yang rentan
terhadap proses hidrolisis (Ansel, 1989).
Jalur utama degradasi kloramfenikol dari jalur hidrolisis, melalui 2 jalur:
1. Substitusi halogen
Hidrolisis tidak hanya terjadi pada gugus karboksil, tetapi juga menyerang substitusi
halogen (leaving grup yang baik) oleh air. Misalnya pada kloramfenikol. Degradasi
kloramfenikol lewat dehalogenasi tidak menjadi bagian yang berperan dalam gambaran
degradasi total, setidaknya di bawah pH 7. (Connors, 1992)

O2N
NHCOCHCl2 Cl2 merupakan
H leaving grup yang
C baik
C CH2OH
H
Kloramfenikol OH
+ H2O

Dihidrolisis menjadi
O2N
NHCOCOH2
H + HCl
C
C CH2OH
H
OH
2. Hidrolisis amida

Kloramfenikol mengalami hidrolisis amida. Kloramfenikol selain mengalami


hidrolisis amida, juga mengalami substitusi halogen oleh air. Ikatan yang putus pada
kloramfenikol adalah ikatan antara C asil dengan N.
Laju degradasi tergantung secara linier pada konsentrasi dapar, spesies dapar
beraksi sebagai asam umum dan basa umum. Laju hidrolisis kloramfenikol tidak
tergantung kekuatan ionik, dan tidak terpengaruh oleh konsentrasi ion dihidrogen fosfat,
dengan demikian aktivitas katalisisnya dianggap berasal dari aksi ion monohidrogen fosfat
sebagai katalisis basa umum.(Connors, 1992).
Cara Sterilisasi Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol
Sediaan tetes mata kloramfenikol termasuk dalam salah satu sediaan yang tidak
disarankan untuk disterilisasi akhir dengan radiasi karena disamping bentuk sediaan
berupa tetes mata serta bahan aktif berupa antibiotik. Sediaan tetes mata kloramfenikol
lebih disarankan untuk disterilisasi dengan filtrasi, pemanasan dengan bakterisida dan
autoklaf.
1. Sterilisasi dengan filtrasi teknik aseptis
Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua organisme hidup dengan
cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecilnya sehingga
bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan di atasnya, sedangkan filtratnya ditampung di
dalam wadah yang steril (Hadioetomo, R. S., 1985).
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik
dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan
untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas. (Ansel, 1989).
Sterilisasi ini dilakukan dengan filtrasi teknik aseptis, sehingga proses pembuatan
sediaan ini dilakukan di dalam laminar air flow(LAF). Sediaan disaring sebanyak dua kali,
yang pertama disebut klarifikasi dengan tujuan untuk menurunkan jumlah partikel dan
mengurangi bioburden. Klarifikasi dilakukan dengan menggnakan kertas saring Whatman
54 dengan diameter pori 0,45 µm. Penyaringan kedua bertujuan untuk membebaskan
larutan dari bakteri, dilakukan dengan menggunakan filter membran dengan diameter pori
0,2 µm. Proses filtrasi ini sekaligus pengisian ke dalam wadah dan merupakan tahapan
yang paling kritis, karena sebelum melewati membran, larutan masih belum steril, namun
larutan yang telah melewati membran dan menetes masuk ke wadah sediaan adalah larutan
yang sudah steril, sehingga sterilitas sediaan tetes mata sangat ditentukan pada tahap ini.
2. Pemanasan dengan bakterisida
Metode ini merupakan aplikasi khusus dari pada uap panas pada 100 C. adanya
bakterisida sangat meningkatkan efektifitas metode ini. Metode ini digunakan untuk
larutan berair atau suspense obat yang tidak stabil pada temperatur yang biasa diterapkan
pada autoklaf. Larutan yang ditumbuhkan bakterisida ini dipanaskan dalam wadah
bersegel pada suhu 100 C selama 20 menit dalam pensterilisasi uap atau penangas air.
Bakterisida yang dapat digunakan termasuk 0,5%, fenol, 0,5% klorbutanol, 0,2%
kresolatau 0.002% fenil merkuri nitrat saat larutan dosis tunggal lebih dari 15 ml larutan
obat untuk injeksi intra tekal atau gastro intestinal sehingga tidak dibuat dengan metode
ini.
3. Sterilisasi dengan autoklaf
Penggunaan uap bertekanan merupakan metode sterilisasi yang paling umum
memuaskan dan efektif. Ini adalah metode yang diinginkan untuk sterilisasi larutan yang
ditujukan untuk infeksi pada tubuh, pembawa pada sediaan mata, bahan-bahan gelas.
Panas lembab merupakan bentuk uap jenuh di bawah tekanan yang merupakan
cara sterilisasi yang paling banyak digunakan. Penyebab kematian dengan cara sterilisasi
panas terhadap lembab berbeda dengan cara panas kering, kematian mikroorganisme oleh
panas lembab adalah hasil koagulasi protein sel, berbeda dengan cara panas kering,
kematian mikroorganisme yang paling penting adalah proses oksidasi.
USP menentukan sterilisasi uap sebagai penerapan uap jenuh di bawah tekanan
paling kurang 15 menit dengan temperatur minimal 121 °C dalam jaringan tekanan.
Bentuk yang paling sederhana dari autoklaf adalah “homepreasure cooker”.
Namun kehilangan kloramfenikol (dengan hidrolisis) meningkat dengan
pemanasan sekitar 4% hilang dari larutan berair pada pemanasan 100 ° C selama 30 menit
dan 10% pada suhu 115 ° C selama 30 menit. Oleh karena itu cara sterilisasi ini kurang
efektif jika digunakan pada sediaan tetes mata kloramfenikol dibandingkan dengan metode
filtrasi.
SOAL PERHITUNGAN
1. Penimbangan bahan-bahan untuk membuat larutan dapar sitrat pH 7,0 dengan kapasitas
dapar 0,01 sebanyak 15 mL, hitung asam sitrat dan Na fosfat yang dibutuhkan!
Diketahui:
pKa asam sitrat: pKa1: 3,15; pKa2: 4,78; pKa3: 6,40
BM: Na2HSitrat = 254; Asam Sitrat= 210,14; NaH2Sitrat = 232; Na3Sitrat = 276; Na3PO4=
164
Jawab :
[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
pH = pKa + log [𝑎𝑠𝑎𝑚]
[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
7 = 6,40 + log [𝑎𝑠𝑎𝑚]

[𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚]
log = 0,6
[𝑎𝑠𝑎𝑚]

[garam] = 3,98 x [asam] ....................... persamaan (1)


2,303.𝐶.𝐾𝑎.[𝐻 3 𝑂+ ]
β= (𝐾𝑎+[𝐻₃𝑂⁺])²

2,303.𝐶.3,98.10−8 .10−7
0,01 = (3,98.10‾8 +10‾7 )²

0,01
C = 0,468

= 0,0213
C = [garam] + [asam]
0,0213 = [garam] + [asam]
[garam] = 0,0213 – [asam] ..................... persamaan (2)
Substitusi persamaan (2) ke persamaan (1)
0,0213 – [asam] = 3,98 [asam]
0,0213 = 3,98 [asam]
[asam] = 0,0043
[garam] = C – [asam]
= 0,0213 – 0,0043
= 0,017
Karena menggunakan pka3, maka ada 3 tahapan disosiasi dapar sitrat :
1. H3Sitrat + Na3PO4→ NaH2Sitrat
m: 0,0213 0,0213 -
r : 0,0213 0,0213 0,0213
s : - - 0,0213
2. NaH2Sitrat + Na3PO4 → Na2Hsitrat
m: 0,0213 0,0213 -
r : 0,0213 0,0213 0,0213
s : - - 0,0213
3. Na2Hsitrat + Na3PO4 → Na3Sitrat
m: 0,0213 0,017 -
r : 0,017 0,017 0,017
s : 0,0043 - 0,017

Dari reaksi di atas kita bisa menghitung penimbangan bahan jika yang tersedia :
a. H3Sitrat dan Na3PO4

𝑔 1000
H3Sitrat : M = 𝑀𝑟 x 𝑉
0,0213 𝑥 210,4 𝑥 15
g = 1000

g = 0,06722 gram
= 67,22 mg
𝑔 1000
Na3PO4 : M = 𝑀𝑟 x 𝑉
0,0596 𝑥164 𝑥 15
g = 1000

g = 0,14661 gram
= 146,61 mg
2. Hitung tonisitas sediaan tetes mata kloramfenikol 0,5% dalam dapar asam sitrat-Na
fosfat dengan metode NaCl ekivalensi!
Diketahui:
R/ Kloramfenikol 0,075 (E= 0,14)
Asam sitrat 0,06722 (E= 0,18)
Na fosfat 0,14661 (E=0,53)
Water for injection ad 15 ml
Jawab:
NaCl 0,9% = 0,9/100
Jumlah nilai NaCl agar isotonis pada sediaan 15 ml = (0,9/100) x 15 ml = 0,135 gram
Sedangkan jumlah nilai NaCl dalam sediaan berdasarkan resep diatas yaitu:
Kloramfenikol = 0,075 gr x 0,14 = 0,0105
Asam sitrat = 0,06722 gr x 0,18 = 0,012
Na Fosfat = 0,14661 gr x 0,53 = 0,0777
Jadi total nilai kesetaraan NaCl dalam sediaan = 0,0105 + 0,012 + 0,0777 = 0,1002 gram
Sehingga agar isotonis: 0,135 gr – 0,1002 gr = 0,0348 gram NaCl yang harus ditambahkan
agar sediaan menjadi isotonis.
Berarti dapat disimpulkan bahwa sediaan tetes mata kloramfenikol 0,5% dalam
dapar sitrat-Na fosfat adalah hipotonis terhadap sel tubuh karena jumlah nilai NaCl (0,135
gram) lebih besar dibandingkan dengan total nilai kesetaraan dalam sediaan (0,1002 gram).
Sehingga perlu ditambahkan NaCl sebanyak 0,0348 gram agar sediaan menjadi isotonis.
Keadaan hipotonis yaitu ketika sel darah tercampur dengan sediaan yang
konsentrasinya lebih kecil. Sehingga air memasuki sel-sel darah dan menyebabkan sel
tersebut membengkak dan akhirnya meledak dengan membebaskan hemoglobin.
Fenomena ini dikenal sebagai hemolisis dan sediaan tersebut dikatakan hipotonis dengan
darah.

Permasalahan pada proses formulasi antara lain:


1. PH sediaan harus dibuat mendekati PH fisiologis untuk mencegah iritasi
Harga PH mata sama dengan PH darah yaitu 7,4 (Lukas, 2006). Harga PH tetes mata
kloramfenikol antara 7-7,5 pada larutan dapar (FI IV, 1995). Sehingga pada sediaan
tetes mata ditambahkan buffer borat yang memiliki rentang PH 6,8-9,1 (Lukas, 2006)
agar dihasilkan PH sesuai cairan fisiologis mata.
2. Kloramfenikol tidak stabil pada pemanasan
Kloramfenikol pada air akan terhidrolisis 4% (pemanasan 100ºC, 3 menit) dan 10%
(pemanasan 110ºC, 30 menit). Pada PH 7,2 lebih cepat terdegradasi daripada PH 4,8
(pemanasan 100ºC/120ºC). Sehingga pada praktikum ini digunakan cara sterilisasi
filtrasi menggunakan membrane prefilter (kertas saring) yang digunakan untuk
menyaring partikel asing dan membrane filter 0,2 µm untuk menyaring bakteri.
3. Kloramfenikol kurang larut dalam air
Apabila dilihat dari kelarutannya maka kloramfenikol sangat sukar larut dalam air
(1:400), selain itu masalah utama dari sediaan obat yang menggunakan pelarut air yaitu
adanya kecenderungan molekul obat berinteraksi dengan molekul-molekul air
menghasilkan produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda yang dikenal sebagai
reaksi hidrolisis. (Ansel, 1989). Salah satu proses kerusakan yang paling sering terjadi
dan dapat menyebabkan ketidakstabilan kimia adalah reaksi hidrolisis. Hidrolisis
merupakan suatu proses solvolisis dimana molekul obat berinteraksi dengan molekul-
molekul air menghasilkan suatu produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda
(Ansel, 1989). Sehingga tidak digunakan pelarut air dalam formulasi sediaan tetes mata
kloramfenikol.Untuk meningkatkan kelarutanyya ditambahkan atau dilarutkan dalam
dapar borat, karena dapar borat juga berfungsi untuk meningkatkan kelarutan.
Kloramfenikol dapat larut dengan baik pada suasana asam maka basis yang dikunakan
juga berupa asam yaitu asam borat yang dibantu keefektifitasnya oleh borax. Selain itu
borax juga berfungsi sebagai alkalizing agent yang dapat menyangga PH sediaan.
4. Kemungkinan terjadi kontaminasi mikroorganisme karena termasuk sediaan dosis ganda
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu ditambahkan bakterisida. Pada praktikum
ini dipilih fenil merkuri nitrat dengan konsentrasi 0,001-0,002%. Dipilih fenil merkuri
nitrat karena memiliki rentang PH yang luas. Selain itu penambahan bakterisida juga
dapat meningkatkan nilai SAL.
Bakterisida lain yang dapat digunakan pada sediaan tetes mata menutut (DOM hal 148:
Diktat kuliah teknologi steril, 291-293; Codex, 161-165; Benny Logawa, 43):
Jenis Konsentrasi Inkompatibilitas Keterangan
Senyawa 0,004-0,02% Sabun, surfaktan Paling banyak dipakai untuk
amonium (biasanya anionik, salisilat, nitrat, sediaan optalmik.
kuartener: 0,01 %) fluoresecin natrium. Efektivitasnya ditingkat-kan
Benzalkonium dengan penambahan EDTA
klorida 0,02%
Efektif dalam dosis kecil,
reaksi cepat, stabilitas yang
tinggi.
Senyawa Halida tertentu dengan Biasanya digunakan seba-gai
merkur nitrat: 0,01-0,005 fenilmerkuri asetat pengawet dari zat aktif yang
Fenil merkuri % OTT dengan Benzalkonium
nitrat 0,005 % Klorida
Thiomersal
Parahidroksi Nipagin Diadsorpsi oleh makro- Jarang digunakan, banyak
benzoat: 0,18% + molekul, interaksi dg digunakan untuk mence-gah
Nipagin, Nipasol surfaktan nonionik pertumbuhan jamur, dalam
Nipasol 0,02% dosis tinggu mem-punyai sifat
antimikroba yang lemah,
kelarutan yang rendah dan
dapat menimbulkan rasa pedih
di mata.
Fenol: Stabilitasnya pH Akan berdifusi melalui
Klorobutanol 0,5-0,7 % depen-dent; kemasan polietilen low-
aktivitasnya tercapai density, stabil pada suhu
pada konsen-trasi dekat kamar pada pH 5 atau kurang,
kelarutan max dapat berpenetrasi pada wadah
plastik.
Garam raksa: - fenilraksa Efektivitas tinggi pada
(II) nitrat pembawa dengan pH sedikit
(PMN): asam.
0,002-
0,004%
- fenilraksa
(II) asetat
(PMA):
0,005-0,02%
- tiomersal:
0,01%
Feniletilalkohol 0,5% Aktivitasnya lemah, mudah
menguap, dapat berpenetrasi
dalam wadah plastik, kelarutan
kecil, dan memberi rasa pedih
di mata.

Pengawet yang biasa digunakan untuk tetes mata Kloramfenikol adalah Nipagin,
Benzalkonium Klorida, dan Fenil Merkuri Nitrat. Berikut adalah beberapa pertimbangan
untuk pemilihan perngawet tersebut:
 Metil paraben (nipagin)
- Nipagin memiliki aktivitas antimikroba pada pH 4-8, namun efikasinya menurun
seiring dengan meningkatnya pH. Nipagin juga lebih aktif terhadap ragi dan
kapang dibandingkan terhadap bakteri, serta lebih aktif terhadap bakteri gram-
positif dibandingkan dengan bakteri gram-negatif. Hal ini kurang sesuai jika
digunakan untuk sediaan tetes mata kloramfenikol yang dikehendaki bersifat
bakteriostatik pada bakteri gram-positif maupun gram negatif.
- Larutan berair stabil pada pH 3-6, sementara larutan air pada pH 8 keatas secara
cepat dapat mengalami hidrolisis. Sedangkan, sediaan tetes mata yang akan dibuat
mempunyai pH 7, sehingga jika menggunakan pengawet nipagin, maka nipagin
tidak stabil pada pH yang dikehendaki (pH sediaan=7).
 Benzalkonium klorida
- Rentang pH benzalkonium klorida antara 4-10. Tetapi pada larutan berair
benzalkonium klorida dapat menghasilkan busa ketika dikocok. Sehingga kurang
acceptable jika digunakan untuk sediaan tetes mata.
- Larutan benzalkonium klorida yang tidak sengaja mengenai kulit, dapat
menyebabkan lesi kulit yang korosif dengan pembentukan nekrosis dan jaringan
parut, sehingga kurang aman jika digunakan untuk pasien umum yang tidak
mengetahui tentang hal tersebut.
- Ada pelaporan terjadinya toksisitas ketika digunakan sebagai pengawet sediaan
tetes mata.
 Fenil merkuri nitrat
- Garam fenil merkuri aktif pada rentang pH yang luas terhadap bakteri dan jamur
dan biasanya digunakan dalam pH netral untuk larutan alkali, meskipun juga telah
digunakan secara efektif pada sedikit asam, sehingga penggunaannya sebagai
pengawet. Dengan demikian, pengawet ini cocok unruk sediaan tetes mata
kloramfenikol yang memang berfungsi sebagai bakteriostatik spektrum luas
terhadap bakteri dan jamur.
- Tidak ada pelaporan tentang toksisitas penggunaan fenil merkuri nitrat sebagai
pengawet sediaan tetes mata. Sehingga pengawet ini bisa dikatakan aman untuk
digunakan.
Sehingga pengawet yang digunakan untuk sediaan tetes mata Kloramfenikol adalah
Fenil Merkuri Nitrat.

VII. KESIMPULAN
1. Sediaan tetes mata kloramfenikol dibuat pada PH mendekati fisiologis (7,4) untuk
mencegah iritasi
2. Dapar borax digunakan untuk membantu kelarutan dan sebagai alkalizing agent
3. Fenil merkuri nitrat merupakan bakterisida yang aktif pada rentang PH yang luas
4. Pengemasan sediaan dilakukan pada wadah yang tidak tembus cahaya
DAFTAR PUSTAKA

Ansel. H., 1989, PengantarBentukSediaanFarmasi, edisikeempat, Penterjemah:Farida


Ibrahim, UI-Press: Jakarta.
Connors, K.,A., 1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, jilid 1 dan 2 , Penterjemah:
Drs. Didik Gunawan, IKIP Press: Semarang
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Lachman, L.,1994, Teori dan praktek FarmasiIndustri, Penerjemah: Siti Suyatmi,UI Press,
Jakarta.
Martindale, 1982, The Extra Pharmacopeia, 28thedition, edited by James E. F.Reynolds,
The Pharmaceutical Press: London.
Nurhasan, M. dan Sedayu, B.B. 2002. The Possibility Of Implementation Of Zero Level
Of Chloramphenicol In Indonesian Exported Shrimp (Paper Writing And
Presentation Competition On Food Issues). Bogor :Food Chat, Department
Of Food Technology And Human NutritionBogor Agricultural University
Siswandono dan Soekardjo. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit Airlangga
University Press.
Sweet man, Sean C. 2009. Martindale The Complate Drug Refrance Thirty – Sixth Edition.
London. Pharmateucal Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai