Anda di halaman 1dari 29

SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK PENEKANAN PADA

PENGENDALIAN KEUANGAN

1. Pusat Pertanggungjawaban (Responsibility Centre)

Menurut Hansen dan Mowen “Pusat pertanggungjawaban merupakan suatu segmen bisnis
yang manajernya bertanggungjawab terhadappengaturan kegiatan-kegiatan tertentu” (Hansen
& Mowen, 2006). Sedangkan Hilton menerangkan bahwa “A responsibility center is a
subunit in an organization whose manager is held accountable for specified financial results
of the subunit’s activities” (Hilton, Hamer, & Frank, 2003).

Dari kedua difinisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pusat pertanggungjawaban merupakan
bagian dari sebuah organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab
atas aktivitas-aktivitas operasional bagian dari organisasi yang dipimpinnya.

1.1 Sifat Pusat Pertanggungjawaban

Pusat pertanggungjawaban muncul guna mewujudkan satu atau lebih maksud yang disebut
dengan cita-cita atau tujuan. Dalam suatu perusahaan, manajer senior menentukan sejumlah
strategi untuk mencapai cita-cita atau tujuan perusahaan. Fungsi dari berbagai pusat
pertanggungjawaban dalam perusahaan adalah untuk mengimplementasikan strategi tersebut.

1.2 Cara Kerja Pusat Pertanggungjawaban

Adapun cara kerja pusat tanggungjawab adalah (Anthony & Govindaradjan, 2005):

Pusat tanggungjawab menerima masukan atau input dalam bentuk sumber daya bahan baku,
tenaga kerja, dan jasa-jasa. Dengan menggunkan modal kerja capital, peralatan, dan aktiva
lainnya, pusat tanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dengan tujuan akhir
mengubah input menjadi output berupa barang dan jasa. Output yang dihasilkan oleh suatu
pusat tanggungjawab kemudian diserahkan kepada pusat tanggungjawab yang lain, dimana
output tersebut bisa menjadi input, atau dilempar ke pasar sebagai output organisasi sebagai
keseluruhan.
1.3 Jenis-jenis Pusat Pertanggungjawaban

1.3.1 Cost Center (Pusat Biaya)

Pusat biaya menurut Hilton dan kawan-kawan adalah sebagai berikut:

“A cost center is an organization subunit, whose manager is responsible for the cost of
activity for which a well-defined relationship exists between inputs and
outputs” (Hilton, Hamer, & Frank, 2003).

Dan dari pernyataan diatas, dapat diambil kesimpulan yaitu bahwa pusat biaya adalah suatu
subunit dalam organisasi yang mengontrol biaya dari aktivitas produksi yang dilakukan dan
tidak mengontrol pendapatan dan investasi, serta ada pembatasan antara masukan dan
keluaran karena adanya tanggungjawab biaya yang harus dipertanggungjawabkan oleh
manajer. Pusat biaya juga mengkonsumsi masukan dan menghasilkan keluaran, namun
keluaran pusat biayanya tidak diukur dalam bentuk pendapatan. Hal ini disebabkan karena
manajer pusat biaya tidak dapat mengendalikan pendapatan penjualan atas keluaran yang
dihasilkannya dan keluaran pusat biaya tidak dapat atau sulit diukur secara kuantitatif.

Lebih jauh lagi Govindaradjan menjabarkan pusat biaya berdasarkan karakteristik hubungan
masukan dengan keluarannya menjadi (Anthony & Govindaradjan, 2005):

1. Pusat Biaya Teknik (engineered expense center)

Yaitu pusat pertanggungjawaban yang sebagian besar masukannya mempunyai hubungan


yang nyata dan erat dengan keluaran.

Contoh pusat biaya teknik adalah departemen produksi, pergudangan, dan distribusi. Di suatu
pusat beban teknik, output dikalikan dengan biaya standar dari setiap unit untuk mengukur
biaya standar dari produk jadi. Manajer pusat biaya memakai biaya standar dan anggaran
fleksibel untuk mengendalikan biaya. Hal ini dikarenakan pada pusat tanggungjawab buaya
teknik ada hubungan kausal atau sebab akibat antara input dan output. Selisih antara biaya
teoritis dan biaya aktual mencerminkan efisiensi dari pusat beban yang sedang diukur. Pusat
biaya teknik mempunyai beberapa tugas penting lainnya dan tidak diukur hanya dari
biayanya saja.
2. Pusat Biaya Kebijakan (discretionary expense center)

Yaitu pusat pertanggungjawaban yang sebagian besar masukannya tidak mempunyai


hubungannya yang nyata dan erat dengan keluarannya.

Contoh pusat biaya kebijakan meliputi unit-unit administratif dan pendukung (seperti
akuntansi, hukum, hubungan industrial, hubungan masyarakat dan sumber daya manusia),
operasi litbang, dan hampir seluruh aktivitas pemasaran. Dalam pusat biaya kebijakan , input
dan outputnya tidak memiliki hubungan yang nyata dan erat. Output dari pusat biaya ini tidak
bisa diukur secara moneter. Penilaian manajemen dalam pusat biaya ini dicerminkan pada
keputusan pihak manajemen yang berkaitan dengan kebijakan tertentu, seperti apakah akan
menyamai atau melampaui usaha pemasaran para pesaing, tingkat pelayanan pada konsumen
yang harus diberikan perusahaan, dan jumlah moneter yang akan dikeluarkan dalam aktivitas
pusat biaya tersebut.

1.3.2 Revenue Center (Pusat Pendapatan)

Atkinson dan kawan-kawan mendefinisikan pusat pendapatan sebagai berikut:

“A Revenue Centers are responsibility centers whose members control revenues, but no
control either the manufacturing or the acquisition cost of the product or service they
sell or the level of investment made in responsibility centers”.

(Atkinson, Banker, Kaplan, & Young, 2001)

Pusat pendapatan merupakan bagian dari pusat pertanggungjawaban yang mengontrol


pendapatan, tetapi tidak mengontrol manufakturing dan biaya akuisisi dari produk atau jasa
yang dijual atau tingkat investasi yang dipakai oleh pusat pertanggungjawaban dan
manajernya memegang tanggung jawab untuk menentukan pendapatan subunitnya. Jadi pusat
pendapatan adalah pusat pertanggungjawaban di dalam suatu organisasi yang prestasinya
dinilai berdasarkan pendapatan dan tidak mengontrol biaya serta tingkat investasi. Ukuran
prestasi pusat pertanggungjawaban ini yang terpenting adalah pendapatan dan hanya biaya
yang dapat dikendalikan langsung oleh setiap pusat pendapatan.

1.3.3 Profit Center (Pusat Laba)

Atkinson dan kawan-kawan mendefinisikan pusat laba sebagai berikut:


“Profit Centers are responsibility centers in which managers and other employees
control both the revenues and the costs of the product or service they deliver”
(Atkinson, Banker, Kaplan, & Young, 2001).

Pusat laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang manajernya memiliki tanggungjawab


untuk mengontrol pendapatan dan biaya yang dikeluarkan untuk produk atau jasa yang
dihasilkan, tidak mengontrol tingkat investasi. Pusat laba prestasinya dinilai atas dasar selisih
antara pendapatan dengan biaya dalam pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Pada
umumnya pusat laba dibentuk jika perusahaan mempunyai usaha yang bervariasi sifatnya
sehingga manajemen puncak mendelegasikan wewenangnya ke manajer yang lebih rendah.

1.3.4 Investment Center (Pusat Investasi)

Menurut Hilton pusat investasi adalah sebagai berikut:

“A investment center is an organizational subunit whose manager is held accountable


for the subunit’s profit and the invested capital used by the sub unit to generate its
profit” (Hilton, Hamer, & Frank, 2003).

Pusat investasi mengharuskan manajer dan karyawannya mengontrol pendapatan, biaya dan
tingkat investasi dalam pusat pertanggungjawaban, karena manajernya bertanggung jawab
untuk keuntungan subunitnya dan penggunaan modal atau investasi ke dalam subunitnya
akan menghasilkan laba. Jadi pusat investasi dalam suatu organisasi yang mempunyai
pengendalian atas biaya dan pendapatan serta pengendalian atas dana investasi agar
memperoleh laba yang lebih besar.

Ukuran prestasi manajer pusat investasi dapat berupa rasio antara laba dengan investasi yang
digunakan untuk memperoleh laba tersebut. Rasio ini dikenal dengan pengembalian investasi
disingkat ROI (Return on Investment). Rasio lain yang dapat digunakan antara lain residual
income, rasio produktivitas dan lain-lain.
2. Return On Investment (ROI), Residual Income (RI), Economic Value
Added (EVA)

2.1 Return On Investment (ROI)

2.1.1 Pengertian Return On Investment (ROI)

“Return on investment menunjukkan seberapa banyak yang bisa dipoles dari seluruh
kekayaan yang dimiliki perusahaan” (Husnan dan Pudjiastuti, 2006:74). Menurut Munawir
(2004:89) menjelaskan bahwa “return on investment dimaksudkan untuk dapat mengukur
kemampuan dalam menghasilkan keuntungan dengan keseluruhan dana yang tersedia dalam
aktiva perusahaan”. Menurut Hariadi (2002:295) “return on investment merupakan
perhitungan nilai yang menunjukkan tingkat pengembalian dari suatu investasi. Dari
beberapa definisi tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa return on
investment adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan tingkat pengembalian
investasi”.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Return On Investment (ROI)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai ROI yang dicapai oleh suatu perusahaan.
Menurut Munawir (2004:89), nilai ROI dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

(1) Turnover dari operating assets (tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk
operasi).

(2) Profit margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam prosentase
dan jumlah penjualan bersih. Profit margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat
dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya.

2.1.3 Manfaat Return On Investment (ROI)

Analisis ROI memiliki beberapa manfaat seperti yang dikemukakan oleh Hariadi (2002:299),
yaitu:

(1) Mendorong manajer pusat investasi untuk memusatkan perhatian pada hubungan antar
penjualan, biaya dan investasi.

(2) Mendorong manajer untuk memberikan perhatian pada efisiensi biaya.

(3) Mendorong manajer untuk memberikan perhatian pada efisiensi aktiva.


2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Return On Investment (ROI)

ROI sebagai alat ukur kinerja perusahaan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
KelebihanROI menurut Hansen dan Mowen (2005:123), yaitu:

(1) Mendorong manajer untuk memfokuskan pada hubungan antara penjualan, beban, dan
investasi, sebagaimana yang diharapkan dari manajer pusat investasi.

(2) Mendorong manajer memfokuskan pada efisiensi biaya.

(3) Mendorong manajer memfokuskan pada efisiensi aktiva operasi.

Menurut Munawir (2004:91) menjelaskan kelebihan analisia ROI sebagai berikut:

(1) Tehnik analisa ROI dapat mengukur eisiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi
bagian produksi dan efisiensi bagian penjualan.

(2) Analisa ROI dapat membandingkan efisiensi penggunaan modal dengan perusahaan lain
yang sejenis.

(3) Analisa ROI dapat mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh divisi,
yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dlam divisi yang bersangkutan.

(4) Analisa ROI dapat mengukur profitabilitas masing-masing produk yang dihasilkan oleh
perusahaan.

(5) Analisa ROI dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan.

ROI juga memiliki beberapa kekurangan. Menurut Hansen dan Mowen (2005:124)
kekuranganROI, yaitu:

(1) ROI mengakibatkan fokusan yang sempit pada profitabilitas divisi dengn mengorbankan
profitabilitas keseluruhan perusahaan.

(2) ROI mendorong para manajer untuk berfokus pada kepentingan jangka pendek dengan
mengorbankan kepentingan jangka panjang.
Menurut Munawir (2004:92) kekurangan ROI sebagai berikut:

(1) Penggunaan return on investment sulit dibandingkan antara suatu perusahaan dengan
perusahaan lain yang sejenis, karena kemungkinan praktek akuntansi yang digunakan oleh
masing-masing perusahaan berbeda.

(2) Adanya fluktuasi nilai uang.

(3) Dengan hanya menggunakan analisis return on investment tidak akan dapat mengetahui
perbandingan dua perusahaan atau lebih secara menyeluruh.

2.1.5 Cara Meningkatkan ROI

ROI perlu dilakukan perbaikan apabila ROI yang dicapai tidak memenuhi target perusahaan.
Cara meningkatkan ROI menurut Garrison dkk (2007:263) sebagai berikut:

(1) Peningkatan penjualan

Untuk meningkatkan penjualan maka persentase kenaikan beban operasi harus lebih kecil
daripada persentase kenaikan penualan.

(2) Penurunan beban operasi

Dengan menurunkan beban operasi akan mengakibatkan kenaikan laba operasi.

(3) Penurunan aktiva operasi

Untuk mengurangi aktiva operasidilakukan dengan mepercepat penagihan piutang usaha.

2.2 Analisis Residual Income (RI)

2.2.1 Pengertian Residual Income (RI)

Residual Income (RI) adalah laba yang dihasilkan diatas target pengembalian investasi pada
suatu pusat laba. Residual Income (RI) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

RI = Laba - (Investasi x target ROI)


2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Residual Income (RI)

Keunggulan Residual Income (RI) :

a. Membuat semua pusat laba memiliki sasaran yang sama untuk pusat investasi yang
sebanding

b. Dapat digunakan tarif beban modal yang berbeda untuk aset yang memiliki risiko yang
berbeda

Kelemahan Residual Income (RI) :

a. RI hanya mendorong manajer pusat laba untuk berorientasi pada tujuan-tujuan jangka
pendek, karena kinerjanya dibatasi hanya untuk satu periode akuntansi saja

b. RI sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi yang digunakan perusahaan

c. Karena hasil akhir RI adalah berupa angka absolut, bukan rasio, maka sulit untuk
dibandingkan RI dari satu pusat laba dengan RI dari pusat laba lainnya yang memiliki jumlah
investasi yang berbeda.

2.3 Economic Value Added (EVA)

2.3.1 Pengertian Economic Value Added (EVA)

Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari
perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Model EVA menawarkan parameter yang
cukup objektif karena berangkat dari konsep biaya modal (cost of capital) yakni mengurangi
laba dengan beban biaya modal,

EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau
strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik
dalam menilai kinerja danprestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA
berhubungan langsung dengan nilai pasar suatu perusahaan.

EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari modal
yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA
merupakan selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT)
dengan biaya modal (Cost of Capital).

Peningkatan EVA dan penciptaan nilai dapat terjadi ketika suatu perusahaan dapat mencapai
yang berikut (Young & O’Bryne, 2001:62) :

a. Meningkatnya pengembalian atas modal yang ada. Jika NOPAT meningkat sedangkan
WACC dan modal yang diinvestasikan tetap maka EVA akan meningkat.

b. Pertumbuhan yang menguntungkan, nilai diciptakan ketika pertumbuhan NOPAT


melebihi WACC.

c. Pelepasan dari aktiva yang memusnahkan nilai. Jika pengurangan modal lebih mengganti
kerugian dengan peningkatan perbedaan NOPAT dan WACC, EVA meningkat.

d. Periode lebih panjang dimana diharapkan NOPAT lebih tinggi dibandingkan WACC.

e. Pengurangan biaya modal.

2.3.2 Tujuan Penerapan Metode EVA

Menurut Abdullah (2003:142) tujuan penerapan metode EVA adalah sebagai berikut :

Dengan perhitungan EVA diharapkan akan mendapatkan hasil perhitungan nilai ekonomis
perusahaan yang lebih realistis. Hal ini disebabkan oleh EVA dihitung berdasarkan
perhitungan biaya modal (cost of capital) yang menggunakan nilai pasar berdasarkan kreditur
terutama pemegang saham dan bukan menggunakan nilai buku yang bersifat historis.
Perhitungan EVA juga diharapkan mendukung penyajian laporan keuangan yang akan
mempermudah pengguna laporan keuangan seperti investor, kreditur, karyawan, pemerintah,
pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan lainnya.

2.3.3 Manfaat Penerapan Metode EVA

Manfaat yang diperoleh dalam penerapan model EVA bagi suatu perusahaan adalah :

a. Penerapan model EVA sangat bermanfaat sebagai alat ukur kinerja perusahaan dimana
fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value creation).

b. Penilaian kinerja keuangan dengan menerapkan model EVA menyebabkan perhatian


manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA para manajer akan
bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang dapat
memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga
nilai perusahan dapat dimaksimalkan.

c. EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan struktur modalnya.

d. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan
tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang
memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan adanya penciptaan nilai
dari proyek tersebut dengan demikian sebaiknya diambil, begitu juga sebaliknya.

2.3.4 Metode Perhitungan Economic Value Added

Economic Value Added (EVA) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

EVA = NOPAT - (Capital X WACC)

Dimana :

a. NOPAT

Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah pajak merupakan
sejumlah laba yang akan dihasilkan jika perusahaan tidak memiliki utang ataupun aset
finansial. NOPAT dapat dihitung sebagai berikut :

NOPAT = EBIT (1 – Tarif Pajak)

Keterangan :

NOPAT : Net Operating Profit After Tax

EBIT : Earning Before Interest and Taxes

b. Invested Capital

Menurut Young & O’Byrne (2001:39) modal yang diinvestasikan adalah seluruh keuangan
perusahaan terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva tidak menanggung bunga (non
interest bearing liability) seperti utang,upah yang akan jatuh tempo (accrued wages),pajak
yang akan jatuh tempo (accrued taxes). Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah
ekuitas pemegang saham, utang jangka pendek dan utang jangka panjang yang menanggung
bunga,dan kewajiban jangka panjang lainnya.
Invested Capital = (Total Hutang + Ekuitas) – Hutang Jangka Pendek

c. Weighted Average Cost of Capital (WACC)

Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah hasil penjumlahan dari hasil perkalian
besarnya porsi masing-masing jenis modal dengan biaya modal yang bersangkutan. Menurut
Durant (1999) modal terdiri dari 2 tipe yaitu pinjaman dan ekuitas. Biaya dari modal yang
dipinjam adalah berupa tingkat bunga yang dikenakan oleh pemegang obligasi dan bank,
sedangkan biaya ekuitas adalah tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor.

2.3.5 Keunggulan dan Kelemahan EVA

Salah satu keunggulan EVA sebagai penilai kinerja perusahaan adalah dapat digunakan
sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang lain adalah:

a. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungan beban sebagai
konsekuensi investasi .

b. EVA dapat menyelaraskan tujuan manajemen dengan kepentingan pemegang saham


dimana EVA digunakan sebagai ukuran operasional dari manajemen yang mencerminkan
keberhasilan perusahaan didalam menciptaka nilai tambah bagi pemegang saham. Dengan
EVA para manajer akan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi
yang dapat memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal
sehingga nilai perusahan dapat dimaksimalkan

c. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding
seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian.

d. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan
terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat dikatakan bahwa EVA
menjalankan stakeholders satisfaction concepts.

e. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan
tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang
memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan adanya penciptaan nilai
dari proyek tersebut dengan demikian sebaiknya diambil, begitu juga sebaliknya.
Selain berbagai keunggulan, konsep EVA juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan-
kelemahan tersebut antara lain:

a. EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas
penentu .

b. Sulitnya menentykan biaya modal yang benar-benar akurat.

c. Analisis EVA hanya mengukur faktor kuantitatif saja. Sedangkan untuk mengukur
kinerja perusahaan secara optinum, perusahaan juga harus mengukur berdasarkan kuantitatif
dan kualitatif.

3. Transfer Pricing

Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga


transfer, dimana harga transfer itu sendiri adalah harga yang ditimbulkan atas penyerahan
barang, jasa atau harta tak berwujud lainnya dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang
masih terikat dalam hubungan kepemilikan.

3.1 Pengelompokan Transfer Pricing

Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-
company transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer
pricing antardivisi dalam satu perusahaan. Sedangkan intercompany transfer
pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan
istimewa. Transaksi intercompany transfer pricing bisa dilakukan dalam satu
negara (domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international
transfer pricing).Transfer pricing domestik adalah harga transfer barang atau jasa antar badan
satu grup perusahaan atau antardivisi dalam satu perusahaan dalam satu wilayah kedaulatan
negara, sedang transfer pricingmultinasional berkenaan dengan transaksi antardivisi dalam
satu unit hukum atau antarunit hukum dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai
wilayah kedaulatan negara.

3.2 Tujuan Perusahaan Melakukan Transfer Pricing

Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam rangka aplikasi transfer pricing, baik bagi
perusahaan domestik maupun bagi perusahaan multinasional, adalah antara lain:

1. Evaluasi Kinerja (mengukur hasil operasi setiap unit)


2. Motivasi Manajemen (penyusunan orientasi produksi dan laba pada semua unit)

3. Pengendalian harga untuk lebih merefleksikan “Cost” dan “margin” yang seharusnya
diterima dari pelanggan dan penetapan harga optimal.

4. Pengendalian pasar untuk mengamankan posisi kompetitif perusahaan.

3.4 Metode Transfer Pricing

Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan


Multinasional dan divisionalisasi/departementasi dalam melakukan aktifitas keuangannya
adalah (Harimurti, 2007):

1. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)

Metode ini digunakan pada transfer antar perusahaan yang menggunakan konsep pusat
pertanggung jawaban biaya. Kinerja manajer diukur melalui pertanggung jawabannya
mengenai pengendalian biaya. Konsep ini sederhana dan menghemat sumber daya karena
tersedianya informasi di setiap tingkat aktivitas perusahaan.

2. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)

Berbeda dengan harga transfer berdasarkan biaya, transfer pricing yang mendasarkan pada
harga pasar, lebih wajar karena didasarkan pada kekuatan interaksi antara perusahaan dengan
pihak luar tanpa dipengaruhi oleh kekurangan-efisienan operasional dari salah satu anggota
perusahaan. Kesuraman kinerja salah satu anggota perusahaan dalam satu grup dapat
memberikan dampak negatif pada anggota lainnya apabila jumlah harga transfer dihitung
berdasarkan biaya nyata dari tiap perusahaan. Karena harga transfer yang dihitung
berdasarkan biaya mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat memotivasi dan mengevaluasi
kinerja divisi. Harga transfer berdasarkan pada harga pasar dianggap sebagai tolak ukur untuk
menilai kinerja manajer divisi karena kemampuannya menghasilkan laba dan merangsang
divisi untuk bekerja secara bersaing.

Metode transfer pricing atas dasar harga pasar merupakan ukuran yang paling memadai
karena sifatnya yang independen. Namun keterbatasan informasi pasar terkadang menjadi
kendala dalam menggunakan transfer pricing berdasarkan harga pasar.
3. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices)

Baik harga transfer berbasis harga pasar maupun harga transfer berbasis biaya berpotensi
untuk tidak tercapainya persetujuan harga antar pihak-pihak, maka tidak jarang harga transfer
tersebut dinegosiasikan antara pembeli dan penjual di luar harga yang direferensikan atau
berdasarkan penerapan formula biaya yang telah ditetapkan sebelumnya. Juga karena adanya
keinginan dari pihak penjual untuk menerapkan kebijakan harga transfer perusahaan yang
normal. Sebagai contoh, pusat pertanggungjawaban penjualan mungkin saja akan menjual di
bawah harga pasar modal daripada perusahaannya merugi sama sekali, sepanjang pusat
pertanggungjawaban pembelian unggul dalam melakukan pembelian-pembelian dengan
harga rendah pada saat-saat tertentu. Dalam keadaan semacam itu, para pihak-pihak akan
bernegosiasi. Kualitas negoisasi tersebut tentunya sangat tergantung pada posisi tawar-
menawar kedua belah pihak. Semakin seimbang posisi keduanya, sangat besar
kemungkinannya untuk mendapatkan harga transfer yang memuaskan kedua belah pihak dan
memenuhi kewajaran masyarakat. Tetapi, harga transfer berdasar negoisasi mempunyai
kelemahan yaitu memakan banyak waktu, mengulang pemeriksaan dan revisi harga transfer.

4. Shared Service Allocation

Tujuan utama dari shared cost allocation adalah:

1. Menyediakan pelanggan dengan transparansi dan kontrol atas penggerak biaya (cost
driver).

2. Memberikan fleksibilitas atas bagaimana sumber daya bisa digunakan, sekaligus menjaga
model alokasi yang konsisten.

3. Meninggalkan pilihan atas alokasi sumber daya dan pengendalian harian dengan penyedia
layanan.

Biaya untuk shared services dapat dibagi menjadi 2 komponen:

1. Infrastructure cost

Infrastructure cost harus benar-benar terpisah dari biaya overhead dan people cost. Contoh
infrastruktur termasuk transfer data, biaya ruang rak, server monitoring outsourcing, dan lain-
lain.Setiap item infrastruktur memiliki total biaya yang harus dibagi antara pelanggan sesuai
dengan model alokasi yang paling mewakili cost driver.Contoh: Alokasi Biaya Infrastruktur
Transfer data ke pusat data untuk Juli sejumlah $ 100. Model alokasi untuk item infrastruktur
ini adalah bytes yang ditransfer oleh masing-masing perusahaan pelanggan. Foo Industries
menghasilkan 75% dari lalu lintas selama bulan Juli, sementara Bar Incorporated
menghasilkan sisanya 25%. Dengan demikian, tagihan transfer data untuk Foo adalah $ 75
dan Bar adalah $ 25.

Rak untuk server perumahan di pusat data disusutkan pada tingkat $ 50 per bulan. Biaya
didistribusikan berdasarkan jumlah server yang digunakan oleh masing-masing
perusahaan. Foo memiliki 10 server di tempat, sementara Bar memiliki 15 server. Dengan
demikian, biaya rak Foo untuk bulan Juli adalah $ 20, sementara Bar membayar $
30. Monitoring server adalah wajib untuk server pusat data dan dikenakan biaya $ 200 /
server / bulan. Ini ditagihkan langsung ke masing-masing perusahaan berdasarkan pada server
mereka di tempat sehingga Foo membayar $ 2.000 dan Bar membayar $ 3.000. Pada
akhirnya, dapat dibuat persamaan untuk memberikan biaya operasi perusahaan untuk setiap
item infrastruktur, yaitu sebagai berikut:

Item Cost to Customer = Total Cost of Item x (Customer Usage / Total Usage)

2. People cost

Orang dalam sebuah shared service menghabiskan waktu mereka dalam 3 hal:

1. Proyek kerja

2. Tugas-tugas, manajemen pemeliharaan dan insiden

3. Mengelola sumber daya manusia lain

Setiap orang yang bekerja di shared service memiliki biaya tertentu. Biaya-biaya tersebut
diantaranya adalah :

· Gaji & benefit

· Biaya bangunan dan ruang

· Biaya peralatan

Waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan proyek dapat langsung dialokasikan kepada
pelanggan, tetapi waktu yang dihabiskan pada manajemen sumber daya manusia lebih sulit
untuk diukur. Untuk mengatasi masalah ini, dapat dihitung biaya waktu yang digunakan
untuk manajemen sumber daya manusia dan mengalokasikannya antara semua laporan di
bawah manajer.

Contoh: people cost allocation

Alice adalah manajer shared services dan menghabiskan 100% dari


waktunya untuk mengelolasumber daya manusia. Biayanya, termasuk gaji, biaya bangunan
dan peralatan adalah sebesar $ 100.

Alice memiliki 5 laporan langsung, masing-masing memiliki 4 laporan, memberikan total 25


staf di timnya. Biaya Alice dibagi secara merata di antara semua 25 laporan, menambahkan $
4 untuk biaya setiap orang.

Bob memberikan laporan (reports) kepada Alice. Biayanya, termasuk gaji, bangunan dan
peralatan adalah $ 80. Dengan alokasi manajemen dari Alice, biayanya sekarang $ 84.

Bob menghabiskan 50% waktunya di manajemen orang, 25% pada proyek-proyek dan 25%
menyelesaikan masalah ad-hoc. Per model, 50% dari total biaya Bob dari $ 84 didistribusikan
secara merata diantara 4 laporannya ($ 42/4 = $ 10,50 untuk masing-masing). 25% proyek ($
21) dan 25% kerja ad-hoc yang diselesaikan oleh Bill ditagih kepada pelanggan secara
langsung.

Chris melaporkan kepada Bob dan menghabiskan seluruh waktunya pada tugas-
tugas.Biayanya, termasuk gaji, bangunan dan peralatan adalah $ 60. Dengan alokasi
manajemen dari Alice dan Bob, biayanya sekarang adalah $ 60 + $ 4 + $ 10,50 = $ 74,50.

Tugas yang dikerjakan oleh Chris, 50% dilakukan untuk Foo Industries dan 50% dilakukan
untuk Bar Incorporated. Dengan demikian, biaya Chris untuk Foo Industries adalah $ 37,25
dan untuk Bar Incorporated adalah $ 37,25.

Singkatnya, alokasi people cost berdasarkan prinsip-prinsip seperti di bawah ini:

1. Semua people cost dialokasikan dan dibayar secara individu. Jadi, sebuah perusahaan yang
menggunakan 25% dari waktunya, akan membayar 25% dari total biaya. Ini tidak sama
dengan menggunakan 25% dari total waktu yang dihabiskan oleh tim shared services dan
membayar 25% dari total biaya mereka. Sebagai contoh, jika kita menggunakan panggilan
diselesaikan dengan metrik untuk menentukan waktu ad-hoc yang dihabiskan dan mencakup
L1 (rata-rata 300 panggilan) dan L2 (rata-rata 50 panggilan) insinyur dalam perhitungan
biaya tidak ada penghargaan (reward) potensial untuk panggilan bergerak dari resolusi L2 ke
resolusi L1.

2. Waktu yang dihabiskan pada manajemen sumber daya manusia (perkiraan kasar untuk
setiap manajer) ditambahkan dengan biaya sumber daya manusia yang dikelola. Jadi, Anda
hanya dikenakan biaya untuk pekerjaan yang sebenarnya sedang dilakukan tetapi kami
mengakui bahwa bagian dari biaya menggunakan sumber daya tim manajemen di tempat.

3.Waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan proyek secara langsung dialokasikan dan
ditagihkan ke pelanggan yang meminta proyek. Ini sangat penting untuk memisahkan tugas-
tugas. Hal ini memastikan bahwa kita dapat melihat biaya riil dari aktivitas proyek dan
membuat tugas ad-hoccukup konsisten dalam kompleksitas (sehingga biaya didistribusikan
merata).

4. Waktu yang dihabiskan untuk tugas-tugas diasumsikan setelah memperhitungkan waktu


yang dihabiskan untuk people management dan waktu yang dihabiskan untuk proyek.
Kasus :

WESTERN CHEMICAL CORPORATION :


DIVISIONAL PERFORMANCE MEASUREMENT

Latar Belakang

Western Chemical Corporation (WCC) adalah salah satu perusahaan terbaik yang
memproduksi produk-produk kimia. Pada tahun 1995, WCC telah berumur 75 tahun dan masuk
dalam Fortune 300 Chemical Company. WCC sudah menjalankan usahanya di berbagai negara dan
memiliki reputasi yang baik dikarenakan kualitas yang diberikan ke konsumennya. WCC memiliki
4.900 pekerja dan memiliki lebih dari 35 pabrik di 19 negara.

WCC menjalankan produksinya di berbagai negara menggunakan berbagai pengaturan


kepemilikan. Beberapa pabrik sepenuhnya dimiliki WCC yang beroperasi di beberapa site dan pabrik
lainnya dioperasikan sebagai joint venture dengan afiliasi lokal. Tiga dari pabrik ini adalah ilustrasi
berguna sebagai latar belakang untuk membahas masalah yang dihadapi perusahaan dalam
mengukur kinerja usaha internasional. Semua telah dibangun dan telah mulai beroperasi pada
periode 1991-1993.

Salah satu pabrik kimia di pinggiran Praha di Republik Ceko dioperasikan sebagai sebuah
joint venture dengan mitra lokal. Total investasi di pabrik tersebut adalah antara $35 sampai $40
juta, termasuk modal kerja. WCC mempertahankan controlling interest dalam joint venture tersebut
dalam mengoperasikan pabrik. Perusahaan telah menginvestasikan sekitar $5 Juta dalam joint
venture dan saldo investasi lainnya berasal dari mitra usaha dan pinjaman lokal. Pabrik serupa juga
terdapat di Polandia yang dimiliki 100% oleh WCC, dengan total investasi modal $40 sampai $45 juta
termasuk modal kerja. Pabrik ketiga berada di Malaysia yang juga dimiiki 100% oleh WCC. Pabrik ini
dibangun untuk menambah kapasitas produksi di wilayah Pasifik, tetapi pabrik ini dianggap sebagai
bagian dari kapasitas produksi perusahaan yang melayani pasar global. WCC telah menginvestasikan
sekitar $ 35 Juta di pabrik ini.

Permasalahan Dan Pengukuran Kinerja Perusahaan

1) Permasalahan
a. Informasi tentang kinerja keuangan operasi luar negeri WCC (entitas anak / cabang / joint
venture) dipersiapkan oleh akuntan yang sama (divisi akuntan di pusat) – sentralisasi.
b. Manajemen WCC belum mengetahui cara terbaik untuk mengukur kinerja operasi anak
perusahaan di Luar Negeri. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan struktur kepemilikan yang
mengakibatkan pelaporan keuangan yang berbeda yang menyebabkan net income berbeda.
2) Pengukuran Kinerja Perusahaan di Luar Negeri
Dari laporan keuangan WCC di Praha, didapatkan informasi bahwa anak perusahaan
memperoleh EBIT sebesar $869.000. Setelah itu EBIT akan dikurangkan interestyang akan
dibayarkan kepada pihak eksternal, dimana interest terjadi dikarenakan adanya pinjaman yang
dilakukan dalam joint venture ini sekitar 60-80% dari total investasi. Selain pembayaran bunga,
anak perusahaan juga diharuskan melakukan pembayaran fee kepada WCC yang merupakan
induk perusahaan sebesar $867.000 atas persetujuan technical yang dimiliki dalam joint venture
ini yang diperoleh dari persentase atas pendapatan sebesar 8%.

Sehingga, pendapatan setelah dikurangi dengan interest dan fee membuat anak usaha
WCC di Praha mengalami kerugian sebesar $646.000. Fee yang dibayarkan kepada induk atas
joint venture di Praha karena induk telahberinvestasi untuk technical knowledge dan sistem
teknologi. Namun jika anak perusahaan memiliki utang, itu bukanlah tanggung jawab
perususahaan induk. Kebijakan ini hanya melihat keuntungan yang dimiliki induk WCC saja dan
tidak melihat kerugian yang dialami oleh anak usaha di Praha sebab Return on Ivestment induk
WCC akan mengalami kenaikan akibat adanya pembayaran fee.

Kondisi anak perusahaan WCC di Polandia, kepemilikannya dimiliki penuh oleh induk
(WCC). Sehingga tidak diperlukan adanya pembayaran interest dan fee ke induk WCC. Sehingga
perlakuan laporan keuangan di Polandia berbeda dengan di Praha.

Pabrik yang berada di Malaysia didirikan sebab WCC kekurangan output produksi untuk
melayani permintaan dari konsumennya. Pendirian pabrik ini ditekankan bukan untuk
memenuhi permintaan dari produk yang menghasilkan marjin yang tinggi untuk WCC. Dalam
laporan keuangan anak perusahaan di Malaysia tidak ada pengurangan atas interest dan fee
untuk induk WCC.

Atas sampel ketiga pabrik diatas, maka manajemen WCC berkesimpulan untuk
menggunakan Economic Value Added (EVA) sebagai metode pengukuran kinerja anak
perusahaan WCC. Untuk pengukuran EVA tidak hanya berfokus pada perhitungan angka untuk
region of manufacture namun dibandingkan pula dengan region of sale. Hal ini sudah
diterapkan pada laporan keuangan di area Malaysia.

Pertanyaan Kasus

1. Apa yang menyebabkan permasalahan utama dalam pengukuran kinerja di WCC (Western
Chemical Corporation) ?
2. Apakah ada metode pengukuran akinerja alternatif dalam menghitung performa perusahaan
yang bisa menghindarkan WCC (Western Chemical Corporation) dari permasalahan yang ada
saat ini ?
3. Apa definisi, kekuatan dan kelemahan dalam implementasi EVA sebagai salah satu metode
pengukuran kinerja perusahaan WCC (Western Chemical Corporation) ?
4. Bagaimana pengukuran kinerja terbaik dari metode-metode yang ada dan telah dilakukan oleh
WCC (Western Chemical Corporation) ?
5. Apa yang akan dijelaskan mengenai investasi yang ada di pabrik Praha, Polandia, dan Malaysia (
melakukan ekpansi ) ?

Pembahasan Kasus

1. Masalah utama dalam pengukuran kinerja di WCC

a. Informasi tentang kinerja keuangan operasi luar negeri WCC (entitas anak / cabang /
joint venture) dipersiapkan oleh akuntan yang sama (divisi akuntan di pusat) –
Sentralisasi.
- Sentralisasi dalam proses penyusunan laporan keuangan akan menjadi tidak objektif
karena adanya perbedaan standar untuk setiap negara dalam penyusunan laporan
keuangannya.
- Akuntan di WCC perlu menguasai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses
penyusunan laporan keuangan di masing-masing operasi luar negeri WCC.
- Proses penyusunan laporan keuangan harus menggunakan standar yang sama yang
diakui international atau menggunakan standar entitas induk WCC dengan
melakukan penyesuaian yang diperlukan dengan melakukan translasi laporan
keuangan dari masing- masing operasi luar negeri WCC ke entitas induk WCC.

b. Terdapat beberapa bentuk afiliasi dan perjanjian kepemilikan baru yang digunakan
dalam bentuk usaha international saat ini untuk meminimalisasi resiko daninvestasi.
- Bentu usaha, hukum, dan struktur kepemilikan dalam operasi luar negeri WCC
berpengaruh terhadap kinerja keuangan masing-masing operasi luar negeri WCC.
Berikut asumsi atas masing-masing pabrik yang berada di luar negeri:

Keterangan Prague Poland Malaysia


Foreign exchange (60) 34 -
Struktur Kepemilikan Joint Venture Entitas Anak Cabang
Operating income 869 1.428 (4.832)
Net income (loss) (1.178) 1.462 (4.832)
Atrributable to WCC (646) 1.462 (4.832)
Non Controlling Interest (532) - -
Tujuan Independen Independen Part of WCC
Komersial Komersial Support

Pabrik di Praha merupakan hasil dari joint venture antara WCC dengan investment
partner. Laba (rugi) yang dihasilkan tidak sepenuhnya menjadi hak WCC. Dengan asumsi bahwa
joint venture untuk pabrik di Praha ini mempunyai struktur kepemilikan 50%:50%, maka
WCChanyaakanmenanggungrugisebesar50%dari$1.178.000atausetaradengan$589.000. WCC juga
mempunyai perjanjian dengan investment partner bahwa WCC akan memperoleh management fee
dengan syarat merupakan bagian dari penjualan. Jika kita kaitkan antara rugi yang diatribusikan
kepada WCC sebesar $532.000 dengan management fee yang diperoleh WCC sebesar $867.000
maka secara tidak langsung WCC memperoleh laba sebesar $221.000. Penilaian kinerja untuk
pabrik di Praha akan menjadi sulit karena adanya berbagai kondisi tersebut.

Tabel 2 – Prague Factory Before and After

Keterangan
Prague
Before Afte
r
Net income (loss) (1.178) (1.178)
Atrributable to WCC (646) (646)
before
Management fee by WCC - 867
Atrributable to WCC (646) 221

Pabrik di Poland dimiliki 100% oleh WCC. Laba (rugi) yang dihasilkan sepenuhnya
menjadi hak WCC.Namun, tidak adanya interest expense dan management fee yang dibebankan
pada pabrik ini membuat laba bersih menjadi lebih baik dibanding kedua pabrik lainnya. Pabrik di
Poland membeli material dari pabrik lain milik WCC dimana didalamnya sudah termasuk laba yang
sudah diambil oleh pabrik penjual (transfer pricing). Pabrik di Poland kemungkinan juga bisa
menambah laba bersihnya menjadi sekitar $2 juta - $3 juta jika saja mereka membeli material
(bahan baku) dengan harga pasar. Namun, jika WCC membebankan management fee sebesar 8%
dari penjualan (setara $2.603.000) dan interest expense atas utang sebesar $30.000.000 maka bisa
dipastikan pabrik di Poland juga akan mengalami kerugian sebesar $2 juta - $3 juta. Penilaian
kinerja untuk pabrik di Poland akan menjadi tidak konsisten dengan pabrik lainnya karena adanya
berbagai kondisi tersebut.

Tabel 3 – Poland Factory Before and After


Keteranga
Poland
n
Before Afte
r
Net income (with transfer pricing in cost of 1.462 $2 juta - $3
sales) juta
Management fee by WCC - (2.603
)
Estimate interest expense - $2,4 juta
Estimate net income (loss) 1.462 ($2 juta-$3
juta)

Pabrik di Malaysia dimiliki 100% oleh WCC. Laba (rugi) yang dihasilkan sepenuhnya
menjadi hak WCC. Namun, tujuan utana WCC mendirikan pabrik di Malaysia adalah sebagai
pendukung atau penambah kapasitas produksi di wilayah Pasifik dan supaya WCC mendapat
keuntungan yang tinggi atas pembelian dari pabrik ini. Bisa dilihat dari data cost of sales pabrik ini
yang melebihi penjualannya. Namun, jika kita melihat region sale yang dihasilkan dari pabrik di
Malaysia, bisa dipastikan pabrik ini mempunyai laba bersih tertinggi.Penilaian kinerja untuk pabrik
di Malaysia akan sangat tidak adil karena tujuan utama pendirian pabrik ini hanya sebagai support
produksi atas pabrik WCC yanglain.

Tabel 4 – Malaysia Factory Before and After

Malaysia
Keteranga
Before After
n
Region manufactured (4.832) -
Region sale - 2.564
Bisa disimpulkan bahwa penilaian kinerja atas operasi luar negeri WCC akan sulit
dilakukan karena adanya berbagai kondisi yang tidak seragam antara pabrik satu dengan yang
lainnya. Konsistensi, keseragaman dan persamaan standar penilaian harus ada supaya objektifitas
penilaian kinerjatercapai.

2. Metode Alternatif Pengukuran Kinerja untuk Menghindari Masalah

Metode alternatif yang dapat digunakan oleh WCC adalah:

a. Return on Investment (ROI)

ROI = operating income / operating assets

Tabel 5 – Return on Investment


Keterangan Prague Polandia Malaysia
Operating income 478 1.428 (4.832)
Operating assets / Working capital 5.000 5.000 5.000
Return on Investment 9,6% 28,6% -96,6%

Operating income atas pabrik di Praha berdasarkan pada loss atrributable to WCC
dengan persentase sebesar 55%.

b. Residual Income

Residual Income = Operating Income – [Minimum rate of return X Operating


assets]

Tabel 6 – Residual Income


Keterangan Prague Polandia Malaysia
Operating income 478 1.428 (4.832)
Minimum Return (1.428) (1.428) (1.428)
Operating assets / Working 5.000 5.000 5.000
capital
Target of ROI 28,6% 28,6% 28,6%
Residual Income (950) - (6.260)

Target ROI menggunakan asumsi pabrik Polandia dengan beberapa


pertimbangan, antara lain: ROI paling tinggi, kepemilikan penuh oleh WACC,
bentuk hukum Perusahaannya.

c. Economic Value Added (EVA)


WCC bisa menggunakan Economic Value Added (EVA) dalam mengukur kinerja
operasi luar negerinya. EVA merupakan laba operasi setelah pajak dikurangi
dengan total annual cost of capital.
EVA menggunakan asumsi WACC sebesar 12% yang digunakan pabrik Malaysia.
Berikut rumus dalam mencari perhitungan EVA:
EVA = After-tax operating income – Capital charges

No. Metode Alternatif Praha Poland Malaysia


1 Return on Investment 3,38% 5,70% -20,97%
(ROI)
2 Asset Turnover (ROA) 2,78% 3,68% -17,31%
3 Return on Sales (ROS) 7,55% 4,39% -40,20%
4 Residual Income -$ -$ -$
6.856.500,00 2.295.000,00 9.640.000,00
5 Economic Value Added -$ -$ -$
(EVA) 3.104.137,50 2.634.150,00 9.640.000,00

WCC dapat menggunakan metode Multiple Measures of Performance sebagai


alternatif pengukuran kinerja untuk menghindari masalah yang dihadapi saat ini.
Pengukuran kinerja berupa ROI, residual income, dan EVA merupakan pengukuran
secara financial yang memungkinkan manajer hanya berfokus pada aspek keuangan.
Untuk mencegah hal tersebut, pengukuran kinerja lainnya yang bersifat non-financial
dapat digunakan sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih menyeluruh
mengenai kinerja suatu divisi maupun perusahaan secara menyeluruh.

Keterangan Prague Poland Malaysia


Operating income 478 1.428 (4.832)
Taxes - - -
NOPAT 478 1.428 (4.832)
Capital charges (4.200) (4.800) (3.600)
Estimated WACC 12% 12% 12%
Invested Capital 35.000 40.000 30.000
EVA (3.722) (3.372) (8.432)

3. Definisi, Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan Economic Value Added (EVA)


Pengertian Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasional
setelah pajak, dikurangi biaya modal yang digunakan unntuk menilai kinerja
perusahaan dengan memperhatikan secara adil harapan – harapan para pemegang
saham dan kreditur. Economic Value Added (EVA) merupakan perangkat finansial
untuk mengukur keuntungan nyata perusahaan. Hal ini membuat perhitungan
Economic Value Added (EVA) lain dengan perhitungan analisis rasio keuangan
lainnya. Perbedaan tersebut dikarenakan pada perhitungan dengan menggunakan
pendekatan Economic Value Added (EVA) dilibatkannya biaya modal operasi setelah
laba bersih, dimana hal tersebut tidak dilakukan dalam perhitungan konvensional.

a. Evaluasi atas pendekatan penilaian kinerja WACC (Weighted Average Cost f Capital)
- Konsistensi dan kinerja keuangan yang dapat diperbandingkan
Laporan kinerja keuangan masing-masing pabrik, mempunyai berbagai kondisi yang
berbeda. Misal, pabrik Praha mempunyai management fee yang harus dibayar ke
WCC, terdapat transfer pricing dalam cost of sales pabrik Polandia, dan pabrik
Malaysia yang dibangun hanya untuk mendukung operasi di kawasan Pasifik bukan
untuk mencari keuntungan tersendiri. Jika WCC ingin membebankan management
fee, maka semua pabrik juga harus dibebankan, semua pabrik juga harus
menggunakan nilai transaksi yang wajar (arm’s lenght transaction) dalam semua jenis
transaksinya untuk pelaporan kinerja keuangan internal (walaupun tidak untuk
pelaporan eksternal), danseterusnya.
- Standar pelaporan kinerja keuanganinternal
Perusahaan perlu menerapkan keseragaman standar atas pelaporan kinerja keuangan
internal kepada seluruh pabrik yang dimiliki. Pelaporan kinerja keuangan terhadap
pihak internal dan eksternal harus dibedakan.
- Pemisahan sumber invested capital secarajelas
b. Invested capital bisa bersumber dari ekuitas internal perusahaan dan juga bisa berasal
dari pinjaman eksternal. Semakin besar invested capital yang bersumber dari
pinjaman eksternal maka akan menjadi semakin besar pula WACC (Weighted
Average Cost f Capital) yang diperoleh sebagai pengurang EVA. Sumber cost of
capital dari pinjaman ekternal juga berpotensi membuat adanya aliran cash flow out
dari Perusahaan. Cost of capital yang berasal investasi internal Perusahaan memang
akan mengurangi EVA tetapi, secara tidak langsung sebenarnya tidak ada potensi
aliran cash flow out dari Perusahaan.
c. Keunggulan dan kelemahan EVA:

Keunggulan EVA:
1) EVA memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan memperhitungkan
beban biaya modal sebagai konsekuensiinvestasi;
2) Perhitungan EVA relatif mudah dilakukan hanya yang menjadi persoalan adalah
perhitungan biaya modal yang memerlukan data yang lebih banyak analisa yang
mendalam;
3) EVA dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti
standar atau perusahaan lain, sebagaimana konsep penilaian dengan menggunakan
analisaratio.
Kelemahan EVA:
1) Sulit menentukan biaya modal secara obyektif. Hal ini disebabkan karena dana
untuk investasi dapat berasal dari berbagai sumber dengan tingkat biaya modal
yang berbeda dan bahkan biaya modal mungkin merupakan biayapeluang;
2) EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan
pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk
menjual atau membeli saham tertentu, padahal factor-faktor lain terkadang justru
lebih dominan;
3) Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA
secara akurat. Dalam kenyataannya seringkali perusahaan kurang transparan
dalam mengemukakan kondisiinternalnya;

4. Pengukuran Kinerja yang terbaik dari metode-metode yang dilakukan WCC

- Standarisasi dan konsistensi diperlukan dalam pelaporan kinerja keuangan internal


WCC. Pemisahaan akuntan penyusun laporan keuangan untuk internal dan pihak
eksternal. Berikut asumsi kami atas kinerja keuangan dan penilaian EVA yang
seharusnya dilakukan WCC:

Tabel 8 – Asumsi Kinerja Keuangan Ketiga Pabrik


Keterangan Prague Poland Malaysia
Revenue 11.510 32.536 14.930
Cost of Sales (9.541) (27.005) (12.392)
Gross Margin 1.969 5.531 2.538

Operating Expense (891) (891) (3.775)


Other Income (Charges) (209) (209) (121)
Operating Profit 869 4.431 (1.358)

Interest (1.120) (2.700) (2.700)


Fee (867) (2.603) (1.194)
Foreign exchange (60) 34 -
Income before Tax (1.178) (838) (5.252)
Tax -
Net Income (1.178) (838) (5.252)
- Sales dan cost of sales
Perhitungan menggunakan dasar gross margin pabrik Praha, dimana cost of sales dan gross
margin terhadap sales masing-masing sebesar 83% dan 17%. Asumsi ini digunakan atas
dasar bahwa pabrik Praha tidak ada isu transfer pricing di sales maupun cost of sales
sehingga akan menjadi lebih objektif sebagai dasar perhitungan sales dan cost of sales
pabrik lainnya.
- Management fee dan interestexpense
Management fee menggunakan basis 8% dari total sales seperti yang ada di pabrik Praha
sedangkan interest expense merupakan bunga atas utang merupakan bagian dari invested
capital yang dilakukan WCC.

- Dengan adanya perubahan asumsi di atas maka EVA juga akan berubah mengikuti
perubahan

Operating profit dan capital charge nya. Berikut asumsi perhitungan EVA yang baru:

Keterangan Prague Poland Malaysia


Operating income 478 4.431 (1.358)
Taxes - - -
NOPAT 478 4.431 (1.358)
Capital charges (4.200) (4.800) (3.600)
Estimated WACC 12% 12% 12%
Invested Capital 35.000 40.000 30.000
EVA (3.722) (369) (4.958)

5. Hal-hal yang dijelaskan terkait ekpansi WCC


a. Bentuk usaha, hukum, dan struktur kepemilikan dalam operasi luar negeri WCC.

Samantha Chu perlu menjelaskan bentuk usaha, hukum, dan struktur kepemilikan di
masing- masing pabrik dan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan pabrik tersebut.

b. Tujuan pendirian masing-masing pabrik.


- Pabrik di Praha didirikan atas kerja sama dengan investment partner untuk tujuan
komersial umum dengan beberapa syarat misal, WCC mendapat management fee
serta memperoleh persentasi tertentu dari penjualan dengan menanggung atau
menjamin utang yang dimiliki pabrik di Praha, yang pasti berpengaruh terhadap
kinerja keuangan pabrik tersebut. Laba ataupun rugi atas pabrik ini akan
ditanggung bersama sesuai hak dan kewajiban masing-masing antara WCC
dengan investmentpartner.
- Pabrik di Polandia merupakan pabrik yang beroperasi penuh sebagai suatu
Perusahaan dengan tujuan komersial, karena dimiliki penuh maka tidak ada
management fee yang dibebankan oleh WCC. Laba ataupun rugi atas pabrik ini
sepenuhnya menjadi hak WCC.
- Pabrik di Malaysia didirikan bertujuan untuk mendukung kapasitas produksi di
kawasan Pasifik. Pabrik di Malaysia tidak mencari keuntungan sendiri melainkan
mendukung seluruh kawasan untuk mendapat keuntungan lebih besar.
c. Perbaikan proses pelaporan kinerja keuangan masing-masing pabrik.
- Proses pelaporan keuangan yang dilakukan oleh akuntan yang sama baik untuk
pelaporan terhadap pihak internal dan eksternal akan diperbaiki. Mulai tahun
depan proses pelaporan keuangan untuk pihak internal dan eksternal akan
dilakukan oleh akuntan yang berbeda supaya lebih fokus.
- Proses pelaporan juga akan memiliki standar yang berbeda, untuk pihak eksternal
menggunakan standar umum yang memang sudah ada dan diatur sedangkan untuk
pelaporan internal akan menggunakan standar manajemen WCC karena berkaitan
dengan kinerja masing-masing pabrik.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa :


1. WCC dapat menggunakan metode Multiple Measures of Performance sebagai
alternatif pengukuran kinerja untuk menghindari masalah yang dihadapi saat ini.
Pengukuran kinerja berupa ROI, residual income, dan EVA merupakan
pengukuran secara financial yang memungkinkan manajer hanya berfokus pada
aspek keuangan. Untuk mencegah hal tersebut, pengukuran kinerja lainnya yang
bersifat non-financial dapat digunakan sehingga mampu memberikan gambaran
yang lebih menyeluruh mengenai kinerja suatu divisi maupun perusahaan secara
menyeluruh.
2. Adanya tujuan pendirian pabrik yang berbeda – beda akan berpengaruh terhadap
laporan keuangan masing-masing daerah ekspansi yang dilakukan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami menyarankan agar membuat standarisasi


dan melakukan konsistensi dalam pelaporan kinerja keuangan internal WCC.

Anda mungkin juga menyukai