I. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, tentang Perkoperasian pada pasal 44 mengatur dan
menjelaskan bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan
usaha simpan pinjam. Kegiatan Usaha simpan pinjam tersebut dilaksanakan dari dan untuk
anggota koperasi yang bersangkutan, dari dan untuk calon anggota yang memenuhi syarat, dari
dan untuk koperasi lain dan/atau anggotanya.
Ketentuan ini menjadi dasar hukum yang kuat bagi koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha
simpan pinjam, baik sebagai salah satu ataupun satu-satunya kegiatan usaha koperasi, sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas. Kegiatan
usaha ini banyak menanggung resiko, oleh karena itu pengelolaannya harus dilakukan secara
profesional.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1995, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan
Pinjam oleh Koperasi Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa Pengelolaan Unit Simpan Pinjam
dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya. Oleh karena itu pengurus koperasi harus
mengangkat pengelola atau manejer atau direksi atau menugaskan salah satu dari pengurus
sebagai pengelola. Dengan demikian semua kegiatan maupun transaksi keuangan yang terjadi
terpisah dari koperasi induknya, sehingga pada proses akuntansi dan pelaporan keuangannya
juga harus tersendiri atau dipisahkan.
Laporan Keuangan adalah informasi yang dihasilkan dari suatu proses akuntansi, mulai dari
transaksi kemudian dibuatkan tanda bukti pembukuan, dicatat kedalam buku jurnal, dibukukan
kedalam buku besar sampai dengan penyusunan neraca lajur hingga menjadi laporan keuangan.
Penyediaan informasi keuangan sebagaimana tersebut diatas memerlukan suatu proses dan
pengerjaan yang bertahap dan memerlukan suatu sistem pengolahan informasi keuangan atau
biasanya disebut dengan istilah akuntansi keuangan dan hasil akhirnya disebut dengan istilah
laporan keuangan. Laporan keuangan ini merupakan dokumen resmi badan usaha koperasi yang
dipakai sebagai bahan informasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan Badan Usaha
Koperasi.
Laporan keuangan koperasi merupakan bagian dari sistem pelaporan keuangan yang ditujukan
kepada pihak internal dan eksternal sebagai sumber informasi penting. Bagi anggota laporan
keuangan ini sebagai bahan untuk menilai kinerja dan manfaat ekonomi yang diberikan oleh
koperasi kepada dirinya sebagai pemilik sekaligus pelanggan, sedangkan bagi pihak luar, laporan
keuangan ini sebagai salah satu alat dalam menganalisa kinerja keuangan serta bahan untuk
mengambil keputusan apabila akan bekerjasama dengan koperasi.
Adapun jenis-jenis Laporan Keuangan Koperasi tersebut terdiri dari (1). Kelompok Laporan
Utama dan (2). Kelompok Laporan Tambahan. Kelompok Laporan Utama yang terdiri (1).
Neraca; (2). Laporan Perhitungan Hasil Usaha; (3). Laporan Arus Kas; (4) Laporan Promosi
Ekonomi Anggota; dan (5). Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan kelompok tambahan
terdiri dari (1). Laporan Perubahan Kekayaan Bersih Koperasi (ekuitas); (2). Laporan
Pembagian/ Distribusi Sisa Hasil Usaha; (3). Laporan-laporan lain yang penggunaannya relatif
spesifik untuk pihak tertentu yang mempunyai keterkaitan langsung dengan koperasi.
Untuk membuka Unit Simpan Pinjam (USP) sebagai unit otonom, maka langkah dalam
pemisahan pembukuannya adalah sebagai berikut:
1. Perlu dikeluarkan terlebih dahulu keputusan pengurus, bentuk dan jumlah modal yang disetor
oleh koperasi kepada USP-nya, apakah dalam bentuk tunai, tidak tunai ataupun dalam bentuk
sarana kerja maupun aktiva tetap;
2. Buat Berita Acara Pemisahan Pengelolaan Unit Simpan Pinjam (USP), berdasarkan Rapat
Pengurus dan Pengawas;
4. Buat Jurnal pemisahan untuk menentukan neraca awal USP dan neraca yang baru bagi
koperasi induknya.
Tahapan pengerjaan pemisahan Unit Simpan Pinjam (USP) dari induknya yaitu dengan :
1. Buat jurnal USPnya, senilai pemisahan yang telah diputuskan oleh rapat pengurus sesuai
dengan perkiraan masing-masing;
2. Buat jurnal induknya dengan membalikkan jurnal USPnya, dimana perkiraan yang didebet
pada USPnya menjadi dikredit pada induknya dan yang dikredit pada USPnya menjadi debet
pada induknya;
3. Membuat neraca komparatif dengan kolom terdiri dari nomor, perkiraan, neraca awal,
pemisahan dan neraca akhir setelah dipisahkan;
5. Untuk membuat Neraca Gabungan atau Neraca Konsolidasi, masukkan kembali perkiraan-
perkiraan yang ada di USPnya dengan menggabungkan dan menjumlahkan atau mengurangi
nilainya sesuai dengan keadaan keduanya.
Pada awal tahun 2006 koperasi Maju Terus Pantang Mundur di Bandung mempunyai Neraca
sebagai berikut:
AKTIVA LANCAR:
HUTANG LANCAR
MODAL SENDIRI
Pengurus Koperasi Terus Maju Pantang Mundur memutuskan membentuk Unit Simpan Pinjam
secara Otonom dengan menyetorkan modalnya dalam bentuk:
PERKIRAAN JUMLAH
AKTIVA
· Kas 2.000.000
· Giro Bank BDN 500.000
· Piutang 5.000.000
· Sarana Inventaris Kantor 1.500.000
· Modal Disetor USP 15.000.000
· Aktiva Tetap (Kenderaan R.2) 3.000.000
· Aktiva lain-lain 1.000.000
TOTAL AKTIVA 28.000.000
HUTANG LANCAR
· Hutang Dagang 12.000.000
MODAL SENDIRI
· Simpanan Pokok 2.000.000
· Simpanan Wajib 8.000.000
· SHU 6.000.000
TOTAL HUTANG DAN KEKAYAAN BERSIH 28.000.000
PERKIRAAN JUMLAH
AKTIVA
· Kas 6.000.000
· Giro Bank BNI 3.500.000
· Piutang Simpan Pinjam 5.000.000
· Penyisihan Penghapusan Piutang (500.000)
· Sarana Inventaris Kantor 1.000.000
· Aktiva Tetap (Kenderaan R.2) 2.000.000
TOTAL AKTIVA 17.000.000
HUTANG LANCAR
· Simpanan Berjangka Anggota 2.000.000
MODAL
· Modal disetor 15.000.000
TOTAL HUTANG DAN KEKAYAAN BERSIH 17.000.000
IX. KESIMPULAN.
Penyusunan dan penyajian Laporan keuangan koperasi sebagaimana diuraikan diatas mengikuti
aturan yang baku sesuai dengan petunjuk dan pedoman, baik yang dikeluarkan oleh Kementerian
Koperasi dan UKM maupun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang berupa Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 27. Namun dalam pelaksanaannya dilapangan
tentu akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi Koperasi.
Dari paparan materi yang telah disampaikan diatas dapat ditarik kesimpulan antara lain:
3. Laporan keuangan merupakan informasi keuangan yang diperlukan oleh pihak internal dan
eksternal;
4. Laporan keuangan terdiri dari Laporan kelompok Utama dan Laporan Kelompok Tambahan;
5. Laporan keuangan koperasi mengacu pada PSAK Nomor 27 yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI)
6. Dalam pemisahan USP, perlu keputusan dan penetapan Pengurus mengenai setoran modal
awal;
7. Setelah melakukan pemisahan neraca USP dengan koperasi, perlu dilakukan penjurnalan dan
pembuatan neraca awal USP dan neraca setelah pemisahan bagi koperasinya.
X. DAFTAR KEPUSTAKAAN
Kementerian Koperasi dan UKM, 2002, Himpunan Kebijakan Koperasi dan UKM di Bidang
Akuntabilitas, Deputi Bidang Kelembagaan, Jakarta;
Kementerian Koperasi dan UKM, 2003, Pedoman Penyajian Laporan Keuangan Koperasi,
Deputi Bidang Kelembagaan, Jakarta.