Anda di halaman 1dari 36

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/320922347

EFEKTIFITAS HIPNOTERAPI KLINIS UNTUK


MENGATASI DEPRESI PADA PECANDU NARKOBA
DI UPT T&R BNN

Conference Paper · September 2012

CITATIONS READS

0 181

1 author:

Endang Fourianalistyawati
Universitas YARSI
41 PUBLICATIONS 11 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Analyze the Predictor and Benefit of Psychological Resilience among Indonesian Youth View project

Positive Psychology View project

All content following this page was uploaded by Endang Fourianalistyawati on 08 November 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


EFEKTIFITAS HIPNOTERAPI KLINIS UNTUK MENGATASI DEPRESI PADA
PECANDU NARKOBA DI UPT T&R BNN

Endang Fourianalistyawati, M.Psi


Fakultas Psikologi, Universitas YARSI
endang.fouriana@yarsi.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bermaksud untuk menguji efektifitas hipnoterapi klinis untuk
mengatasi depresi pada pecandu narkoba di Unit Pelaksana Teknis Terapi dan
Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (UPT T&R BNN). Asumsi umum
penggunaan hipnoterapi klinis adalah bahwa hipnoterapi mampu membawa pecandu
pada kondisi yang sangat rileks dan terbuka terhadap sugesti positif. Melihat bahwa
tiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, sehingga memiliki cara yang
berbeda pula dalam menangani permasalahan. Oleh karena itu, peneliti melakukan
penelitian untuk mengetahui sejaumana efektifitas hipnoterapi klinis pada pecandu
narkoba di UPT T&R BNN yang mengalami depresi. Penelitian ini melibatkan 6
subjek dengan kriteria Pecandu Narkoba di UPT T&R BNN. Model penelitian
adalah small case experimental design. Tingkat depresi diketahui dengan cara
menggunakan kuesioner Beck-Depression Inventory (BDI) dan terapi dilaksanakan
selama dua bulan. Follow up dilakukan satu minggu setelah sesi terapi akhir (post-
test). Subjek dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang
mendapatkan perlakuan hipnoterapi klinis, dan kelompok kontrol yang tidak
mendapatkan perlakuan. Hipotesis yang diajukan adalah hipnoterapi klinis dapat
menurunkan depresi pada pecandu narkoba. Analisis data dilakukan secara kualitatif
berdasarkan hasil observasi, wawancara, lembar pelaksanaan harian, lembar evaluasi
pelaksanaan terapi, serta hasil pengukuran skor kuesioner BDI yang dilakukan
sebelum, sesudah dan pada saat follow up terapi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ada perbedaan antara depresi pada residen pecandu narkoba yang menjadi
kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok
eksperimen terjadi penurunan kategori depresi dari berat dan sedang menjadi ringan
dan normal, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan tingkat
depresi. Dengan melakukan hipnoterapi klinis, pada kelompok eksperimen terjadi
perubahan pada kondisi fisik dan psikis, merasa lebih bersemangat dalam
beraktivitas sehari-hari, sudah dapat tidur dengan enak, tidak merasakan pusing,
seperti yang dirasakan sebelum menjalani hipnoterapi klinis. Subjek merasa lebih
tenang dan nyaman, lebih optimis dalam menjalani pengobatan dan termotivasi untuk
sembuh. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian hipnoterapi klinis dapat membantu
menurunkan depresi pada pecandu narkoba di UPT T&R BNN.

Keywords : hipnoterapi klinis, depresi, pecandu narkoba


PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya manusia yang berlimpah, saat ini memiliki
jumlah penduduk ± 245.000.000 jiwa, dan terus bertambah setiap detiknya. Berdasarkan catatan
penelitian yang dilakukan oleh BNN (2008), ± 3,9 juta (1,6 %) penduduk Indonesia adalah
pecandu narkoba. Jumlah pecandu yang sudah ditangani oleh BNN dalam periode 1985 – 2008
kurang lebih sudah 7.000 orang. Masih banyak penyalahguna narkoba yang belum tertangani
secara profesional, masih berada di masyarakat dan belum tersentuh oleh program pemerintah
secara khusus (BNN, 2010).
Permasalahan yang muncul dari kecanduan ini begitu beragam, diantaranya permasalahan pada
emosi pecandu. Emosi seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan saja.
Pecandu sering bertindak secara impuls, mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul secara
tiba-tiba. Pecandu biasanya diselimuti oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna, putus asa
dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan tindakan bunuh
diri (Ahira, 2008).
Penanganan medis dengan menggunakan berbagai terapi farmakoterapi dan fisioterapi tidak
mampu berdiri sendiri. Pemecahan permasalahan kejiwaan yang dimiliki pecandu secara
psikologis yang diantaranya untuk mengurangi tingkat depresi perlu dilakukan secara
komprehensif bersama pendekatan yang lainnya. (Gray, 2008).
Terdapat beberapa hasil penelitian dalam mengatasi depresi. Menurut Jones (2008), dalam
penelitian tentang pengaruh pemberian hipnoterapi pada penderita depresi, dengan jumlah
partisipan sebanyak 84 orang, diketahui bahwa pemberian hipnoterapi dapat membantu
menurunkan tingkat depresi pada penderita. Penanganan depresi menggunakan psikoterapi
transpersonal di dalam penelitian yang dilakukan Fourianalistyawati (2007) juga menghasilkan
penurunan depresi. Selain itu, menurut Alladin (2009) penggunaan metode hipnoterapi juga
bermanfaat dalam mengatasi depresi pada penderita adiksi narkoba. Penanganan psikologis yang
lainnya adalah, penggunaan SCID (structured clinical interview) atau wawancara klinis yang
terstruktur (Burgess, dkk, 2005), yang mampu mengatasi gangguan psikologis berupa depresi
dan cemas. Selain itu, juga terdapat metode lain seperti konseling atau biasa disebut dengan ”talk
theraphy” untuk mengatasi depresi yang dirasakan oleh pasien (www.pjnhk .go.id/ berita_
artikel/ page/3/, 13 Juli 2006).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai peran pemberian
hipnoterapi klinis untuk mengatasi depresi pada pecandu narkoba di UPT&R BNN Lido,
sehingga dapat diketahui mengenai efektifitas pemberian metode ini, dan menjadi acuan dalam
melakukan penelitian selanjutnya, terkait dengan tema ini secara lebih lanjut.
Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah : apakah pemberian hipnoterapi klinis efektif
untuk mengatasi depresi pada pecandu narkoba di UPT &R BNN Lido?

B. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efektifitas hipnoterapi klinis pada Pecandu
Narkoba di UPT&R BNN Lido yang mengalami depresi.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini merupakan upaya mengurangi depresi pada Pecandu Narkoba di
UPT&R BNN Lido pada khususnya dan penyakit klinis lainnya dengan hipnoterapi
klinis.
b. Metode hipnoterapi klinis yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan
memberikan manfaat bagi subjek sehingga subjek dapat mengembangkan di
masyarakat, sehingga tercipta masyarakat Indonesia yang sehat.

2. Manfaat Teoritis
a. Keberhasilan hipnoterapi klinis ini dapat dijadikan alternatif untuk
menangani masalah depresi pada pecandu narkoba di UPT&R BNN Lido.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar berpijak untuk
melakukan penelitian lanjutan mengenai penanganan depresi terutama yang
berorientasi psikologis.
c. Penelitian menggunakan hipnoterapi klinis dalam mengatasi
depresi, diharapkan menjadi salah satu sumbangan psikologi dalam kajian yang
berhubungan dengan emosi.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Depresi

1. Pengertian

Gangguan depresi dalam DSM IV termasuk dalam kategori gangguan mood. Dinamakan
gangguan mood (suasana hati) karena melibatkan keadaan emosi atau afek positif/negatif yang
mendalam dan cenderung menjadi penyesuaian diri yang salah selama periode waktu tertentu
(Carson dan Bucher, 1992). Oleh karena itu gangguan mood sering dihubungkan dengan
gangguan afektif. Beck (1985) mengemukakan bahwa depresi sering dikenal sebagai gangguan
emosi atau gangguan suasana perasaan karena adanya gambaran yang menonjol pada penderita
berupa gangguan suasana perasaan dan emosi.

Depresi merupakan kesedihan dengan intensitas yang mendalam dan berlangsung lama, disertai
oleh gejala somatik, kurang tidur, dan gejala motorik. Hal ini merupakan suatu kondisi yang
menunjukkan rendahnya harapan inividu akan sesuatu hal sehingga individu merasa tidak
mungkin mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ditambah dengan perasaan tidak bisa
melakukan sesuatu apapun untuk mengubahnya. Berbeda dengan kesedihan yang dirasakan
individu sebagai suatu emosi normal yang diciptakan oleh persepsi realistik yang
menggambarkan suatu peristiwa negatif sehubungan dengan kehilangan atau kekecewaan dengan
cara yang tidak distorsi, depresi adalah suatu gangguan yang selalu merupakan akibat pemikiran
yang terdistorsi. (Kaplan & Sadock, 1991; dan Prawirohusodo, 1993).

Karakteristik khusus depresi adalah cara berpikir yang tidak realistis dan tidak sesuai dengan
fakta. Para ahli menyebutkan bahwa pemikiran orang yang menderita depresi bersifat negatif,
baik tentang diri, masa sekarang maupun masa yang akan datang. Penderita depresi dibayangi
oleh rasa ketakutan, kengerian, ketidakbahagiaan serta kebencian pada diri sendiri. Penderita
mengeluhkan tentang melemahnya daya konsentrasi dan ingatan, serta kesulitan dalam
mengambil keputusan. Selain itu penderita depresi tidak mempunyai harapan bahwa mereka
akan dapat merasakan kegembiraan dan kepuasan seperti pada masa lalu (Albin, 1986; Greist &
Jefferson, 1987; Campbell, 1976).
Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai depresi tersebut, penulis menyimpulkan, bahwa
depresi adalah gangguan psikologis yang melibatkan emosi dan perasaan secara mendalam yang
dialami seseorang sebagai manifestasi dari situasi dan kondisi yang tidak mampu ia hadapi.

2. Faktor penyebab depresi

Kebanyakan depresi dipicu karena pengalaman eksternal. Oleh karena itu adalah sangat
membantu untuk sadar akan sebab-sebab yang paling umum dari persoalan ini sehingga jika hal
itu terjadi, individu tidak perlu tenggelam di dalam depresi potensial.

Individu yang beresiko lebih tinggi untuk mengalami depresi adalah:

a) Kaum perempuan

b) Individu yang pernah mengalami depresi sebelumnya. Ada pendapat yang menyatakan orang
Indonesia umumnya pernah mengalami depresi karena tekanan ekonomi, sosial dan
sebagainya

c) Individu yang suka menyendiri

d) Individu yang kurang mendapat dukungan emosi (emotional support) dari keluarga atau
sosial (http://familydoctor.org/familydoctor/en /diseases-conditions/depression.html).

Menurut La Haye (2005) beberapa hal yang menjadi faktor penyebab depresi pada individu,
adalah:

a) Kekecewaan. Banyak kasus depresi dimulai dengan kekecewaan atau pengalaman dimana
individu merasa tidak bahagia. Jarang orang terserang depresi jika segala sesuatu berjalan sesuai
dengan keinginannya. Namun, dalam kehidupan ini ada saja kemungkinan mengalami
kekecewaan bahwa sesuatu atau seseorang tidak melakukan sesuatu sesuai dengan harapan.

b) Kurangnya harga diri. Kekurangan ini cenderung untuk dibesar-besarkan sampai pada tingkat
ekstrim, hanya karena harapan yang tidak realistis membuatnya tidak dapat mencapai
persetujuan diri. Hal ini khususnya berlaku bagi individu yang perfeksionis, yang tidak pernah
puas dengan apa yang telah dicapainya.

c) Perbandingan yang tidak adil. Ketidakpuasan dengan apa yang dimiliki akan mengarahkan
pikiran ke dalam dan menghasilkan depresi.
d) Ambivalensi. Ambivalensi merupakan rasa terjebak, dimana individu tidak dapat
memperbaiki suatu keadaan yang tidak dapat diterima. Individu dapat bergeser ke dalam
ambivalensi dalam usaha mentalnya untuk melarikan diri dari keadaan yang sekarang,
mengadopsi suatu posisi antara perasaan kasih, peduli, perhatian dengan perasaan penolakan,
kebencian, dan kekecewaan, yang pada akhirnya berujung pada satu sikap masa bodoh.

e) Penyakit. Penyakit-penyakit fisik membuat seseorang lebih rentan terhadap depresi.


Beberapa faktor yang dapat memicu depresi biasanya bersifat organik, misalnya hepatitis,
gangguan otak dan obat, serta penyakit-penyakit kronis, seperti jantung, diabetes melitus, dan
kanker.

f) Malfungsi biologis. Sebagian besar depresi disebabkan karena malfungsi biologis atau tidak
berfungsinya secara optimal organ-organ tubuh. Sementara itu fungsi kelenjar tiroid yang
abnormal pada individu merupakan hal pertama yang dipertimbangkan dalam memicu timbulnya
depresi.

g) Depresi postpartum atau depresi pada masa setelah melahirkan. Perasaan murung dan atau
kelelahan adalah suatu hal normal dan akan segera berlalu pada seorang ibu yang baru
melahirkan.

h) Aktivitas mental yang luar biasa. Orang yang produktif dan aktif kadang-kadang menemui
suatu bentuk depresi yang aneh selama dekade kelima atau keenam kehidupan. Meskipun secara
sifat tidak cenderung mengarah ke depresi, individu mengalami kesulitan besar untuk
mengatasinya. Individu menjadi sulit untuk istirahat secara mental. Pemikiran-pemikiran saling
mendesak dan untuk pertama kali kemampuan berkonsentrasinya mulai gagal. Ini merupakan
suatu pengalaman yang mengejutkan untuk seorang yang biasanya dalam keadaan aman.
Bereaksi dengan kejengkelan dan frustrasi karena individu tidak dapat mempertahankan fokus
atas suatu hal yang penting, individu gagal menyadari bahwa semakin individu marah pada diri
sendiri dan mengantisipasi persoalan semakin lama bertahannya. Jika tidak belajar cara yang
efisien untuk mengatur waktu dan persoalan-persoalan pribadi, individu cenderung untuk
meneruskan penumpukan persoalannya dengan keparahan yang meningkat.

i) Penolakan. Depresi merupakan pintu pelepasan yang digunakan orang untuk mengatasi
penolakan yang dialaminya.
j) Sasaran yang tidak sesuai.

3. Gejala-gejala depresi

Peningkatan yang besar terhadap jumlah penderita depresi membutuhkan suatu kajian singkat
atas gejala-gejala depresi. Bagaimana individu menilai diri serta kehidupannya memainkan peran
yang penting dalam mengendalikan depresi. Depresi dapat dikategorikan ringan, sedang dan
berat. Biasa dikenal dengan kekurangpercayaan, tidak mempunyai harapan dan putus asa. Hal
tersebut akan mempengaruhi penderita secara mental, emosional dan fisik. Individu yang
mengalami depresi cenderung memiliki pola berpikir yang negatif atau merusak. Kondisi
tersebut jika didiamkan selama kurun waktu tertentu dapat memicu produksi hormon-hormon
yang merusak dari kelenjar pituitary dan menyebabkan penyakit fisik yang merusak dan
membuat depresi lebih buruk. Akibat depresi itu dialami secara fisik, mental, dan emosional
(Beck 1985; LaHaye 2005; Kaplan & Sadock, 1991).

Gejala-gejala depresi dapat merupakan salah satu atau gabungan dari gejala berikut, yaitu:

a) Merasa sedih atau sering menangis

b) Kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari walaupun kegiatan tersebut merupakan suatu
kegiatan yang menyenangkan (fun activities)

c) Perubahan nafsu makan (makin besar atau hilang) dan perubahan berat badan (bertambah
atau berkurang)

d) Mudah tersinggung, ringkih dan lamban

e) Kehilangan energi untuk melakukan sesuatu

f) Merasa diri bersalah atau tak berguna

g) Susah berkonsentrasi atau susah mengambil keputusan

h) Berpikir tentang kematian atau bunuh diri.

Individu yang sedang mengalami depresi merasakan gejala-gejala tersebut hampir setiap hari
secara terus menerus. Mungkin terjadi dalam waktu dua minggu atau bahkan jauh lebih lama.
Yang paling mudah terlihat adalah gejala emosi yang tidak stabil dan kehilangan minat untuk
melakukan berbagai aktivitas apapun (http://familydoctor.org/family
doctor/en/diseasesconditions/depression.html).
Menurut Beck (1985), gejala-gejala depresi juga ditandai dengan keadaan berikut:

a) Perubahan suasana perasaan yang spesifik seperti kesedihan, kesendirian dan apati.

b) Konsep diri negatif, yang diikuti dengan pencelaan diri dan penyalahan diri.

c) Keinginan-keinginan regresif yang menghukum diri sendiri, yang ditandai dengan keinginan
untuk menghindar, bersembunyi, dan keinginan untuk mati.

d) Perubahan-perubahan vegetatif, seperti anoreksia, insomnia, hilang nafsu makan.

e) Perubahan dalam aktivitas, seperti retardasi dan semangat untuk melakukan aktivitas hilang.

Laporan penelitian yang dikeluarkan APA (American Psychology Association) mendukung


pendapat Beck (dalam Davidson dan Neale, 1990), dimana terdapat gejala pada depresi berupa:
sedih, suasana hati yang tertekan; kurangnya nafsu makan dan berat badan berkurang; kesukaran
tidur; perubahan tingkat aktivitas; hilangnya minat dan kesenangan dalam aktivitas yang biasa
dilakukan; kehilangan energi, merasa sangat lelah; konsep diri negatif, menyalahkan diri sendiri,
merasa tidak berguna dan bersalah; sukar konsentrasi; sering berpikir tentang mati atau bunuh
diri. Biasanya individu yang mengalami depresi tidak diketahui sampai terlihat adanya gejala-
gejala fisik yang jelas.

Menurut La Haye (2005) beberapa gejala depresi secara fisik dan mental adalah berupa :

a). Tingkah laku tidur yang gelisah. Gejala fisik yang paling umum dari depresi adalah suatu
perubahan dalam pola tidur yang jelas. Meskipun beberapa penderita depresi kelebihan tidur dan
bangun dengan lelah, namun dapat disimpulkan secara umum sama sekali tidak dapat tidur.

b). Apati, letargi, dan kelesuan. Individu yang menderita depresi cenderung untuk bangun dalam
keadaan lelah dan tidak memiliki motivasi. Meskipun mampu untuk memenuhi tanggung jawab,
namun kinerja individu tersebut tidak baik, disamping itu individu mudah sekali lelah.

c). Kehilangan nafsu makan. Semakin depresi individu biasanya semakin kehilangan nafsu
makan, akibatnya individu mungkin mengalami kehilangan banyak berat badan yang akan
memperparah keadaan.

d). Kehilangan dorongan seks. Semua fungsi-fungsi dorongan atau aktifitas dasar individu
terhenti.
e). Penampilan yang tidak terpelihara. Individu biasanya kehilangan perhatian atas penampilan
dan kehilangan dorongan karena citra diri yang negatif sehingga individu mengabaikan dirinya.

f). Banyak penyakit secara fisik. Beberapa penyakit yang umum adalah nyeri, pusing, jantung
berdebar, dada terasa sesak, sulit bernafas, sakit kepala, sakit ulu hati, susah buang air besar dan
berkeringat.

Berikut adalah gejala emosional yang paling umum (La Haye, 2005) :

a) Kehilangan rasa kasih. Individu menarik diri dari orang lain yang merupakan bentuk dari
berkurangnya kasih sayang terhadap orang-orang disekitarnya seperti keluarga, pasangan dan
teman, sampai akhirnya juga tidak peduli pada diri sendiri, orang lain atau apapun.

b) Kesedihan. Ketika depresi meningkat, penderita kehilangan semua kemampuan untuk


merespon humor dan mungkin merasa benci atas kegembiraan yang ada disekitar.

c) Kecenderungan menangis.

d) Permusuhan. Setiap kasus depresi hampir semuanya mencakup kemarahan, setidaknya pada
tahap awal. Mulanya ditujukan pada orang yang menolak atau menghina, kemudian mengarah
pada diri karena merasa dirinya menjadi hina sebab penolakan.

e) Mudah marah. Orang-orang yang pasif sangat mudah mengalami iritasi, khususnya dengan
energi dan vitalitas rendah. Individu yang mengalami depresi dapat saja menjadi marah hanya
karena hal-hal kecil atau kebaikan-kebaikan teman karena merasa dirinya tidak berharga untuk
waktu dan perhatian orang lain.

f) Kekhawatiran, ketakutan, dan kecemasan. Perasaan kesendirian dan keputusasaan yang


tumbuh selama depresi menurunkan ambang ketakutan. Segalanya menjadi alasan untuk cemas.
Individu akan takut untuk ditinggalkan sendiri, mengindari masa lalu tapi takut akan masa depan
dan yang paling umum ketakutan yang kuat akan kematian.

g) Keputusasaan. Penderita depresi biasanya dibebani rasa putus asa. Individu akan merasa
terjebak dalam keadaan yang menyebabkan depresi dan tidak dapat membayangkan jalan keluar.
Masa lalu dipenuhi dengan penolakan dan kesedihan, masa kini menjadi personifikasi
kekhawatiran, dan masa depan menjadi hal yang kelabu bagi penderita depresi.

Menurut Patel (2001), individu yang mengalami depresi memiliki gejala-gejala berupa:
a). Secara fisik

a. Lelah dan perasaan lemah tidak bertenaga

b. Sakit dan nyeri di seluruh tubuh yang tidak jelas sebabnya

b). Perasaan

a. Perasaan sedih dan sengsara

b. Hilang rasa ketertarikan dalam hidup, interaksi sosial, pekerjaan, dan lainnya

c. Merasa bersalah

c). Pikiran

a. Tidak punya harapan akan masa depan

b. Sulit mengambil keputusan

c. Merasa dirinya tidak sebaik orang lain (tidak percaya diri)

d. Merasa bahwa mungkin lebih baik jika ia tidak hidup

e. Keinginan dan rencana untuk bunuh diri

f. Sulit berkonsentrasi.

Penderita depresi sebenarnya tidak hanya mengalami gangguan afektif saja tetapi juga
menunjukkan adanya beberapa gambaran klinis lain. Gejala-gejala depresi dapat dilihat dari
beberapa manifestasi, antara lain berupa manifestasi emosional, motivasional, kognitif, fisik dan
vegetatif. Berikut uraian mengenai beberapa manifestasi depresi menurut Beck (1985) :

a). Manifestasi emosional, menggambarkan perubahan perasaan dan perubahan perilaku yang
tampak akibat emosi yang meliputi:

1) Dejected mood yaitu ekspresi perasaan subjektif, seperti merasa sendirian, bosan,
tidak bersemangat, sedih, tidak bahagia, putus asa, malu dan perasaan tidak
berguna.

2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri yang meliputi perasaan tidak suka pada diri,
kecewa terhadap diri yang dapat berkembang menjadi kebencian terhadap diri.
Perasaan negatif terhadap diri ini memiliki kaitan dengan perasaan disforia.
3) Hilangnya kesenangan, pada awalnya penderita tidak mampu lagi menikmati
aktivitas-aktivitas biologis, seperti makan, maupun hubungan seksual.

4) Hilangnya kelekatan emosional, biasanya diikuti dengan hilangnya kepuasan,


yang ditunjukkan dalam hilangnya minat berinteraksi dengan orang lain.

5) Kemurungan, yang ditandai dengan mudahnya penderita menangis dengan


intensitas yang tinggi.

6) Hilangnya respon-respon kegembiraan, seperti hilangnya rasa humor.

b). Manifestasi-manifestasi kognitif penderita depresi ditunjukkan dalam bentuk :

1) Rendahnya penilaian terhadap diri sendiri, penampilan diri, inteligensi,


kesehatan, daya tarik, dan popularitas

2) Pengharapan-pengharapan negatif, gejala ini erat kaitannya dengan perasaan


putus asa. Penderita bahkan mengharap hal yang buruk menimpa dirinya dan
menolak untuk diberi bantuan

3) Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri atas apa yang terjadi pada diri yang
sebenarnya bukan kesalahannya

4) Sulit mengambil keputusan yang disebabkan dua hal yaitu takut membuat
kesalahan dan hilangnya motivasi untuk mengambil keputusan

5) Penyimpangan dalam gambaran diri, penderita yakin dirinya tidak menarik,


gejala ini lebih sering dialami perempuan. Penderita juga sering diliputi perasaan
bersalah, merasa tidak berguna, sangat pesimis menghadapi hidup dan masa
depannya yang menggiring pada usaha bunuh diri.

c). Manifestasi-manifestasi motivasional, ditemui dalam hal:

1) Kelumpuhan kemauan, penderita tidak mampu memotivasi diri untuk


melakukan kegiatan sehari-hari.

2) Keinginan untuk menghindar, melarikan diri dan menarik diri dari kegiatan-
kegiatan yang biasanya dilakukan. Bagi penderita bekerja itu sesuatu yang tidak
ada artinya dan membebani, sehingga ia ingin lari dari semuanya
3) Keinginan untuk bunuh diri secara pasif seperti pernyataan:” ...saya berharap
mati...” atau aktif seperti pernyataan:”...saya mau bunuh diri...”, muncul secara
berulang, muncul dalam mimpi atau sebuah rencana

4) Meningkatnya ketergantungan, yang berupa kebutuhan untuk mendapatkan


bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang lain.

d). Manifestasi-manifestasi vegetatif dan fisik, mencakup: hilangnya selera makan, gangguan
tidur, hilangnya nafsu seksual dan mudah merasa lelah.

4. Depresi pada Pecandu Narkoba

Pada pecandu narkoba, depresi dapat terjadi sebelum individu mengkonsumsi narkoba, hal
tersebut dilakukan sebagai jalan keluar dari permasalahan yang dianggap terbaik pada saat itu.
Depresi dapat pula terjadi setelah pecandu menggunakan narkoba, hal tersebut berhubungan
dengan berubahnya kondisi psikis dan fisiologis pecandu dan juga dikarenakan beragam
permasalahan yang timbul karenanya, antara lain diakibatkan oleh kecaman keluarga, teman,
masyarakat atau kegagalan dalam mencoba berhenti memakai Narkoba.(http://www.drug-
addiction support.org/AddictionandDepression.html).

Gejala depresi pada pecandu narkoba dapat berupa gejala psikologis dan somatis. Gejala-gejala
psikologis seperti rendahnya mood yang ditandai dengan perasaan gelisah dan cemas pada pagi
hari dan selanjutnya terus meningkat sepanjang hari, seringkali menangis atau bahkan tidak
dapat menangis, perasaan bersalah dan merasa menjadi beban bagi orang lain hingga
ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan (anhedonia). Gejala fisik ditandai dengan
menurunnya berat badan yang terkadang diikuti dengan anoreksia, susah tidur (insomnia),
perasaan lelah dan tidak enak badan. Gangguan depresi seringkali tidak dikenali karena pasien
menolak untuk mengungkapkan selain rendahnya mood.(http://www.drug-addiction support .org
/Addiction and Depression .html)

Selain gejala-gejala depresi yang telah disebutkan, gejala depresi yang parah sering
disertai dengan delusi dan halusinasi yaitu merasa melihat dan mendengar sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Gejala-gejala tersebut bersifat mood congruent, jadi gejala halusinasi sama
persis dengan pola pikir negatifnya, sehingga penderita yang dikuasai oleh pikiran untuk mati,
merasa mendengar suara-suara yang menyuruh dia bunuh diri. Gejala depresi juga bersifat mood
incongruent yaitu gejala delusi yang berisi tentang seseorang yang menyisip dalam pikirannya
melalui gelombang elektromagnit (Nietzel et al, 1998). Dampak lain Narkoba pada kejiwaan
antara lain, gangguan jiwa berat atau psikotik, bunuh diri, melakukan tindakan kejahatan,
kekerasan serta pengrusakan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pecandu narkoba yang mengalami
depresi ditandai dengan rendahnya mood, dengan kondisi perasaan gelisah dan cemas pada pagi
hari, dan selanjutnya terus meningkat sepanjang hari, sering menangis atau bahkan tidak dapat
menangis, perasaan bersalah dan merasa menjadi beban bagi orang lain hingga ketidakmampuan
untuk merasakan kesenangan (anhedonia). Selain itu, pada gejala depresi yang parah, sering
disertai dengan delusi dan halusinasi yaitu merasa melihat dan mendengar sesuatu yang
sebenarnya tidak ada.

B. Hipnoterapi Klinis

1. Pengertian

Hipnoterapi yang berasal dari istilah hipnosis, adalah metode yang valid untuk pembelajaran dan
penelitian ilmiah dan merupakan media terapeutik yang terbukti. Semenjak tahun 1958, hipnosis
diakui oleh American Medical Association (AMA) sebagai pendekatan yang resmi dan aman
untuk mangatasi masalah-masalah medis dan psikologis (Kahija, 2007).
Hipnosis adalah penggunaan sugesti, baik secara langsung maupun tak langsung untuk
menginduksi kondisi sugestibilitas yang lebih baik yang dalam kondisi tersebut ada jalan pintas
bagi kemampuan kritis pikiran serta menciptakan perhatian selektif terhadap sugesti yang
diberikan. (Elman dan Elias, 2009)
Kahija (2007) mendefinisikan hipnosis sebagai keadaan terfokusnya perhatian pada objek atau
gambaran mental tertentu yang ditandai dengan meningkatnya sugestibilitas sebagai efek dari
sikap kooperatif dengan orang lain. Erickson menambahkan bahwa hipnosis adalah sebuah
keadaan yang mengecilkan fokus perhatian (Elias, 2009). Hipnosis telah diakui sebagai alat yang
efisien dalam psikoterapi persenjataan lengkap kondisi psikologis dan psikosomatik (Hartland,
2009).

Hipnoterapi adalah pendekatan psikoterapi singkat, yang memanfaatkan kemampuan individu


untuk masuk ke dalam kondisi trance, dan dengan demikian membuat pikiran menerima saran
terapeutik. Tujuannya adalah untuk membuat tindakan pasien pada kesadaran di kehidupan
sehari-hari. Dalam kondisi hipnosis pasien memasuki suatu keadaan dimana tubuh fisik menjadi
rileks, sementara pada saat yang sama pikiran adalah waspada. Biasanya, ada tiga tahap utama
dari kedalaman trance, yaitu ringan, menengah dan dalam (Kahija, 2009).

2. Hipnoterapi klinis dan Sugesti

Konsep sugesti merupakan bentuk komunikasi primer langsung pada pikiran sadar individu,
dikenalkan oleh Freud dan Janet pada akhir abad 19. Sementara Braid menyatakan bahwa
hipnosisme berpusat kepada perhatian sadar terhadap suatu ide atau sugesti yang dominan.
Erikson pada penjelasannya menyatakan terdapat berbagai macam kegunaan sugesti tidak
langsung seperti metafora atau cerita, yaitu menemukan artinya dari pikiran sadar individu.
Konsep sugesti subliminal juga bergantung terhadap pola pikir. Sedangkan pada praktisi hipnosis
seperti Barber dan Spanos, cenderung menggunakan lebih banyak sugesti dan instruksi verbal
secara langsung (Ncoz, 2011).

Hipnosis mengenalkan individu pada suatu prosedur selama disugesti untuk mengalami suatu
pengalaman imajinatif. Induksi Hipnosis merupakan sugesti inisial yang luas menggunakan
imajinasi individu dan mengandung perincian lebih lanjut pada pengenalannya. Dalam
pelaksanaan hipnosis individu dipimpin oleh seorang hipnotis, untuk memberikan respon
terhadap sugesti untuk berubah pada pengalaman subjektifnya, perubahan persepsi, sensasi,
emosi, pikiran atau tingkah laku(Divisi ke-30 APA dalam Kahija, 2009).

3. Penggunaan Metode Hipnoterapi Klinis

Hipnoterapi klinis adalah salah satu psikoterapi yang biasanya menggunakan metode yang
bervariasi antara lain; visualisasi, afirmasi, mindfulness, forgiveness dan release, yang pada
penelitian ini teknik-teknik tersebut digunakan sebagai satu rangkaian pendekatan untuk
menangani permasalahan psikologis yang ditemukan pada Residen di UPT&R BNN Lido.
Hipnoterapi klinis dapat digunakan secara luas untuk berbagai kondisi, antara lain untuk
pengobatan gangguan kecemasan, gangguan tidur, gangguan makan, depresi, gangguan
psikoseksual, kecanduan, dan khususnya, dalam pengobatan gangguan fobia (Waxman, 1980).
Hipnoterapi sangat berguna karena memungkinkan pasien untuk menghadapi ketakutan mereka
di lingkungan yang santai dan aman. Melalui hipnoterapi, pasien dapat mengeksplorasi area
masalah bersama-sama dengan terapis (Kraft, 2006).
Penggunaan hipnoterapi klinis dengan teknik visualisasi, afirmasi, dan release merupakan teknik
yang biasa digunakan oleh psikoterapis kognitif. Penggunaan teknik tersebut dalam pendekatan
kognitif bertujuan untuk memunculkan potensialitas tertinggi dari individu dengan mengarahkan
dan menyadari pikiran dan perasaannya. Selain itu teknik tersebut menggunakan kemampuan
pikiran untuk membentuk pengalaman dan peristiwa yang positif yang akhirnya mempengaruhi
respon fisiologis dan psikologis (Sollod, 1993).

Hipnoterapi adalah suatu teknik terapi yang dapat mengalihkan kondisi fisik dan psikis menjadi
sangat rileks sehingga terjadi perubahan tingkat kesadaran (trance), persepsi, memori dan
kebiasaan. Dalam proses hipnoterapi terjadi pengalihan kondisi dari pikiran sadar (conscious
mind) ke pikiran bawah sadar (subconscious mind), yang disebut juga dengan istilah mengalami
hipnosis. Dalam keadaan hipnosis seseorang menjadi lebih dapat menerima sugesti dengan baik,
karena crititical area atau Reticular Activating System (RAS) yang berfungsi sebagai filter
terhadap informasi dari panca indera dinonaktifkan atau dikurangi sensitifitasnya untuk
sementara waktu, sehingga sugesti dapat diterima secara langsung oleh pikiran bawah sadar
(Yusman, 2010; Rossi dan Battino, 2001).

Beberapa penelitian ilmiah yang menggunakan metode hipnoterapi klinis terbukti efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan psikis serta mampu mengurangi stres dan reaksi negatif berupa
depresi. Sebagai contoh intervensi berupa afirmasi nilai personal pada stres fisik dan psikis yang
dilakukan oleh Creswell, dkk (2004) menunjukkan bahwa teknik afirmasi dapat meredam reaksi
stress. Menurut hasil penelitian Correl, dkk (2004), afirmasi membantu partisipan dalam
mengambil perspektif yang objektif dan tidak bias. Secara lebih khusus, stress partisipan rendah
jika nilai afirmasinya tinggi dan stress partisipan tinggi jika nilai afirmasinya rendah.

Hartman (1972) mengatakan bahwa penanganan pecandu jangka panjang tanpa menggunakan
hipnosis, angka keberhasilannya mencapai sekitar 2%. Angka keberhasilan dengan
menggunakan hipnosis secara konsisten menunjukkan angka antara 60 – 70%. Hipnoterapi juga
mempunyai efektifitas dalam pengendalian marah pada penderita Depresi. Zarren (2006),
melakukan penelitian yang mempelajari hubungan antara kemarahan dan depresi. Secara khusus,
peneliti berfokus pada bagaimana hipnosis dapat diintegrasikan ke dalam rencana pengobatan
yang efektif untuk depresi dengan memberdayakan klien tidak hanya untuk lebih baik dalam
mengatasi, tetapi juga untuk mengurangi perasaan marah. Sebuah contoh kasus rinci disediakan
dalam hipnosis intervensi terstruktur untuk mengajarkan keterampilan manajemen kemarahan.
Efektifitasnya teruji untuk menangani berbagai simptom psikis pada gangguan kejiwaan.

Berikut adalah beberapa metode hipnoterapi klinis yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Meditasi Mindfulness

Meditasi mindfulness menjaga perhatian penuh seseorang untuk mengalami dan menyadari setiap
saat-saat yang sedang dirasakan (Germer, 2005). Tujuannya adalah melatih individu untuk
memperoleh perspektif hidup dimasa kini, menyadari kenyataan tentang saat ini, dan mensyukuri
atas segala sesuatu yang ada pada saat ini. Mindfulness merupakan proses kognitif yang
mempekerjakan penciptaan kategori baru, keterbukaan terhadap informasi baru, dan kesadaran
lebih dari satu perspektif (Germer, 2005). Kunci utama dalam pelaksanaannya adalah kesadaran,
pengalaman saat ini, dan penerimaan (Prabowo, 2010).

b. Visualisasi (Guided Imagery)

Menurut Gregor (2005), metode visualisasi berfungsi untuk memproses tujuan dengan
menggunakan gambaran imajinasi dengan terlebih dahulu mencari tempat kedamaian individu.
Tujuan dari metode ini adalah mengurangi perasaan sedih yang mendalam, dan meningkatkan
daya konsentrasi dengan menemukan tempat kedamaian pada diri individu.

Perkembangan ilmu cognitive neuroscience telah memungkinkan penelitian dan pengembangan


teori dan pemanfaatan visualisasi ini. Reaksi syaraf-syaraf otak terhadap persepsi dari panca
indera dapat diamati oleh teknologi neuroimaging, terutama Electroencephalogram (EEG),
Positron Emission Tomography (PET) dan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI),
alat-alat tersebut memungkinkan pengujian teori imagery pada manusia secara objektif.
(Yusman, 2010)

Para peneliti memanfaatkan perkembangan ini untuk membandingkan rekaman aktivitas otak
pada saat manusia melakukan visualisasi dan aktivitas otak pada saat melihat dan mengalami
secara langsung dengan PET/fMRI. Hasilnya ternyata memiliki banyak persamaan dengan
persepsi, karena menggunakan jalur syaraf yang sama dalam modalitas yang sama, serta
visualisasi dapat melibatkan mekanisme syaraf yang digunakan dalam memori, emosi dan
kontrol motorik. (Kosslyn, Ganis, dan Thompson, 2006)
Visualisasi bukan hanya merangsang sistem motorik namun juga mempengaruhi tubuh seakan-
akan mengalami persepsi yang sebenarnya (Kosslyn, Ganis, dan Thompson, 2006), tubuh
merasakan bahwa pembayangan gambaran itu seolah merupakan sebuah kenyataan.

c. Afirmasi

Metode afirmasi mengacu pada pernyataan pribadi yang disampaikan dalam bentuk waktu saat
ini, atau dengan kata lain individu diminta untuk mengungkapkan pernyataan-penyataan positif
tentang dirinya secara verbal. Individu juga diminta untuk membayangkan apa yang terjadi dan
bagaimana rasanya ketika berhasil meraih tujuannya dengan baik. Tujuannya adalah mengurangi
cara berpikir terdistorsi, sehingga individu lebih mudah dalam mengambil keputusan dan tidak
larut dalam perasaan-perasaan negatif tentang dirinya (Fourianalistyawati, 2007).

d. Release

Teknik release berfungsi mengajak individu menyadari perasaan dan menyelami perasaannya,
kemudian melepaskan perasaan yang menekan tersebut dengan harapan individu dapat merasa
terbebas dan lebih tenang (Wilber, 2000). Tujuannya adalah mengatasi gangguan mood, pikiran
pesimis, rasa takut, cemas, dan rasa benci terhadap diri sendiri. Sebelumnya, individu diminta
membuat daftar perasaan yang membuatnya senang (positif) dan tidak senang (negatif),
kemudian diminta memahami konsep tiga motivasi dasar manusia, yaitu keinginan untuk
mengontrol, keinginan untuk menguasai dan keinginan untuk selamat dan nyaman. Berikut
tahapan teknik release (Damasio,1999) :

a. Membiarkan perasaan yang sedang dialami datang (welcoming and allowing the
feeling). Individu membuka diri menuju pengalaman penuh dari perasaan-
perasaan dari berbagai peristiwa. Individu menerima apa adanya perasaan tersebut
secara penuh.

b. Mencoba menyelami perasaan tersebut (diving in). Individu menyelami inti dari
perasaan dan dimana perasaan tersebut ada dalam dirinya.

c. Setelah melewati tahap diatas, melepaskan (release) apa yang ditekan secara
sadar oleh individu dilakukan dengan cara membiarkan diri merasakan perasaan
secara penuh. Perasaan tersebut dihadirkan ke dalam kesadaran tanpa ada
penolakan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipnoterapi klinis dapat digunakan sebagai
salah satu alat bantu yang dapat digunakan sebagai metode, sehingga dapat membantu
menurunkan tingkat depresi pada pecandu. Hipnoterapi klinis dapat digolongkan sebagai metode
untuk mengatasi depresi dengan strategi kognitif antecedent-focused (Gross dan Thompson,
2006). Strategi kognitif antecedent-focused merupakan strategi yang dipilih sebelum terjadi
respon emosi aktif secara penuh dalam perilaku dan fisiologis, sehingga dengan strategi ini
pecandu lebih mudah dalam mengubah perilaku dan kondisi fisiologis, dengan kata lain pecandu
dapat memilih respon yang lebih positif dari sebelumnya karena sudah mengantisipasi
sebelumnya dalam pikiran kognitifnya.

C. Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kerangka berpikir mengenai pengaruh hipnoterapi
klinis dalam menurunkan gejala depresi pecandu narkoba, yaitu :

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

D. Hipotesis

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji peran hipnoterapi klinis dalam menurunkan depresi
yang dialami pecandu narkoba di UPT&R BNN. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah hipnoterapi klinis berupa meditasi mindfulness, visualisasi, afirmasi, dan release dapat
menurunkan depresi pada pecandu narkoba di UPT&R BNN
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi variabel penelitian


Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah :
Variabel Bebas (X) : Perlakuan Hipnoterapi klinis
Variabel Terikat (Y) : Depresi

B. Definisi Operasionalisasi Variabel

1. Perlakuan hipnoterapi klinis : pemberian terapi pada pecandu narkoba menggunakan metode
hipnoterapi klinis, yang pada penelitian ini terdiri atas teknik meditasi mindfulness, visualisasi,
afirmasi, dan release.

2. Depresi : diketahui berdasarkan skala Beck Depression Scale, yang telah diadaptasi oleh
Retnowati (2004) terhadap BDI versi II oleh Beck dkk (1994).

C. Populasi dan sampel penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah pecandu narkoba di UPT&R BNN, Lido.
Sampel yang digunakan dalam penelitan ini adalah 6 orang perempuan pecandu narkoba yang
diketahui melalui hasil diagnosis dokter dan merupakan Residen pecandu Narkoba di UPT&R
BNN, pada fase Primary. Dengan asumsi bahwa perempuan lebih banyak mengalami depresi.
Selain itu diketahui bahwa jadwal residen narkoba perempuan di fase tersebut lebih fleksibel dan
dapat disesuaikan dengan jadwal terapis yang ada. Subjek berusia antara 20-50 tahun didasarkan
pada asumsi bahwa residen pecandu narkoba lebih banyak ditemukan pada usia tersebut. Subjek
mengalami depresi sedang dan berat yang diketahui melalui skala BDI. Selain itu subjek dipilih
dengan tingkat pendidikan subjek minimal SLTP.

D. Waktu dan Lokasi penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama delapan bulan, dimana enam bulan untuk melakukan asesmen,
dan dua bulan untuk pelaksanaan eksperimen berupa pemberian hipnoterapi klinis. Lokasi
penelitian adalah di UPT&R BNN Lido.
E. Teknik Pengumpulan Data

1. Alat
a. Panduan Observasi dan Wawancara
b. Persetujuan Subjek
c. Panduan Hipnoterapi Klinis
d. Self Report berupa Skala Beck Depression Inventory (BDI)
e. Pelaksanaan Harian
f. Evaluasi Proses Terapi
g. Self Monitoring
h. Evaluasi Follow Up Terapi
i. Intervensi

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua model analisis yaitu kuantitatif dan kualitatif. Analisis secara
kuantitatif yaitu dengan menghitung perbedaan depresi pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol, sedangkan analisis kualitatif dilakukan berdasarkan skor skala BDI yang dilengkapi
dengan lembar pelaksanaan harian hipnoterapi klinis, observasi, wawancara, lembar tugas berupa
self monitoring, evaluasi pelaksanaan dan follow up.

Skala BDI yang digunakan merupakan hasil adaptasi sehingga tidak perlu dilakukan uji coba
ulang. Hasil pengisian skala BDI saat screening awal subjek penelitian sekaligus digunakan
sebagai data pretest. Posttest dilakukan setelah seluruh proses terapi selesai dilakukan yaitu
pada hari terakhir proses terapi dilaksanakan. Masa follow up (pengukuran lanjutan) dilakukan
satu minggu setelah pelaksanaan posttest untuk memantau perkembangan individu setelah
pemberian terapi oleh terapis selesai.

a. Observasi dan Wawancara

Pengukuran observasi dan wawancara menggunakan panduan observasi dan wawancara


semi terstruktur yang disusun oleh peneliti. Observasi dan wawancara dilakukan pada saat
screening awal oleh peneliti, sedangkan selama proses terapi dan pada masa follow up observasi
dan wawancara dilakukan oleh terapis.
b. Tugas Di unit rehabilitasi

Tugas di unit rehabilitasi diukur menggunakan self monitoring yang disusun oleh peneliti dan
dilakukan oleh subjek penelitian saat melakukan latihan secara mandiri di di unit rehabilitasi.

c. Evaluasi Proses Terapi

Evaluasi proses terapi menggunakan lembar yang telah disusun oleh peneliti. Pemberian
lembar evaluasi proses terapi dilakukan setelah proses terapi selesai dilakukan oleh terapis.

d. Evaluasi Follow Up Terapi

Evaluasi masa follow up terapi menggunakan lembar evaluasi yang disusun peneliti. Lembar
evaluasi ini diberikan oleh terapis dan digunakan sebagai instrumen pembanding, yang
bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan terapi berpengaruh terhadap menurunnya
tingkat depresi pada subjek residen pecandu narkoba atau tidak. Lembar evaluasi ini diberikan
satu minggu setelah pelaksanaan posttest.

Desain Penelitian

Model penelitian ini adalah eksperimen yang menggunakan small group experimental
design, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdiri dari 6 orang. Penggunaan subjek
dalam jumlah sedikit (N=3) dapat dilaksanakan pada penelitian eksperimen karena
karakteristik subjek yang spesifik. Selain itu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan analisis
secara individual yang lebih mendalam, dan mengetahui kondisi subjek yang beragam (Saville &
Buskist dalam Davis, 2005).

Tingkat depresi pada kelompok eksperimen diukur sebanyak tiga kali yaitu sebelum terapi
(pretest), setelah terapi (posttest) dan satu minggu setelah terapi diberikan (follow up). Pada
kelompok kontrol juga dilakukan pengukuran yang sama, tetapi tanpa pelaksanaan terapi. Bentuk
rancangan eksperimen tersebut dapat digambarkan dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Rancangan eksperimen

Kelompok Pretest Intervensi Posttest Follow Up


Eksperimen Y1 X Y2 Y3
Kontrol Y1 -- Y2 Y3
Keterangan :
Y1 : Pengukuran sebelum perlakuan X : perlakuan
Y2 : Pengukuran setelah perlakuan -- : tanpa perlakuan
Y3 : Pengukuran setelah 2 minggu dari perlakuan

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian statistik pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.

HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Subjek dan Hasil Penelitian
1. Hasil Analisis kuantitatif

Hasil kuantitatif diambil berdasarkan hasil skala BDI yang dikerjakan oleh subjek. Data yang
diperoleh berdasarkan hasil skala BDI pada saat pelaksanaan pretest, posttest dan follow up pada
kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Skor Skala BDI (Beck Depression Inventory)


Subjek Klp Pretest Posttest Follow Selisih
up Pre-Post Post-Fllw
1. DA Eksperimen 19 13 11 -6 -2
2. SA 19 8 3 -1 -5
3. IL 28 20 19 -8 -1

1.IT Kontrol 28 22 23 -6 1
2. AB 22 24 21 2 -3
3. RI 18 16 22 -2 6

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat perolehan skor total pretest pada kelompok eksperimen
dengan skor tertinggi 28 dan skor terendah 18, sedangkan pada skor posttest dan follow up
terdapat penurunan yang beragam dari tiap individu. Pada tahap follow up, semua subjek
mengalami penurunan depresi menjadi kategori ringan dan sedang dengan perbedaan skor yang
cukup tajam untuk tiap-tiap subjek terutama SA. Berikut grafik yang menggambarkan penurunan skor
BDI pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Gambar 1. Grafik Skor Skala BDI pada Kelompok Eksperimen

Gambar 2. Grafik Skor Skala BDI pada Kelompok Kontrol

Hasil di atas didukung oleh hasil analisis secara kualitatif.

2. Hasil Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan pada kelompok eksperimen berdasarkan pada skor skala BDI dan
data-data yang diperoleh dari lembar pelaksanaan harian, dan lembar follow up. Berikut ini
peneliti menjelaskan deskripsi hasil subjek kelompok eksperimen.

Subjek DA adalah orang tua tunggal yang baru mempunyai satu orang anak. Da lahir 11 januari
1977 di Kendari. DA adalah seorang supervisor di salah satu cafe di jakarta , Da mengenal narkoba
jenis ganja pada tahun 1992 dengan awal coba-coba, dan seiring berjalannya waktu DA mencoba
mengkonsumsi narkoba jenis lain juga seprti innex, shabu dan putaw, dari tahun 1992 DA
sempat berhenti lalu kemudian menggunakan narkoba lagi sampai akhirnya menjalani rehab di
BNN.

Saat DA mengkonsumsi narkoba DA mulai mendapatkan gangguan depresi dan liver, dan masuk
ke BNN tgl 3 mei 2011, DA baru pertama kali mendapatkan bantuan rehabilitasi untuk pulih di
BNN. Sebelumnya DA sama sekali belum pernah menglamai rehabilitasi,itu disebabkan belum
adanya kesiapan mental dan keinginan yang kuat untuk kembali pulih. Pada awal berada di BNN
DA merasa dirinya belum bisa menerima keadaan seutuhnya, apalagi ketika berada di detox
benar-benar membuat dirinya bosan karena tidak ada hiburan, dan yg dilihatnya hanya tembok-
tembok saja, yang membatasi dirinya dengan dunia luar,dan sempat merasa tidak terima ketika
harus menjalankan function ( ngepel, nyapu bersih-bersih dan lain-lain).

Proses hipnoterapi klinis di BNN membuat DA semakin bisa mengenal dirinya sendiri, lebih
menyadari perbuatan di masa lalunya itu tidak baik, dan DA mempunyai keinginan untruk bisa
mempertahankan sikapnya yang positif tersebut. Setelah di libatkan untuk menjadi subjek
penelitian hipnoterapi, DA merasa lebih baikan dari sebelumnya tentang mengelola emosi, lebih
tenang dan nyaman, dan lebih bisa membuat pikirannya menjadi lebih tenang. Pada saat
menjalani sesi terapi DA lebih sering menangis. Hal tersebut disebabkan pada saat melaksanakan
sesi terapi DA mempunyai rasa bersalah terhadap anak dan ibunya. Setelah sesi terapi selesai
DA merasa lebih baik dan tenang. Sebelum mengikuti sesi terapi DA lebih sering menyakiti
dirinya sendiri sebagai ekspresi dari rasa kesal dan marah, namun setelah mengikuti sesi terapi
DA lebih bisa mengontrol emosinya melalui teknik relaksasi hipnoterapi klinis dan afirmasi.
Diluar sesi terapi DA suka melakukan teknik terapi release hipnoterapi dan afirmasi setidaknya
6 kali seminggu dan DA lebih percaya diri dari sebelumnya dan merasakan kekuatan kata-kata
dan perasaan positif. Setelah melakukan sesi hipnoterapi DA merasakan dirinya lebih bugar dan
ringan secara perasaan lebih tenang dan setelah sesi terapi selesai AD bisa lebih stabil dalam hal
emosi. Manfaat yang didapatkan DA tentang hipnoterapi adalah lebih merasa tenang secara
psikis, membantu merubah kebiasaan buruk dan lebih percaya diri menghadapi masa depan.

Subjek SA, lahir di balik papan 5 oktober 1987 , seorang assisten manager di salah satu perusahaan
pelayaran di Kalimantan. SA mengenal narkoba jenis shabu pada tahun 2005. Seiring berjalannya
waktu SA terus mengkonsumsi narkoba jenis shabu ini sampai akhirnya sering menelantarkan
pekerjaannya sebagai seorang assisten manager.
Dari tahun 2005 SA sempat berhenti lalu kemudian menggunakan narkoba lagi sampai akhirnya
menjalani rehabilitasi di BNN pada tanggal 6 april 2011 dengan diantar oleh tantenya. SA baru
pertama kali mendapatkan bantuan rehabilitasi untuk pulih di BNN. Sebelumnya SA sama sekali
belum pernah menglamai rehabilitasi, itu disebabkan belum adanya kesiapan mental dan
keinginan yang kuat untuk kembali pulih. Awal berada di BNN SA merasa kaget dengan
keadaan di BNN, apalagi ketika berada di detox seolah di dalam penjara dan ini membuatnya
merasa sangat tertekan dan stres. SA sempat merasa dendam terhadap tantenya yang memaksa
SA untuk mengikuti rehabilitasi, dan SA juga sempat mengalami halusinasi yang cukup parah
sampai tidak sadarkan diri dan dianggap gila di awal masuk rehabilitasi.

SA merasakan manfaat yang besar pemberian hipnoterapi terhadap proses rehabilitasinya. Pada
pertemuan awal SA masih belum terlalu merasakan efek dari terapi, SA hanya mengatakan
bahwa dirinya sedikit lebih tenang dan perasaan sakit kepalanya berkurang. SA merasa tidak
dapat melakukan praktek terapi secara mandiri dan lebih paham jika dibimbing oleh terapis.
SA juga belum memahami tujuan dan maksud dari terapi yang dilakukannya. Disamping kondisi
kegiatan yang cukup padat di unit terapi rehabilitasi.

Pada proses hipnoterapi, membuat SA dapat menghilangkan rasa dendamnya kepada tantenya
yang telah memasukannya ke unit rehabilitasi, lebih menyadari perbuatan di masa lalunya yang
tidak baik, lebih mampu mengelola perasaan. SA merasa lebih baikan dari sebelumnya, lebih
tenang, sabar, dan nyaman serta percaya diri.

Setelah melakukan sesi hipnoterapi, SA merasakan dirinya lebih bugar dan ringan secara
perasaan, lebih tenang dan setelah sesi terapi selesai, SA lebih stabil dalam hal emosi, dan lebih
terbuka terhadap lingkungannya.
Subjek IL lahir di jakarta 18 oktober 1978 , seorang ibu rumah tangga. IL mengenal narkoba jenis
putaw pada tahun 1994. IL terus mengkonsumsi narkoba jenis putaw ini sampai akhirnya sering
mengalami pertengkaran rumah tangga. Dari tahun 1994 IL sempat berhenti lalu kemudian
menggunakan narkoba lagi sampai akhirnya menjalani rehabilitasi di BNN.
IL baru pertama kali mendapatkan bantuan rehabilitasi untuk pulih di BNN. Sebelumnya IL
sama sekali belum pernah mengalami rehab, itu disebabkan belum ingin berhenti dari narkkoba.
Awal berada di BNN dalam menjalani rehabilitasi IL merasa bosan dengan keadaan di unit
Rehabilitasi, rasa kesepian membuatnya sangat terpukul, jauh dari keluarga dan teman-teman. IL
sering merasa sakit kepala dan sulit tidur dalam menjalani proses rehabilitasi. Terkadang
seharian tidak makan karena kehilangan nafsu makan.
Dalam menjalani proses rehab di BNN IL merasa terbantu dengan dijadikannya IL sebagai
subjek penelitian hipnoterapi, hal ini membuat IL menjadi lebih baik, lebih bisa mengatasi rasa
marah dan bosan.
IL menjelaskan bahwa kondisinya jauh lebih baik karena melakukan latihan secara mandiri
selama masa follow up. IL berhasil menjalani afirmasinya yaitu segera dapat menjalani proses
rehabilitasi dengan baik dan lancar, tanpa harus kehilangan nafsu makan dan sakit kepala.
IL menyampaikan bahwa dirinya merasa tenang karena terapis memberikan motivasi padanya dan
memberi pengetahuan tentang pentingnya menjaga optimisme dalam hidup. IL merasa pemberian
terapi hipnoterapi sangat membantu meningkatkan semangat hidup dan menjadi termotivasi
untuk sembuh karena materinya yang dapat dilakukan secara mandiri, serta penjelasan dari
terapis yang runtut dan bahasa yang mudah dimengerti membuat IL tidak mengalami kendala
melakukan secara mandiri.
Berdasarkan hasil pelaksanaan terapi di atas, diketahui bahwa teknik release lebih banyak
berpengaruh terhadap penurunan gejala depresi pada psikis subjek yaitu perasaan sedih, marah,
kuatir, dan takut, juga pada fisik subjek yaitu perasaan pusing, nyeri pada perut dan punggung,
batuk, dan sariawan. Meskipun demikian visualisasi dan afirmasi juga memiliki pengaruh penting
sebagai satu rangkaian terapi yang mengarahkan subjek untuk dapat konsentrasi, fokus, merasa
tenang serta lebih termotivasi dan tidak ragu-ragu untuk melakukan latihan terapi setiap hari.
Berdasarkan hasil di atas, juga diketahui bahwa faktor pendukung penurunan depresi pada
pecandu di unit rehabilitasi tidak dapat digeneralisasikan pada semua pecandu di unit rehabilitasi
lainnya karena penurunan depresi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu situasi dan
kondisi yang dialami saat menjalani terapi, terutama jika aktivitas dan kegiatan sangat
padat serta banyak melibatkan aktivitas emosi seperti kegiatan HOC (house of clean up),
karena pada kegiatan ini penuh dengan bentakan dan ejekan dengan kata-kata yang kasar.
B. Pembahasan
Berdasarkan serangkaian pelaksanaan terapi, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
hipnoterapi klinis efektif untuk menurunkan depresi pada pecandu atau residen di UPT&R
BNN. Ada perbedaan yang signifikan antara depresi pada pecandu atau residen di UPT&R BNN
yang mendapatkan perlakuan berupa hipnoterapi klinis dibandingkan penderita yang tidak
mendapatkan terapi. Residen yang mendapatkan perlakuan mengalami penurunan depresi yang
signifikan dibandingkan dengan pecandu atau residen di UPT&R BNN yang tidak mendapatkan
perlakuan.

Hasil penelitian di atas secara keseluruhan sesuai dengan tujuan pelaksanaan terapi hipnoterapi ini,
yaitu untuk mengarahkan subjek mencapai tahap kesadaran tertinggi (Trance) terhadap kondisi
dirinya, sehingga dapat bersikap dengan tepat untuk mencapai kesembuhan. Pelaksanaan
hipnoterapi sangat terkait dengan studi mengenai potensialitas tertinggi dari manusia (transendensi
diri) dan pengalaman spiritual, adanya keyakinan terhadap supreme being (zat tertinggi) (Sundberg,
Winebarger & Taplin, 2007).

Terdapat perubahan intuitif langsung dan pencapaian kesadaran yang tinggi dengan menggunakan
teknik-teknik yang terlibat dalam pencapaian inspirasi atau pelepasan (release), juga melalui
meditasi mindfulness, visualisasi, dan afirmasi yang memiliki keunggulan masing-masing. Hal
tersebut menjadi landasan bagi peneliti untuk menjadikan teknik meditasi mindfulness,
visualisasi, afirmasi dan release sebagai rangkaian hipnoterapi klinis, yang digunakan pada
pecandu atau residen di UPT&R BNN. Masing-masing teknik memiliki keunggulan tersendiri dan
saling melengkapi dalam pelaksanaannya terhadap pecandu atau residen di UPT&R BNN yang
mengalami permasalahan fisik dan psikis. Permasalahan dapat berupa gangguan kesehatan
seperti pusing, nyeri, adanya gangguan makan, tidur, dalam beraktivitas sehari-hari, juga
dalam konsep diri yang berdampak pada munculnya depresi. Pada awal pertemuan, subjek
diberikan empat teknik terapi secara terpisah untuk mendapatkan gambaran tiap-tiap teknik
secara spesifik, kemudian pada pertemuan selanjutnya diberikan secara utuh serangkaian agar
hasil terapi dapat lebih optimal membantu subjek dalam mengurangi depresi yang dialami.

Tujuan penggunaan teknik meditasi mindfulness dan teknik visualisasi adalah untuk
merelaksasikan semua ketegangan otot serta ketegangan pikiran, sehingga residen dapat merasakan
suasana fisik dan psikisis lebih tenang, dan untuk melatih subjek memperoleh kedamaian,
ketenangan, dan rileks pikiran dan perasaan pada saat itu, sehingga dapat menurunkan gejala
depresi pada subjek. Para penderita depresi biasanya memiliki perasaan dan konsep diri yang
negatif, tidak memiliki motivasi dan keyakinan dalam dirinya. Teknik visualisasi yang diberikan
dapat membuat pikiran dan perasaan menjadi damai, tenang, dan nyaman pada pecandu atau
residen di UPT&R BNN yang mengalami depresi. Penderita menjadi lebih dapat mengurangi
perasaan sedih yang mendalam, meningkatkan daya konsentrasi dan lebih fokus dengan
membayangkan tempat kedamaian yang mengarahkan penderita pada kondisi nyaman dan
tenang. Selain itu pemberian teknik visualisasi juga diyakini membantu menormalkan
fungsi kerja dan sistem kekebalan tubuh, serta menyeimbangkan neurotransmitter
yang berkaitan langsung dengan penurunan depresi pada individu (Effendi, 2006; Hawari, 2004;
& Sollod, 1992).

IL merasakan dampak visualisasi langsung sejak awal terapi diberikan yaitu merasakan
ketenangan dan kedamaian karena mampu berkonsentrasi. IL sejak awal sudah merasa pasrah
dan yakin pada instruksi terapis. Pada subjek SA dan DA, meskipun yakin dengan terapis, pada
awalnya masih belum berhasil menjalani visualisasi karena sulit berkonsentrasi. Subjek DA
memikirkan anaknya dan takut meninggal karena anaknya masih muda.

Pada pelaksanaan teknik visualisasi yang berikutnya semua subjek sudah lebih merasakan efek
terapi. Subjek yang sebelumnya mempunyai perasaan negatif seperti merasa pantas mendapatkan
sakit sebagai hukuman, memiliki self image yang buruk, berubah menjadi positif dengan penuh
motivasi menjalani rehabilitasi. Selain itu subjek pada akhirnya menghasilkan insight pada
dirinya bahwa ada yang salah dan perlu diubah dalam dirinya sehingga subjek memutuskan untuk
bangkit dan membuat rencana ke depan terhadap kehidupannya.

Subjek masuk dalam satu dimensi penuh kepercayaan diri dan keyakinan diri dalam kehidupannya.
Efektivitas teknik visualisasi yang telah dicapai dalam penelitian ini didukung oleh penelitian yang
menunjukkan pengaruh positif terapi visualisasi sebagai salah satu psikoterapi, yaitu penelitian
tentang pendekatan terapi visualisasi menggunakan teknik visualisasi oleh Sollod (1992) dengan
model single case research terhadap subjek laki-laki berusia 38 tahun yang putus asa terhadap
kehidupan perkawinannya yang tidak bahagia dan pekerjaan yang tidak sukses.

Tujuan afirmasi sebagai salah satu teknik dalam hipnoterapi klinis yaitu merupakan daya
cipta manusia dalam upaya mencapai apa yang diharapkan dalam hidup, mengarah pada
perubahan sikap dan kebiasaan yang dimulai dari dalam dan akhirnya tampil ke luar. Pecandu
atau residen di UPT&R BNN yang mengalami depresi dapat mengarahkan tujuannya lebih
baik dalam mengambil perspektif yang lebih objektif. Dengan memanfaatkan pikiran bawah
sadar, penderita mampu mengatasi keraguan, rasa takut, dan hambatan-hambatan pribadi lainnya
(Effendi, 2006; Gregor, 2005). Subjek DA, SA dan IL berhasil mewujudkan afirmasi berupa
keinginan untuk menjalani rehabilitasi dengan lancar. Subjek juga tidak sering mual dan dapat
makan nasi dengan enak. Rasa pusing subjek juga berkurang dan dapat tidur dengan enak.

Tubuh yang mengalami depresi akan bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya, sehingga
memicu terjadinya beragam reaksi biokimia yang mengubah fungsi normal tubuh. Kadar
adrenalin dan kortisol di dalam tubuh meningkat di atas batas normal, yang dalam rentang waktu
lama berujung pada semakin parahnya kondisi pecandu. Otak meningkatkan produksi hormon
kortisol dalam tubuh, yang melemahkan sistem kekebalan. Dengan menggunakan teknik
afirmasi, tekanan kortisol pada penderita dapat diturunkan, yang dapat meningkatkan kesehatan
subjek secara fisik maupun psikis (Yahya, 2006; Creswell, dkk, 2004; Ronodikoro,1986; dan
Guyton, 1983).

Efektivitas teknik afirmasi dalam penelitian ini didukung oleh penelitian Creswell, dkk (2004),
yang meberikan intervensi berupa pendekatan teknik afirmasi nilai personal pada stres fisik dan
psikis. Selain itu juga didukung oleh hasil penelitian Correl, dkk (2004), dengan memberikan
afirmasi untuk membantu partisipan dalam mengambil perspektif yang objektif dan tidak bias.

Teknik afirmasi menjadi semakin berdampak dalam hipnoterapi karena ketika penderita
melakukan afirmasi berada dalam keadaan tenang dan nyaman, yakni dalam kondisi trance,
dimana dalam kondisi ini residen atau pecandu sedang dalam kondisi gelombang otak alfa atau
theta, dimana kedua gelombang otak ini merupakan kondisi gelombang otak yang relatif lebih
tenang dan damai dibandingkan kondisi stres atau depresi yang berada di gelombang otak beta.

Tujuan pelaksanaan teknik release untuk menurunkan gejala depresi pada pecandu atau
residen di Unit Rehabilitasi BNN yaitu mampu melepaskan apa yang ditekan di pikiran bawah
sadarnya secara penuh tanpa ada penolakan. Penderita mampu mengurangi perasaan sedih,
marah, takut, ragu-ragu, dan perasaan lainnya yang mengganggu dengan cara melakukan kontrol
diri yang baik melalui teknik release. Subjek SA berhasil mengontrol dan melepaskan
perasaan dan dendamnya pada tantenya yang telah memaksa SA masuk ke unit rehabilitasi
BNN. Subjek DA dan IL sudah lebih mampu mengatasi perasaan takut dan kuatir, sehingga
dapat menjalani rehabilitasi dengan lancar tanpa perasaan trauma karena bentakan atau kena
marah dari konselor atau residen lainnya. Selain itu release juga dapat digunakan sebagai pain
management, yaitu untuk mengurangi rasa nyeri, mual, pusing, sariawan dan gejala preokupasi
simptomatik lainnya yang timbul pada subjek akibat depresi, serta dapat membantu subjek
untuk beradaptasi lebih baik dengan penyakitnya (Prabowo, 2006; Hawari, 2004; dan Walker,
2000;).

Efektivitas teknik release pada penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Giorgi
(Fourtounas, 2005) secara kualitatif terhadap metode pelepasan atau release terhadap 5 orang
partisipan. Selain itu penelitian lain yang mendukung teknik release dilakukan oleh Walker
(2000) di sebuah rumah sakit di Inggris.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui tingkat depresi subjek yang tadinya masuk dalam kategori
sedang dan berat menjadi turun ke dalam kategori ringan bahkan normal. Subjek menjadi lebih
yakin dan percaya diri sejak mengikuti terapi. Subjek yang awalnya merasa rendah diri, putus asa,
cemas, dan takut menjadi lebih tenang dan nyaman, serta lebih bersemangat dalam menjalani
aktivitas sehari-hari di lembaga rehabilitasi. Subjek tidak lagi merasa sakit hati dan marah ketika
berhadapan dengan lingkungan yang menghina atau mengejek kondisi subjek.

Berdasarkan hasil pelaksanaan terapi, diketahui teknik release cukup banyak berpengaruh
terhadap penurunan gejala depresi pada fisik dan psikis. Visualisasi dan afirmasi lebih berperan
penting dalam mengarahkan subjek untuk dapat fokus, merasa tenang dan termotivasi untuk
melakukan latihan. Sehingga keberhasilan subjek dalam melakukan teknik release tidak terlepas
dari keberhasilan dalam melakukan teknik visualisasi dan afirmasi pada awal pelaksanaan terapi.

Hasil pelaksanaan penelitian juga menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan selama dua bulan
mampu menurunkan sebagian besar gejala depresi yang dialami pada setiap subjek. Namun
dengan pemberian materi yang sederhana dan aplikatif, subjek dapat melakukan latihan secara
mandiri, sehingga pada saat follow up subjek telah mengalami penurunan pada semua gejala
depresi yang dialami cukup signifikan. Panduan pelaksanaan hipnoterapi klinis yang terpadu dan
lebih sederhana, mudah, aplikatif dan dengan penjelasan menggunakan bahasa yang sederhana oleh
terapis, dapat membantu subjek untuk mempelajari terapi tersebut dengan lebih baik dibandingkan
dengan terapi hipnoterapi lainnya yang pada umumnya perlu bimbingan secara terus menerus dan
mendalam oleh terapisnya.

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi peneliti dan merupakan keterbatasan penelitian adalah :

a. Padatnya Jadwal dan program rehabilitasi sehingga peneliti kesulitan untuk menetapkan waktu
terapi rutin terjadwal dengan subjek penelitian.
b. Pemberian terapi terkadang disaat jam makan siang atau tidur siang sehingga cukup
mengganggu proses terapi itu sendiri.
c. Situasi kondisi serta lingkungan unit rehabilitasi yang dengan budaya disiplin ketat bahkan pola
komunikasi antara konselor dan residen yang cenderung keras dan sering menggunakan
bentakan. Juga pola komunikasi antar residen, menurut buku P4GN terbitan BNN bidang
Pemberdayaan masyarakat tahun 2010 dihalaman 64, dikatakan efek depresi bisa ditimbulkan
akibat kecaman keluarga, teman, masyarakat atau kegagalan dalam dalam mencoba berhenti
narkoba. Namun dalam pengamatan peneliti, pola komunikasi dengan kekerasan vokal,
kecaman, dan bentakan seolah-olah sudah menjadi budaya, sehingga faktor depresi lebih mudah
terpicu di unit rehabilitasi pada kondisi lingkungan subjek berada pada saat terapi
dilakukan.

d. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, faktor kepribadian subjek dapat mempengaruhi hasil
penelitian pada subjek dengan kepribadian yang tertutup akan merasa sungkan dalam
menjalani terapi secara individual.
Kelemahan-kelemahan penelitian yang juga menjadi keterbatasan penelitian

adalah :

a. Pengukuran pretest, posttest, dan follow up menggunakan satu skala yang sama dalam
waktu yang berdekatan, yaitu skala Beck Depression inventory (BDI) dapat menyebabkan
bias karena subjek sudah familiar dengan isi skala.

b. Faktor di luar subjek yang bervariasi, seperti lingkungan rehabilitasi, dukungan keluarga
dan faktor lain yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara depresi pada residen pecandu
narkoba yang menjadi kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada
kelompok eksperimen terjadi penurunan kategori depresi dari berat dan sedang menjadi ringan dan
normal, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan tingkat depresi. Dengan
melakukan hipnoterapi klinis, pada kelompok eksperimen terjadi perubahan pada kondisi fisik
dan psikis, merasa lebih bersemangat dalam beraktivitas sehari-hari, sudah dapat tidur dengan
enak, tidak merasakan pusing, seperti yang dirasakan sebelum menjalani hipnoterapi klinis.
Subjek merasa Iebih tenang dan nyaman, lebih optimis dalam menjalani pengobatan dan
termotivasi untuk sembuh. Hal ini membuktikan bahwa pemberian hipnoterapi klinis efektif
untuk menurunkan depresi pada pecandu narokoba di program rehabilitasi BNN.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan psikoterapi dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah lain terkait depresi yang muncul
pada residen di UPT&R BNN diharapkan dapat dicegah dengan mengaplikasikan
hipnoterapi berupa meditasi mindfulness, visualisasi, afirmasi dan release yang memiliki
beberapa keuntungan yaitu: (1) masing-masing teknik memiliki kelebihan dalam menurunkan
depresi pada residan narkoba UPT&R BNN, sehingga dapat saling melengkapi. Teknik meditasi
mindfulness yang diberikan dapat membawa kepada kondisi kesadaran penuh terhadap kondisi saat
ini. Teknik visualisasi yang diberikan dapat mengurangi perasaan sedih yang mendalam,
meningkatkan daya konsentrasi, serta membantu menormalkan fungsi kerja tubuh dan
menyeimbangkan neurotransmitter. Teknik afirmasi membuat subjek memiliki motivasi yang
kuat untuk mencapai tujuannya serta lebih fokus dalam menjalani kehidupan seharihari. Teknik
release dapat mengatasi gangguan perasaan dan pikiran-pikiran negatif yang dialami subjek. (2)
memungkinkan terjadinya transfer learning karena teknik yang digunakan sangat aplikatif,
dengan dibantu panduan pelaksanaan yang komprehensif, sederhana dan mudah dimengerti,
sehingga membuat subjek jadi mandiri dan tidak manja. (3) keterbatasan kondisi subjek untuk
dikumpulkan pada satu waktu menyebabkan terapi dapat diberikan secara maksimal dan spesifik
dalam menangani permasalahan subjek secara individual.

Beberapa kekurangan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian
selanjutnya dengan harapan dapat menyempurnakan kekurangan dalam penelitian ini dengan
variabel berbeda.
Berdasarkan hasil diskusi penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti menyampaikan
beberapa saran, sebagai berikut :

1) Kepada kalangan profesional

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipnoterapi klinis dapat menurunkan depresi pada residen
pecandu narkoba. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar ilmiah untuk kajian penanganan
residen pecandu narkoba yang mengalami depresi. Dengan menggunakan metode hipnoterapi
klinis sebagai salah satu bentuk intervensi psikologis, sebagai komplementer maupun sebagai
satu bentuk terapi yang menjadi alternatif utama, untuk mengatasi gangguan fisiologis
maupun psikologis yang ditimbulkan dari gangguan depresi pada pecandu narkoba dalam
program rehabilitasi pada khususnya dan pecandu pada umumnya.

2) Kepada peneliti selanjutnya


a) Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipnoterapi klinis dapat menurunkan depresi pada
residen pecandu narkoba. Bagi peneliti selanjutnya yang mengambil tema serupa dapat
melakukan analisis secara lebih mendalam terhadap teknik yang paling berperan dalam
mengurangi depresi pada residen pecandu narkoba
b) Panduan pelaksanaan hipnoterapi klinis yang dibuat masih dalam bentuk yang baku, sehingga
terapis perlu menjelaskan dengan bahasa yang lebih fleksibel agar dapat lebih dimengerti oleh
subjek penelitian. Peneliti lain juga dapat memodifikasi panduan tersebut untuk menyempurnakan
dan menyesuaikan dengan subjek yang dihadapi.
c) Keterbatasan dalam menemukan subjek yang memenuhi syarat perlu diperhatikan bagi
peneliti yang berniat untuk melakukan penelitian menggunakan true experimental research
design.
d) Penggunaan skala yang sama dalam waktu berdekatan yaitu 1 bulan yang menyebabkan bias
pada saat subjek mengerjakan pretest, posttest, dan follow up, dapat diminimalisir dengan cara
melakukan pendekatan dan menjelaskan kembali tentang kondisi yang sedang dialami subjek,
sehingga subjek dapat lebih memahami dan tidak terpengaruh pada pengerjaan yang
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Albin, R. S. (1986). Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima dan Merasakannya. Yogyakarta: Kanisius

Alladin. A (2009). Evidence-based Cognitive Hypnotherapy for Depression. Contemporary Hypnosis 245 Contemp. Hypnosis 26(4):
245–262 (2009)

American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic and statistical manual of mental disorder, 4th edition. Washington D.C,
American Psychiatric Press

Battino, R. & Rossi, E. (2001) Ericksonian Approach. New York : Amazon

Beck, A. T. (1985). Depression: Causes and Treatment. Philadelphia: University of Pennsylvania Press

Burgess, C., Cornelius, V., Love, S., Graham, J., & Richards, M. (2005). Depression and anxiety in Women with Early Breast Cancer:
Five Year Observational Cohort Study. BMJ. March 26, 330, 702

Campbell. (1976). Depresi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum

Carson, R. C., & Butcher, J. N. (1992). Abnormal Psychology and Modem Life.New York : Harper Collins Publisher

Correll, J., Spencer, S. J., & Zanna, M. P. (2004). An Affirmed Self and an Open Mind: Self- affirmation and Sensitivity to Argument
Strength. Journal of Experimental Social Psychology, 40, 350 – 356

Creswell, J. D., Welch, W. T., Taylor, S. E., Sherman, D. K., Gruenewald, T. L., & Mann, T. (2004). Affirmation of Personal Values
Buffers Neuroendocrine and Psychological Stress Responses. Journal of Personality and Social Psycology. UCLA Department of
Psychology, Franz Hall

Damasio, A. (1999). The Feeling Of What Happens. Orlando : The Ecco Press

Davidson, G.C. & Neale, J.M. (1990). Abnormal Psychology an Experimental Clinical Approach. New York : John Wiley & Son
Inc.

Davis, S. F. (2005). Handbook of Research Methods in Experimental Psychology. Blockwell Publishing Ltd

Effendi, T. (2006). Meraih Sukses Dengan Pencerahan Diri. Jakarta : PT Elexmedia Komputindo

Fourianalistyawati. (2007). Efektivitas Terapi Transpersonal untuk Mengatasi Depresi pada Perempuan Penderita Kanker
Payudara. Tesis. Tidak diterbitkan

Fourtounass, D. (2005). The Experience of Letting Go : A Phenomenological Study. Doctoral Thesis.


http://upetd.up.ac.za/thesis/available/etd-06042004-080252/ .

Germer, C. K. (2005). Mindfulness and Psychotherapy. New York: Amazon

Gould, R. C., Krynicki, V. E. (1989). Comparative Effectiveness of Hypnotherapy on Different Psychological Symptoms.
American Journal of Clinical Hypnosis, Vol. 32, 110-117.

Gray, M. R. (2008). About Addictions:Notes From Psychology, Neuroscience And Nlp. Higland NJ
Greist, J. H., Jefferson, J.W., Perse, T. L,. (1987). Fluvoxamine for Obsessive Compulsive Disorder.AmJPsychiatry;144; 1543. http://
www.kalbe. co.id/files/cdk/files/15607DepresiParkinson.pdf/15607DepresiParkinson .html. didownload tanggal 3 Oktober
2005
Gregor, M. S. (2005). Piece Of Mind . Terjemahan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Gross, J.J., & Thompson, R.A. (2006). Emotion regulation: Conceptual foundations. In J.J. Gross (Ed.), Handbook of emotion regulation.
New York: Guilford Press.

Guyton, A. C. (1983). Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Bagian II. Edisi V. Jakarta : CV. EGC

Hartman. (1972). The Use of Hypnosis in the Treatment of Drug Addiction. Journal Of The National Medical association. vol. 64, no. 1
Jones, S. G. (2008). Hypnotherapy as a Treatment for Depression. International Journal of Clinical and Experimental Hypnosis, Volume
55, Issue 2 April, 2007, pages 147–166.

Kahija. (2007). Hipnoterapi, Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (1997). Sinopsis Psikiatri: Terjemahan. Jakarta. Binarupa Aksara

Kosslyn, S. M, ganis, G., & Thompson, W. L. (2006). Mental Imagery and The Human Brain. In Q. Jing, M. R. Rosenzweig, G. D ‘Ydewalle,
h. Zhang, H-C. Chen, & K. Zhang (Eds)., Progress in Psychological science around the World, Vol1 : Neural, Cognitive & Develop
Mental Issues. New York : Psychological Press (pp 195-209)

Kraft, T; Kraft, D. (2006). The Place of Hypnosis in Psychiatry: Its Applications in Treating Anxiety Disorders and Sleep Disturbances.
Australian Journal of Clinical & Experimental Hypnosis, Vol 34(2), 187-203.

La Haye. (2005). Bagaimana Mengatasi Depresi. Terjemahan. Batam : Gospel Press

Nietzel, M. T., Speltz, M. L., McCauley, & E. A. Berbstein, D. A. (1998). Abnormal Psychology. Boston: Allyn and Bacon.Co

Ncoz. (2011). alam bawah sadar. http://soulhati.blogspot.com/2011/05/alam-bawah-sadar.html didownload tanggal 25 Oktober


2011

Patel, V. (2001). Where There Is No Psychiatrist. Terjemahan. London: the Royal College of Psychiatrists

Prabowo, H. (2006). Transpersonal Training. Pelatihan Terapi Transpersonal. Juli 2006. Yogyakarta

Prawirohusodo. (1993). Depresi. http://www.republika.co.id/ didownload tanggal 27 Desember 2000

Retnowati. S. (2004). Depresi pada Remaja: Model Integrasi Penyebab Depresi dan Intervensi Depresi pada Remaja. Disertasi
(tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Sollod, R. N. (1993). Psychotherapy with Anomalous Experiences. In R. Laibow, R. Soiled, & J. Wilson (Eds.) Current
perspectives on anomalous experiences and trauma (pp. 247-260). Dobbs Ferry, New York : Treat Publications.

UPT&R BNN. (2008). Terapi Rehabilitasi Komprehensif Bagi Pecandu Narkoba Dilihat dari Sisi Psikososial. Jakarta : UPT&R
BNN

Wilber, K. (2000). Integral Psychology. Boston : Shambhala Publication

Yusman, Y.(2010). Tinjauan Mengenai Aplikasi Hipnosis bagi Pelajar & Mahasiswa.
http://yukiyusman.multiply.com/journal/item/1. Didownload tanggal 25 Oktober 2011

Zarren, Jordan I. (2006). Utilizing Hypnosis in Addressing Anger Issues in Treating Depression. In Yapko, Michael D. (Ed),
Hypnosis and Treating Depression." Applications in Clinical Practice. (pp. 121140). New York, NY, US: Routledge/Taylor
& Francis Group

------Depression. http://familydoctor.org/familydoctor/en/diseases-conditions/depression.html. didownload tanggal 3 Oktober


2005

------Drug Addiction Depression. http://www.drug addiction support .org /Addiction and Depression.html.didownload tanggal 26
Oktober 2011

------www.pjnhk.go.id didownload tanggal 3 Oktober 2005

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai