Anda di halaman 1dari 8

MEMILIH JENIS CONTRACT

Walaupun tidak tepat benar, memilih jenis contract bisa dianalogikan dengan memilih
sepatu. Ada banyak jenis sepatu tersedia di pasaran, tetapi sebelum memutuskan untuk
membeli, kita harus mempertimbangkan sepatu tersebut diperlukan untuk kegiatan apa.
Ada sepatu yang cocok untuk jogging, ada safety shoes untuk bekerja di proyek, ada
sepatu casual untuk jalan-jalan santai, ada sepatu formal untuk menghadiri acara resmi.
Apa ada satu jenis sepatu yang cocok untuk semua kegiatan ? Rasanya belum ada.

Demikian juga dalam memilih jenis contract. Ada berbagai type contract yang bisa
digunakan, tapi pilihan akhirnya akan tergantung pada kebutuhan dan situasi pemilik
proyek.

Umumnya, ada 3 target yang ingin dicapai dalam suatu proyek :


1. Biaya ekonomis ( tidak harus biaya terendah )
2. Kualitas pekerjaan
3. Jangka waktu penyelesaian

Sayangnya, ketiga target diatas tidak selalu dapat dipenuhi oleh suatu jenis contract
tertentu. Karena itu, dalam memilih jenis contract, pemilik proyek perlu menentukan apa
yang menjadi target utamanya.

Sebagai contoh, misalkan ada investor yang bermaksud membangun hotel di 2 kota :
- hotel bintang lima di Jakarta, dengan target untuk menampung peserta SEA
Games yang akan diselenggarakan 2 tahun lagi, dan
- hotel bintang lima di Bali, untuk memenuhi kebutuhan pariwisata yang terus
meningkat.

Dari contoh di atas bisa dilihat bahwa faktor waktu menjadi prioritas utama untuk proyek
hotel di Jakarta. Contract type fast track, dimana pekerjaan konstruksi dimulai sebelum
design-nya 100% selesai, bisa menjadi pilihan. Resikonya, setiap perubahan design akan
diikuti dengan kerja ulang ( abortive & rework ) di lapangan. Sehingga tujuan biaya
proyek yang ekonomis sulit dicapai.

Sedangkan untuk proyek hotel di Bali, investor punya waktu lebih banyak. Pekerjaan
design bisa diselesaikan 100%, baru kemudian pekerjaan konstruksi ditenderkan untuk
mendapat penawaran fixed price / lump sum. Disini kualitas dan biaya lebih terkontrol,
tapi jangka waktu penyelesaian proyek lebih lama.

Lampiran-01 menyajikan type traditional contracts yang sesuai untuk kondisi proyek
tertentu.

Dalam mempersiapkan contract, apa saja yang harus diperhatikan oleh pemilik proyek ?
Menganalisa Resiko & Menentukan Pihak yang Akan Menanggung

Resiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya kerugian atau kecelakaan. Dalam


proyek engineering atau konstruksi, resiko umumnya diartikan sebagai kemungkinan
terjadinya kerugian finansial.

Untuk proyek skala besar, check-list resiko bisa berupa :


- Resiko lokasi
Status kepemilikan tanah, lokasi terletak di daerah gempa / banjir / angin topan,
kondisi geoteknis, penemuan arkeologis, etc.
- Resiko design / konstruksi
Kesalahan design, masalah constructability, produktivitas tenaga kerja,
kecelakaan kerja, kerusakan material / equipment selama pengiriman, schedule
delay, etc.
- Resiko ekonomi
Inflasi, perubahan hukum perpajakan, fluktuasi harga komoditas, perubahan kurs
mata uang asing, material “hilang dari pasaran” karena diserap booming
konstruksi di Cina ( masih ingat kejadian ini sekitar tahun 2003-2004 ? ), etc.
- Resiko politik
Perubahan kebijakan pemerintah, proyek ditentang oleh masyarakat, perang,
embargo, etc.
- Resiko lingkungan hidup
Perlindungan terhadap fauna / flora langka di sekitar lokasi proyek, kontaminasi
lingkungan akibat limbah, penurunan kualitas udara – air – tanah dalam jangka
panjang, etc.

Di phase awal proyek, semua resiko pekerjaan berada di tangan Owner. Pada waktu
contract ditandatangani, sebagian resiko berpindah ke kontraktor. Jadi Owner perlu
memperhatikan perbedaan mekanisme risk transfer pada berbagai jenis contract. Sebagai
contoh, resiko biaya berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja :
- dalam contract lump sum : resiko ditanggung Kontraktor
- dalam contract reimbursable : resiko ditanggung Owner

Lampiran-02 menyajikan perbedaan risk transfer terhadap controllabe risks pada contract
fixed price dan contract reimbursable.

Teori konvensional dalam risk allocation menyatakan bahwa proyek yang ekonomis akan
dicapai bila resiko dialokasikan kepada pihak-pihak ( Owner & Contractor ) yang paling
mampu untuk mengatasi resiko tersebut.

Dalam menyusun contract, Owner mengalokasi resiko pekerjaan :


- Kontraktor, misalnya diminta menanggung resiko yang berkaitan dengan
pelaksanaan kerja ( ketersediaan resources, produktivitas kerja, resiko konstruksi,
inflasi, etc. ).
- Owner, misalnya akan menanggung resiko kondisi sub-soil, perubahan peraturan
pemerintah, menyediakan insurance yang meng-cover pekerjaan dari awal s/d
warranty period, menyediakan insurance untuk kerugian / kerusakan terhadap
pihak ketiga, dst.

Peng-alokasian resiko ini akan berpengaruh terhadap pengajuan harga tender oleh para
kontraktor.

Strategi Contract

Dalam mempersiapkan bid package, Owner biasanya membuat engineering studies untuk
menentukan parameter dasar proyek. Mulai dari identifikasi jenis fasilitas utama yang
diperlukan, kapan target operasionalnya, desired project life, fasilitas-fasilitas penunjang,
dan estimasi biaya awal. Dari informasi ini, didapat perkiraan ruang lingkup dan urutan
pekerjaan.

Setelah menganalisa resiko-resiko dan kebutuhan / prioritas proyek, Owner kemudian


membuat strategi contract.

Kalau Owner berpengalaman dalam mengendalikan pekerjaan design dan konstruksi,


maka contract cost plus – fast track bisa jadi pilihan untuk mempersingkat schedule
proyek.

Kalau Owner berpengalaman dalam pengadaan barang ( procurement ), untuk pekerjaan


konstruksi mereka bisa supply main equipment / materials ( free issue materials ).
Sedangkan pekerjaan fabrikasi dan instalasi diserahkan lump sum ke Kontraktor.

Jika pekerjaan design dan konstruksi dianggap beresiko, maka Owner bisa membuat 2
paket contract lump sum ( engineering dan kemudian konstruksi ) untuk memanfaatkan
keahlian dan pengalaman Kontraktor.

Pilihan lain adalah contract EPC, dimana satu perusahaan kontraktor akan menangani
seluruh pekerjaan, dari design sampai dengan konstruksi dan commissioning.
Keterlibatan Owner sangat minimal dalam contract jenis ini.

Tentunya urusan “memindah resiko” ke Kontraktor ini akan sejalan dengan harga proyek
yang harus dibayar oleh Owner. Dari sisi Kontraktor, semakin besar resiko yang harus
mereka tanggung dan manage, semakin besar potensi keuntungan proyeknya.

Owner perlu menentukan pilihan jenis contract yang akan digunakan sedini mungkin,
karena hal ini akan berpengaruh terhadap penyusunan scope of work.

Jenis Contracts
Ada berbagai jenis contract yang umum digunakan, beberapa diantaranya akan dibahas
secara singkat berikut ini :
1. Traditional Contracts

Dalam contract tradisional, pekerjaan design dan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh
perusahaan yang berbeda. Jadi Owner mengawasi pekerjaan dari beberapa perusahaan.

Ada 3 principal types yang masuk kategori ini :

1.1 Lump sum contracts


Dalam kontrak jenis ini, harga yang fixed disepakati untuk menyelesaikan seluruh
scope pekerjaan. Umumnya tersedia Bill of Quantities yang menjabarkan lingkup
pekerjaan yang di cover oleh harga lump sum. Juga tersedia schedule of rates untuk
mengantisipasi variation works selama pelaksanaan proyek.

1.2 Unit Rates atau Remeasurement Contracts


Dalam contract jenis ini, nilai akhir proyek dihitung berdasarkan volume pekerjaan
yang terlaksana di lapangan. Bill of Quantities menyediakan fixed unit rates dan
perkiraan quantity untuk berbagai jenis pekerjaan. Pada akhir proyek, quantity
pekerjaan yang terlaksana akan dihitung ulang / re-measured untuk menentukan nilai
akhir proyek.

1.3 Cost Plus Contracts


Sering disebut sebagai fixed fee contracts, dimana Kontraktor dibayar berdasarkan
biaya aktual yang dikeluarkan ditambah dengan fixed fee, yang umumnya dinyatakan
dalam bentuk persentase terhadap actual cost.

2. Non Traditional Contracts

2.1 Design & Build / Turnkey / EPC Contracts


Perbedaan contract ini dengan jenis contract tradisional adalah Owner menyerahkan
pekerjaan design dan konstruksi kepada satu perusahaan. Owner cukup memberikan
kriteria hasil akhir yang diinginkan. Keterlibatan Owner dalam proyek sangat
minimal karena Kontraktor akan mengurus semuanya dari design sampai
commissioning. Saat pekerjaan selesai, Owner tinggal “minta kunci untuk
menghidupkan plant ( = turn key )”. Istilah design & build contracts umumnya
digunakan pada proyek gedung, sedangkan istilah turnkey / EPC contracts banyak
digunakan pada proyek industri atau migas.

2.2 Fast tracking


Sering disebut phased construction, dimana pekerjaan konstruksi dimulai sebelum
design selesai 100%. Pembayaran biasanya menggunakan sistem cost plus.
Keuntungan contract jenis ini adalah waktu penyelesaian lebih singkat, kerugiannya
terutama masalah perubahan design dan biaya.

2.3 Construction Management


Dalam jenis contract ini, Owner menunjuk satu perusahaan sebagai Construction
Manager untuk mengendalikan pelaksanaan proyek. Pekerjaan konstruksi akan
dilaksanakan oleh kontraktor lain yang punya perjanjian kerja langsung dengan
Owner. Construction Manager bertugas untuk memberi saran kepada Owner
mengenai strategi / prosedur tender, pemilihan kontraktor, mengawasi pelaksanaan
pekerjaan konstruksi dan administrasi contract.

3. Co-operative Contracting

Co-operative contracting ( oleh kontraktor ) bertujuan untuk menggabungkan keahlian,


kemampuan finansial serta sumber daya manusia dari beberapa perusahaan kontraktor
untuk menyelesaikan suatu proyek. Ada berbagai skenario perjanjian internal antar
perusahaan kontraktor tersebut :
- Biaya dan potensi keuntungan / kerugian proyek ditanggung bersama,
berdasarkan pada persentase yang disepakati ( 55%-45%, 60%-40%, etc. )
- Pekerjaan proyek dibagi atas beberapa bagian. Tiap Kontraktor akan bertanggung
jawab terhadap pekerjaan tertentu sesuai keahliannya. Biaya dan potensi
keuntungan / kerugian dari tiap pekerjaan ditanggung oleh masing-masing
kontraktor pelaksana.
- Kombinasi dari dua skenario di atas, ada pekerjaan yang ditangani bersama dan
ada pekerjaan yang menjadi tanggung jawab masing-masing kontraktor.

Bentuk co-operative contracting yang banyak dikenal adalah Joint Ventures dan
Consortium.

4. Concession Based Method

Umumnya jenis contract ini dilakukan oleh Pemerintah yang membutuhkan dukungan
pihak swasta untuk membangun proyek infrastuktur. Contoh dari contract jenis ini antara
lain Build-Operate-Transfer ( BOT ) dan Production Sharing Contracts ( PSC ).

Dari uraian di atas, bisa dilihat bahwa terdapat berbagai pilihan jenis contract. Dari yang
tradisional sampai dengan yang telah dimodifikasi. Tidak tertutup kemungkinan akan ada
modifikasi contract baru, yang dibuat untuk menyesuaikan kebutuhan industri konstruksi
yang terus berkembang.

Owner akan memilih jenis contract yang paling sesuai berdasarkan pertimbangan :
- biaya
- kualitas
- waktu, dan
- kesiapan Owner untuk ikut terlibat dalam pelaksanaan proyek

Tulisan ini lebih banyak membahas pemilihan jenis contract dan risk transfer dari sudut
pandang Owner. InsyaAllah, dilain kesempatan akan dilanjut dengan bagaimana
kontraktor menganalisa dan mengantisipasi resiko pekerjaan selama proses tender.

Semoga bermanfaat.
Abu Dhabi, March 2006
Kristiawan
Quantity Surveyor

Reference :
- Gordon Smith : Construction Contracts – Drafting to Avoid Disputes
- Mark Tiggeman : Contracts and Their Preparation
- Jamal F. Bahar : Contracts Strategy – Managing the Pre-Award Phase

LAMPIRAN-1

MATCH WORK WITH TYPE OF CONTRACT

FACTOR FIXED PRICE UNIT PRICE COST


CONTRACT CONTRACT REIMBURSABLE

Scope Well defined Well defined, Not defined


100% drawings but variation in
quantity

Critical schedule Not preferred, Most profitable Preferred,


Maximize profit Higher cost but can
at expense of direct work to
schedule critical items

Complex Not preferred Acceptable Preferred


interfaces

Large quantities Not feasible, Preferred Not preferred,


of same type of Price can not be Unless incentive or
work, but quantity given for target contract
will vary imprecise
quantity
LAMPIRAN-2 :

COST IMPACT OF CONTROLLABLE RISKS

Cost Accountability Cost Impact to Owner


No Risks Fixed Price Reimbursable Fixed Price Reimbursable

1. Labour Productivity Low High


a. Management of work force C O
b. Timing & quality of O/E O/E
engineering date and
equipment
c. Quality assurance O O
d. Quality control C O

2. Scope High Low


a. Initial scope definition O/E O/E
b. Changes in scope O/E O/E

3. Indirect Cost Low High


a. Staff C O
b. Consumables C O
c. Support crafts C O
d. Materials management C O

4. Quality Construction Medium Medium


a. Complexity of design O/E O/E
b. Completeness of engineering O/E O/E
drawings
c. Construction procedures and C O/E
methods
d. Construction schedule O/E O/E
e. Experience of craftsmen C O
f. Training of craftsmen C O
g. Supervisory personnel C O
h. Construction equipment and C O
tools
i. Quality control procedures C O

5. Safety Medium Medium


a. Training C O
b. Contractor’s minimum C O
standards
c. Owner’s mandatory standards O O
d. Regulatory standards ( OSHA, C C
etc. )
e. Industrial hygiene S S
6. Schedule High High
a. Manufacturers promised C O
deliveries
b. Owner-supplied material C O
c. Contractor-supplied material C O
d. Manpower resource C O
e. Manpower productivity C O
f. Scheduling techniques C O
g. Schedule duration O O
h. Extended overtime or shift O O
work.

7. Labor Relations Low Low


a. Jurisdictional disputes C O
b. Illegal strikes and walk offs C O
c. Contract expiration strikes C O
d. Jurisdictional disputes between C O
contractors

8. Project Management Low Low


a. Adequate design drawings O/E O/E
b. Timely procurement and O/E O/E
delivery of materials /
equipment.
c. Limitation of number of O/E O/E
changes and revision to
drawings / specifications
d. Quality of fabrication of O/E O/E
materials and equipment.

Legend :
C - Contractor
O - Owner
E - Engineer
S - Shared

Anda mungkin juga menyukai