Hukum Lingkungan Versi 2016 PDF
Hukum Lingkungan Versi 2016 PDF
HUKUM LINGKUNGAN
Adrianus Eryan – FHUI 2013
Juven Renaldi – FHUI 2013
“Even an entire society, a nation, or all simultaneously existing societies taken together, are not the owners of the
earth. They are simply its possessors, its beneficiaries, and have to bequeath it in an improved state to succeeding
generations as boni patres familias.” – Karl Marx, Capital, Volume III
1 Pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan, individu, atau entitas legal lain. Konsesi antara lain diterapkan
pada pembukaan tambang dan penebangan hutan. Model konsesi umum diterapkan pada kemitraan pemerintah swasta
(KPS) atau kontrak bagi hasil. – Wikipedia.
2 Kedua industri ini harusnya diimbangi dengan adanya rehabilitasi hutan, realita yang terjadi di lapangan tidak demikian dan
kebanyakan izin industri tersebut bohongan.
3 Disebut juga Trophospheric Ozone, yang berada di ground level (permukaan bumi) sampai setingkat troposfer.
4 High Altitude Ozone.
https://www.youtube.com/watch?v=YOh8sGixpe0
- Protokol Kyoto5 adalah perjanjian internasional hasil dari UNFCCC (United Nations Framework
Convention on Climate Change) yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang
dihasilkan oleh industri dunia, yang harus dicapai pada tahun 2012.6
- November 2012 habis masa berlakunya, ada protokol baru nantinya di Paris Convention sekitar
November 2015. Ada tambahan juga”Doha Amendment to the Kyoto Protocol” yaitu perpanjangan
jangka waktu komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 2020
- 5 Juni >> hari lingkungan sedunia. 1972 pertama kalinya seluruh pemimpin dunia berkumpul dalam
suatu KTT membahas isu perubahan iklim
Hard Law, sumber hukum yang mengikat secara hukum (traktat, konvensi)
UNFCCC & Protokol Kyoto
CBD (dalam konteks pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan)
UN Convention to combat Desertification
Case Laws of ICJ : Gabcikovo-Nagymaros (1997), Kasikili/Sedudu Island (1999), Pulp Mills on the River
Uruguay (2010)
Soft Law, sumber hukum yang tidak mengikat secara hukum tapi secara politis (guideliner, deklarasi) >>
kata AGW
WCED Report (Brundlandt Report) – Our Common Future
Deklarasi Rio 1992
5 Download http://unfccc.int/resource/docs/convkp/kpeng.pdf
6 http://unfccc.int/kyoto_protocol/items/2830.php, diakses pada tanggal 4 September 2015, pukul 11.23.
7 WCED Report, “Our Common Future” http://www.un-documents.net/our-common-future.pdf, diakses pada tanggal 7
September 2016, pukul 12.50.
Dalam pandangan Weeramantry, prinsip hukum yang dapat menjembatani dua kebutuhan yang saling
bertentangan ini adalah prinsip pembangunan berkelanjutan10
(misalnya awalnya 10 NC dan 5 MC, setelah beberapa tahun menjadi 5 NC dan 10 MC. Menurut weak
sustainability, ini tetap sustainable karena trade-off boleh-boleh saja. Dengan kata lain, walau sumber
daya alam habis, selama bisa ditransformasikan menjadi man-made capital lain, tetap bisa
dibilang sustainable).
Teori ini berbahaya, karena tidak ada jaminan ketika natural capital turun, man-made capital
pasti naik. Misalnya di Papua, NC turun, MC tidak ikut naik. Mungkin naiknya di Jakarta, namun, hal
itu jadinya tidak adil.
STRONG SUSTAINABILITY
Protection of natural capital >> non-degradable natural capital (natural capital tidak dapat
disubstitusi dengan man made capital).
Teori ini dengan kata lain seperti anti-pembangunan, karena man-made capital tidak akan pernah
sama/seimbang dengan natural capital, sehingga natural capital tidak boleh digunakan atau
ditransformasikan menjadi man-made capital.
CRITICAL NATURAL CAPITAL
Memungkinkan pembangunan, namun ketika natural capital tersebut sudah kritis (critical) harus
dihentikan. Artinya natural capital boleh ditransformasikan menjadi man-made capital, namun
ketika sudah kritis harus dilindungi dan tidak boleh dieksploitasi lagi.
Misalnya ekstraksi terhadap renewable natural capital harus dilakukan seefisien mungkin, sehingga
memungkinkan natural capital untuk kembali lagi. Karena apabila eksploitasi lebih besar dibandingkan
regenerasi, maka natural capital tersebut akan depleted, yang lama-lama bisa tergerus habis.
Pengendalian untuk mengimplementasikan hal tersebut bisa dilakukan misalnya dengan izin yang
mengatur kuota/batasan dari ekstraksi tersebut.
Selanjutnya, hasil dari ekstraksi terhadap non-renewable natural capital harus diarahkan untuk
membiayai konservasi natural capital.12 Misalnya, dari profit yang dihasilkan dari bidang
pertambangan, dipakai sebagian untuk mengembalikan hutan, atau untuk membiayai penelitian energi
alternatif, dsb. (konservasi natural capital tersebut mencakup renewable dan non-renewable natural
capital)
Pengantar
Awalnya manusia ditaklukkan alam (ketika masa-masa dulu alam masih ditakuti), namun seiring
berkembangnya teknologi dan modernisme, muncul pandangan antroposentrisme dimana manusia
merupakan pusat segalanya, yang menempatkan manusia untuk menaklukkan lingkungan. Sekarang ini
muncul juga ecosentrisme dimana lingkungan-lah yang menjadi pusat segalanya, sementara manusia hanya
salah satu spesies diantara berbagai makhluk hidup lainnya. Prinsip-prinsip sustainable development inilah
salah satu dari sekian banyak prinsip yang menjadi upaya untuk mengubah antroprosentrisme itu tadi,
sehingga perkembangannya bisa dihambat.
INTRA-GENERATIONAL EQUITY
12 Ibid., hlm. 17, sebagaimana mengutip Costanza dan Daly, yang juga mengutip Common dan Stagl, M. Common and S. Stagl,
Ecological Economics: An Introduction, (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), hlm. 378.
Keadilan intra generasi merupakan keadilan yang ditujukan pada mereka yang hidup di dalam satu generasi.
Keadilan intra generasi ini terkait dengan distribusi sumberdaya secara adil, yang berlaku pada tingkat nasional
maupun internasional.13 Menurut Langhelle, keadilan intra generasi merupakan prioritas pertama dari
pembangunan berkelanjutan.14
Prinsip ini dapat pula diterangkan sebagai keadilan lingkungan, yang menurut Kuehn dibagi menjadi empat
yaitu:15
Keadilan Distributif – Pemerataan
Karl Marx >> memberi semampu kita, menerima secukup kita.
John Rawls >> distribusi adil kalau memenuhi 2 prinsip
- Menyediakan secara adil kepada setiap orang untuk menerima kebutuhan yang sama
- Boleh ada perbedaan kalau itu ditujukan untuk mementingkan yang paling tidak beruntung
dalam masyarakat. Misalnya memberikan bantuan kepada orang miskin, walaupun
perlakuannya berbeda, namun itu tetap adil menurut Rawls.
Dalam konsep lingkungan hidup, keadilan distributif menghasilan prinsip “Common but
Differentiated Responsibility” (CBDR).
Misalnya banjir, salah satu penyebabnya adalah tidak ada daerah resapan air. Puncak sebagai daerah
resapan air diubah menjadi daerah komersil seperti villa, toko, dsb. di mana yang menerima manfaat
dari peralihan tersebut adalah penduduk yang punya uang. Sementara korban banjir yang tidak punya
uang seperti penduduk miskin di bantaran kali, hanya merasakan banjir tanpa menerima manfaat yang
sama. Perbedaan inilah yang menimbulkan differentiated responsibility, karena derajat
pertanggungjawabannya berbeda.
Ada dua elemen, yaitu common dan differentiated. Common artinya tanggung jawab bersama, masalah
lingungan hidup adalah masalah global, amsalah bersama yang menjadi tanggung jawab setiap negara
di dunia. Differentiated artinya pembedaan, dimana dasar pembedaan tanggungjawab adalah sbb:
1. Konseptual: Kontribusi terhadap permasalahan, sehingga tanggung jawab tiap negara
didasarkan atas kontribusinya selama ini terhadap kerusakan lingkungan. (Prinsip 7 Deklarasi
Rio)
2. Kontekstual: negara berkembang tidak boleh sama dengan negara maju tanggung jawabnya,
karena dipandang negara maju yang lebih siap dari segi kemampuan ekonomi, teknologi, dan
keuangannya, untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup.
Keadilan Korektif – Sanksi
Bentuk keadilan yang ditujukan sebagai upaya pemberian sanksi, pemulihan, atau kompensasi bagi
mereka yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Mereka yang menimbulkan kerugian lingkungan
(sehingga menyebabkan ketidakadilan lingkungan) memikul tanggung jawab untuk mengembalikan
dampak akibat kerugian tersebut.16
Keadilan Prosedural – Perlakuan yang Sama
Memperoleh perlakuan yang sama bukan dalam hal distribusi barang dan kesempatan, melainkan
dalam hal mendapatkan perhatian (concern and respect) dalam pengambilan keputusan politik terkait
distribusi barang dan kesempatan tersebut.
Setidaknya mencakup tiga aspek yaitu
- Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (Free and Prior Informed Consent)
13 Ibid., hlm. 18, sebagaimana mengutip Sharon Beder, op.cit., hlm. 71.
14 Ibid., hlm. 19, ditunjukkan dalam bagian pertama dari definisi pembangunan berkelanjutan, yaitu “development that meets
the needs of the present…” bagian inilah yang menunjukkan adanya komitmen dari negara-negara terhadap keadilan,
termasuk redistribusi dari pihak yang kaya kepada yang miskin, baik dalam level nasional maupun internasional, Oluf
Langhelle, “Sustainable Development and Social Justice: Expanding the Rawlsian Framework of Global Justice”, Environmental
Values, Vol. 9, 2000, hlm. 300.
15 Robert R. Kuehn, “A Taxonomy of Environmental Justice”, Environmental Law Reporter, Vol. 30, 2000, hlm. 87.
16 Ibid., note 63, hlm. 106-88.
INTER-GENERATIONAL EQUITY
Keadilan antar generasi dimana pembangunan berkelanjutan menginginkan adanya kseimbangkan keadilan,
adil terhadap generasi sekarang, dan adil pula terhadap generasi yang akan datang. Tercermin di dalam
pernyataan “without compromising the ability of future generations to meet their own needs”
Edith Brown Weiss >> konsep ini melahirkan kewajiban lingkungan berupa tiga jenis perlindungan:
1. Perlindungan atas Opsi
Kalau kita habiskan sekarang, apakah generasi selanjutnya punya opsi yang sama seperti kita? Sehingga
harus dilindungi. Contoh: ada orang tidak makan karena puasa, ada orang tidak makan karena tidak punya
uang. Kalau orang puasa memiliki opsi untuk batal dan makan. Kalau tidak punya uang, maka tidak punya
opsi apapun untuk bisa makan. Perbedaan tersebut untuk memperlihatkan pentingnya keberadaan opsi,
value dari opsi)
2. Perlindungan atas Kualitas
Keharusan menjaga kualitas sehingga kualitas sumber daya yang diterima oleh generasi selanutnya tidak
lebih buruk daripada kualitas yang sudah kita terima saat ini
3. Perlindungan atas Akses
Adanya alokasi hak dan akses terhadap sumberdaya alam yang seimbagn antar generasi yang ebrbeda
antara sesama anggota dari generasi sekarang
Kasus ini adalah kasus gugatan anak-anak di bawah umur, yaitu Juan Antonio Oposa, Anna Rosario Oposa,
dan Jose Alfonso Oposa, yang diwakili oleh orang tua mereka Antonio Oposa dan Rizalina Oposa, serta
beberapa anak dibawah umur lainnya yang masing-masing diwakili orang tua mereka. Para Penggungat ini
menggunakan class action dari para pembayar pajak, dan menyatakan bahwa mereka adalah warga negara
Filipina yang mewakili generasi mereka dan juga generasi yang akan datang. (Setiap warga punya hak atas
lingkungan hidup yang baik, sehingga dikaitkan dengan hak gugat atas hak anak-anak yang dirugikan oleh
kebijakan pemerintahan filipina terhadap hutan)18 Penggugat menyatakan bahwa kebijakan kehutanan Filipina
yang telah mengizinkan eksploitasi hutan secara besar-besaran merupakan pelanggaran hak konstitusional
para Penggugat dan generasi yang akan datang.
Mahkamah Agung Filipina mengakui bahwa hak atas lingkungan hidup merupakan hak konstitusional yang
tidak hanya dimiliki oleh generasi sekarang, tetapi juga oleh generasi yang akan datang. Hak in juga
mengindikasikan bahwa setiap generasi emmiliki tanggung jawab untuk menjamin terpeliharanya
keseimbangan ekologi. Atas dasar inilah maka pengadilan menyatakan bahwa Penggugat memiliki hak
gugat untuk menggugat bagi kepentingannya sendiri serta atas nama kepentingan generasi yang akan
datang19
19 Andri Gunawan Wibisana, op.cit., hlm. 31-32, sebagaimana mengutip Putusan Mahkamah Agung Filipina, Minors Oposa v.
Factoran, 33 ILM 173 (194), hlm. 185.
20 Perintah untuk menghentikan suatu kegiatan yang diduga akan menimbulkan kerugian. Kalau di Civil Law kurang tahu ada
atau nggak perintah pengadilan semacam ini.
21 Ibid., hlm. 38, merupakan pendekatan tahap ketiga dari pendekatan yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan, lebih lanjut
baca Nicholas de Sadeleer, Environmental Principles: From Political Slogans to Legal Rules, (Oxford: Oxford University Press,
2002)
Atau seringkali disebut polluter pays principle. Dari segi ekonomi adalah eksternalitas, yaitu biaya yang tidak
kita pertimbangkan saat mengambil keputusan.22 Misalnya pakai kendaraan ke kuliah, pasti
mempertimbangkan biaya bensin, maintenance, parkir, dsb. Tapi tidak akan mempertimbangkan bagaimana
asap knalpot mempengaruhi lingkungan dsb. Ini bahaya karena lama-lama kalau semua orang seperti ini
lingkungan akan rusak.
Berdasarkan perspektif ekonomi, tujuan hukum lingkungan terutama adalah untuk menginternalisasi
eksternalitas tersebut23
Sebagian besar izin kehutanan ada di pusat, jadi kabut asap itu udah masuk kewenangan pusat, bukan karena
dampaknya besar tapi memang karena itu kewenangannya ada di pusat.
Teguran dan paksaan pemerintah bedanya apa? >> 2-2nya bentuknya surat (ngapain disuratin lagi coba?)
teguran harusnya ada tindakan hukum (disuratin doang bisa), paksaan harusnya ada tindakan faktual/nyata
(usahanya ditutup dsb) di Indonesia beda, 2-2nya disuratin semua
Jika izin awalnya di pemerintah daerah pun, karena insidennya sudah berdampak besar, mungkin bisa
diberlakukan second line enforcement24 oleh pemerintah pusat. Sedangkan Pasal 73 UU PPLH mengatur
mengenai second line inspection25
Bioregion >> Gerakan kembali ke alam, self sufficient communities, masyarakat yang organik, alternatif dari
masyarakat modern yang industrialis kapitalistik (awalnya sih kayak gitu) jadi bukan sekedar peta. Keinginan
menciptakan tatanan sistem baru, demokrasi yang partisipatif. Awalnya di USA. Indonesia diambil yang
ekoregionnya doank, tapi cuman petanya aja, jiwanya udah hilang.
Bioregionalism
Indonesia ada 18 ekoregion darat pulau-pulau besar) dan 12 ekoregion laut , yang bikin Kementrian
Lingkungan Hidup26
KLHS >> program rencana kebijakan, ditujukan ke pemerintah, yang melakukan ya pemerintah
AMDAL >> selangkah menuju izin lingkungan, yang melakukan siapa? Yang punya usaha, pelaku kegiatan,
perusahaan
22 Eksternalitas terjadi ketika keputusan yang diambil oleh seseorang mempengaruhi keputusan dan keadaan orang lain secara
langsung, tanpa melalui mekanisme pasar sebab pasar justru gagal untuk mencerminkan harga yang sebenarnya. Dengan
adanya eksternalitas ini, individu pengambil keputusan hanya akan menanggung biaya pribadi (private costs), sedangkan
biaya yang mengalami eksternalisasi ditandai dengan adanya perbedaan antara private costs dengan social costs.
23 Michael Faure, “Environmental Law and Economics”, METRO, Maastricht University, 2001, hlm. 10, sering banget disebut-
sebut sama Bang AGW, penting.
24 Menteri dapat menerapkan sanksi administrasi, jika pemerintah menganggap Pemda secara sengaja tidak menerapkan
sanksi administrasi terhadap pelanggaran yang serius
25 Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin
lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang
perlindungan dan pengelolaan
26 Kayaknya jumlahnya salah deh, gw banyak silap pas denger AGW
Tidak ada izin untuk baku mutu emisi, hanya ada kewajiban untuk mengecek (kalau air limbah ada izinnya,
baku mutu air limbah)
Effluent standard tidak serta merta menunjukkan pencemaran >> ga bisa lihat ada pencemaran hanya dari
pelanggaran effluent standard
Gw nggak nyatet pas kuliah ini, yang presentasi bikin bosen, ngantuk banget terus ketiduran hahaha.
Bahannya ada di Handout Hukum Lingkungan >> Andri Gunawan Wibisana, “Hukum Perubahan Iklim di
Indonesia”, Bahan Kuliah Ketiga Hukum Lingkungan FHUI, (Depok: FHUI, 2014)
27 “Saat ujian nanti, penting untuk kalian tahu izin ini yang mengeluarkan siapa, izin itu yang mengeluarkan siapa, sejauh mana
kewenangannya diatur baik yang diberi izin maupun yang mengeluarkan izin” - AGW
28 “Bahkan ini adalah pemahaman paling konvensional tentang penaatan. Kalau dalam filsafat hukum sangat John Austin
(hukum adalah command/perintah, perintah dari orang yang memegang kekuasaan)” - AGW
29 Berkaitan dengan izin, bersifat preventif, jenisnya: bestuur dwang, dwangsom, pencabutan izin, dsb.
30 Gugatan, dalam bentuk permintaan ganti rugi. Kalau pidana sudah diatur maksimal denda ada sekian, kalau perdata bisa
untuk mengganti kerugian yang lebih dari itu. Refer ke Putusan MA tentang Kallista Alam (Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan v. PT Kallista Alam), Putusan PN Meulaboh No. 12/PDT.G/2012/PN.MBO (8 Januari 2014), Putusan PT Banda
Aceh No. 50/PDT/2014/PT.BNA (15 Agustus 2014), dan Kasasi yang ditolak MA 28 Agustus 2015. Menghukum Tergugat
untuk membayar ganti rugi PMH sebesar Rp114.303.419.000 dan biaya pemulihan lahan sebesar Rp251.765.250.000.
Bandingkan dengan Putusan MA No. 131/Pid.B/2013/PN.MBO yang menghukum denda hanya sebesar Rp3.000.000.000
sesuai ketentuan pidana UU PPLH.
- Pidana31
Syarat CAC Efektif
- Kemampuan mendeteksi adanya pelanggaran32
- Tanggapan yang cepat dan pasti (swift and sure responses)
- Sanksi yang memadai (memberikan efek jera)33
PENDEKATAN PERILAKU
Moral Suation
Menganggap bahwa pelanggaran terjadi karena ketidaktahuan/ketidaksadaran/ketidakcakapan. Supaya taat
harus disadarkan, diberi motivasi. Dasarnya adalah edukasi supaya orang melek lingkungan.
Menekankan pada pentingnya human motivation dengan menekankan pada pentingnya kerjasama melalui
perundingan/negosiasi, meyakinkan dunia usaha tentang pentingnya penaatan melalui edukasi dan
pemberian dukungan/bantuan teknis. Mengandalkan hubungan personal antara regulated communities
dengan regulator untuk mewujudkan kondisi taat. Model ini memandang industri sebagai subjek pengaturan
yang incompetent dan unkowledgeable.
Konsep pencemaran sebagai eksternalitas >> biaya yang tidak dihitung/dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan individu = biaya sosial. Hukum sebagai pendorong internalisasi eksternalitas
Contohnya kalau Conrad yang bawa mobil menghasilkan emisi CO2, digugat karena ada yang merasa
dirugikan. Bisa menang nggak? Ga bisa
- Bukan Cuma Conrad yang menghasilkan emisi
- Kausalitas
- Kalau misal Conrad dipenjara pun, semua orang melakukan itu (sama-sama naik mobil, menghasilkan
emisi, dsb)
- Itu bukan suatu pelanggaran, bahkan CO2 nggak termasuk emisi di IndonesiaP
“Prinsipnya pollution by everyone is not pollution” – AGW
PAJAK LINGKUNGAN
Bahan baku dari air limbah? Ya air. Inputnya kan air, ya air ini dipajakkin. Belanda di awal-awal dapat banyak
pemasukan dari limbah air. Lalu lama kelamaan pemasukan dari pajak turun. Tujuan dari pajak ini berhasil atau
gagal? Berhasil lah.
31 Doktrinnya adalah pidana digunakan sebagai ultimum remedium, namun di Belanda sekarang ini doktrin tersebut sudah
semakin kurang populer dan mulai beralih mengaktifkan penegakan hukum di seluruh sektor, sehingga bukan masalah jika
pidana digunakan sebagai langkah utama atau premium remedium. Lihat bagian penegakan hukum pidana oleh Mas
Achmad Santosa.
32 “Misalnya kawasan konservasi yang sangat luas hanya dijaga sedikit polisi hutan, nggak akan efektif” - AGW
33 Misalnya untuk mengolah instalasi limbah butuh 10 juta/hari (sebulan 300 juta) tapi sanksinya cuma 10 juta per bulan,
mending bayar sanksi. Jangan sampai menaati aturan biayanya lebih mahal dari sanksi kalau tidak taat
34 Misal di harga bensin udah termasuk pajak buat emisi yang dihasilkan dari bensin >> Belanda kayak gini
Seandainya pendapatan negara dari pajak lingkungan = 0, harusnya negara senang atau sedih? Ya senang lah
berarti tidak ada input yang digunakan sebagai limbah yang menghasilkan pajak.
Indonesia beda, pajak air makin lama makin dapat banyak pemasukan. Ini kalau memberlakukan pajak sebagai
revenue bukan sebagai pajak lingkungan (yang kalau makin dikit makin bagus, makin sedikit potensi perusakan
lingkungan)
TRADEABLE PERMIT
Misalnya:
- Dalam lokasi X ditetapkan BML udara tidak boleh lebih dari 100 unit
- Pemerintah mengeluarkan 100 izin pencemaran (rights to pollute) untuk 100 unit pencemaran tersebut
(1 unit 1 izin) misalkan untuk SO2 dan NO2
- Dalam lokasi X terdapat 5 perusahaan yang tingkat pencemaran pada tahun I masih-masing 20
(masing-masing butuh 20 izin)
- Pada tahun II, tingkat pencemaran tiap perusahaan adalah:
A = 50, B = 20, C = 10, D = 15, E = 5
- Apa yang harus dilakukan A dalam konteks tradeable permit?
Penjelasan:
- A kelebihan, B pas, C, D, E sisa. Dari cap (sisa izin emisi) C, D, dan E bisa memperjual belikan permitnya
kepada A
- Sanksi dari melebihi cap ini sangat berat, jadi ada dorongan untuk cari yang lebih murah, beli lah permit
dari yang lain
- Di level internasional tidak ada sanksi, tidak ada aparat penegak hukumnya, tidak ada kesepakatan
tentang sanksi kalau suatu negara melampaui kuotanya
- Kalau misal di negara Y tidak ada aturan tentang izin pencemaran, atau katakanlah kuotanya lebih
tinggi (misal 60), bisa aja A relokasi pabriknya dari X ke Y
- Yang terjadi emisi di X berkurang, eh di Y ternyata naik drastis >> inilah yang terjadi sekarang ini dalam
konteks perubahan iklim, industri pindah dari negara maju ke negara berkembang
Mengapa Indonesia tidak bisa ikutan Emission Trading? Indonesia nggak punya jatah
Aplikasi
- Cap and Trade di USA >> dianggap berhasil, mencontoh emission trading. USA berhasil karena ada
effective government, kuota yang jelas, dsb.
- Emissions trading menurut Protokol Kyoto
Pertanyaan
- Bagaimana cara membagi kuota awal?
Jawab
- Di USA pakai cara grandfathering, menentukan kuota dari rata-rata emisi dalam 5 tahun kebelakang
sebelum ada pembatasan emisi. Rata-rata emisinya pasti tinggi, karena kuota akan terpenuhi. Makanya
harganya jatuh.
- Pasar karbon Eropa collapse, karena pembagian jatahnya terlalu tinggi
- Tidak ada batas berapa yang bisa dibeli, tapi ada batas berapa banyak yang bisa dijual
Reklamasi >> dalam konteks tambang, kegiatan memulihkan kondisi lingkungan seperti sebelum ditambang.
Logikanya jaminan harus jauh lebih tinggi dari biaya yang dibutuhkan untuk reklamasi. Yang terjadi dengan
dana jaminan reboisasi, uang jaminannya nggak terlalu tinggi, jadinya pada kabur >> zaman Soeharto. Udah
gitu duit hasil jaminan malah dikorupsi, kan bego.
Dana jaminan ini ditaruh di satu tempat, termasuk kalau ada gugatan menang terhadap perusakan lingkungan
duitnya masuk ke satu tempat ini. Inilah yang di USA disebut dengan Superfund US EPA (Environmental
Protection Agency)
Superfund nggak termasuk DRS karena nggak refundable.
Superfund bikin list prioritas mana yang masuk remedial action, mana yang paling penting. Pemulihannya
mahal, jangka panjang.
SUBSIDI
Kebalikan dari pajak, pelaku usaha diberikan subsidi untuk melakukan penaatan
Efeknya sama, muncul insentif untuk menjaga lingkungan
Disini justru pencemar dibayar, dalam bentuk uang maupun dalam bentuk keringanan pajak
PENAATAN SUKARELA
1. Audit Lingkungan (Eco-Audit)
Pemberian ISO terhadap perusahaan-perusahaan yang baik pengelolaan lingkungannya, dapat
sertifikasi ISO (mayan buat reputasi naik)
2. Mekanisme Pemberian informasi
Pemberian informasi secara sukarela, labelling sukarela. Misalkan ada label organik, no animal testing.
Biar menarik perhatian pembeli. Mempengaruhi faktor-faktor lain seperti harga jual bisa lebih mahal,
dsb.
Informasi seperti ini tetap perlu dikontrol, bisa jadi bohong.
3. Private Agreement (Covenant)
Bikin perjanjian antara perusahaan dengan pemerintah
Tahun 1995 the Federal Association of German Industries, bersama 5 asosiasi industri lainnya
melakukan inisiatif “Joint Declaration of the German Industry on Climate Protection”
Mengurangi emisi CO2 atau konsumsi energi sampai dengan 20% dibandingkan tahun 1990-
2005
Pemerintah Belanda melakukan perjanjian sukarela dengan industri yang berisi bahwa
perusahaan akan melakukan pengurangan emisis tertentu
Second National Environmental Policy Plan – nya Belanda.
4. PROPER, Penghargaan
(Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) >>
kementerian memberikan warna (labelling) kepada perusahaan-perusahaan:
TAAT
- Emas >> disuruh maksimal kuota 10, dia bukan hanya mengikuti, tapi limbahnya juga hampir
0, kualitas limbahnya juga tidak berbahaya, zero discharge & community development
- Hijau >> disuruh maksimal kuota 10, dia mengikuti cuman 8, minimalisasi limbah &
community relation
- Biru >> disuruh maksimal kuota 10, dia mengikuti sampai 10, taat baku mutu dan pengelolaan
lingkungan
TIDAK TAAT
- Merah >> disuruh maksimal kuota 10, dia melanggar malah 12, penegakan hukum, pendekatan
end of pipe
- Hitam >> disuruh maksimal kuota 10, dia uda melanggar misalnya instalasi pengelolaan
limbahnya rusak, jadinya ga mungkin bisa mengolah limbah, penegakan hukum, pendekatan
end of pipe
Tapi PROPER terkadang dianggap kurang kredibel, misalnya Freeport dapat warna emas, Lapindo antara biru-
hijau >> kadang memang rada ngaco dan “dipermainkan” sih
Menteri bilang dapet merah/hitam gausa diberi sanksi karena ini sukarela. Ya salah lah yang sukarela kalo
dapet hijau atau emas, karena merah hitam kan pelanggaran, ya ga sukarela lah, tetap harus dikasih
penegakkan hukum.
“Kalau beli kertas cek kayunya dari mana. Mau kayunya dari hutan alam yang dilindungi?” – AGW
37 Download http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt52a18d63b87fa/node/lt52a18c6d9cb00
38 Download http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4c3c65e761e53/node/13511, adalah UU yang pertama kali
mengatur tentang lingkungan hidup di Indonesia
Secondary
1. Mini Trial41
2. Mediasi Arbitrase
3. Ombudsman42
Pasal 85 UU PPLH >> penyelesaian di luar pengadilan tidak menghilangkan tanggung jawab pidana >>
intinya ADR nggak berlaku buat tindak pidana lingkungan
Ada SKB 3 Menteri yang mengatur katanya ada restorative justice bisa diselesaikan tanpa pidana. Bisa berlaku
nggak buat sengketa lingkungan? Nggak bisa lah enak aja, UU PPLH aja udah bilang kalau pidana ga berlaku
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. >> Pasal 85 ayat (2)
Pemerintah nggak berfungsi sebagai mediator, hanya memfasilitasi saja. Agak aneh sebenarnya kalau
pemerintah menjadi mediator. Kalau saya melaporkan ada kasus pencemaran dan usaha maksimum yang
mereka lakukan adalah menjadi mediator dalam suatu mediasi, itu kan aneh. Mereka tahu ada pencemaran,
mereka tahu siapa pencemarnya, masa diam saja? Dimana posisi pemerintah dalam menegakkan hukum
lingkungan?
Contoh Kali Surabaya, di hulunya jadi suaka ikan. Jadi bersih kali di Surabaya itu. Bandingkan dengan Bandung
di Ranca Ekek. Yang membedakan adalah perlakuan aparat di kedua kota itu. Aparat di Bandung maksimum
menjadi mediator, aparat di Surabaya maksimum memberikan sanksi administratif bahkan diseret ke
pengadilan. LSM yang ngurus kali di Surabaya bahkan mendapatkan penghargaan internasional.
“Citarum itu sungai paling tercemar di dunia. Saya heran sama masyarakat di sekitarnya bisa kuat tinggal disitu,
padahal bau banget itu” - AGW
Salah satu faktor mengapa kasus Lapindo berlarut-larut penyelesaiannya adalah karena tidak pernah kasusnya
dibawa ke pengadilan. Masyarakatnya nggak mau menggugat. Dipaksakan penyelesaian di luar pengadilan
pula. Nggak bisa selesai itu kalau kayak gini terus. Sementara di dalamnya ada banyak “permainan”
GUGATAN LINGKUNGAN
Ada kasus tahun 1998 kebakaran hutan di Medan, mirip-mirip sekarang deh pokoknya di Riau, dsb. Ada Ormas
Pemuda Pancasila yang melakukan gugatan ke perusahaan-perusahaan yang disinyalir menimbulkan
kebakaran hutan, dan mereka menang. Perusahaan harus membayar 20M sebagai ganti rugi. Kalau
perusahaan tersebut banding, kira-kira menang nggak?
CLASS ACTION
Dalam kasus Mandalawangi, ada longsor di Garut. Kasus ini terkenal karena untuk pertama kalinya
gugatan class action menang. Korbannya ada sekitar 3 desa. Perbandingannya dengan kasus kebakaran
hutan korbannya bisa jutaan.
1. Anggota Kelompok (Penggugat Pasif, identified maupun unidentified) ada perkiraan jumlah korban
(yang akan dikonfirmasi setelah putusan)
2. Ada kesamaan fakta dan kesamaan hukum antara korban/penderita kerugian
3. Ada Wakil Kelompok (Penggugat Aktif) yang memenuhi syarat kelayakan wakil (adequacy of
representation)
4. Kuasa Hukum (tetap butuh surat kuasa khusus) tapi untuk anggota kelompok yang pasif tadi tidak
perlu surat kuasa
5. Pengadilan Class Action
CITIZEN LAWSUIT45
Hak Gugat Warga Negara, yaitu suatu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang terhadap suatu
perbuatan melawan hukum ,de gan mengatasnamakan kepentingan umum, dengan alasan adanya pembiaran
atau tidak dilaksanakannya kewajibanhukum oleh pemerintah atau organisasi lingkungan hidup tidak
menggunakan haknya untuk menguggat (Keputusan MA No. 36/2013 tentang Pedoman Penanganan Perkara
Lingkungan Hidup)
- Tergugatnya siapa? Pemerintah
- Kepentingan umum meliputi kepentingan bangsa dan negara, pelayanan umum dalam masyarakat
luas, rakyat banyak dan atau pembangunan di berbagai bidang
- Penyelenggaraan kepentingan umum merupakan tugas pemerintah
Dasarnya karena ada hak atas lingkungan hidup yang baik, dan hak tsb dapat dipertahankan di pengadilan
terhadap siapapun yang kita pikir melanggar hak kita atas lingkungan hidup yang baik.
PERBANDINGAN HAK GUGAT >> slide pak Harsanto lengkap banget yang ini, jangan percaya punya
gw, sesat ntar
Hak Gugat Perorangan
- Siapa yang bisa menggugat? Siapapun yang menjadi korban.
- Siapa yang bisa digugat? Siapapun.
- Apa yang bisa diminta? Apapun.
Class Action
- Siapa yang bisa menggugat? Korban, diwakili oleh wakilnya yang juga korban
- Siapa yang bisa digugat? Siapapun
- Apa yang bisa diminta? Ganti rugi dan perintah pengadilan
Hak Gugat Pemerintah
- Siapa yang bisa menggugat? Pemerintah, terutama yang bergerak di bidang lingkungan hidup
(Kementrian Lingkungan Hidup, dsb)
- Siapa yang bisa digugat? Siapapun
- Apa yang bisa diminta? Ganti rugi dan kerugian lingkungan hidup (Pasal 90 dan penjelasannya)
Hak Gugat LSM
- Siapa yang bisa menggugat? LSM yang bergerak di bidang lingkungan, syaratnya ada kok lihat di UU-
nya
- Siapa yang bisa digugat? Siapapun
- Apa yang bsia diminta? Hanya perintah pengadilan
Citizen Lawsuit
- Siapa yang bisa menggugat? Siapapun
- Siapa yang bisa digugat? Pemerintah
- Apa yang bisa diminta? Hanya perintah pengadilan
44 Orang yang entah memang rugi atau tidak, tapi ikut masuk ke dalam suatu gugatan Class Action untuk turut menikmati
keuntungan apabila gugatannya menang, tetapi menghindari biaya litigasi
45 Belanda = Actio Popularis, kalau di common law lazimnya digunakan istilah citizen lawsuit
Kasus perubahan iklim pertama di Asia ada di Kalimantan Timur >> Kasus Warga Samarinda melawan Walikota
Samarinda, Gubernur Kalimantan Timur, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Lingkungan Hidup
dan DPRD Kota Samarinda.46
Gugatan diajukan ke PTUN menggunakan hak gugat citizen lawsuit. Perkaranya adalah mengenai tambang
batubara yang menghasilkan gas metana saat eksplorasi dan pembakaran yang sangat dominan, juga
menghasilkan emosi karbondioksida yang menimbulkan efek buruk terhadap perubahan iklim.
BAHAN DISKUSI
1. Apakah kegiatan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di provinsi Sumsel, Jambi, Kalteng, dan Riau
merupakan sengketa lingkungan hidup? Ya itu merupakan sengketa lingkungan hidup.
2. Dalam hal apa kejadian kebakaran hutan dan lahan di atas menjadi sengketa lingkungan hidup? Kalau
dibilang PMH harus dibuktikan membakarnya memang secara melawan hukum, misalnya
membuka lahan dengan cara membakar.
3. Jenis hak gugat apa yang dapat digunakan oleh korban asap untuk memulihkan hak-haknya yang
dilanggar dan menuntut kerugian? Class action, citizen lawsuit, hak gugat pemerintah juga bisa.
“Ada gugatan nih, kita semua korban longsor di Mandalawangi. Riyo mau menggugat atas nama korban longsor
Mandalawangi, pake gugatan class action. Kemudian Saya nggak mau, nggak percaya sama dia. Saya lakukan
opt out, yang lain percaya ya diem aja. Bener ternyata dugaan saya si Riyo ini dodol. Kalau dia kalah saya masih
boleh gugat nggak?” - AGW47
46 http://www.mongabay.co.id/2013/06/24/warga-samarinda-ajukan-gugatan-perubahan-iklim-dampak-batubara/ diakses
pada tanggal 9 Desember 2015, pukul 20.49.
47 Silakan cari tahu sendiri jawabannya, gw juga bingung soalnya, harusnya sih bisa tapi gatau deh
Fungsi RPPLH kaitannya dengan instrumen lain (ada 8) yaitu Inventarisasi, Ekoregion, RPJM (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah), RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang), Tata Ruang, KLHS (Kajian
Lingkungan Hidup Strategis), Pemanfaatan, dan Daya Dukung
RPPLH menjadi dasar dan terintegrasi dengan RPJM/RPJP
BAKU MUTU
Ada 3 standard, dimulai dari yang paling rendah campur tangannya
- Target standard (Stream Standard/Ambient Standard), menjelaskan yang diinginkan UU, target
yang ingin dicapai, sangat general, tidak terkait perilaku seseorang. Dalam konteks LH, kualitas LH apa
yang diinginkan >> inilah yang dimaksud baku mutu. Ambient quality standard, hanya menentukan
target.
Kondisi ini rusak, kondisi ini sehat, contoh kelas pada air, kelas 1 terbaik, kelas 4 terburuk.
- Performance Standard (Effluent Standard), Atau Emission Standard, Emission Limit Value. Kualitas
limbah yang kita buang ke media lingkungan. Ini mengatur kualitas minimum apa yang harus dipenuhi
oleh apa yang kita buang ke lingkungan, berapa maksimal unit limbah yang boleh dibuang ke
lingkungan, harus diolah dulu, dsb. Secara tidak langsung mengatur apa yang kita lakukan. Mengatur
perilaku seseorang, mulai banyak campur tangannya.
Misal pabrik tekstil harus ada instalasi pembuangan limbah.
- Specification Standard. (AGW – Product Standard). Requirement tertentu. Ini sudah banyak campur
tangannya.
Pasal 20 UU PPLH nggak menjelaskan mana yang Baku Mutu Target, mana yang Baku Mutu Performance,
dsb. Fungsinya untuk menentukan kapan terjadinya pencemaran. Dibikin tolok ukur. Lewat batas = terjadi
pencemaran, kurang dari batas berarti nggak ada pencemaran.
Kalau turun standardnya berarti ada pencemaran. Standard apa yang dipakai? Baku mutu ambientnya,
kalau turun berarti ada pencemaran.
Tidak semua baku mutu digunakan untuk menentukan pencemaran
Knalpot mobil. Kalau baku mutu emisi dilampaui apakah langsung bisa dituduh pencemaran? Nggak dong,
nggak terima karena bukan si Conrad doang. Kalau baku mutu ambien udara yang turun baru bisa dipakai
buat menentukan ada pencemaran atau nggak.
Yang diukur lingkungannya. Kalau standard lingkungannya turun berarti menunjukkan pencemaran
Kalau yang diukur apa yang kita buang tidak menunjukkan pencemaran. Yang dibuang harus memenuhi
kualitas tertentu, kalau dilanggar pun belum tentu lingkungannya buruk
Kapan izin lingkungan ini jadi ukuran menteri, kapan gubernur, kapan walikota/bupati
Kaitannya dengan yang mengeluarkan AMDAL, UKL/UPL
Kalau AMDAL persetujuannya yang ngeluarin badan penilai provinsi, izinnya ya gubernur, kalau badan
penilainya pusat, izinnya ke menteri. Gitu aja, simpel.
AMDAL >> lihat dari badan penilainya
UU 1997 tidak ada badan penilai, berhenti di provinsi. Sekarang sampai kabupaten/kota.
PP 27/2012 Pasal 48 ayat (2) >> Izin PPLH yang sebelumnya (izin pembuangan limbah, dsb dari UU 1997)
dicantumkan di dalam Izin Lingkungan
Analisa Resiko, KLHS >> yang dilihat dan dinilai adalah niatnya pemerintah.
KLHS dibuat oleh pemerintah, Pasal 15 UU PPLH
KLHS kalau yang bikin menteri jadi nggak masuk akal. Tata ruang dievaluasi pemerintah. Tata ruang
pengaturannya bentuknya PP. Menteri menilai PP ini nggak masuk akal.
KLHS – RPPLH, diukurnya dari daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kalau belum ada RPPLH ngukurnya
pakai daya dukung dan daya tampung. RPPLH menggantikan daya dukung dan daya tampung lingkungan
Pasal 12 ayat (1) UU PPLH tentang Pemanfaatan
Prakteknya KLHS (abal-abal) sekarang dibuat oleh menteri. Harusnya didasarkan pembuatannya melalui PP,
lah PP nya belum ada. Masa menteri berani menilai tata ruang? Nggak mungkin. Repotnya ini sudah
dipraktekkan.
RPPLH, Ekoregion, Inventarisasi, KLHS, sampai sekarang belum ada bentuknya. PP nya belum ada semua.
Pasal 126 >> harusnya semua PP udah ada dari 2010.
CER >> Certified Emission Reduction50 (hasil dari Clean Development Mechanism)
Yaitu k penurunan emisi hasil dari Clean Development Mechanism (CDM). Pada mekanisme CMD, sebuah
negara Annex 1 dapat melakukan investasi pada upaya penurunan emisi, baik penurunan pada sumber emisi
maupun melalui pendanaan program penghijauan (aforestation ann reforestation) di negara-negara non-
Annex 1 yaitu negara berkembang seperti Indonesia. Proyek penurunan emisi yang disetujui kemudian akan
diberikan kredit penurunan emisi (CER). Di samping memberikan pendanaan pada proyek penurunan emisi,
sebuah negara maju dapat juga langsung melakukan pembelian terhadap penurunan emisi yang sudah
disertifikasi (CER). Oleh negara Annex 1, CER tersebut kemudian akan dikonversi menjadi AAU dan digunakan
untuk pemenuhan komitmen mereka atau diperjualbelikan kembali pada pasar Emission Trading.
Analisis Kasus
- HAN >> Newmont Batu Hijau
- Perdata >> Kallista Alam
- Pidana >> Adei Plantation
“Dalam analisis, kalau saya memberikan 3 artikel, ya ketiganya harus dipakai sebagai sumber referensi, karena
dari situlah saya memberikan nilai. Tambahan lain boleh saja tapi artikelnya harus ada.” – AGW
Ketika saya menerangkan instrumen ekonomi, saya juga menerangkan beberapa pendekatan, salah satunya
adalah control yang saya sebut sebagai instrumen paling tua. Itulah yang kita sebut dengan kata lain
penegakan hukum administrasi.
Penegakan hukum bukanlah satu-satunya cara untuk menuju compliance. Tujuannya adalah agar orang taat
terhadap hukum. Penegakan hukum bisa membuat orang taat terhadap hukum. Maka disebut necessary (perlu)
tapi bukan sufficient (syarat yang cukup).
Penegakan Hukum >> Instrumen Penaatan Lainnya >> Instrumen Ekonomi & Insentif Lainnya, Edukasi
(Pembinaan), Naming & Shaming.
Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan
mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupan penegakan hukum yang
efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi
Logika perdata hanya bisa menggugat ketika terjadi kerugian (1365 BW) maka hanya bisa secara represif
karena menunggu setelah terjadinya pencemaran. Common Law kita bisa menggugat akan sesuatu yang
berpotensi menimbulkan kerugian. Di Indonesia beberapa hakim cenderung melihat kalau tidak ada
kerugian nyata, kita tidak bisa menggugat.
Injunction di Indonesia (pemikiran umum praktisi hukum) tidak bisa berdiri sendiri, bahkan kadang
diterjemahkan sebagai putusan sela, padahal seharusnya perintah pengadilan. Injunction harus dikaitkan
dengan ganti rugi. Ini yang wajib ada kalau kita gugat. Common Law sudah biasa tanpa ganti rugi karena
hanya minta perintah pengadilan. Saya ingin perdata tidak hanya berfungsi represif saja tapi juga preventif.
Praktisi banyak yang bilang kalau preventif pakai administrasi dong, padahal belum tentu ada efeknya. Kasus
kapas trasngenik ditolak oleh hakim karena belum ada kerugiannya. Intinya preventif di Indonesia itu sulit,
bukan karena UU melarang tapi memang mindset praktisinya yang sulit berubah.
Jangan sampai penegakan hukum (terutama administrasi dan perdata) hanya sebagai upaya represif karena
bisa juga digunakan sebagai upaya preventif.
Administratif Pengawasan penaatan terhadap persyaratan dalam izin dan kewajiban per UU an
(prevention/before the fact)
Perdata Korektif, memulihkan hak-hak seseorang yang dilanggar sehingga mengakibatkan
kerugian melalui pemberian ganti kerugian (kompensasi)
Pidana Memberikan efek penjeraan (general atau specific deterrent, meskipun nggak selalu
pidana) melalui hukuman badan atau denda (orang dan korporasi)
Misalkan saya punya motor harga 10 juta, dicuri. Kalau penyelesaiannya perdata, begitu ketangkep orangnya
apa yang dilakukan? Dibalikin motornya ke saya. Kira-kira kalau kayak gitu pesannya apa buat calon pencuri
lainnya? Ya mencuri aja, kalaupun ketangkep tinggal balikin. Harus ada yang lebih dari sekedar mengembalikan
kerugian, dan nilai yang lebih itu nggak bisa di perdata. Jangan sampai ongkos tindak pidana lebih rendah
daripada benefit tindak pidana.51
“Ini sama kayak usulan DPR adanya pengampunan untuk koruptor. Pesannya berarti ayo korupsi toh kalau
ketangkep kan ntar diampuni.” – AGW
Kalau ada 1 step diambil misal adminsitrasi, maka itu yang harus dikerjakan. Di Indonesia prinsip-prinsip seperti
itu tidak ada yang mendalami. Nggak jelas kapan suatu tindakan harus dikenai administrasi, perdata, atau
pidana.
“Kalau kalian mau jadi doktor seru tuh bikin penelitian tentang ini.” – AGW
51 Logikanya nyuri itu kan ada resikonya. Jangan sampai resikonya itu kecil, cuman sekedar ngembaliin barang curian? Ya
semua orang jadi maling. Maka harus dibuat resikonya besar, kalau ketangkep selain harus ngembaliin motornya ntar dia
dipenjara 20 tahun misalnya. Mikir semua deh itu maling.
Dalam menjatuhkan sanksi, tidak ada kewenangan yang didelegasikan. Jadi siapa yang menjatuhkan sanksi?
Menteri dan Pemda >> cari pasalnya di UUPPLH.
Untuk pengawasan ada Menteri dan Pemda, tetapi bisa didelegasikan ke pengawas.
Ada bentuk lain dari kewenangan atribusi >> step in52
Pengawasan dianggap sebagai tulang punggung dari penegakan hukum administrasi. Minggu lalu saya
katakan ada command and control, ada perintah dan pengawasan. Mengapa harus diawasi pelaksanaannya?
Menjamin ketaatan, supaya kalau ada yang nggak taat langsung kasi sanksi. Kalau nggak diawasi sama aja
bohong. Kalau ada peraturan, izin, denda dsb. lengkap sekali tapi nggak diawasi buat apa? Cuma buat nyari
duit aja, buat lingkungan hidup nggak ada manfaatnya.
Pasl 80-81 UU PPLH >> baca, itu bukan denda administratif tapi uang paksa (dwangsom)
Uang paksa adalah ganti dari paksaan pemerintah, ganti dari pelanggaran. Uang Paksa + Paksaan Pemerintah
= boleh
JENIS-JENIS SANKSI ADMINSTRASI >> Teguran Tertulis | Paksaan Pemerintah | Pembekuan Izin
Lingkungan | Pencabutan Izin Lingkungan
52 Memberikan pengawasan atau sanksi terhadap kegiatan yang sebenarnya bukan kewenangan dia.
53 Dilakukan oleh pemerintah pusat apabila terjadap pelanggaran serius yang dilakukan kegiatan/usaha
54 Naik kereta ga bayar, ketangkep, tiket commuter line cuma 2k, plus denda 50k sebagai penderitaan tambahan
Kesalahan diartikan sebagai >> sifat melawan hukum. Hubungannya dengan pembuktian berarti unsur
kesalahan tidak perlu dibuktikan >> sudah terbukti dengan adanya unsur melawan hukum.
Tapi kalau mengartikan kesalahan seperti pidana (dolus dan culpa) sama nggak? Tidak.
Strict liability = pertanggungjawaban tanpa kesalahan
Rumusan kesalahan secara subjektif (perlu dibuktikan kesalahannya) dan objektif (tidak perlu dibuktikan
kesalahannya, kalau udah melawan hukum otomatis udah salah)
Kerugian (schade) + Kausalitas (antara PMH dan Kerugian)
55 HAN nggak menjelaskan apakah punitief boleh diterapkan bersama dengan regresif
56 Singapura dan Indonesia, sama-sama ada sanksi kalau buang sampah sembarangan. Tetapi mengapa Singapura jarang
ditemui orang buang sampah sembarangan dibanding Indonesia? Karena Singapura penegakan hukumnya tegas, setelah
ada detection langsung ada respond dan kena punishment. Indonesia? Hahaha
57 Kalau ditelusuri dari filsafatnya ini dari Jeremy Bentham, Panopticon. Seolah-olah ada banyak mata, gambarannya menara
pengawas yang tinggi di tengah-tengan penjara. Supaya muncul persepsi bahwa penghuni penjara ini sedang diawasi
supaya taat, behave, dsb. Kenapa? Karena dia tahu sedang ditaati. Catatannya adalah memangnya benar ada pengawas
disana? Belum tentu, tapi yang penting dia sudah merasa diawasi dan taat.
- Kesalahan
- Kerugian
- Kausalitas
Dalam SL (Strict Liability) Penggugat masih harus membuktikan bahwa Tergugat melakukan PMH, kerugian,
dan kausalitas. Yang dihilangkan hanya unsur kesalahannya saja.
Apa bedanya dengan tort?58
Non-contractual liability/torts:
- Negligence >> based on fault (duty, breach of duty, damage, causation)
- Nuisance (invasion of one’s interest in the private use and enjoyment of land or invasion of common
rights of the general public >> intentional nuisance: failure to prevent nuisance, negligent nuisance:
unreasonable act resulting in nuisance
- Trespass: direct and physical interference with one’s property >> intentional conduct: intentional act
that interferes one’s property, no need to prove damage
- Strict Liability: liabilty without fault
KASUS FORD PINTO, Ada cacat sedikit di bensin dan pembakarannya >> gampang meledak.
Ada 2 pandangan
Tidak melawan hukum >> karena sudah sangat hati-hati
Melawan hukum >> karena secara luas memang melawan hukum kalau ada kerugian
Unsur SL apa yang harus dibuktikan oleh penggugat? Pasal 88 UU PPLH >> Membuktikan bahwa kegiatan
tergugat termasuk ke dalam abnormally dangerous activity (kualifikasi dalam pasal adalah “menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan”)
Jika unsur terbukti, menurut EC Green Paper on Remedying Environmental Damage, penggugat masih harus
membuktikan >> that the damage was cause by someone’s act
Artinya penggugat masih harus membuktikan:
- Kerugian
- Kausalitas antara kegiatan seseorang dengan kerugian yang dideritanya.
58 Secara umum dalam hukum Indonesia, tort diterjemahkan sebagai perbuatan melawan hukum
- Bagaimana menyusun gugatan strict liability? Jika gugatan didasarkan pada strict liability, apakah
pernah diajarkan membuat posita dan petitum yang berbeda?
Resiko muncul kerugian akan tetap ada, resiko tidak dapat dihilangkan dengan kehati-hatian, contohnya nuklir
itu tadi. Dengan berbagai syarat ketat, kehati-hatian, dsb apakah kemudian resiko kebocorannya menjadi 0%?
Tentu tidak. Mau hati-hati kayak gimana pun kalau nanti akhirnya bocor tetap bisa kena pertanggungjawaban
>> itulah strict liability
Setelah ADA, masih harus membuktikan = kerugian + kausalitas >> ini unsur yang sama dengan gugatan
PMH nya, masalahnya yang hilang unsur melawan hukumnya, padahal gugatannya PMH >> ini yang bikin
orang bingung semua, gugatannya PMH tapi unsur melawan hukumnya hilang karena nggak perlu dibuktikan
dalam gugatan SL
Bagaimana membuktikan menggunakan B3, atau menghasilkan limbah B3, atau menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan?
Prof. Koesnadi >> Menggunakan B3
- Permenkes 453/1983
- Lampiran PP No. 74 Tahun 2001 ada daftar B3
- PP No. 18 Tahun 1999 jo. PP No. 85 Tahun 1999 udah diganti yang terbaru PP No. 101 Tahun 2014
tentang pengelolaan limbah B359
Menghasilkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan? >> berarti ada strict liability
- Wajib ada AMDAL nya
- Daftar kegiatan wajib AMDAL >> Permen LH No. 11 Tahun 200660
Wajib AMDAL >> Pasti kena strict liability. Kalau nggak wajib AMDAL kena strict liability nggak? Apakah tidak?
>> Logika itu yang digunakan oleh Lapindo, karena Lapindo nggak wajib AMDAL (kegiatannya eksplorasi)
Lapindo dalam pembelaannya seolah-olah menyatakan ini pendapatnya Koesnadi, padahal nggak, alhasil
Lapindo menang dalam gugatan v. Walhi.
Makanya di UU PPLH baru (2009) diubah jadi menimbulkan ancaman serius (diadopsi dari abnormaly
dangerous activity)
Berdasarkan penelitian terhadap tekanan dari gempa dan tekanan di lokasi lumpur Lapindo
Tekanan dari gempa Jogja terhadap Lapindo = setara langkah kaki orang dewasa
59 www.kemenkopmk.go.id/sites/default/files/produkhukum/PP%20Nomor%20101%20Tahun%202014_0.pdf
60 Download http://www.cifor.org/ilea/ina/Database/LH/Permen_11_2006_jenis_usaha_wajib_amdal.pdf
61 Hanya terhadap defense inilah Tergugat dapat lepas dari SL, maka Tergugat yang perlu membuktikan bahwa terjadi hal-hal
tersebut.
Indonesia sebaliknya, perbuatan manusia mau kek gimana tapi kalau ada Act of God nya, gugur semua
alasan karena perbuatan manusia, lepas tanggung jawab deh
Peraturan MA mengatur kerusakan yang disebabkan pihak ketiga atau force majeur bisa jadi pembelaan (ada
defense) Hakim ngikut mana? UU atau Peraturan MA? Ya MA lah.
Jadi SL di Indonesia tetap ada defense force majeure
Tapi kemudian kriteria force majeur ini apa saja? >> ini yang harusnya dijelaskan, semacam ada kriteria Act of
God di USA
Berarti MA menganggap:
- SL sebagai bagian dari pembuktian
- Masih ada defense tapi terbatas pada Kegiatan tergugat tidak menggunakan B3, menghasilkan B3,
atau tidak menimbulkan ancaman yang serius >> tidak kena SL
- Pencemaran/kerusakan tidak disebabkan oleh kegiatan tergugat tapi oleh pihak ketiga/force majeur
62 Dalam salah satu konferensi di Afrika Selatan yang dihadiri ahli-ahli geologi dan membahas mengenai kasus Lapindo, saat
itu ada pertanyaan mengenai apakah lumpur Lapindo adalah efek dari bencana alam atau ulah kelalaian dari Lapindo sendiri.
90% dari ilmuwan-ilmuwan yang hadir menjawab bahwa lumpur adalah hasil dari pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo.
Lucunya 10% sisanya yang menyatakan bahwa Lapindo adalah hasil bencana alam, ternyata mayoritas adalah orang-orang
Indonesia sendiri
63 Case brief http://www.lawnix.com/cases/summers-tice.html
Summers berburu bareng Tice dan Somonson, trus matanya kena peluru tapi gatau peluru dari
Tice atau Somonson. Akhirnya yang digugat Tice (salah satu diantara keduanya).64
4. Enterprise Liability (EL)
Nggak kecatet hahaha
5. Market Share Liability (MSL) (Sindell v. Abbott Laboratory) >> obat DES
Tergugat (bisa 1 tergugat) bertanggung jawab untuk keseluruhan kerugian
Pasal 35 ayat (2) UU PPLH bukan pembuktian terbalik, SL nggak pakai pembuktian terbalik
Res Ipsa Loquitur >> pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan, tapi kesalahan diasumsikan sudah terbukti
sehingga tidak perlu lagi membuktikan kesalahan (unsur kesalahan dianggap sudah terbukti) >> based on fault
tapi diasumsikan kesalahannya (dalam arti objektif) sudah terjadi, terbukti.
Kerugian diasumsikan terjadi hanya kalau melawan hukum. Oleh hukum, Tergugat lah yang satu”nya pihak
yang bisa mencegah PMH, kalau muncul kerugian sudah diasumsikan ada PMH dari Tergugat. Ada pembuktian
terbalik untuk unsur fault.
Vicarious Value >> lingkungan baik kita jaga ada nilainya bukan untuk kita tapi untuk orang lain, belum tentu
kita yang pakai, bisa jadi orang lain yang pakai, dan itu ada nilainya.
Contohnya siapa disini yang anti hukuman mati? Pasti ada kan? Tidak pernah ada alasan anti hukuman mati
karena siapa tahu saya yang dihukum mati nanti.
Siapa disini yang setuju penjara kita diperbaiki supaya lebih manusiawi. Alasannya bisa bermacam-macam tapi
pasti tidak ada yang berkata ya siapa tahu nanti saya masuk penjara, biar penjaranya sudah bagus, nyaman.
Tidak ada. Itulah vicarious value, sesuatu yang baik ya memang baik.
Used Value and Existence Value >> nilai lingkungan itu ada hanya bila berguna bagi manusia.
Intrinsic Value >> lingkungan hidup tetap ada nilainya meskipun tidak berguna bagi manusia, jadi ukurannya
bukan manusia.
Persoalan = tidak semuanya ada harganya, tidak semuanya tersedia di pasar
Lantas metodenya bagaimana? Salah satunya dengan memaparkan price, tapi terbatas hanya untuk vicarious
value.
Hedonic Price
64 Pertanyaannya adalah, apakah gugatan seperti ini dapat diterima di Indonesia? Tidak bisa. Pakainya pembuktian terbalik,
silakan Tice dan Somonson buktikan bahwa peluru yang mengenai Penggugat (Summers) bukan berasal dari mereka,
sehingga dapat lepas dari pertanggungjawaban.
Pantai yang bersih, indah, ada nilainya? Nggak ada. Tapi bisa dihargai dengan menggunakan barang lain. Ada
2 kamar hotel yang persis sama, satu menghadap ke jalan, satu menghadap ke pantai. Mana yang lebih mahal
harga sewanya? Beda kan harganya? Itu hedonic price. Yang membedakan adalah pantainya.
Travel Cost
Misalnya binatang-binatang di taman safari atau taman nasional. Cara menghitung nilainya bagaimana?
Berapa banyak orang disana, berapa lama mereka berjalan, berapa tiket masuk, berapa harga yang rela orang
korbankan untuk sampai disana kalau macet, dsb. Harga yang dikeluarkan orang untuk mencapai taman
nasional, itulah nilai taman nasional tsb.
Ketika ditanya WTP yang ada di pikiran manusia pasti terpengaruh income consent. Nggak mungkin mau bayar
sesuatu yang nilainya lebih dari pemasukannya, 100rb, 300rb, dsb
Ketika ditanya WTA yang ada di pikiran manusia income consentnya hilang, langsung keluar nilai 50 juta, 1
milyar, dsb.65
Dalam persidangan hal ini sering terlihat dalam kesaksian ahli. Kalau ahli ekonom untuk perusahaan pasti biaya
ganti ruginya dikecilin nilainya, kalau ahli untuk korban pasti bakal digedein. Konstruksinya menggunakan WTP
dan WTA diatas.
Penegakan hukum lingkungan yang paling penting justru di penegakan hukum administrasi. Kalau dijalankan
sangat kuat dan konsisten punya potensi besar untuk mencegah terjadinya pencemaran, kerusakan, dsb.
Penegakan hukum perdata juga penting kalau membicarakan kerugian, biasanya kerugian ada yang
mengalami dan ada yang menjadi korban.
Sekarang membicarakan penegakan hukum pidana yang paling diukur masyarakat. Penegakan hukum dinilai
berhasil oleh masyarakat apabila ada pidananya. Ini pandangan yang hidup di masyarakat. Bahwa
masyarakat ingin melihat bagaimana negara bisa menjerat pelaku perusakan lingkungan, tidak hanya pelaku
fisiknya melainkan juga korporasinya, spesifik lagi perusahaan kelapa sawit, HTI, bahkan sampai bisa menjerat
pimpinan perusahaannya.
65 Ini nanti belajarnya di analisa ekonomi terhadap hukum, termasuk penjabaran diatasnya terkait efisiensi, eksternalitas,
sampai cost-benefit analysis dari suatu peraturan yang dibuat. Seru banget loh.
Penegak hukum administrasi >> belum tentu yang mengeluarkan izin, tapi memang teorinya seperti itu
meskipun pada prakteknya sedikit berbeda.
Penegak hukum perdata >> aparaturnya hakim, yang punya hak gugat = korban bisa , kalau penggugatnya
pemerintah ya jaksa pengacara negara.
Penegak hukum pidana >> enforcement officernya bisa penyidik polisi, PPNS, jaksa, hakim, dsb.
Permasalahan penyidik >> semakin sedikit yang mau terjun ke lapangan mengemban jabatan fungsional.66
Kadang banyak yang pinter-pinter penyidiknya begitu terjun ke jabatan fungsional yang dicari adalah cepat
naik pangkat dan mendapatkan jabatan struktural.67 Bagaimana memberikan tunjangan jabatan fungsional,
karena sekarang PPNS banyak mengejar jabatan struktural. Kalau perlu jabatan fungsional tunjangannya lebih
besar dari jabatan fungsional.
PPNS68 kalau menangkap butuh bantuan kepolisian
66 Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan keahlian dan keterampilan
tertentu, untuk yang turun langsung ke lapangan, misalnya penyidik lapangan
67 Jabatan yang berada di struktur, bisa dikatakan petinggi-petinggi yang bekerja di belakang meja, tidak turun langsung ke
lapangan, semacam mandornya lah
68 Penyidik Pegawai Negeri Sipil, penyidik yang bukan berasal dari kepolisian
69 Surat Ketetapan Pengesampingan Perkara Demi Kepentingan Umum
70 Pengesampingan perkara demi kepentingan umum, disebut juga seponering. Contoh penggunaan hak ini adalah dalam
kasus Bibit-Chandra (cicak lawan buaya) saat petinggi-petinggi KPK ditetapkan sebagai tersangka.
71 Surat Perintah Penghentian Penyidikan
72 Dimana hal ini merupakan penyimpangan dari KUHP yang tidak mengakui subjek hukum korporasi. Nggak masalah sih (asas
lex specialis) karena memang sekarang bergeser pandangannya dimana berbagai UU mulai menempatkan korporasi sebagai
subjek hukum yang dapat dipidana, misalnya UU Tipikor, UU PT, dst.
73 “Putusan Pidana Kallista Alam kurang baik di bagian pertimbangan hakimnya karena masih memidanakan korporasi dengan
pertimbangan seolah-olah korporasi adalah pelaku lapangan, padahal seharusnya pemidanaan korporasi menggunakan teori
MA akan segera mengeluarkan corporate criminal responsibility >> Kejaksaan malah sudah ada
Lihat ketentuan Pasal 116 ayat (1) dan (2) UU PPLH
Korporasi nggak bisa dipenjara, cuma bisa didenda, itupun nggak sama dengan denda individu karena
diperberat 1/3
Power >> kalau punya kekuatan untuk mencegah, melarang, tapi tidak melakukan dan akhirnya kejadian
maka bisa kena. Tetapi kalau bilang jangan, melarang, dan tidak diindahkan bawahannya tetap dilakukan, dia
bisa bebas
Acceptance >> sudah beberapa kali hadir dalam rapat dan menandatangani kontrak pembukaan lahan,
mengalokasikan anggaran menggunakan pembakaran, ada tanda tangannya, maka bisa kena juga, sebagai
corporate directors
KRITERIA SLAVENBURG
Prasayarat Pemidanaan Pimpinan Korporasi
- Pemimpin korporasi merupakan fungsionaris yang dapat menghentikan atau mencegah perilaku
pidana (kedudukannya de jure maupun de facto powerful)
- Pemimpin tersebut memahami bahwa terdapat kemungkinan yang cukup bahwa pelanggaran sangat
mungkin terjadi
Kesimpulan >> Fungsionaris/pimpinan korporasi yang bersangkutan secara sadar mendukung atau
mempromosikan illegal behavior
Pidana Kallista Alam yang kena korporasi, tetapi pertimbangannya seperti kalau memidanakan pelaku fisik >>
seharusnya tidak seperti itu, ini kan bahaya >> mungkin karena itulah akhirnya diterbitkan Perja yang mengatur
pidana terhadap korporasi.
Sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi di belahan dunia, gejala kriminalitas merupakan suatu
kelanjutan dari kegiatan dna pertumbuhan ekonomi di mana korporasi banyak berperan dalam mendukung
atau memperlancar kejahatan tersebut
Karena perkembangan dan pertumbuhan korporasi dampaknya dapat menimbulkan efek negatif, maka
kedudukan korporasi mulai bergeser dari subjek hukum perdata menjadi subjek hukum pidana
178 perusahaan penangkapan ikan di Indonesia hanya 1-5% yang murni dimiliki Indonesia. Sisanya dimiliki
Thailand, Taiwan, dsb. Kejahatan perikanan sudah transnasional.74
pertanggungjawaban korporasi, bukan menggunakan teori seolah-olah korporasinya lah si pelaku lapangannya.” – Mas
Achmad Santosa
74 Ini yang ngomong ketua satgas illegal fishingnya langsung, Mas Achmad Santosa. Beliau tangan kanannya Menteri Kelautan
dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.
Di Belanda, penerapan prinsip ultimum remedium saat ini sudah mulai ditinggalkan penggunaannya.
Prinsip ultimum remedium75 vs premium remedium76
UAS materinya setelah UTS, tapi banyak materi yang terkait dengan bahan sebelum UTS
Pertanggungjawaban Korporasi
Bukan teori mana yang paling tepat, tapi tergantung kasusnya. Gunakan teori sesuai dengan tepat/tidaknya
diterapkan dalam suatu kasus
Kalau ada pelanggaran terhadap lingkup kerja diluar otoritas (misal melanggar SOP, melanggar perintah)
>> atasan bisa tidak bertanggung jawab
Kalau syarat-syarat diatas terpenuhi, masuklah korporasi ini bertanggung jawab
Pasal 118 UU PPLH, ada penjelasan >> mereka yang dipidana haruslah memiliki power dan acceptance
>> rujukan terhadap kriteria Slavenburg yang dipakai di Belanda untuk menentukan VL di Belanda (atasan
punya power tapi tidak digunakan dan tindak pidana tetap terjadi)
Little dan Savoline, sebagaimana dikutip oleh Sjahdeni, menjelaskan bahwa syarat di dalam identification
doctrine ini adalah:
- Perbuatan pegawai yang menjadi “directing mind” korporasi haruslah termasuk dalam kegiatan
(operation) yang ditugaskan kepadanya
- Tindak pidana yang dilakukan bukan merupakan kecurangan terhadap korporasi
- Tindak pidana tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan manfaat bagi korporasi
Kritiknya >> kalau pelakunya bukan atasan, nggak bisa pakai DL
3. Delegation Principle – DP
Kalau UU telah memberikan kewajiban kepada orang tertentu dan kemudian oleh UU pelanggaran
terhadap kewajiban itu dianggap sebagai tindak pidana. Orang yang punya kewajiban bertanggung jawab
secara penuh
80 Lord Reid dalam Tesco Supermarkets Ltd v. Nattrass “A living person has a mind which can have knowledge or intention or
be negligent and he has hands to carry out his intentions. A corporation has none of these... Then the person who acts is not
speaking or acting for the company. He is speaking as the company and his mind... is the mind of the company...”
81 Di Australia dan New Zealand, “directing mind of company” ini disebut sebagai “controlling officers”, yaitu seseorang yang
berpartisipasi di dalam pengawasan korporasi dalam kapasitasnya sebagai direktur, manager, sekretaris, atau pegawai lain
yang setingkat
Manager melanggar instruksi tersebut, tetapi pemilik tetap dianggap bertanggung jawab melanggar
Metropolitan Police Act, karena dianggap telah memberikan delegasi kepada manager
Baik tindakan maupun mens rea pelaku, dapat dikenakan kepada pemegang izin, sebagai konsekuensi dari
delegasi yang dilakukannya82
Mirip dengan Vicarious Liability (sama-sama diperlukan mens rea pada orang pelaku). Bedanya adalah
bahwa dalam vicarious liability tidak terjadi pelanggaran atas perintah atasan.
Menurut Pinto dan Evans, pemidanaan berdasarkan prinsip pendelagasian bersifat personal (bukan
vicarious), karena yang dianggap melanggar kewajiban adalah pemilik izin (orang yang mendelegasikan)
4. Aggregation Model – AM
Pertanggungjawaban korporasi didasarkan pada penjumlahan (aggregation) dari “state of mind” atau
“culpability” dari tiap individu yang mewakili korporasi (representatives)83
Contoh Kasus:
US v. Bank of New England
- Ada aturan bahwa terdapat kewajiban dari bank untuk memberikan laporan apabila bank
melakukan transaksi mata uang melebihi batas tertentu
- Seorang pegawai mengetahui aturan ini, tetapi tidak mempedulikannya (karena tidak tahu ada
transaksi yang melebihi batas).
- Pegawai lain mengetahui ada transaksi ini, tetapi tidak tahu adanya aturan tentang pelaporan
Kesimpulan
- Bank (perusahaan) dianggap tahu semuanya, karenanya dianggap bertanggungjawab atas
kegagalan melakukan pelaporan84
Contoh Lain
- Ada manager pengelolaan limbah, dia tahu perusahaan mendapat sanksi administrasi karena
adanya “saluran siluman”
- Direkturnya beralasan bahwa dirinya tidak tahu kalau perusahaan ada praktek melanggar hukum.
Saya juga tidak tahu bahwa perusahaan telah memperoleh sanksi adminstrasi.
- Korporasi bisa dipidana, karena apa yang tidak diketahui direktur, korporasi dianggap tahu.
Direktur mengakui ada pelanggaran SOP oleh anak buah
Kalau pelaku faktual dijerat nanti seperti kebakaran hutan (orang kampung yang membakar ditangkap,
kalau korporasinya nggak ditangkap ya nanti kayak Indonesia), menurut AGW harus keduanya yang dijerat
pidana.
5. Corporate Culture – CC
Pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan korporasi yang mempengaruhi cara korporasi menjalankan
usahanya
Korporasi bertanggungjawab atas tindak pidana pegawai, apabila pegawai ini meyakini bahwa orang yang
memiliki kekuasaan di dalam korporasi telah memberinya wewenang atau mengizinkan dilakukannya
tindak pidana tersebut
82 Delegasi disini dalam konteks mempercayakan kepada orang lain, sehingga akibat dari perbuatan orang lain ini menjadi
tanggung jawab si pemberi delegasi (mirip mandat pada konsep HAN), Lord Parker: prinsip delegasi digunakan hanya jika
diperlukan pembuktian mengenai mens rea
83 Agregasi ini tidak berarti benar-benar menjumlahkan semua pikiran, tetapi adalah membandingkan pikiran satu orang
dengan orang lainnya.
84 Ajaran ini mulai mengarah pada lahirnya pertanggungjawaban korporasi yang bersifat organisasional (dalam ajaran
sebelumnya, pertanggungjawaban lahir dari pertanggungjawaban atas tindakan individual)
Koporasi yang bertanggung jawab. Tunjukkan setidaknya ada perbuatan berulang untuk menunjukkan
culturenya85
Dalil bencana alam >> Act of God, syaratnya 4, kumulatif kemungkinan besar keluar di soal UAS (ada di bagian
penegakan hukum perdata)
85 Culture disini dalam artian kebiasaan yang sudah terjadi berulang di korporasi, misalnya korporasi menginstruksikan
pegawainya untuk membuang limbah di sungai sembari mengatakan kalau perbuatan tersebut tidak apa-apa, tidak masalah,
dsb.
86 Membuka lahan gambut berbeda dengan membuka lahan biasa (nggak pakai B3 di Pasal 88 UU PPLH). Membuka lahan
gambut saja sudah berbahaya, melepaskan emisi, menjadi daerah yang rentan terhadap kebakaran, sudah pasti
ekosistemnya rusak >> ini sudah termasuk dalam tindakan abnormaly dangerous activity. Boleh nggak? Boleh, lawful, tapi
bukan berarti tindakan tersebut menjadi no risk at all. Logikanya sama seperti mau bangun reaktor nuklir. UU membolehkan,
tapi resikonya pasti tetap ada mau seaman apapun.
87 Karena ada yang bilang SL adalah pertanggungjawaban tanpa pembuktian, SL tanpa perlu pengadilan , SL hanya untuk laut,
orang Unpad ini yang bilang, ngaco semua. Ada juga yang bilang kebakaran hutan nggak bisa SL karena nggak menghasilkan
B3 di Pasal 88 UU PPLH, makin ngaco semua.
88 Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan, tetapi kesalahan diasumsikan sudah terbukti sehingga tidak perlu lagi
membuktikan kesalahan
Perbuatan mengakibatkan atau menimbulkan resiko (ancaman) munculnya pencemaran atau kerusakan
lingkungan yang sangat serius. UU sekarang apabila menimbulkan pencemaran sudah bisa dipidana, nggak
perlu ditunjukkan melanggar syarat administrasi atau sudah memenuhi, intinya bikin pencemaran sudah bisa
dipidana. Yang dipidana adalah akibatnya, administrative independent >> ditunjukkan dengan tidak dimuatnya
lagi unsur melawan hukum (dihilangkan dengan sengaja)
Vague Norms
Inggris & Belanda >> pelanggaran terhadap duty of care dipidana, Pasal 67 UU PPLH pasal karet karena
nggak ada sanksinya
Mens Rea89
Amanda Pinto >> hilangnya mens rea akan menjadi SL
Tanya orang-orang pidana, ada SL di pidana, yaitu pidana tanpa mens rea
Karena ada perbedaan konsep kesalahan (subjektif dan objektif) perdata dan pidana beda
Pasal 108 dan 69 UU PPLH >> kayaknya sih perlu dibuktikan mens rea
Pasal 100 UU PPLH >> nggak perlu dibuktikan dengan sengaja atau karena lalai, melampaui baku mutu ya
udah termasuk tindak pidana
Pasal 108 UU PPLH >> delik formil90
Membakar hutan saja tidak masalah sebenarnya, tapi membakar hutan untuk membuka lahan yang termasuk
pidana91
Kalau lahan sudah terbuka, lalu membakar, bukan tindak pidana92
UU Perkebunan yang baru >> membakar hutan untuk membuka atau mengolah lahan bisa kena
89 Mental state atau state of mind dari si pelaku, secara literal kalau di Indonesia disebut sebagai niat. Kadang disebut juga
bahwa tindakan atau perbuatan fisik (actus reus) harus dibarengi dengan adanya niat atau kesengajaan (mens rea) sehingga
dapat dikatakan ada kesalahan. Lamintang di pidana bilang mens rea sebagai unsur subjektif, akhirnya dapat dikatakan ada
unsur kesalahan >> butuh rujukan lain, ini pendapat pribadi soalnya.
90 AGW yang bikin rumusan pasalnya
91 Ini adalah salah satu kelemahan dalam rumusan pasal UU PPLH, bahwa yang dipidana hanyalah pembukaan lahan dengan
cara dibakar. Kalau udah jadi perkebunan sawit lalu mau menanam kembali dengan cara membakar dulu sawit yang sudah
ada? >> nggak termasuk rumusan “membuka lahan dengan cara dibakar” >> tidak dipidana, padahal bisa jadi menimbulkan
efek yang sama dengan membuka lahan dengan cara dibakar seperti kabut asap.
92 Inilah mengapa seringkali didalilkan kalau pembakaran yang terjadi bukan untuk membuka lahan. Kalau lahannya sudah
dibuka, sudah ditanami sawit, lalu selesai panen dan mau replantting lagi apakah masih masuk dalam kualifikasi “membuka
lahan dengan cara membakar”? kan lahannya sudah dibuka? Inilah yang kemudian menjadi kritik dan perbaikan dalam UU
Perkebunan yang baru.
kekayaannya. Beda cakupan dengan Pasal 194 UNCLOS (umum, dari sudut pandang negara
melindungi lingkungan) >> harusnya pakai konteks negara yang melindungi lingkungan