Pendahuluan
Salah satu ciri khusus industri farmasi adalah merupakan salah satu industri yang berisiko tinggi.
Obat, sebagai produk yang dihasilkan oleh industri farmasi, baik dalam proses pembuatannya
penggunaan maupun komponennya mengandung risiko pada tingkatan yang berbeda. Risiko
terhadap mutu obat “hanyalah” salah satu komponen dari keseluruhan resiko. Prinsip utama dari
Manajemen Risiko adalah bahwa mutu produk hendaklah dipertahankan selama siklus-hidup
produk agar atribut penting bagi mutu produk tetap konsisten dengan yang digunakan dalam uji
klinis.
1. Mengandung kuantitas masing-masing bahan aktif sesuai dengan persyaratan pada etiket,
yang masih dalam nilai batas sesuai dengan spesifikasinya.
2. Mengandung kuantitas bahan aktif yang sama, dalam setiap satuan takaran obat. Tidak
boleh mengandung bahan lain, yang tidak dinyatakan secara jelas.
3. Sampai saat digunakan oleh penderita, tetap terjaga potensi, penampilan dan ketersediaan
terapeutikanya untuk tujuan pengobatan.
4. Pada saat digunakan, melepaskan bahan aktif agar supaya tercapai secara penuh
ketersediaan biologisnya.
Suatu pendekatan Manajemen Risiko Mutu yang efektif dapat lebih menjamin :
Pengertian
Secara umum, RISIKO (risk) diartikan sebagai kombinasi kemungkinan terjadinya kejadian
yang membahayakan (harm) dan tingkat keparahan (severity) dari bahaya tersebut (ISO /EIC
Guide 51). Sedangkan Manajemen Risiko (risk management) didefinisikan sebagai aplikasi
sistematis terhadap kebijakan manajemen mutu, prosedur, serta penerapan sampai tugas
penilaian, pengendalian, komunikasi dan peninjauan resiko. Manajemen Risiko Mutu (Quality
Risk Management) diartikan sebagai proses sistematik untuk penilaian, pengendalian,
komunikasi serta pengkajian risiko mutu obat selama siklus-hidup produk (product lifecycle).
Dua prinsip utama dalam Manajemen Risiko Mutu :
1. Evaluasi risiko terhadap mutu hendaklah berdasarkan pengetahuan ilmiah dan dikaitkan
dengan perlindungan pasien sebagai tujuan akhir; dan
2. Tingkat usaha, formalitas, dan dokumentasi pengkajian risiko mutu hendaklah setara
dengan tingkat risiko yang ditimbulkan
Merupakan tim interdisipliner yang khusus dibentuk untuk menangani Pengkajian Risiko
Terdiri dari tenaga ahli dari berbagai bidang yang dapat memberikan kontribusi dalam
pemecahan masalah
Dipimpin oleh seorang penanggung jawab yang berkewajiban untuk menetapkan proses
pengkajian, melibatkan sumber yang memadai dan mengkaji risiko mutu secara
menyeluruh
Manajemen Risiko Mutu mencakup proses sistematis yang dirancang untuk mengoordinasi,
memberi kemudahan dan membuat pengambilan keputusan lebih baik secara ilmiah dalam hal
risiko. Langkah yang mungkin digunakan untuk memulai dan merencanakan proses Manajemen
Risiko Mutu mencakup hal berikut:
Tetapkan masalah dan/atau risiko yang dipersoalkan, termasuk asumsi terkait yang
mengidentifikasi potensi risiko.
Kumpulkan latar belakang informasi dan/ atau data bahaya potensial, ancaman atau
pengaruh pada kesehatan manusia yang relevan untuk penilaian risiko.
Tentukan pemimpin dan sumber daya yang diperlukan.
Tetapkan batas waktu, hasil yang akan dilaporkan dan tingkat pengambilan keputusan
yang layak untuk proses manajemen risiko.
Penilaian Risiko
Penilaian risiko terdiri dari identifikasi bahaya, dan analisis serta evaluasi risiko terkait dengan
paparan bahaya (seperti yang dijelaskan di bawah ini). Penilaian risiko mutu dimulai dengan
penetapan masalah atau risiko yang dipersoalkan yang diuraikan dengan baik . Ketika risiko
yang dimaksud telah diuraikan dengan baik, perangkat manajemen mutu yang layak dan jenis
informasi yang diperlukan untuk mengarahkan pertanyaan tentang risiko akan lebih mudah
teridentifikasi. Sebagai bantuan untuk menguraikan secara jelas risiko untuk tujuan penilaian
risiko, berikut ini tiga pertanyaan dasar yang dapat dipakai:
1. Apa yang mungkin menjadi salah?
2. Probabilitas akan terjadi kesalahan?
3. Apa konsekuensi yang mungkin terjadi (tingkat keparahan)?
Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko mencakup pengambilan keputusan untuk mengurangi dan/ atau menerima
risiko. Tujuan pengendalian risiko adalah untuk mengurangi risiko sampai batas yang dapat
diterima. Tingkat usaha yang digunakan untuk mengendalikan risiko hendaklah sebanding
dengan signifikan risiko. Pembuat keputusan mungkin menggunakan proses yang berbeda,
termasuk analisis keuntungan-biaya, untuk memahami tingkat yang optimal terhadap
pengendalian risiko.
Pengendalian risiko terfokus pada pertanyaan di bawah ini:
– Apakah risiko tersebut melebihi tingkat yang dapat diterima?
– Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko?
– Apa keseimbangan yang layak antara keuntungan, risiko dan sumber daya?
– Apakah muncul risiko baru sebagai hasil identifikasi risiko yang sedang dikendalikan?
Kajian Risiko
Ketika proses Manajemen Risiko Mutu telah dimulai, proses tersebut hendaklah dilanjutkan
untuk digunakan dalam kejadian yang mungkin memberi dampak pada keputusan Manajemen
Risiko Mutu awal, baik kejadian tersebut direncanakan (misal, hasil pengkajian produk, inspeksi,
audit, pengendalian perubahan) maupun yang tidak direncanakan (misal, akar penyebab masalah
dari investigasi penyimpangan, penarikan kembali produk jadi).
Frekuensi pengkajian hendaklah didasarkan pada tingkat risiko.
Pengkajian risiko dapat termasuk mempertimbangkan kembali keputusan penerimaan risiko.
Industri farmasi dan Badan POM dapat menilai dan mengelola risiko dengan menggunakan
perangkat manajemen risiko dan/ atau prosedur internal (misal, prosedur tetap).
Flowchart
Check Sheets
Process mapping
Cause and Effect Diagrams (Ishikawa / fish bone / 6M)
FMEA merupakan teknik evaluasi tingkat keandalan dari sebuah sistem untuk menentukan efek
dari kegagalan dari sistem tersebut. Kegagalan digolongkan berdasarkan dampak yang diberikan
terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem.
Istilah-istilah yang digunakan dalam FMEA berbeda dengan yang digunakan dalam standar
manajemen risiko, tetapi pengertiannya sama. Istilah-istilah tersebut adalah :
Setelah diketahui semua daftar kesalahan yang mungkin terjadi maka dimulai menyusun dampak
dari masing-masing kesalahan tersebut. Untuk setiap kesalahan, dampak yang terjadi bisa hanya
satu, tetapi mungkin juga bisa lebih dari satu. Bila lebih dari satu maka semuanya harus
ditampilkan. Proses ini harus dilaksanakan dengan cermat dan teliti, karena apa yang terlewat
dari proses ini tidak akan mendapatkan perhatian untuk ditangani.
Kriteria dampak, kemungkinan dan deteksi ini harus ditetapkan terlebih dahulu. Kriteria mula-
mula secara kualitatif dan kemudian dibuat secara kuantitatif. Apabila bias langsung dibuat
secara kuantitatif akan lebih baik. Skala kriteria untuk ketiga jenis penilaian ini juga harus sama,
misalnya terbagi dalam skala 5 atau skala 10. Nilai 1 terendah dam nilai 5 atau 10 tertinggi.
Penilaian peringkat dari ketiga variabel yang dinilai dilakukan secara konsensus dan disepakati
oleh seluruh anggota tim.
Penilaian terhadap tingkat dampak adalah perkiraan besarnya dampak negatif yang diakibatkan
apabila kesalahan terjadi. Bila pernah terjadi maka penilaian akan lebih mudah, tetapi bila belum
pernah maka penilaian dilakukan berdasarkan perkiraan.
Saverity Level
Sama dengan langkah keempat, bila tersedia cukup data maka dapat dihitung probabilitas atau
frekuensi kemungkinan terjadinya kesalahan tersebut. Bila tidak tersedia maka harus digunakan
estimasi yang didasarkan pada pendapat ahli (expert judgement) atau metode lainnya.
Occurrence Level
Langkah ke-6 : menilai tingkat kemungkinan deteksi dari tiap kesalahan atau dampaknya
Penilaian yang diberikan menunjukkan seberapa jauh kita dapat mendeteksi kemungkinan
terjadinya kesalahan atau timbulnya dampak dari suatu kesalahan. Hal ini dapat diukur dengan
seberapa jauh pengendalian atau indikator terhadap hal tersebut tersedia. Bila tidak ada makan
nilainya rendah, tetapi bila indicator sehingga kecil kemungkinan tidak terdeteksi maka nilainya
tinggi.
Detection Level
Langkah ke-7 : hitung tingkat prioritas risiko (RPN) dari masing-masing kesalahan dan
dampaknya
Total nilai RPN ini dihitung untuk tiap-tiap kesalahan yang mungkin terjadi. Bila proses tersebut
terdiri dari kelompok-kelompok tertentu maka jumlah keseluruhan RPN pada kelompok tersebut
dapat menunjukkan bahwa betapa gawatnya kelompok proses tersebut bila suatu kesalahan
terjadi. Jadi terdapat tingkat prioritas tertinggi untuk jenis kesalahan dan jenis kelompok proses.
Langkah ke-8 : urutkan prioritas kesalahan yang memerlukan penanganan lanjut
Setelah dilakukan perhitungan RPN untuk masing-masing potensi kesalahan maka dapat disusun
prioritas berdasarkan nilai RPN tersebut. Apabila digunakan skala 10 untuk masing-masing
variable maka nilai tertinggi RPN adalah = 10 x 10 x 10 = 1000. Bila digunakan skala 5, maka
nilai tertinggi adalah = 5 x 5 x 5 =125. Terhadap nilai RPN tersebut dapatdibuat klasifikasi
tinggi, sedang dan rendah atau ditentukan secara umum bahwa untuk nilai RPN di atas 250 (cut-
off points) harus dilakukan penanganan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan
dan dampaknya serta pengendalian deteksinya. Penentuan klasifikasi atau nilai batas penanganan
ditentukan oleh kepala tim atau oleh manajemen sesuai dengan jenis proses yang dianalisis.
Idealnya semua kesalahan yang menimbulkan dampak tinggi harus dihilangkan sepenuhnya.
Penanganan dilakukan secara serentak untuk ketiga aspek, yaitu meningkatkan kemampuan
untuk mendeteksi kesalahan, mengurangi dampak kesalahan bila terjadi.
Langkah ke-10 : hitung ulang RPN yang tersisa untuk mengetahui hasil dari tindak lindung yang
dilakukan.
Segera setelah tindak lindung risiko dilaksanakan, harus dilakukan pengukuran ulang atau
perkiraan nilai deteksi, nilai dampak dan nilai kemungkinan timbulnya kesalahan. Setelah itu
dilakukan perhitungan nilai tingkat prioritas risiko kesalahan tadi. Hasil tindak lindung tadi harus
menghasilkan penurunan nilai RPN yang cukup signifikan ke tingkat yang cukup aman. Bila
belum tercapai maka tetap perlu dilakukan tindak lindung lebih lanjut.
Bagan FMEA
Abstract
Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan yang banyak mengandung risiko, salah satunya
adalah risiko biaya. Biaya adalah salah satu komponen penting dalam pelaksanaan proyek
konstruksi gedung selain sumber daya material, pekerja dan waktu. Penggunaan biaya yang
melebihi anggaran yang ditentukan merupakan pembengkaan biaya terhadap anggaran tersebut,
sehingga akan merugikan Perusahaan. Agar pembengkaan ini tidak terjadi, maka kontraktor
perlu mengetahui faktor-faktor dominan yang menyebabkan terjadinya penyimpangan biaya.
Analisis faktor resiko biaya pada tahap pelaksanaan proyek konstruksi gedung ini merupakan
penelitian deskriptif yang bertujuan untuk dapat mengetahui faktor-faktor dominan yang
menyebabkan pembengkaan biaya. Penelitian dilakukan di Surakarta dan data diperoleh melalui
survei kuesioner dengan responden yang diteliti adalah kontraktor yang pernah terlibat dalam
pelaksanaan pembangunan konstruksi gedung. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif. Untuk mengetahui keakuratan data dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Untuk mengetahui faktor dominan yang dapat mengakibatkan pembengkaan biaya
dilakukan analisis mean dan analisis faktor. Faktor-faktor dominan yang dapat menimbulkan
resiko pembengkaan biaya pada tahap pelaksanaan konstruksi gedung yang pertama adalah
Faktor perencanaan dan profesionalisme yang terdiri dari spesifikasi material yang kurang jelas,
metode pelaksanaan yang kurang tepat, keterlambatan pengadaan material di lapangan,
pengetahuan dan pengalaman subkontraktor yang kurang, kesalahan dan keterlambatan dalam
pengambilan keputusan, teknik dan metode estimasi yang kurang tepat, Kurangnya kedisiplinan
kerja. Yang kedua adalah Faktor lingkungan dan estimasi yang terdiri dari terjadi huru-hara,
lingkungan proyek yang tidak aman, dan Kecakapan estimator. Yang ketiga adalah Faktor
material yang terdiri dari kelangkaan material di pasaran dan kelemahan dalam perencanaan
logistik. Faktor paling dominan yang dapat menimbulkan resiko pembengkaan biaya pada tahap
pelaksanaan konstruksi gedung adalah Faktor Perencanaan dan Profesionalisme sebesarnya
35,21 %, selanjutnya Faktor Lingkungan dan Estimasi besarnya 21,47 % kemudian Faktor
Material sebesar 10,04 %.
LATAR BELAKANG
Dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi di Indonesia, ditemui banyak kegagalan konstruksi
(failure constructions) dengan penyebabnya salah satunya akibat pelaksanaan konstruksi yang
tidak sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan. Kejadian runtuhnya jembatan kukar
(samarinda) baru-baru ini, rusak dan runtuhya beberapa bangunan sekolah yang baru di bangun,
dan lain sebagainya menunjukan masih rendahnya kepedulian terhadap pelaksanaan konstruksi
yang memenuhi kualitas yang diharapkan. Dan dari hasil penyelidikan, kegagalan konstruksi
banyak disebabkan karena tidak diterapkannya standar kualitas pelaksanaan konstruksi dan tidak
sesuainya mutu hasil pekerjaan yang mana secara umum tidak mengikuti arahan mutu
sebagaimana diatur dalam dokumen spesifikasi teknis masing-masing pekerjaan.
“Mutu adalah sifat dan karakterisk produk atau jasa yang membuatnya memenuhi kebutuhan
pelanggan atau pemakai (customers).”
Sementara definisi lain untuk mutu yang sering diasosiasian dengan proyek adalah fitness for
use. Istilah ini disamping mempunyai arti seperti yang diuraikan diatas, juga memperhatikan
masalah tersediaya produk, kehandalan dan masalah pemeliharaan.
Definisi diatas tentunya akan sangat bervariasi tergantung pada masing-masing bidang usaha
maupun industri. Akan tetapi secara umum ada 4 (empat) spektrum mutu/kualitas yakni kualitas
perencanaan (quality planning), pemantauan kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality
assurance) dan pengembangan kualitas (quality improvement).[2]
Suatu perusahaan dapat menjaga dan mengembangkan konsumennya, bilamana perusahaan dapat
mengerti dan memahami tuntutan dan kebutuhan konsumen saat ini dan mendatang, sehingga
berusaha memenuhi kebutuhan dan mencoba memenuhi ekspetasi konsumen adalah kuncinya.
2. Kepemimpinan (Leadership)
Para pemimpin dalam setiap unit dalam suatu organisasi perusahaan (penyedia jasa konstruksi)
menyiapkan dan diarahkan untuk mengembangkan budaya kualitas. Mereka harus dapat
mengkreasikan dan memelihara budaya kualitas dalam setiap lingkungan internal yang
dipimpinnya, mendorong setiap anggota timnya untuk mencapai tujuan perusahaan yakni
pencapaian target kualitas/mutu pekerjaan, dan dalam hal ini mencapai mutu/kualitas pekerjaan
konstruksi.
Setiap individu baik karyawan maupun pemimpin pada setiap level perusahaan jasa konstruksi
harus memahami budaya manajemen kualitas. Setiap individu harus berusaha mengembangkan
segala kemampuan dan kemungkinan yang dapat digunakan bagi keuntungan perusahaan.
Hasil yang buruk dapat dikurangi bila setiap aktivitas dan kebutuhan sumber daya (manusia,
material/bahan/alat, waktu) dikelola dalam suatu organisasi perusahaan sebagai suatu proses.
Suatu organisasi perusahaan dapat efektif dan efisien dalam mengembangkan target dan tujuan
mutu/kualitas yang merupakan kontribusi dari tahap identifikasi, pemahaman dan pengelolaan
semua proses yang saling terkait sebagai suatu sistem.
Salah satu target tujuan kualitas/mutu secara permanen dari suatu organisasi adalah terus
mengembangkan kinerja pencampaian mutu semua aktivitasnya.
Keputusan-keputusan yang efektif adalah beranjak dari dari analisis data dan informasi yang
benar.
Sejak hubungan antara suatu perusahaan (penyedia jasa konstruksi) dan supliernya adalah
interdependent, maka perlu dikembangkan hubungan yang saling menguntungkan diantara
keduanya untuk memungkinkan pengembangan meningkatkan value keduanya.
8 (delapan) prinsip dasar ini berbasis pada Quality Management System (QMS) standard
dalam ISO 9001:2008.[4]
Pengelolaan mutu (Quality Management) bertujuan mencapai persyaratan mutu proyek pada
pekerjaan pertama tanpa adanya pengulangan (to do right things right the first time) dengan cara-
cara yang efektif dan ekonomis. Pengelolaan mutu proyek konstruksi merupakan unsur dari
pengelolaan proyeks secara keseluruhan, yang antara lain adalah sebagai berikut:
Perlu juga dipahami bahwa penanganan masalah mutu dimulai sejak awal sampai proyek
dinyatakan selesai. Pada priode tersebut penyelenggaraan proyek dibagi menjadi pekerjaan
spesifik, yang kemudian diserahkan kepada masing-masing bidang/unit sesuai keahlian. Jadi
semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama untuk menjaga kualitas/mutu, bila
melaksanakan tugasnya dengan benar dan tepat dari segi mutu. Atau dengan kata lain harus
selalu berorientasi kepada mutu.
Penjaminan mutu (QA) adalah semua perencanaan dan langkah sistematis yang diperlukan untuk
memberikan keyaknian bahwa instalasi atau sistem yang akan diwujudkan dapat beroperasi
secara memuaskan. Sedangkan pengendalian mutu (QC) adalah bagian dari penjaminan mutu
yang memberikan petunjuk dan cara-cara untuk mengendalikan mutu material, struktur,
komponen atau sistem agar memenuhi keperluan yang telah ditentukan.
Jadi Pengendalian Mutu (QC) meliputi tindakan-tindakan yang berupa: pengetesan, pengukuran
dan pemeriksaan apakah kegiatan-kegiatan engineering/konstruksi dan kegiatan lainnya telah
memenuhi dan sesuai dengan kriteria yang digariskan. Dalam konstruksi kriteria ini berupa SNI,
maupun standar internasional yang berlaku untuk setiap bahan dan pekerjaan konstruksi,
misalnya acuan-acuan dalam pelaksanaan konstruksi meliputi sebagai berikut:
Inspeksi dan pengetesan dilakukan secara konfrehensif, dan dalam konteks ini dimaksudkan
dengan inspeksi adalah mengkaji karakteristik obyek dalam aspek mutu, dalam hubungannya
dengan suatu standar yang ditentukan, misalnya standar SNI diatas. Dengan tahapan sebagai
berikut:
C. PENGENDALIAN MUTU
KONSTRUKSI
Masalah mutu/kualitas dalam proyek konstruksi erat hubungannya dengan masalah-masalah
berikut:
Material konstruksi, yang umumnya tersedia ataupun dapat dibeli di lokasi atau sekitar lokasi
proyek.
Peralatan (equipment), yang dibuat di pabrik atas dasar pesanan, seperti kompresor, generator
mesin-mesin, dlsb. Peralatan demikian umumnya diangkut dari jarak jauh untuk sampai ke lokasi
proyek.
Pelatihan dan sertifikasi tenaga konstruksi, misalnya melatih ahli mengelas, pertukangan,
mandor dlsb.
Pengendalian proyek konstruksi mencakup dan tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
Hubungan antara fungsi-fungsi manajemen dan faktor-faktor yang menjadi ukuran suksesnya
perencanaan dan pengendalian termasuk pengendalian mutu dapat dilihat pada gambar 2.
Merupakan kewajiban penyedia jasa konstruksi untuk menyiapkan rencana pengawasan kualitas
dan kepastian kualitas. Rencana pengawasan kualitas dan kepastian kualitas/Quality Control dan
Quality Assurance/QA-QC meliputi kegiatan berikut:
Penyedia jasa konstruksi (kontraktor) harus mendapatkan persetujuan dari wakil pemberi kerja
mengenai QA-QC untuk seluruh pekerjaan yang menjelaskan seluruh prosedur, instruksi,
rekaman-rekaman, dan personil yang digunakan untuk memastikan dan mengontrol kualitas
pekerjaan.
Rencana QA/QC harus diajukan penyedia jasa konstruksi (kontraktor) kepada wakil pemberi
kerja sebelum rapt mulainya proyek. Penyedia jasa konstruksi (kontraktor) harus menyajikan
kepada wakil pemberi kerja rencana pengawasan kualitas yang akan dilaksanakannya. Rencana
QA/QC tersebut harus disetujui oleh wakil pemberi kerja agar sesuai dengan yang diharapkan.
Gambar 2. Alur Kerja Pelaksanaan Konstruksi (Pada Proyek Pemerintah/Swasta)
1. QA/QC manajer
Penyedia jasa konstruksi (kontraktor) harus menunjuk seorang QA/QC manajer sebelum
pekerjaan konstruksi dilaksanakan. QA/QC manajer akan bertaggung jawab terhadap
pelaksanaan dan keberlangsungan rencana pengawasan kualitas. Orang yang ditunjuk oleh
penyedia jasa konstruksi (kontraktor) sebagai QA/QC manajer harus disetujui oleh wakil
pemberi kerja. QA/QC manajer akan melaporkan pekerjaannya langsung kepada Manajer proyek
dari penyedia jasa konstruksi (kontraktor).
Penyedia jasa konstruksi (kontraktor) harus memberi tahukan kepada wakil pemberi kerja secara
tertulis segala usulan perubahan pada rencana pengawasan kuaitas. Perubahan yang dibuat pada
rencana pengawasan kuaitas tidak boleh dilaksanakan sebelum persetujuan tertulis dari wakil
pemberi kerja.
1. Pengendalian Kualitas
Pekerjaan pelaksanaan konstruksi dimulai dari pekerjaan tanah sampai pada konstruksi akan
dikendalikan dengan memberikan pengawasan, arahan, bimbingan dan instruksi yang diperlukan
kepada penyedia jasa konstruksi (kontraktor) guna menjamin bahwa semua pekerjaan
dilaksanakan dengan baik, tepat kualitas. Aspek-aspek pengendalian mutu yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaan konstruksi antara lain meliputi :
2. Pengendalian Kuantitas
Setelah pekerjaan memenuhi persyaratan baik secara kualitas maupun persyaratan lainnya, maka
pengukuran kuantitas dapat dilakukan agar volume pekerjaan dengan teliti/akurat yang disetujui
oleh konsultan sehingga kuantitas dalam kontrak adalah benar diukur dan mendapat persetujuan
dari konsultan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda
yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan,
teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan
segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia,
staff, dan organisasi).
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi
menjadi
Risiko Operasional
Risiko Hazard
Risiko Finansial
Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi
Korporasi (Enterprise Risk Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring
dan evaluasi.
Ada banyak definisi tentang resiko, resiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan
ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang
diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Manajemen resiko adalah proses
pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang
dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko,
mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko
tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab
fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian serta tuntutan hokum).
(Wikipedia).
Adapun Pengertian manajemen resiko menurut beberapa ahli :
Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam
resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan
memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer
resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk
mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen, 1997).
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan
menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko
(Uher,1996).
Pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko dibagi menjadi 3 stage utama, yaitu
(Soeharto, 1999):
1. Identifikasi resiko
2. Analisa dan evaluasi resiko
3. Respon atau reaksi untuk menanggulangi resiko tersebut
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah
terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain
sebagai berikut ini (Darmawi, 2005, p. 13).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
ANALISIS RISIKO
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas yang
idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi. Karena
dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian
(uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada
suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :
1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu pada
kondisi tertentu (William & Heins, 1985).
2. Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).
3. Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya
(Siahaan, 2007).
Macam Risiko
Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor
ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam risiko.
Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya, yaitu lain:
b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat
menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan, pencurian,
dan sebagainya.
a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang
terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian
kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko spekulatif
yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. Misalnya risiko
kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko
mismanagement, dan sebagainya.
b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar
perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan
sebagainya.
Selain macam – macam risiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga mengemukakan
beberapa macam risiko yang lain, diantaranya :
1. Risiko Statis dan Risiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah karena
perubahan waktu)
a. Risiko Statis. Yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh risiko
spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil. Contoh risiko murni statis :
Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak (secara
random).
b. Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber risiko dinamis : urbanisasi,
perkembangan teknologi, dan perubahan undang – undang atau perubahan peraturan pemerintah.
a. Risiko Subyektif
Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu – ragu atau cemas
akan terjadinya kejadian tertentu.
b. Risiko Obyektif
Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata – rata) sesuai pengalaman.
Manajemen Risiko
Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses yang
dinamakan sebagai manajemen risiko. Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari berbagai
literatur yang didapat, antara lain :
a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor – faktor risiko secara sistematis
diidentifikasi, diukur, dan dicari
c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam
mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko sepanjang masa proyek.
c. Menangani risiko
d. Pengimplementasian
d. Membiayai risiko
e. Pengadministrasian program
c. Menangani risiko
c. Respon manajemen
d. Administrasi sistem
Selanjutnya, dalam penelitian ini akan dipakai tahapan – tahapan manajemen risiko yang
dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall (1990), dengan sedikit modifikasi, sehingga menjadi
sebagai berikut :
2. Respon manajemen
3. Administrasi system.
Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi
risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan
personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena
dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus
diidentifikasi.
Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada
risiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko
dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
a. Brainstorming
b. Questionnaire
c. Industry benchmarking
d. Scenario analysis
f. Incident investigation
g. Auditing
h. Inspection
i. Checklist
k. dan sebagainya
Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek, adalah :
2. Membuat checklist kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan
peringkat kerugian yang terjadi.
• Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan yang
hilang atau rusak.
• Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan
sebagainya.
b. Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain.
c. Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua,
pengangguran, sakit, dan sebagainya.
c. Risiko teknis
d. Risiko legal
d. Risiko pelaksanaan
e. Risiko ekonomi
c. Risiko manajemen
d. Risiko pasar
f. Risiko teknis
e. Risiko manajemen
e. Risiko fisik
Respon Manajemen
Setelah risiko – risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, kontraktor akan mulai
memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini didasarkan kepada sifat dan
dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri. Adapun tujuan dari strategi ini adalah
untuk memindahkan dampak potensial risiko sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol
terhadap risiko.
1. Menghindari risiko
3. Meretensi risiko
4. Mentransfer risiko
5. Asuransi
1. Menghindari risiko
Menghindari risiko merupakan strategi yang sangat penting, strategi ini merupakan strategi yang
umum digunakan untuk menangani risiko. Dengan menghindari risiko, kontraktor dapat
mengetahui bahwa perusahaannya tidak akan mengalami kerugian akibat risiko yang telah
ditafsir. Di sisi lain, kontraktor juga akan kehilangan sebuah peluang untuk mendapatkan
keuntungan yang mungkin didapatkan dari asumsi risiko tersebut.
Contohnya : seorang kontraktor yang ingin menghindari risiko politik dan finansial berkaitan
dengan proyek pada negara dengan kondisi politik yang tidak stabil, dapat menolak melakukan
tender proyek pada negara tersebut. Namun demikian, apabila kontraktor tersebut menolak untuk
melakukan tender, maka kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut juga
ikut menghilang.
Alternatif strategi yang kedua adalah mencegah risiko dan mengurangi kerugian. Strategi ini
secara langsung mengurangi potensi risiko kontraktor dengan 2 cara, yaitu :
2. Mengurangi dampak finansial dari risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi.
proyek, akan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian. Sebuah gedung yang dilengkapi
dengan sprinkler system, akan mengurangi dampak finansial, apabila gedung tersebut mengalami
kebakaran.
3. Meretensi risiko
Retensi risiko telah menjadi aspek penting dari manajemen risiko ketika perusahaan menghadapi
risiko proyek. Retensi risiko adalah perkiraan secara internal, baik secara utuh maupun sebagian,
dari dampak finansial suatu risiko yang akan dialami oleh perusahaan. Dalam mengadopsi
strategi retensi risiko ini, perlu dibedakan antara 2 jenis retensi yang berbeda.
1. Retensi risiko yang terencana (planned) adalah asumsi yang secara sadar dan sengaja
dilakukan oleh kontraktor untuk mengenali atau mengidentifikasi risiko. Dengan strategi seperti
itu, risiko dapat ditahan dengan berbagai cara, tergantung pada filosofi, kebutuhan khusus, dan
juga kapabilitas finansial dari kontraktor itu sendiri.
2. Retensi risiko yang tidak terencana (unplanned) terjadi ketika kontraktor tidak mengenali
atau mengidentifikasi kberadaan dari suatu risiko dan secara tidak sadar mengasumsi kerugian
yang akan muncul.
4. Mentransfer risiko
Pada dasarnya, transfer risiko dapat dilakukan, melalui negosiasi, kapanpun kontraktor menjalani
perencanaan kontraktual dengan banyak pihak seperti pemilik, subkontraktor ataupun supplier
material dan peralatan. Transfer risiko bukanlah asuransi. Biasanya, transfer risiko ini dilakukan
melalui syarat atau pasal – pasal dalam kontrak seperti : hold – harmless aggrement dan klausul
jaminan atau penyesuaian kontrak. Karakeristik esensial dari transfer risiko ini adalah dampak
dari suatu risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi, ditanggung bersama atau
ditanggung secara utuh oleh pihak lain selain kontraktor.
Contohnya : penyesuaian pada harga penawaran, dimana kompensasi ekstra akan diberikan
kepada kontraktor apabila terjadi perbedaan kondisi tanah pada suatu proyek.
5. Asuransi
Asuransi menjadi bagian penting dari program manajemen risiko, baik untuk sebuah organisasi
ataupun untuk individu. Asuransi juga termasuk di dalam strategi transfer risiko, dimana pihak
asuransi setuju untuk menerima beban finansial yang muncul dari adanya kerugian. Secara
formal, asuransi dapat didefinisikan sebagai kontrak persetujuan antara 2 pihak yang terkait
yaitu : pengasuransi (insured) dan pihak asuransi (insurer). Dengan adanya persetujuan tersebut,
pihak asuransi (insurer) setuju untuk mengganti rugi kerugian yang terjadi (seperti yang
tercantum dalam kontrak) dengan balasan, pengasuransi (insured) harus membayar sejumlah
premi tiap periodenya.
Administrasi sistem
Administrasi sistem adalah tahapan terakhir dari program manajemen risiko. Manajer risiko
harus mengandalkan kemampuan manajerialnya untuk mengkoordinasi, mengarahkan,
mengorganisasi, memotivasi, memfasilitasi dan menjalankan organisasi menuju rencana
penanganan risiko yang rasional dan terintegrasi. Menurut William, Smith, Young (1995), ada 5
hal manajerial penting yang dihadapi oleh seorang manajer risiko, yaitu :
4. Pengawasan klaim.
Proses manajemen risiko harus dilakukan oleh semua pihak dalam suatu organisasi. Namun,
dengan demikian banyaknya pihak yang terlibat, akan sangat mudah untuk terjadinya
miskomunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan dan prosedur pelaksanaan proses
manajemen risiko yang formal, yang sesuai dengan misi atau tujuan dari program manajemen
risiko dan sejalan dengan misi organisasi tersebut.
Menurut William, Smith, Young (1995), untuk menyusun kebijakan dan prosedur program
manajemen risiko tersbut, dibutuhkan beberapa tahapan, yaitu :
Perusahaan harus menyusun statement kebijakan manajemen risiko yang berisi tentang misi dan
tujuan dari program manajemen risiko.
2. Organisasi
Perusahaan sebaiknya menyusun sebuah organisasi atau departemen khusus, yang menangani
masalah manajemen risiko.
2. Manajemen informasi
Supaya proses manajemen risiko dapat berlajan secara lancar, proses pengkomunikasian risiko
yang terjadi pada suatu proyek, harus dilakukan dengan lancar pula. Karena pentingnya
informasi risiko ini, maka manajemen informasi juga berperan sangat penting untuk
kelangsungan proses manajemen risiko. Manajemen informasi dapat digunakan sebagai basis
dari segala buku text mengenai komunikasi dalam organisasi. Ruang lingkup manajemen
informasi pada program manajemen risiko :
1. Komunikasi risiko
Proses pengkomunikasian informasi (dalam hal ini, risiko) yang mengalir dari dan menuju ke
manajer risiko.
Penggunaan teknologi masa kini yang dapat membantu jalannya proses manajemen informasi
dalam rangka melakukan manajemen risiko pada suatu proyek.
3. Proses pelaporan manajemen risiko
Isi dan bentuk formal dari proses pelaporan risiko yang dilakukan oleh pihak – pihak yang terkait
dalam proses manajemen risiko.
3. Manajemen kontrak
Dalam pelaksanaannya, manajemen risiko juga membutuhkan system manajemen kontrak, yaitu
suatu proses untuk mengatur semua perkara mengenai kontrak, seperti : penawaran, asuransi, dan
sebagainya. William, Smith, Young (1995), memaparkan bahwa, manajemen kontrak
1. Mengatur hubungan dan kontrak – kontrak dengan agen asuransi dan broker.
2. Mempersiapkan dokumen atau kontrak penawaran untuk layanan jasa pihak ketiga.
4. Memberikan garansi atau menjamin rencana pembiayaan risiko dengan pihak ke tiga.
4. Pengawasan klaim
Seorang manajer risiko, juga harus dapat berperan dalam manajemen atau pengawasan klaim.
Apabila suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada suatu proyek, dan pihak kontraktor
mengajukan klaim pada perusahaan asuransi, manajer risiko mempunyai tanggungjawab untuk
bernegosiasi dengan utusan dari pihak asuransi dan mengumpulkan informasi yang berkaitan
dengan klaim tersebut.
Ada beberapa macam klaim yang harus ditangani oleh manajer risiko, antara lain :
Klaim yang terjadi apabila ada suatu kerugian pada suatu proyek dan kontraktor mengajukan
klaim pada pihak asuransi.
Klaim yang terjadi akibat kecelakaan yang dialami oleh pihak ketiga (misalnya : konsumen jatuh
di tempat parkir yang licin).
3. Klaim yang berkaitan dengan sumber daya manusia
Klaim yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam sebuah perusahaan.
Untuk mengetahui seberapa berhasil, manajemen risiko yang telah dijalankan, perlu dilakukan
suatu proses untuk memonitor dan mengkaji ulang program manajemen risiko yang telah
dijalankan. Dengan adanya proses pemantauan dan penkajian ulang ini, kontraktor dapat
mengetahui sejauh manaproses manajemen risiko yang telah dijalankan. Selain itu, dengan
proses tersebut, kontraktor dapat melihat kesalahan – keslahan atau kekurangan – kekurangan
yang terjadi selama proses manajemen risiko, sehingga kontraktor dapat memperbaiki
kekurangannya dan tidak melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya.
Untuk melakukan proses pemantuan kegiatan manajemen risiko, beberapa hal harus dilakukan :
Pemantauan akan proses manajemen risiko yang dijalankan harus dilakukan secara terus –
menerus, sehingga terdapat kesinambungan antara data – data yang didapatkan.
2. Audit program
Proses audit program manajemen risiko harus dijalankan untuk memverifikasi sistem
pemantauan dan pelaporan berkala. Audit program dapat digunakan sebagai evaluasi untuk
manajer risiko dan fungsi manajemen risiko, serta menyediakan masukan yang obyektif untuk
pengembangan program.
Resiko adalah bagian penting dari sebuah pelaksanaan terhadap manajemen resiko karena resiko
adalah obyek yang menjadi akar teori dan permasalahan yang digunakan untuk mengembangkan
teknik-teknik dan analisa dalam menanggulangi resiko itu sendiri. Persepsi dan definisi terhadap
resiko berbeda-beda tergantung dari kepercayaan seseorang, kelakuan penilaian dan perasaan
dan juga termasuk faktor-faktor pendukung antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman
praktis di lapangan, karakterisitik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan
sekitar.
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan
menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk
mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, memperkirakan dampak yang
ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko.
Rumah sehat sederhana adalah tempat kediaman yang layak dihuni, yang dibangun
menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar
kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan
mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi local meliputi potensi fisik seperti bahan
bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal, dan
cara hidup dan harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau sedang
(Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia, 2002).
1. Identifikasi Resiko
Langkah yang utama dan paling penting dalam menghadapi resiko adalah dengan
mengidentifikasikannya. Banyak pembuat keputusan meyakini bahwa prinsip yang baik dalam
manajemen resiko berasal dari tahap identifikasi daripada tahap analisa. Hal ini dikarenakan
identifikasi resiko mencakup perincian pemeriksaan strategi proyek, melalui resiko potensial
mana yang bisa ditemukan dan kemungkinan disusunnya respon.
Untuk mengetahui seberapa besar dampak dan frekuensi dari identifikasi resiko, yang harus
dilakukan adalah dengan pengumpulan data untuk proses manajemen risiko. Data bisa diperoleh
melalui database perusahaan, namun apabila tidak bisa didapat dari database, bisa juga diambil
dari pengalaman masa lalu.
Data yang diambil merupakan sebuah asumsi prosentase atas sebuah resiko yang dapat terjadi
dalam sebuah item pekerjaan yang diangggap beresiko.
Hal ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar dampak yang dapat diakibatkan dan
mengetahui frekuensi terjadinya resiko yang telah teridentifikasi tersebut.
3. Penanganan Resiko
Penanganan resiko adalah elemen terakhir dalam pendekatan manajemen resiko berupa sebuah
atau serangkaian tindakan yang menjadi bagian dari para pembuat keputusan untuk menangani
segala resiko yang ada. Berbagai cara penanganan yang mungkin dilakukan oleh kontraktor
rumah sehat sederhana adalah:
▪ Asuransi
▪ Menunda proyek
▪ Memasukkan klausa yang sesuai dalam tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan keterlambatan
untuk rencana kontingensi di dalam kontrak
▪ Mengadopsi program safety control, manajemen sistem, pengawasan dan pencegahan yang
sesuai
1. Perusahaan memutuskan untuk tidak menambah utang baru untuk membangun kembali
gedung yang terbakar berserta asetnya, namun menerbitkan saham baru. Penerbitan saham baru
ini tidaklah murah karena perusahaan harus mengeluarkan underwriting fees. Skenario lain yang
mungkin muncul adalah pada saat yang sama, perusahaan sebenarnya memiliki sebuah proyek
investasi yang sangat prospektif dan membutuhkan dana misalnya 2 triliun rupiah, yang
kebetulan persis sebesar kerugian akibat kebakaran tersebut. Seandainya perusahaan tidak
memiliki uang di atas jumlah itu, dana sebesar 2 triliun itu harus digunakan untuk membangun
kembali pabrik dan asetnya, akibatnya proyek investasi baru itu harus didanai dari sumber lain
seperti utang baru atau penerbitan saham baru.
2. Di Indonesia belum ada Ahli hukum kontrak bidang konstruksi, dilain pihak pembayaran Ahli
hukum kontrak konstruksi dari luar negeri sangat mahal, sementara yang dilakukan pemerintah
adalah dengan menunjuk Tim Pengganti ahli hukum kontrak konstruksi yang anggotanya terdiri
dari pejabat-pejabat yang dipandang menguasai hukum kontrak konstruksi.
Sertifikat tanda mengikuti Diklat Nasional Perikatan Hukum Kontrak & Manajemen Proyek ini
minimal dapat dijadikan salah satu syarat untuk diangkat sebagai anggota Tim Pengganti Ahli
Hukum Konstruksi di Instansinya masing – masing.
3. Manajemen risiko yang efektif juga mengurangi kemungkinan financial distress, yaitu
keadaan di mana perusahaan mengalami kesulitan yang serius untuk memenuhi kewajibannya,
baik bunga maupun pokok pinjaman. Misalkan perusahaan sepatu di atas tidak melakukan
asuransi terhadap potensi kebakaran pabrik, perusahaan harus membangun kembali pabrik
beserta aset di dalamnya dengan dana yang diusahakannya sendiri. Apabila kas perusahaan
ternyata tidak cukup untuk itu, perusahaan terpaksa harus meminjam dari lembaga keuangan
seperti bank. Pinjaman yang bertambah meningkatkan potensi financial distress perusahaan.
Oleh karena itu, manajemen risiko yang efektif dapat mengurangi kemungkinan ini