Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor : 29 tahun 2009,
Kawasan transmigrasi terdiri dari Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT)
yang mendukung pusat pertumbuhan baru dan Lokasi Permukiman
Transmigrasi (LPT) yang mendukung pertumbuhan yang sudah ada.
Secara hirarkhi kewilayahan WPT atau LPT terdiri dari SKP-SKP (Satuan
Kawasan Pengembangan) dan SKP terdiri dari SP-SP (Satuan Permukiman).
Sesuai hirakhi kewilayahan tersebut perencanaan permukiman dibagi dalam 3
tahap yaitu :
Tahap I : Rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi (RWPT) atau
Rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi (RLPT), Skala 1 :
50.000
Tahap II : Rencana Satuan Kawasan Pengembangan (RSKP), Skala 1 :
25.000
Tahap III : Rencana Tehnik Satuan Permukiman (RTSP) dan Rencana
Tehnis Jalan (RTJ), Skala 1 : 10.000

Untuk mewujudkan permukiman transmigrasi yang layak idealnya tahapan


perencanaannya mengikuti tahapan tersebut diatas agar dapat memacu pusat-
pusat pertumbuhan yang sudah ada dan mewujudkan pusat-pusat
pertumbuhan baru sesuai dengan hirarkinya.
Kerangka Acuan Kerja (KAK) berikut ini disusun untuk Penyusunan RTSP dan
RTJ dengan pola usaha Tanaman Pangan Lahan Kering (TPLK) dan Tanaman
Pangan Lahan Basah (TPLB).

1.2 Tujuan
Tujuan Penyusunan RTSP & RTJ adalah sebagai berikut :
a. Menyusun Tata Ruang Satuan Permukiman
transmigrasi yang baru yang memenuhi kriteria 3L (Layak Huni, Layak
Usaha, dan Layak berkemban) dan menyusun Rencana Teknis Jalan (RTJ)
di kawasan permukiman transmigrasi;

1
b. Memberikan rekomendasi untuk penyusunan usulan
rancangan program.

1.3 Sasaran
Sasaran Penyusunan RTSP & RTJ adalah sebagai berikut :
a. Tersedianya calon lokasi transmigrasi yang memenuhi
kriteria 4L;
b. Tersedianya bahan laporan dan peta yang dapat
dimanfaatkan sebagai acuan bagi stakeholder terkait dalam pengusulan
program pembangunan permukiman transmigrasi baru, proses
pengarahan, penempatan dan pembinaan transmigrasi;
c. Terbangunnya lokasi transmigrasi yang memenuhi
kriterian 4L serta berbasis kawasan.

1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan RTSP & RTJ antara lain :
a. Diketahuinya daya tampung SP tersebut;
b. Diketahuinya perkiraan kebutuhan dana untuk
pembangunan permukiman dan penempatan transmigran;
c. Diketahuinya rencana pengembangan permukiman;

1.5 Luaran
a. Buku laporan dan album peta penyusunan RTSP & RTJ;
b. Paket Informasi dan Lokasi (PILOK).

2
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1 Ruang Lingkup Kegiatan


Secara umum, kegiatan penyusunan Rencana Teknis Satuan Pemukiman
(RTSP) dan Rencana Teknis Jalan (RTJ), untuk pengembangan pertanian
lahan kering, terdiri atas kegiatan sebagai berikut :
2.1.1. Klarifikasi Penyediaan Areal
Penyediaan Areal Permukiman Transmigrasi
1. Jelas letak, luas dan batas fisik tanah yang digambarkan
dalam peta;
2. Bebas dari hak dan/atau peruntukkan pihak lain yang
dituangkan dalam Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari
Kantor Pertanahan Setempat;
3. Bebas dari hak adat/ ulayat yang sah dan dituangkan dalam
Berita Acara Penyerahan Hak Atas Tanah oleh masyarakat adat
setempat;
4. Diprioritaskan pada Areal Penggunaan Lain (APL), atau
berada dalam kawasan hutan yang telah memperoleh persetujuan
dari Menteri Kehutanan;
5. Penilaian Status Calon Lokasi Transmigrasi antara lain :
a. Harus jelas (clear) yaitu dapat diketahui letak, luas,
dan batas fisik serta dipetakan pada peta calon lokasi skala 1 :
50.000. dengan koordinat nasional bukan lokal (geografis atau
UTM);
b. Harus bebas dari masalah, yaitu adanya dukungan
dari masyarakat, areal tidak masuk dalam kawasan hutan, areal
bebas dari tumpang tindih peruntukkan lain dan adanya SK
Penetapan / Pencadangan dari Gubernur / Bupati / Walikota.
Status hutan berada di Areal Penggunaan Lain (APL) atau ada
ijin pelepasan kawasan hutan bila pada areal bukan APL;

3
c. Telah mendapatkan surat pernyataan tentang status
hutannya dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)
setempat dilengkapi dengan petanya yang juga telah disahkan
oleh BPKH;
d. Status hutan daerah studi berupa hutan produksi
yang dapat dikonversi atau areal penggunaan lain (APL);
e. Calon lokasi berada dekat (< 5 km) dari lokasi
Permukiman Transmigrasi yang Ada (PTA), lokasi Permukiman
Transmigrasi yang sudah Diserahkan (PTD), lokasi Permukiman
Transmigrasi yang Baru (PTB), calon lokasi permukiman
transmigrasi lainnya (PTC) dengan jumlah total warga yang
memenuhi lokasi PTA, PTD dan PTB mencapai 1500 – 2000 KK;
f. Seluruh lokasi PTA, PTD, PTB, PTC dan Desa
sekitarnya harus dapat dipetakan pada peta dengan skala 1 :
50.000, lengkap dengan informasi prasarana dan sarana yang
sudah ada di kawasan tersebut.

2.2 Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan/Metodologi


2.2.1. Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP) dan Rencana Teknis
Jalan (RTJ)
1. Pemetaan Topografi dan Lereng;
2. Survai pengikatan dan jalur rintisan utama (Base line);
3. Survei pada jalur rintisan 500 m;
4. Survai jalur rintisan per 250 m (setelah RSTP pendahuluan) untuk
LP dan LU I dan rintisan per 125 m pada LP dan FU;
5. Perhitungan dan penggambaran peta topografi skala 1 : 5000 di
areal calon LP dan FU serta pembuatan peta kemiringan lahan skala
1 : 10.000 untuk seluruh areal survai.;
6. Penelitian Tanah
a. Penelitian tanah dilakukan dengan pemboran setiap 250 m pada
jalur rintisan per 500 m dan 250 m;
b. Pengamatan dan diskripsi profil tanah pewakil setiap macam
tanah;

4
c. Analisis laboratorium contoh tanah untuk klasifikasi (profil) dan
kesuburan tanah (komposit);
d. Pembuatan peta Satuan Tanah/Lahan skala 1 : 5.000 dan
1:10.000.
7. Evaluasi kesesuaian lahan
a. Penilaian kesesuaian lahan pendahuluan;
b. Penilaian akhir kesesuaian lahan;
c. Pembuatan peta kesesuaian lahan skala 1:5000 di LP dan FU
dan 1 : 10.000 di seluruh areal survey.
8. Survai Penggunaan Lahan dan Sumber Daya Hutan
a. Diamati tiap 50 m mengikuti jalur rintisan;
b. Wawancara dengan penduduk setempat / Pemerintah Daerah;
c. Analisis potensi tegakan kayu dari data-data sekundair dan hasil
inventarisasi hutan;
d. Pembuatan peta penggunaan lahan dan sumber daya hutan
skala 1:10.000.
9. Penelitian iklim dan hidrologi
a. Penelitian hidrologi pada aliran sungai dan sepanjang rintisan;
b. Analisa daerah bahaya banjir;
c. Inventarisasi dan Analisa data-data iklim evapotranspitasi dan
lain-lain;
d. Penelitian sumber air minum;
e. Pembuatan peta hidrologi skala 1 : 10.000.
10. Analisis Tata Ruang
a. Hasil super impose kesesuaian lahan, tata guna lahan dan
hidrologi skala 1:10.000;
b. Rekomendasi penggunaan lahan skala 1 : 10.000;
c. Penyusunan Usulan Pengembangan Pertanian;
d. Penelitian aspek sosial dan agroekonomi;
e. Penelitian aspek agronomi;
f. Rekomendasi pengembangan pertanian;
g. Analisis ekonomi dan keuangan.
11. Penyusunan RTSP
a. Analisis daya tampung;

5
b. Penggambaran Peta RTSP skala 1 : 5.000 untuk LP dan dan FU,
Skala 1 : 10.000 untuk areal survai;
c. Penggambaran detail kapling Pusat Desa skala 1 : 2.000;
d. Staking out dan penggambaran batas pembukaan lahan skala 1 :
5.000;
e. Penggambaran Peta Alignment jalan penghubung/poros skala 1 :
10.000.
12. Telaahan Lingkungan
a. Identifikasi dampak potensial dari RTSP;
b. Penanggulangan dampak negatif.
13. Perintisan dan pengukuran jalan poros/penghubung dan
pemasangan patok
a. Menentukan dan pemasangan patok titik awal dan titik akhir dari
rencana jalan;
b. Menjajagi kemungkinan trase jalan.
14. Pengukuran
a. Pengukuran polygon;
b. Pengukuran beda tinggi;
c. Pengukuran sifat datar melintang (cross section) pada medan
yang bergelombang (rolling);
d. Pengukuran rintisan sungai / jembatan.
15. Pembuatan Peta
a. Peta Situasi dengan skala 1 : 2.000 di atas kertas millimeter;
b. Peta Jalan berskala 1 : 20.000 melengkapi peta struktur SKP dari
RSTP;
c. Peta jalan (skala 1 : 250.000) untuk diplot pada peta jaringan
jalan propinsi.
16. Staking Out
Pemasangan patok-patok permanen sesuai dengan alinemen jalan
yang direncanakan.
17. Penyelidikan tanah dan material
a. Penyelidikan tanah dasar (subgrade);
b. Penyelidikan sumber material (selected material);
c. Pengambilan contoh tanah untuk analisis laboratorium.

6
18. Analisis Traffic;
19. Rencana Teknis Jalan
20. Perkiraan biaya
a. Pembangunan jalan penghubung/poros;
b. Pembangunan jalan desa.
21. Perkiraan Biaya
a. Perkiraan biaya untuk penyiapan lahan dan bangunan (PLBP);
b. Pengerahan Transmigran;
c. Pengembangan pertanian;
d. Rekapitulasi biaya pengembangan.
22. Penyusunan laporan :
a. Buku Laporan;
b. Album peta-peta;
c. Paket Informasi Lokasi (PILOK);
d. Dokumentasi, berupa CD (laporan, peta dan foto), VCD (aktivitas
kegiatan lapangan) dan data ukur (topografi, tanah, hidrologi,
penggunaan lahan, hutan, sosek).

7
BAB III
ORGANISASI PELAKSANAAN DAN JADWAL KERJA

3.1 Koordinasi Pelaksanaan Kegiatan


Koordinasi pelaksanaan kegiatan dapat digambarkan seperti berikut:

DIREKTORAT
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAN
PENGEMBANGAN KAWASAN
TRANSMIGRASI

PEJABAT
DIREKSI KONSULTAN PEMBUAT KOMITMEN

KETUA TIM
AHLI PERENCANAAN
PENGAWAS LAPANG DINAS/INSTANSI
WILAYAH
TERKAIT DI DAERAH

TENAGA AHLI

Ahli Perencanaan Wilayah


Ahli Tanah
Ahli Geodesi
Ahli Sipil (Jalan)
Ahli Sipil (Estimasi)
Ahli Hidrologi
Ahli Kehutanan
Ahli Sosial Ekonomi
Ahli Sosiologi

TENAGA PENDUKUNG

Operator Komputer
Juru Gambar/Draftman
Surveyor Tanah
Surveyor Topografi
Surveyor Sosiologi

Keterangan:
Garis Koordinasi

8
Garis Komando

3.2 Tenaga Ahli dan Jadwal Layanan Keahlian


Tenaga ahli yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut dengan komposisi sebagai
berikut :

Pengalaman Jabatan
Latar Belakang
No Profesi/Keahlian Kerja Dalam
Pendidikan
(Tahun) Proyek
1 Ahli Perencanaan S1 Planologi
4 Ketua Tim
Wilayah
2 Ahli Tanah S1 Ilmu Tanah 3 Anggota
3 Ahli Geodesi S1 Geodesi 3 Anggota
4 Ahli Sipil (Jalan) S1 Sipil 3 Anggota
5 Ahli Sipil (Estimasi) S1 Sipil 2 Anggota
6 Ahli Hidrologi S1 Geologi/
Agrometerologi/ 3 Anggota
Geografi
7 Ahli Kehutanan S1 Kehutanan 2 Anggota
8 Ahli Sosial Ekonomi S1 Sosek 3 Anggota
9 Ahli Sosiologi S1 Sosiolog 3 Anggota
Catatan :
Salah satu dari tenaga ahli harus mempunyai sertifikat Amdal minimal A untuk melakukan
Telaahan Lingkungan.

Susunan Personil (Layanan dan Kualifikasi Keahlian)


Tenaga ahli yang diperlukan untuk penyusunan Rencana Teknis Satuan
Permukiman dan Rencana Teknis Jalan terdiri dari :
1. Ahli Perencanaan Wilayah (S1 Planologi/Ketua Tim) berpengalaman
dibidangnya minimum 4 tahun;
2. Ahli Tanah (S1 Pertanian Ilmu Tanah) berpengalaman dibidangnya
minimum 3 tahun;
3. Ahli Geodesi (S1 Geodesi) berpengalaman dibidangnya minimum 3
tahun;
4. Ahli Sipil (Jalan) (S1 Sipil) berpengalaman dibidangnya minimum 3 tahun;

9
5. Ahli Sipil (Estimasi) (S1 Sipil) berpengalaman dibidangnya minimum 2
tahun;
6. Ahli Hidrologi (S1 Geografi/Agrometeorologi, Teknik Sipil) berpengalaman
dibidangnya minimum 3 tahun;
7. Ahli Kehutanan (S1 Kehutanan) berpengalaman dibidangnya minimum 2
tahun;
8. Ahli Sosial Ekonomi (S1 Sosek) berpengalaman dibidangnya minimum 3
tahun;
9. Ahli Sosiologi (S1 Sosiolog) berpengalaman dibidangnya minimum 3
tahun;

Tugas tenaga ahli antara lain:


1. Ahli Perencanaan Wilayah (ketua tim)
 Mengkoordinasikan penyusunan laporan dari berbagai disiplin ilmu;
 Melakukan analisis tata ruang kawasan;
 Melakukan analisis jaringan transportasi dan analisis kebutuhan sarana
dan prasarana untuk menunjang rencana pengembangan kawasan
transmigrasi;
 Bertanggungjawab terhadap peta RSWPT, peta analisis tata ruang dan
peta RSSKP.
2. Ahli Tanah
 Mengarahkan, mengevaluasi dan memberi petunjuk kepada surveyor
tanah;
 Bekerjasama dengan tenaga ahli lainnya dalam melakukan pekerjaan
penilaian kondisi fisik dan kimia tanah;
 Bertanggungjawab terhadap analisa tanah dan penyusunan peta
kesesuaian lahan.
3. Ahli Geodesi
 Melakukan analisis kelerengan untuk mendapatkan informasi klasifikasi
kelerengan beserta posisi dan luasannya;
 Melakukan koordinasi di bidang kegiatan topografi;
 Mengkoordinasikan penggambaran semua peta;
 Bertanggungjawab terhadap peta orientasi dan peta kemiringan lereng.
4. Ahli Sipil (Jalan)
 Mengelola seluruh kagiatan perencanaan jalan;
 Mengkoordinasikan staf tenaga ahli dan staf administrasi;
 Melakukan survey pendahuluan untuk trase jalan;
 Merencanakan dan mendesain geometrik dan struktur jalan.
5. Ahli Sipil (Estimasi)

10
 Mengidentfikasi dan merumuskan masalah – masalah yang berkaitan
dengan jumlah dan kualitas bahan jalan;
 Menyusun spesifikasi teknis pelaksanaan pekerjaan;
 Menyusun harga satuan untuk menghitung rencana anggaran biaya
pembangunan jalan.
6. Ahli Hidrologi
 Mengidentifikasi daerah-daerah bahaya banjir, pengamatan pasang surut
dan intrusi air laut serta genangan-genangan yang ada di daerah survai;
 Mengevaluasi ketersediaan sumber daya air untuk keperluan air minum
transmigran dan keperluan lainnya;
 Menganalisa data iklim, minimal 10 tahun terakhir;
 Bertanggungjawab terhadap perhitungan dan peta sumber daya air.
7. Ahli Kehutanan
 Melakukan survai tentang flora dan fauna;
 Menghitung perkiraan potensi kayu;
 Melakukan deliniasi status dan fungsi kawasan, serta kelas hutan;
 Bertanggungjawab terhadap analisa penggunaan lahan dan peta status
hutan.
8. Ahli Soaial Ekonomi
 Melakukan survai kependudukan dan ekonomi masyarakat setempat;
 Melakukan analisa pasar terhadap komoditas yang akan dikembangkan;
 Menganalisa usaha tani;
 Bertanggungjawab terhadap evaluasi kelayakan pengembangan kawasan
dan peta penyebaran fasilitas sosial dan ekonomi.
9. Ahli Sosiologi
 Melakukan pengumpulan data sebagai bahan fasilitator dalam
musyawarah;
 Melaksanakan analisa data untuk sasaran pengarahan (desa-desa) untuk
menjadi saran perpindahan penduduk;
 Melaksanakan analisa data bkesesuaian kultural untuk calon TPS dengan
TPA;
 Melaksanakan analisa potensi SDM calon transmigran penduduk setempat
dan penataan persebaran penduduk;
 Melaksanakan analisa data sesuai dengan aspek demografi, aspek
sosiografi, aspek geografi dan aspek psikografi.

3.3 Jadwal Penugasan Tenaga Ahli


JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
No. Profesi/Keahlian
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV OB

11
Ahli Perencanaan
1 4
Wilayah
2 Ahli Tanah 3
3 Ahli Geodesi 3
4 Ahli Teknik Sipil (Jalan) 2
Ahli Teknik Sipil
5 2
(Estimasi)
6 Ahli Hidrologi 3
7 Ahli Kehutanan 2
Ahli Sosial Ekonomi
8 3
Pertanian
9 Ahli Sosiologi 3

3.4 Jadwal Pelaksanaan


Pelaksanaan pekerjaan penyusunan Rencana Teknis Satuan Permukiman
(RTSP) dilakukan selama 3 (tiga) bulan kalender sejak ditanda-tanganinya
SPMK.
Secara garis-besar jadwal pelaksanaan pekerjaan diatur sebagaimana tabel
berikut ini.

Bulan
No. Uraian
I II III

1. Jasa Konsultan

12
3.5 Biaya dan Lokasi
Biaya penyusunan perencanaan RTSP dan RTJ sebesar Rp 700.000.000,-
(Tujuh ratus juta rupiah) untuk 1 (tujuh) lokasi yang ditampung dalam DIPA
Satuan Kerja Direktorat Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan
Kawasan Transmigrasi tahun 2016, dengan rincian sebagai berikut :
Harga
No. Lokasi Volume Satuan
(Rp.)
1. Lokasi Saray Distrik Sidey, Kab. 1 PKT 700.000.000
Manokwari Prov. Papua Barat
Jumlah 700.000.000

3.6 Peralatan
Peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan meliputi :
1. Bahan-bahan alat tulis kantor;
2. Theodolite;
3. Compass/Clinometer;
4. Munsell Soil Chart;
5. Soil Test Kit;
6. pH Meter;
7. GPS;
8. Hagameter;
9. Current Meter;
10. DCP (Dynamic Cone Penetrometer);
11. Aterpas;
12. Bor Log.

13
BAB IV
PELAPORAN

Laporan penyusunan studi perencanaan Tahap II terdiri dari:


4.1 Laporan Pendahuluan (Inception Report) sebanyak 5 copy, merupakan laporan
persiapan pelaksanaan survai lapang.
a. Hasil kajian data sekunder;
b. Rencana survai lapang, disertai format isian pengamatan lapang dan
kuesioner;
c. Peta rencana kerja skala 1 : 25.000;
d. Daftar peralatan yang dibutuhkan;
e. Susunan tim.
4.2 Laporan Lapang (Interim Report) sebanyak 5 copy merupakan hasil kajian
lapang yang sudah dikonsultasikan dengan Pemerintah Daerah dan
dilengkapi:
a. Peta Kemiringan;
b. Peta Kesesuaian Lahan;
c. Peta Penggunaan Lahan;
d. Potensi Sumber Daya Air;
e. Peta RSKP;
f. Rekomendasi Pengembangan.
4.3 Konsep Laporan Akhir (Draft Final Report) sebanyak 5 copy sesuai dengan
outline laporan akhir;
4.4 Laporan Akhir (Final Report) sebanyak 10 copy dengan outline sebagai
berikut:

6.4. OUTLINE LAPORAN


6.4.1 OUTLINE LAPORAN RTSP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR PETA
DAFTAR LAMPIRAN

14
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
1.2. Metode Pendekatan Studi
1.3. Susunan Tim
BAB II LINGKUNGAN FISIK DAN SOSIAL
2.1. Daerah Studi
2.1.1. Letak Administrasi
2.1.2. Letak Geografis
2.1.3. Aksesibilitas (Termasuk Informasi kondisi jalan yang
ada dan usulan penanganan, letak trase terhadap
jaringan jalan dan lain-lain).
2.2. Topografi
2.2.1. Kerangka Dasar Pengukuran
2.2.2. Kemiringan Lahan
2.3. Hidrologi
2.3.1. Iklim
2.3.1.1. Keadaan Umum dan Klasifikasi Iklim
2.3.1.2. Curah Hujan
2.3.2. Sub Wilayah Aliran Sungai (Debit, Tinggi Muka Air,
Kualitas)
2.3.3. Sumberdaya Air (Debit dan Kualitas)
2.3.4. Air Tanah
2.3.4.1. Air Tanah Dangkal
2.3.4.2. Air Tanah Dalam
2.3.4.3. Detail Topografi
2.3.5. Sumber Air Minum
2.3.6. Kemungkinan Pengairan/Irigasi
2.3.7. Resiko Banjir
2.4. Vegetasi
2.4.1. Jumlah dan Potensi Tegakan
2.4.2. Status Hutan
2.4.3. Penggunaan Lahan
2.4.4. Flora dan Fauna
2.5. Sumberdaya Lahan

15
2.5.1. Diskripsi dan Klarifikasi tanah
2.5.2. (Bahan Induk, Geomorfologi, Geologi, Macam
tanah)
2.5.3. Satuan Peta Lahan
2.5.4. Kesuburan tanah
2.5.5. Penilaian Kesesuaian lahan
2.6. Kondisi Tanah Dasar dan Sumber Material
2.6.1. Kondisi Tanah Dasar
2.6.2. Sumber Material (Termasuk Untuk Gorong-Gorong
dan Jembatan)
2.7. Kegiatan Pertanian, Sosial Ekonomi dan Budaya
2.7.1. Kondisi Pertanian (Termasuk Periode Tanam)
2.7.2. Penduduk dan Adat Istiadat
2.7.3. Ketersediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja
2.7.4. Perkiraan Produksi dan Swasembada Pangan
2.7.5. Kesehatan Lingkungan Masyarakat
2.7.6. Mata Pencaharian Penduduk
2.7.7. Pendapatan dan Pengeluaran Penduduk
2.7.8. Fasilitas Sosial dan Prasarana Ekonomi
2.7.9. Aspirasi Masyarakat terhadap program
Transmigrasi
2.7.10. Jumlah Potensi Sasaran
2.7.11. Sebaran Penduduk menurut Desa /Kecamatan
2.7.12. Kelompok Masyarakat Calon Penghuni
Permukiman Transmigrasi :
2.7.12.1. Penetapan Persyaratan Bagi Calon
Transmigrasi
2.7.12.2. Arahan Jumlah dan Komposisi Penduduk
2.7.12.3. Arahan Sebaran Tempat Tinggal
2.7.12.4. Arahan Karakteristik Sosial Budaya
2.7.12.5. Komposisi TPS : TPA serta Daerah Asal
TPA yang diinginkan
2.7.13. Arahan Rencana Penempatan

16
BAB III RENCANA TEKNIS SATUAN PEMUKIMAN (RTSP) DAN
RENCANA TEKNIS JALAN (RTJ)
3.1. Penilaian Kesesuaian Pemukiman
3.1.1. Penilaian Aksesibilitas Lokasi
3.1.2. Penilaian Fisik Lahan
3.1.3. Penilaian Status lahan
3.1.4. Penilaian Ketersediaan Air dan Resiko Banjir
3.1.5. Kesesuian permukiman
3.2. Rencana Tata Ruang
3.2.1. Dasar-dasar Perencanaan
3.2.2. Peruntukan Lahan dan daya tampung
3.2.3. Penilaian Terhadap tata Ruang yang Terjadi
3.2.4. Usulan Pengembangan Kawasan
3.2.5. Fungsi SP dalam Hirarki Pusat Kawasan
3.2.6. Usulan Pembentukan UPT
3.3. Rencana Teknis Jalan
3.3.1. Alinemen Jalan dan Desain Geometrik
3.3.2. Kontruksi
3.3.3. Volume Pembangunan Jalan
3.3.4. Biaya Pembangunan Jalan (Analisa RAB mengacu
standar harga satuan setempat).
3.4. Pembukaan Lahan
3.4.1. Batas Pembukaan Lahan (Termasuk Panjang
Jalan)
3.4.2. Metode Pembukaan Lahan (Termasuk Perkiraan
Waktu yang Dibutuhkan, Peralatan dan Tenaga
Kerja Yang Dibutuhkan Dimana Peralatan harus
mengacu kepada perlatan jalan)
3.4.3. Potensi Erosi Tanah
3.4.4. Persyaratan Teknis Penyiapan lahan
3.4.5. Biaya Pembukaan Lahan (Mengikuti standar harga
satuan setempat)
3.5. Penyiapan Bangunan
3.5.1. Jenis, Jumlah dan Type Bangunan

17
3.5.2. Sumber Material dan Ketersediaan Kayu
3.5.3. Sumber Air Bersih (Termasuk Penyediaan
KTA/Bendali/Gentong Plastik)
3.5.4. Biaya Penyiapan Bangunan (Analisa RAB
mengacu standar harga satuan setempat)
3.6. Usulan Pengembangan Pertanian
3.6.1. Bentuk Usaha tani
3.6.2. Pola dan Jadwal tanam
3.6.3. Alokasi Tenaga kerja
3.6.4. Masukan sarana Produksi Pertanian (Bukan
berupa paket standar tetapi harus mengacu pada
kondisi tanah dan jenis usaha tani )
3.6.5. Perkiraan Produksi
3.6.6. Prasarana Pengolahan dan Pemasaran
3.6.7. Biaya Pengembangan Pertanian
3.7. Kelayakan Usaha Transmigran
3.7.1. Perkiraan Pendapatan Bersih
3.7.2. Kelayakan Usaha Transmigrasi
3.8. Perkiraan Biaya Pengembangan
3.8.1. Biaya Penyiapan Lahan
3.8.2. Biaya Penyiapan Bangunan
3.8.3. Biaya Pembangunan jalan
3.8.4. Biaya Pengerahan Transmigrasi
3.8.5. Biaya Pengadaan Paket Suplai
3.8.6. Biaya Pembangunan Test Farm
3.8.7. Biaya Pengembangan Pertanian
3.8.8. Biaya Pengadaan Dukungan Pelayanan
Pemerintah
3.8.9. Rekapitulasi Biaya Pengembangan
3.9. Kelayakan Usaha Transmigran
3.9.1. Pendapatan Kotor Transmigran
3.9.2. Pengeluaran Transmigrasi
3.9.3. Pendapatan Bersih Transmigrasi
3.10.Telaahan Lingkungan

18
3.10.1. Dampak Lingkungan Fisik dan Biologi
3.10.2. Dampak Lingkungan Sosial dan Ekonomi
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
4.1.1Umum
4.1.2Pola Usaha Pokok
4.1.3Kelayakan Calon Lokasi
4.1.4Kendala Khusus
4.2 Rekomendasi

DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN

6.4.2 Album Peta RTSP

Materi Album Peta RTSP & RTJ

No. Jenis Peta Skala

1. Daftar Isi
2. Peta Orientasi 1 : 1.000.000 / 1 : 500.000
3. Peta RWPT 1 : 50.000
4. Peta RSKP 1 : 25.000
5. Peta Kemiringan Lahan 1 : 10.000
6. Peta Penggunaan Lahan 1 : 10.000
7. Peta Satuan Tanah / Lahan 1 : 10.000
8. Peta Kesesuaian Lahan 1 : 10.000
9. Peta Sumber Daya Hutan 1 : 10.000
10. Peta Potensi Sumber Daya Air 1 : 10.000
11. Peta Topografi (LP) 1 : 5.000
12. Peta Satuan Tanah / Lahan (LP) 1 : 5.000
13. Peta Kesesuaian Lahan (LP) 1 : 5.000
14. Peta Analisa Tata Ruang 1 : 10.000
15. Peta Rencana Tata Ruang 1 : 10.000

19
16. Peta Tata Ruang Desa Integrasi 1 : 20.000
17. Peta Detil Tata Ruang 1 : 5.000
18. Peta Pusat Desa 1 : 2.000
19. Peta BPL 1 : 5.000
20. Peta Alinemen Jalan 1 : 10.000
21. Peta Jaringan Jalan 1 : 25.000 s/d 50.000
22. Gambar Situasi dan Gambar Potongan
Memanjang Jalan V = 1 : 200, H = 1 : 2.000
22. Gambar Penampang Melintang Jalan 1 : 100
23. Gambar Typical Jalan Penghubung/poros
dan Jalan Desa 1 : 50
24. Gambar Typical Jembatan Kayu
dan Gorong-gorong 1 : 50

20
BAB V
KETENTUAN LAIN

5.1 .MATERI YANG HARUS DISAJIKAN


Hasil studi ini berupa Laporan dan Peta-peta harus sesuai dengan ketentuan
dan pengarahan dari Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Ditjen.
Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi
(PKP2Trans). Berikut ini dikemukakan mengenai materi yang harus disajikan:
a. Laporan RTSP dan Rencana Teknis Jalan
Laporan disarankan sesuai dengan kerangka / outline yang diusulkan
Direktorat Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Transmigrasi seperti pada Sub Bab 6.4.1;
b. Album Peta RTSP
Materi dan skala peta serta susunannya yang harus disajikan dapat dilihat
pada Sub Bab 6.4.2;
c. Paket informasi Lokasi (PILOK) sesuai dengan Kerangka Outline pada
Sub Bab 6.4.3;
d. Rekaman kondisi lokasi dalam Video Compact Disk (VCD), atau format
lain yang setara.

5.2 .PEDOMAN TERINCI


6.1 Rencana Teknis Satuan Pemukiman (RTSP)
6.1.1Pemetaan Topografi
Tujuan pemetaan topografi adalah untuk membuat peta dasar yang
cukup teliti dan cukup terinci untuk jenis pengembangan yang
direncanakan. Pada pola tanaman pangan lahan kering ini diperlukan
sebuah peta topografi skala 1:10.000
Lingkup (Scope) pekerjaan Pemetaan Topografi mencakup pekerjaan
(a) Survai Topografi Pengikatan dan Base Line (To); (b) Survai
Topografi dalam jalur rintisan per 500 M, (mith band, clinometer,
compas); (c) Survai topografi dalam jalur rintisan per 250 meter, setelah
RTSP pendahuluan (To); (d) Survai topografi dalam jalur rintisan per
125 m (calon LP dan FU).

21
6.1.1.1 Survai Topografi Pengikatan dan Base Line
Pengukuran disini adalah pengukuran horizontal dan vertikal dilakukan
secara bersamaan dari titik kontrol nasional yang terpilih terhadap areal
survai yang dimaksud. Bila di dalam atau di dekat daerah survai
terdapat titik kontrol nasional (titik trianggulasi, astronomi, doppler dan
sebagainya) yang koordinatnya dapat diperoleh dari Bakosurtanal,
maka titik tersebut harus digunakan sebagai titik ikat pengukuran.
Apabila titik yang dimaksud tidak ada, maka titik ikat pengukuran dipilih
suatu titik tertentu yang dapat diidentifikasi pada peta topografi dan
mudah dicari di lapangan.
Lintang dan bujur titik ikat tersebut diinterpolasi dengan seteliti mungkin
dari peta topografi kemudian ditransformasi kedalam sistem koordinat
UTM. Selanjutnya titik itu dipergunakan sebagai titik referensi bagi
pengukuran base line dan pemetaan topografi. Titik ikat harus dipilih
sedemikian rupa sehingga jarak antara titik ikat dengan titik awal proyek
sebaiknya tidak lebih dari 5 km. Untuk datum vertikal dapat
dipergunakan ketinggian permukaan air laut rata-rata atau ketinggian
Baromatrik atau ketinggian suatu object yang dapat diidentifikasi pada
peta topografi. Pengukuran tinggi dilakukan pada semua titik polygon.
Base line dibuat sedemikian rupa, sehingga jarak maksimum antara dua
base line tidak lebih dari 3 Km. Jika jarak antara base line ke tepi batas
areal pengukuran kurang dari 3 km, maka cukup dibuat 1 (satu) buah
base line yang dipilih sedemikian rupa, sehingga base line tersebut bisa
membagi areal survai menjadi 2 bagian hampir sama besar. Jika
terdapat dua base line atau lebih, maka base line yang satu harus
terikat pada base line lainnya.

Spesifikasi Teknik pengukuran :


a. Kontrol horizontal
1) Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur sudut
dengan ketelitian 30”;
2) Jarak diukur dengan pita ukur searah dan dichek
dengan jarak optis kemuka dan kebelakang;

22
3) Pengukuran sudut dilakukan satu serti ganda (B-B-
LB-LB) diambil harga rata-ratanya. Pengukuran jalur pengikatan
dilakukan pulang pergi dengan ketelitian sebagai berikut :
1. Salah penutup sudut 4’ V n ; n = banyaknya titik polygon;
2. Bench Mark dipasang setiap jarak + 3 km;
3. Penentuan azimuth matahari dilakukan dua seri pagi dan dua
seri sore dengan ketelitian 30” pada titik ikat dan pada awal
base line dan setiap 50 stasiun pengukuran.
b. Kontrol Vertikal
a. Ketelitian tinggi tidak boleh lebih dari (60 V D
Km) mm;D = jumlah jarak pengukuran;
b. Metode pengukuran tachimetris.

6.1.1.2 Survai Topografi dalam jalur rintisan per 500 meter


Dalam pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan pembuatan jalur rintisan per
500 m dengan alat pita ukur, klinometer dan kompas untuk mengetahui
gambaran umum kemiringan lahan areal yang di studi dengan
spesifikasi sebagai berikut :
a. Rintisan per 500 m tersebut terikat pada base line sehingga
merupakan kring tertutup;
b. Salah penutup beda tinggi < 2 m;
c. Ketelitian linier < 15 meter.

6.1.1.3 Survai Topografi dalam jalur rintisan per 250 m dan 125 m
(dilakukan setelah RTSP Pendahuluan)
Setelah dilakukan penyaringan dengan rintisan per 500 m maka
ditentukan areal yang akan adirencanakan untuk lahan pekarangan.
Calon areal lahan pekarangan ini akan dipetakan keadaan topografinya
dalam skala 1 : 5000 untuk itu dilakukan pembuatan rintisan per 250
dengan spesifikasi sebagai berikut :
a. Rintisan per 250 harus terikat pada base line sehingga
merupakan kring tertutup;
b. Pengukuran sudut dilakukan dengan menggunakan alat To
atau yang sederajat dengan pembacaan 30”;

23
c. Salah penutup sudut 4” Vn (n = banyak titik poligon);
d. Ketelitian linier ½.500;
e. Salah penutup beda tinggi tachimetri 60 mm VD Km (D =
jumlah jarak jalur pengukuran beda tinggi).

6.1.1.3 a Survei Topografi Dalam Jalur Rintisan per 125 m


(dilakukan setelah diperoleh calon lahan fasilitas umum
dan lahan pekarangan)
- Survei topografi dalam jalur rintisan per 125 meter dilakukan pada
calon lahan Fasilitas Umum dan Lahan Pekarangan. Tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa lahan-lahan tersebut memang
berada pada lahan dengan kemiringan lahan yang sesuai / relative
cukup datar.
- Pengukuran ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan data tinggi
titik-titik dalam jalur rintisan, untuk keperluan penggambaran contour
dan pengecekan terhadap data kemiringan lahan hasil survei
terdahulu.
- Pengukuran rintisan per 125 m dilakukan dengan metode polygon-
tachimetri, memakai alat ukur Theodolite atau yang sederajat. Jarak
antara titik-titik pengamatan tidak lebih dari 50 meter, dan dalam hal
ditemui perubahan topografi dalam jarak kurang dari 50 meter, maka
detail tersebut perlu diamati.
- Ketelitian yang disyaratkan adalah sebagai berikut :
a. Rintisan per 125 meter harus terikat terhadap base line
b. Salah penutup beda tinggi setiap kring pada jalur rintisan tidak
lebih dari 60√ D Km mm, D = Jumlah jarak jalur pengukuran dalam
Km.
c. Salah linier jarak tidak lebih dari 1/2500
d. Salah penutup sudut 4’ √ n dimana n = jumlah titik polygon.
- Selanjutnya, peta topografi skala 1 : 5.000 pada calon lahan
pekarangan dan fasilitas umum / pusat desa, harus selesai dibuat di
lapangan. Peta topografi tersebut harus dilengkapi dengan koordinat
UTM, data-data tinggi titik-titiknya, contour dengan interval 2,5 m dan
detail-detail lainnya.

24
6.1.1.4 Perhitungan dan Penggambaran
Titik-titik pada kerangka dasar dan titik-titik ikat, serta titik-titik dalam
jalur rintisan harus di plot pada peta kerja skala 1:5.000 atau 1 : 10.000
dalam sistem koordinat universal transerve mercator.
Data-data ketinggian yang didapat dari pengukuran tachymetri, diplot,
kemudian dibuatkan peta konturnya, dengan interval kontur sebagai
berikut :
a. Untuk areal bergunung, interval kontour setiap 10 meter
b. Untuk areal datar/landai, interval kontour setiap 2-5 m.
Format gambar : A1 berwarna.
Penyajian gambar berdasarkan pada standarisasi yang telah ditetapkan
oleh Direktorat Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan
Kawasan Transmigrasi, Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan dan
Pembangunan Permukiman Transmigrasi (PKP2Trans).

6.1.1.5 Pembuatan Peta Kemiringan Lahan dan Satuan


Lahan (Land Unit)
Batas klasifikasi kemiringan lahan dibuat berdasarkan peta kontour hasil
survai, dengan cara melakukan delineasi kelas-kelas kemiringan.
Penarikan baras blok kemiringan lahan dominan, dibuat berdasarkan
pada klasifikasi kemiringan lahan :
a. 0 – 3% (Datar)
b. 4 – 8% (Landai)
c. 9 – 15% (Berombak))
d. 16 – 25% (Bergelombang)
e. 26 – 40% (Berbukit)
f. > 40% (Bergunung)

6.1.2 Survey Penelitian Tanah dan Evaluasi Kesesuaian Lahan


6.1.2.1 Survey / Penelitian Tanah
Survai/penelitian tanah dilaksanakan dengan pemboran, deskripsi profil
pewakil dan analisis laboratorium. Pemboran dilakukan sampai
kedalaman 120 cm. atau sampai bahan induk, mengikuti setiap rintisan

25
yang telah dibuat untuk survey topografi dengan kerapatan per 250 m.
atau rata-rata kerapatan 1/ 12,5 ha untuk sebuah areal survai (jarak
antar rintisan 500) dan 1/6,25 Ha untuk calon lahan
Pekarangan/Pangan dan fasilitas umum (Rintisan / 250 m).
Pengamatan pemboran dan diskripsi profil mengikuti pedoman “Soil
survey manual” (Soil Survey staff, 1951, 1961) atau “Pedoman
Pengamatan tanah di lapang” (Dok LPT, 1969).
Pemetaan tanah/satuan lahan dilakukan pada tingkat semidetail untuk
seluruh areal survai dan tingkat detail untuk calon lahan
pekarangan/pangan fasilitas umum dengan klasifikasi menurut
terminologi dari Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983) dan disebutkan
padanannya menurut sistem Soil Taxonomy (USDA, 1977) dan FAO-
Unesco (1985). Pada setiap macam tanah sekurang-kurangnya dibuat 2
profil, salah satu profil pewakil diambil contoh tanah setiap
lapisan/horizon untuk dianalsia di laboratorium.
Peta Satuan Tanah/satuan lahan disajikan pada skala 1:10.000 untuk
seluruh areal survai dan skala 1:5000 untuk calon lahan pekarangan /
pangan dan fasilitas umum berdasarkan pengamatan di lapangan dan
jika ada dilengkapi hasil interpretasi foto udara.
Peta tanah (Peta tanah dan kesesuaian lahan) Skala 1:10.000
dilengkapi dengan klasifikasi menurut 3 sistem tersebut di atas dan
penilaian kesesuaian lahan untuk setiap Satuan Peta Lahan (SPL)
tersebut. Peta Satuan Lahan skala 1 : 5000 dilengkapi dengan legenda
satuan tanah / lahan dengan menunjukkan deskripsi (schema) yang
meliputi kedalaman efektif, tekstur lapisan atas dan bawah, struktur,
konsistensi, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar kation (KTK) dan
kejenuhan basa (KB). Setiap titik observasi tanah baik pemboran, profil,
komposit dan contoh fisik / undistrub-sample (jika ada) di plotkan pada
peta yang disajikan.
Contoh tanah komposit untuk penilaian kesuburan diambil pada lokasi
yang dicalonkan untuk pekarangan (LP) dan Lahan Usaha I (LU.I),
dengan kerapatan satu contoh untuk setiap blok/kelompok lahan
pekarangan atau minimal per 25 ha (50 kk) diambil dari kedalaman 0-30

26
cm. Sedangkan untuk Lahan Usaha II dengan kerapatan satu contoh
per 50 Ha pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm.
Jenis analisa yang perlu dilakukan untuk contoh profil dan kesuburan
adalah :

Tabel 2. Analisa Tanah di Lokasi Transmigrasi


CONTOH CONTOH
JENIS ANALISA KETERANGAN
PROFIL KESUBURAN
Tekstur dalam 3 fraksi V V Contoh kesuburan
secara kwalitatif dapat
pH (H2O dan Kel 1 : 1) V V dilakukan di lapangan
Total P V V (Soil Test Kit)
Total K V V
Kapasitas Tukar Kation V V
(KTK)
Kejenuhan Basa (KB) V V
Ca, Mg, K, Na dapat V V
ditukar
Total N V V
C Organik V V
P Tersedia - V
Toksisitas & kekahatan * V V
A1, H dapat ditukar - V
V : Dilakukan
- : Tidak dilakukan
* : Dilakukan terutama untuk tanah-tanah bermasalah

6.1.2.2 Satuan Lahan (Land Unit)


Penentuan / klasifikasi Satuan Lahan (Land unit) dilakukan berdasarkan
peta topografi / lereng hasil survey, dengan berpedoman kepada sistem
Dessaunettes (1977) atau modifikasinya dalam sistem terbaru (PT, 1986 –
1988).

6.1.2.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan


Penilaian kesesuaian lahan harus dilakukan berdasarkan prinsip sesuai
seperti yang diterapkan dalam A Frame Work Land Evaluation (FAO.1976).
Kesesuaian lahan dinilai pada tingkat Sub Kelas untuk 3 type penggunaan
lahan yaitu padi sawah, tanaman pangan lahan kering dan tanaman
tahunan (lampiran 4 - 6), terhadap seluruh areal survai (Skala 1 : 10.000).
Penilaian ini dimaksudkan untuk :

27
a. Screening (Penyaringan) guna penentuan calon lahan pekarangan
& pangan);
b. Penentuan lahan-lahan yang memiliki potensi Tanaman Pangan
dan Tanaman Tahunan
c. Evaluasi kesesuaian lahan tanaman Pangan dan Tahunan (jika
berdasarkan perhitungan analisa ekonomi terhadap alternatip tanaman
Pangan dan Tahunan memiliki kelayakan yang lebih tinggi, Konsultan
dapat menyusun evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman lain sesuai
yang direkomendasikan).
Terhadap calon lahan pekarangan penilaian kesesuaian lahan pada
tingakt unit, khusus dinilai type penggunaan komiditi tanaman pangan
pokok dan tanaman pangan yang diusulkan dinilai secara aktual dengan
masukan input teknologi, tingkat rendah yang diperlukan sehingga
didapat kesesuaian lahan potensial. Begitu pula untuk type penggunaan
lain, juga untuk tanaman tahunan yang diusulkan. Kesesuaian lahan
tingkat unit disajikan pada peta skala 1 : 5.000.
Jika dari hasil evaluasi kesesuaian lahan seperti tersebut diatas
(standar rata-rata) lokasi studi tidak dapat dikembangkan untuk usaha
tani tanaman pangan konsultan diharuskan membuat penilaian
kesesuaian lahan secara standar tidak di rata-rta (STR) atau dengan
mempertimbangkan input teknologi pada tingkat sedang. Hasil evaluasi
kesesuaian lahan disajikan pada peta skala 1 : 10.000 untuk seluruh
daerah survai dan 1 : 5000 untuk calon Lahan Pekarangan / Lahan
Pangan dan fasilitas Umum.
Penilaian kesesuaian lahan secara spesifik untuk setiap komoditi
tanaman pangan pokok dan tanaman lainnya pangan pokok dan
tanaman lainnya yang direkomendasikan oleh konsultan berpedoman
menurut sistem Atlas Format Procedures (CSR/FAO-Staff, 1983).

6.1.3 Penggunaan Lahan Dan Sumber Daya Hutan


6.1.3.1 Penggunaan Lahan
a. Penggunaan Lahan Sekarang
1) Peta penggunaan lahan harus disajikan pada skala
1:10.000 yang menunjukkan penggunaan lahan dalam kategori yang

28
dapat dilihat pada tabel 2. Peta harus berdasarkan pengamatan
yang terbaru di lapangan dan data-data penunjang lain yang ada.
2) Pengamatan di lapangan harus dibuat dan dicatat pada
semua katagori yang diidentifikasikan dengan satu pengamatan
setiap 50 meter sepanjang semua rintisan dan poligon yang dipakai
untuk survai tanah.
3) Peta penggunaan lahan harus menunjukkan juga batas-
batas HPH, “Long Yard” dan “Camp” serta jalan angkutan kayu
utama (main logging road) dengan cabang-cabangnya, dan
jembatan yang ada; kesemuanya meliputi yang sedang
direncanakan maupun yang sudah ada.
4) Untuk kelengkapan data, harus menghubungi Instansi
Perhubungan, Pertanian, Agraria, Kehutanan, Pekerjaan Umum
serta Camat setempat mengenai keadaan lahan pada saat diadakan
studi serta rencana dari instansi-instansi tersebut yang berkaitan
dengan masalah penggunaan lahan daerah studi. Wawancara
dengan lurah dan petani-petani setempat diperlukan antara lain
untuk mengetahui status pemilikan lahan di aerah studi. Wawancara
dengan lurah dan petani-petani setempat diperlukan antara lain
untuk mengetahui status pemilikan lahan di daerah tersebut.
5) Penelitian penggunaan lahan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan hasil luasan ketersediaan lahan (Land availability) di
daerah studi yang bebas dari permasalahan / kendala.

b. Flora
Komunitas tumbuh-tumbuhan baik dalam lingkungan hidup alami
maupun binaan manusia perlu mengemukakan potensi dan dalam
arti sebagai habitat atau species pangan dan komoditi pertanian
lainnya menurut komposisi dan manfaatnya bagi :
1) Pengamatan flora langka yang dilindungi ;
2) Makanan satwa liar;
3) Pengembangan perekonomian.

c. Fauna

29
Pembahasan harus mengemukakan :
1) Populasi hewan, species, ikan, ampibi, reptilia, burung dan
mamalia yang habitatnya dianggap penting karena memiliki nilai
ekonomis, dan nilai ekologis;
2) Species fauna yang langka, terancam dan yang berperan
penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan;
3) Species yang kena dampak penting dan uraian mengenai
cara pengembang biakannya, siklus dan neraca hidupnya;
4) Tempat pemijahan / bersarang atau migrasi dari fauna.

6.1.3.2 Sumber Daya Hutan


Hasil penelitian hutan harus dipetakan, peta tersebut menunjukkan
potensi tegakan, status hutan sebagai hutan produksi, konservasi dan
hutan lindung. Batas HPH, daerah yang sudah ditebang dan rencana
penebangan untuk lima tahun yang akan datang harus diberikan jika
ada. Data tersebut harus dikonsultasikan dengan Dinas Kehutanan dan
atau Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Setempat.
Inventarisasi hutan harus dibuat dalam bagian Satuan Kawasan
Pengembangan yang tercakup hutan primer untuk menentukan volume
kayu yang bisa dipakai, ongkos pembukaan lahan dan untuk
memberikan dasar bagi perhitungan nilai keuntungan dari kayu pada
studi kelayakan yang berikut.
Dalam hutan sekunder inventarisaasi perlu hanya untuk menentukan
ongkos pembukaan lahan. Semua data harus dihubungkan terhadap
klasifikasi hutan fungsional dari Dinas Kehutanan. Pola inventarisasi
terserah kepada masing-masing konsultan, tetapi prosedur sampling
sudah direkomendasikan dalam pedoman dari Direktorat Jenderal
Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi
(PKP2Trans) diharapkan bahwa inventarisasi hutan akan berdasarkan
rintisan yang dibuka untuk pengamatan lereng dan tanah.
Hutan harus diklasifikasikan dalam beberapa tipe hutan, berdasarkan
hasil perencanaan tahap II (bila ada), dan interpretasi foto udara: Faktor
seperti garis tengah pohon, warna (tone) dan kerapatan pohon yang
besar harus diperkirakan. Perbedaan yang penting dalam tipe hutan

30
harus digambarkan diatas peta tata guna lahan, bersama dengan batas-
batas antara hutan yang sudah ditebang atau belum.
Inventarisasi hutan primer harus memberikan data jumlah volume kayu
yang biasa digunakan, untuk semua species yang mempunyai DBH
sama dengan atau lebih dari 35 cm, dengan kesalahan penarikan
contoh 10% atau kurang pada tingkat kenyataan 95%.
Bila klasifikasi ini cukup baik, maka persentase penarikan contoh
tersebut bisa dicapai dengan contoh kurang dari 1% luasnya, tetapi
harus ada lebih dari 0,5% luasnya.
Dalam setiap satuan contoh, semua pohon yang hidup, dengan DBH 35
cm atau lebih harus dicatat bersama dengan pohon yang lebih jelas
sudah rusak. Pohon-pohon harus dicatat menggunakan nama jenis
(species), atau kelompok jenisnya dan 6 (enam) kelas garis tengah 35-
50 cm, 51-60 cm, 60-70-80, 81-90 cm dan lebih besar dari 91 cm
ditambah 20% dari hasil satuan pencatatan inventarisasi kecuali yang
mempunyai DBH 10-34 cm, untuk perhitungan ongkos pembukaan
lahan.
Inventarisasi terperinci tidak perlu untuk hutan sekunder, kecuali survai
pendahuluan menunjukkan bahwa ada 20 M 3 per ha atau lebih kayu
yang bisa dipakai dengan DBH lebih dari 60 cm. Untuk perhitungan
ongkos pembukaan lahan, data yang diperlukan pada hutan sekunder
adalah jumlah batang, dalam 9 (sembilan) kelas garis tengah : 10-20,
21-30, 31-40, 41-50, 51-60 cm – 61-70, 71-80, 81-90 dan lebih besar
dari 91. Data ini adalah data garis tengah saja dan klasifikasi dalam
jenis tidak diperlukan.
Penelitian sumber daya hutan ini juga meliputi penelitian flora dan fauna
sebagai masukan untuk studi analisa dampak lingkungan. Penelitian
flora dan fauna yang ada secara umum, terutama untuk mengetahui
jenis-jenis yang spesifik dan jenis langka.

31
6.1.4 Iklim Dan Hidrologi
6.1.4.1 Iklim
a. Data dan analisa iklim yang dibuat pada tahap ke II harus
dilihat lagi dan dipertimbangkan kembali hubungannya dengan
model usaha tani (Farm Model) yang diusulkan pada daerah
tersebut;
b. Tipe iklim lokasi studi dianalisa berdasarkan Koppen, Schmidth
dan Fergusson dan Oldeman;
c. Analisa curah hjan bulanan dan variasi mengenai awal dan
akhir musim kering;
d. Analisa data-data curah hujan harian untuk mendapatkan
frekwensi hari hujan (> 1 mm) tiap bulan dan terjadinya periode
kering selama 5, 10, 15 dan 20 hari (< 5 mm hujan/hari);
e. Suatu perkiraan evaporasi potensial dalam batas-batas data-
data yang ada dan di plot terhadap curah hujan bulan rata-rata.
Suatu perkiraan harus dibuat mengenai kegawatan masa keringd
alam 1 dan 5 tahun kering.

6.1.4.2 Hidrologi
Penyelidikan Hidrologi harus dilakukan untuk semua daerah aliran
sungai yang akan mempengaruhi daerah tersebut, berdasarkan pada
Laporan Tahap II, Interpretasi Foto Udara, dan peta yang ada.
Peta harus disajikan pada skala 1:10.000 dimana pada peta tersebut
digambarkan pola drainase, batas daerah sungai utama, daerah
genangan dan daerah bahaya banjir. Semua sungai harus diteliti
mengenai lebar, kedalaman, dan debitnya yang kemudian diplot pada
peta.
Daerah bahaya banjir harus diperkirakan berdasarkan data luas daerah
sungai, perkiraan penyaluran, bentuk sungai, dan informasi dari survai
topografi, tanah, dan tata guna lahan.
Tersedianya sumber air bersih akan diteliti. Sumber yang paling disukai
adalah sumur dangkal, tetapi air permukaan dan air hujan (ditampung
dari atap rumah) akan diperhatikan juga.
Tersedianya air tanah dangkal ditentukan dengan sampling dan testing :

32
a. Lokasi sumur percobaan dan daerah yang cocok untuk sumur
dangkal ditunjukkan pada peta yang terpisah;
b. Tersedianya air permukaan ditentukan jika air tanah dangkal
tidak tersedia;
c. Pengukuran kualitas air (Ec dan pH) dilakukan untuk sumber air
tanah dan air permukaan;
d. Penampungan air dari atap rumah dilakukan dan diteliti apabila
sumber tak tersedia atau kurang mencukupi.

6.1.4.3 Ketersediaan Air


a. Tersedianya sumber air minum harus diteliti. Sumber air minum
yang ada dianjurkan adalah dari sumur dangkal. Juga air permukaan
dan pengumpulan serta penyimpanan air hujan;
b. Air tanah yang dapat diperoleh dari air sumur yang dangkal
harus diuji, yaitu dengan membuat sumur uji pada lahan pekarangan
dan pusat SP, sekurang-kurangnya 2 buah pada tempat yang
mewakili daerah yang diteliti. Variasi kedalaman air tanah harus
ditentukan dengan mewawancarai penduduk setempat dan dengan
mengamati permukaan air selama studi. Letak sumur uji dan daerah
yang cocok untuk sumur uji yang dangkal harus diplot pada
hidrologi;
c. Air permukaan yang dapat dipergunakan sebagai sumber air
bersih harus diteliti. Sumber air permukaan yang dipilih sebagai
sumber air harus digambarkan baik dari segi letak maupun
penyalurannya;
d. Penelitian tempat-tempat yang dapat dipakai untuk
pengumpulan dan penyimpanan air permukaan perlu dilakukan
sebagai dasar untuk penentuan penelitian selanjutnya (pembuatan
check dam dan bangunan dengan fungsi yang sama);
e. Pengumpulan dan penyimpanan air hujan dari atap harus
diteliti. Analisis terperinci data hujan harus dibuat untuk menentukan
volume air yang harus dikumpulkan dari atap rumah transmigran
yang standar (+ 36 m2) Kebutuhan penerimaan air harus dihitung,

33
bentuk dan spsesifikasi standar harus disiapkan untuk suatu sistem
pengumpulan dan penyimpanan air atap;
f. Jika ada kemungkinan sistem pengadaan air bersih yang lebih
baik harus dikemukakan untuk pemakaian yang akan datang;
g. Perkiraan terinci biaya harus disiapkan untuk sistem
pengadaan air yang direncanakan.

6.1.5 Penelitian Aspek Sosial, Agro Ekonomi


Maksud dan tujuan penelitian aspek sosial dan agro ekonomi adalah
untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi penduduk setempat serta
transmigran yang sudah ada, baik di dalam maupun sekitar daerah
penelitian :

6.1.5.1 Data primer yang perlu dikumpulkan di lapangan


adalah :
a. Data sosial :
1) Adat istiadat dan hukum adat atas pemilikan/penggunaan lahan;
2) Kemungkinan pengaruhnya terhadap rencana transmigrasi;
3) Tanggapan penduduk terhadap rencana transmigrasi.
b. Data sosial ekonomi :
1) Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur, dengan
tekanan pada kelompok usia kerja (analisa / uraian);
2) Tingkat perkembangan jumlah penduduk;
3) Komposisi penduduk berdasarkan agama/kepercayaan;
4) Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian;
5) Kemungkinan pemanfaatan tenaga kerja penduduk lokal untuk
pembangunan lokasi transmigrasi.

c. Data Agro Ekonomi :


1) Mengenai pertanian tanaman pangan lahan kering.
a) Luas dan jenis pemilikan lahan usaha dan cara
mengusahakannya, misalnya bagaimana cara-cara bercocok
tanam yang umum dan lain sebagainya;

34
b) Jenis-jenis tanaman serta perkiraan produksi yang
memberi indikasi dapat dikembangkan, dan mengapa
dikembangkan;
c) Apakah sudah mengenal penggunaan teknologi maju
benih / bibit unmgghul, pupuk, pestisida, pengolahan lahan
dan sebagainya), bagaimana mengenalnya dan bagaimana
memperoleh sarana produksi;
d) Kalau usahatani bukan hanya untuk mencukupi
kebutuhan pangan keluarga, bagaimana mendapatkan
penghasilan uang kontan/caqsh, termasuk bagaimana
memasarkan hasil, dan bagaimana peranan KUD;
e) Bagaimana jalur pemasaran hasil-hasil usaha tani;
f) Keadaan prasarana dan sarana angkutan;
g) Analisa sederhana usahatani setempat (farm survey),
mengenai pola dan jadwal tanam berdasarkan bentuk usaha
tani yang umum;
h) Data penunjang usahatani;
i) Penyuluhan pertanian (sarana, tenaga penyuluh, cara-
cara penyuluh);
j) Hasil-hasil uji coba pertanian lapangan/diplot;
k) Keadaan swasembada pangan daerah studi;
l) Dan lain-lain.
2) Mengenai kehutanan
a) Jumlah penduduk yang bekerja di bidang kehutanan
baik yang bekerja sebagai pekerjaan utama ataupun
pekerjaan sampingan seperti mengambil hasil hutan atau
sebagai buruh;
b) Jenis kayu yang diambil;
c) Pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut;
d) Pemasaran hasil hutan tersebut;
e) Sarana dan prasarana transpaortasi yang
dipergunakan untuk pemasaran hasil hutan tersebut;

35
f) Data dan informasi berbagai sarana pelayanan umum
meliputi Pendidikan, kesehatan, peribadatan, perhubungan
dan perekonomian.
3) Data sekunder yang mendukung/melengkapi data-data
tersebut dalam butir-butir dapat diperoleh dari :
a) Desa/kampung yang bersangkutan;
b) Kecamatan-kcamatan yang bersangkutan;
c) Tingkat kabupaten.
4) Dari data-data yang dikumpulkan hendaknya dapat
diidentifikasikan masalah-amsalah untuk dipecahkan dan
keberhasilan-keberihasilan untuk dimanfaatkan dalam rangka
rencana transmigrasi.

6.1.5.2 Evaluasi Lokasi - Lokasi di Daerah Studi


Khusus untuk lokasi-lokasi yang sudah ada disekitar daerah studi
hendaknya dievaluasi sampai seberapa jauh hasil pelaksanaan dan
pengembangan dibidang sosial ekonomi sesuai dengan kriteria yang
tercantum dalam SK MenteriTransmigrasi No.269/Men/1984.

6.1.6 Usulan Pengembangan Pertanian


6.1.6.1 Pengembangan pertanian di lahan pekarangan / pangan
a. Usulan pengembangan pertanian pada lahan pekarangan di
daerah pemukiman Transmigrasi harus disesuaikan dengan
kebijaksanaan pemerintah. Sebagai pola pengembangan yang
standar untuk mencapai swasembada bahan pangan sedapat
mungkin berdasarkan tanaman pangan lahan kering. Jika lokasi
tersebut tidak cocok untuk tanaman pangan lahan kering maka
pengembangan lainnya harus diusulkan. Usulan-usulan tadi
menunjukkan kepada definisi tipe penggunaan lahan (land utilisation
type) untuk mana kesesuaian lahan diterapkan;
b. Usulan pengembangan pertanian harus dihubungkan
dengan pertanian yang ada data penghasilan dengan tingkat
masukkan tertentu yang diperoleh petani di sekitar daerah studi
harus disebutkan. Informasi sebagai tambahan yang dikumpulkan

36
pada tahap sebelumnya mengenai luas kapling, kebutuhan tenaga
kerja dan pengelolaan yang berhubungan dengan lahan-lahan
khusus harus dikumpulkan.

6.1.6.2 Model usaha tani yang diusulkan harus


digambarkan secara terinci
Jenis dan kalau mungkin juga varitas tanaman serta pola tanam dan
pergiliran tanaman (cropping patern and crop rotation) harus
diidentifikasi, berdasarkan kebutuhan transmigran untuk memenuhi
kebutuhan pangan keluarganya. Hasil produksi tanaman harus
memberikan makanan yang cukup dengan gizi berimbang serta
memberikan pendapatan tunai yang memadai. Cara bercocok
tanamnya harus memperhatikan usaha menjaga kondisi tanah;
1. Jumlah luas lahan yang optimal untuk setiap jenis tanaman yang
diusulkan di lahan pekarangan perlu dihitung;
2. Masukkan pertanian minimum dan optimum harus diperkirakan
untuk setiap jenis/varitas tanaman dan pola tanaman yang diusulkan
dikaitkan dengan kondisi iklim, tanah dan topografi. Jika jumlah
masukan dari pemerintah (paket supply) berbeda jauh dari
rekomendasi optimum maka pengaruh terhadap pola tanaman yang
diusulkan harus disebutkan dan produktivitas lahan tersebut juga
harus diperkirakan;
3. Sumber masukan seperti bibit dan adanya bantuan Dinas
Pertanain harus diperhitungkan. Kesulitan penyediaan pupuk atau
keperluan bahan kimia dan obat-obatan lain harus diidentifikasi;
4. Perkiraan hasil panen untuk tingkat pengelolaan yang berbeda
harus dibuat. Angka-angka produksi berdasarkan hasil penelitian
yang paling akhir dapat dijadikan sebagai pegangan. Akan tetapi
apabila data produksi yang didapat dari hasil penelitian tersebut
cara pengolahannya yang kurang memadai, maka data tersebut
perlu dipertimbangkan. Hasil panen pada daerah disekitar daerah
studi penting sekali. Kemungkinan perubahan dalam hasil selama
perkembangan pemukiman, karena usaha perbaikan ataupun

37
kendala harus dapat iperkirakan. Hasil panen pada setiap akhir
periode pengembangan pemukiman transmigrasi (periode tahap
konsolidasi, periode tahap pengembangan dan periode tahap
pemantapan) harus dinilai, apakah sudah sesuai dengan target yang
ingin dicapai atau belum;
5. Kebutuhan tenaga kerja untuk setiap sistem usaha tani yang
diusulkan harus dihitung dan sistem usaha tani tersebut harus
ditunjukkan sebagai usaha tani yang biasa dipakai;
6. Ketersediaan tenaga kerja dari setiap keluarga transmigran
kelahan plasma dan inti serta sarana transportasi yang mungkin
akan disediakan perlu disebutkan. Mekanisasi atau penggunaan
ternak tarik mungkin bisa memecahkan hambatan-hambatan
tersebut, tetapi tidak bisa diperkirakan sebagai pemecahannya pada
tahun-tahun pertama perkembangan permukiman;
7. Fasilias permasaran dan pengolahan yang tersedia dan yang
masih diperlukan harus disebutkan.diperhitungkan disertai biaya
yang diperlukan;
8. Pengembangan yang diusulkan hendaknya dikaitkan dengan
metoda yang direncanakan untuk pengembangan lokasi tersebut,
khususnya cara pembukaan lahan dan pemanfaatan kayu dari lahan
yang dibuka agar diterangkan sejelas mungkin;
9. Pola kelembagaan pembinaan petai transmigran perlu diusulkan
termasuk tata kerjanya, khususnya kelembagaan penyuluhan
pertanian dengan segala perangkat pendukungnya dan
kelembagaan ekonomi pedesaan, termasuk koperasi dan
perkreditan usaha tani;
10. Hendaknya ada saran-saran tentang kemungkinan usaha tani
terpadu seperti menambahkan pemeliharaan ternak dan usaha
diversifikasi tani lainnya, dengan uraian tentang bagaimana
mendapatkannya, pemeliharaannya dan keuntungan-
keuntungannya.

6.1.7 Rencana Teknis Satuan Pemukiman (RTSP)


6.1.7.1 Maksud dan Tujuan

38
Studi Tahap III dimaksudkan untuk memperoleh alokasi lahan untuk
beberapa penggunaan tertentu dalam setiap satuan pemukiman,
bersama dengan rencana jalan penghubung, jalan poros, jalan desa
dan jalan lahan. Tujuannya adalah sebagai dasar untuk pembukaan
lahan dan pembuatan jalan guna memperoleh pemanfaatan ruang yang
optimal.

6.1.7.2 Rencana Blok


a. Prinsip
Prinsip-prinsip perencanaan dalam penyusunan RSTP adalah sebagai
berikut :
1) Penggunaan lahan direncanakan harus berdasarkan
kesesuaian lahan tanaman Pangan dan Tanaman Tahunan yang
diusulkan.
2) Areal yang direncanakan adalah areal yang terbebas dari
penggunaan lain, seperti penggunaan HPH, ladang penduduk dan
sebagainya. Secara status Hutan harus merupakan Araeal
Penggunaan lain (APL). Dalam hal menggunakan Hutan Produksi
yang dapat di Konversi (HPK) harus ada persetujuan dari
Kementerian Kehutan (IPPKH).
3) Pemukiman harus menyediakan suatu lingkungan sosial
yang serasi dan sesuai dengan kebutuhan pemukiman.
4) RTSP disusun dengan mempertimbangkan aksesibilitas
(kemudahan hubungan), baik hubungan di dalam SP maupun
hubungan SP dengan daerah luar.
5) Prasarana harus efisien dalam hal jasa-jasa yang
disediakan serta biayanya.
6) Harus mempertimbangkan kelestarian alam antara lain
dengan merencanakan penggunaan lahan untuk konservasi alam
pada lokasi yang kritis.
7) RSTP harus menyediakan suatu areal untuk
pengembangan masa depan (lahan cadangan).
8) Areal yang direncanakan hurus memiliki ketersediaan air
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air transmigran (SAB).

39
b. Kriteria Perencanaan
Kriteria yang harus digunakan untuk menyusun RTSP dibicarakan
dibawah ini. Kadang-kadang batas-batas biasa dirubah, tetapi konsultan
harus selalu mempertimbangkan keperluan perencanaan pemukiman
yang dapat dipraktek; jadi jika kriteria tidak dipakai alternatif yang
diusulkan oleh konsultan bisa dibenarkan setelah disetujui terlebih
dahulu oleh instansi teknis perencanaan terkait di tingkat pusat dan
daerah sebelum perencanaan diselesaikan.

c. Kesesuaian lahan
Kelas kesesuaian lahan yang direkomendasikan untuk penggunaan
lahan pangan dan tanaman keras diperbolehkan sampai kelas
kesesuaian lahan S3.
1) Pola Pemukiman
Dalam membentuk pola pemukiman konsultan harus
mempertimbangkan :
a) Kemudahan transmigran dalam mencapai lokasi
fasilitas umum/kebutuhan sehari-hari.
b) Kesinambungan jaringan jalan dalam daerah
pemukiman terutama antara jalan desa.
2) Alokasi lahan
Lahan pada SP terdiri dari lahan yang diberikan kepada transmigran
(kapling) dan lahan yang dialokasikan kepada fasiliats umum atau
penggunaan masyarakat (tabel 1)
Lahan yang diserahkan menjadi milik tansmigran terdiri dari :
a) Lahan pekarangan 0,1 - 0,5 Ha/KK;
b) Lahan Usaha I 0,5 – 0,9 Ha/KK;
c) Lahan Usaha II 1,00 Ha /KK.
Lahan yang tidak diserahkan menjadi milik tansmigran terdiri dari :
a) Lahan Fasilitas Umum di Pusat desa, 8-12 Ha/SP;
b) Lahan Kas Desa, 10 Ha/SP (untuk kepala desa);
c) Lahan Kuburan, 2 Ha/SP;
d) Test Farm, 4 Ha/SP;

40
e) Seed Farm, 4 – 6 Ha/SP (pusat SKP);
f) Lahan Penggembalaan, 10 Ha/SP.
3) Kemiringan Lahan
Batas kemiringan maksimum untuk setiap penggunaan yang
diperkenankan adalah sebagai berikut :
a) Lahan pekarangan, 0– 8 %;
b) Fasilitas umum (FU) pusat desa 0 – 8 %, untuk FU
lainnya 0 – 15 % disesuaikan dengan peruntukannya
c) Lahan Usaha I : 0 – 15 %
d) Lahan Usaha II : 0 – 25 %
e) Lahan Konservasi > 25 %
4) Jarak Tempuh
Jarak sasaran maksimum dari lahan pekarangan kebeberapa
penggunaan sebagai berikut :
Dari lahan pekarangan ke :
a) Fasilitas Umum / Pusat Desa, 0,5 - 1,5 km
b) Lahan Usaha I, 1,5 – 2,5 Km
c) Lahan Usaha II, 2,5 – 3,5 Km
5) Daya Tampung
Jumlah kepala keluarga pada setiap Satuan Permukiman (SP)
seharusnya 500 Kepala Keluarga. Jumlah tersebut dipertimbangkan
sebagai jumlah yang ideal, karena jumlah ini membenarkan adanya
1 Unit Sekolah dasar. Jumlah lebih kecil bisa diterima dengan jumlah
minimal 300 KK. Taksiran dari jumlah KK harus diberikan sampai
kelipatan 10 KK.
6) Lahan Konservasi
Untuk menjaga kelestarian lingkungan lokasi-lokasi dibawah ini
harus diperuntukan sebagai lahan konservasi yang tidak boleh
dibuka, sebagai berikut :
a) 50 meter dari kiri dan kanan sungai besar atau 2 kali dalam
lereng yang curam dari pinggir lereng.
b) 25 meter dari kiri dan kanan sungai kecil.
c) Lahan dengan kemiringan di atas 25%.

41
d) Lahan yang merupakan daerah genangan atau rawa yang tidak
sesuai untuk daerah pertanian.
Pekerjaan konservasi tanah yang sederhana misalnya penanaman
rumput sepanjang kontur, dibuat oleh petani sendiri yang tidak
mempengaruhi alokasi lahan
7) Ukuran kapling-kapling di atas RTSP, penting sekali. Secara ideal
bentuk kapling harus persegi empat 25 m x 100 m untuk lahan
pekarangan, karena lebih efektif dan efisien dari segi pengadaan
prasarana. Peta kapling menunjukkan batas kapling, letak rumah
dan letak jamban.
8) Blok-blok yang ditunjukkan pada RTSP
Pedoman menunjukkan bahwa harus menunjukkan lahan pada blok-
blok. Blok-blok tersebut harus dialokasikan berdasarkan faktor-faktor
yang dibicarakan dibawah ini :
a) Faktor Sosial
Penting sekali rencana dibuat dengan memperhatikan kebutuhan
untuk mengembangkan prasarana sedemikian rupa sehingga
menimbulkan keadaan yang dapat memungkinkan kehidupan
masyarakat bermasyarakat yang baik. Jadi sebagian besar lahan
pekarangan harus diusahakan menghadap ke jalan desa, bukan
ke jalan penghubung atau ke jalan poros.
b) Batas Blok
Batas-batas blok untuk setiap penggunaan yang diusulkan harus
sesederhana yaitu garis lurus, jalan atau ciri-ciri alam, misalnya
sungai. Untuk lebih mengenali batas-batas dilengkapi dengan
batas-batas kapling. Blok LP disajikan dalam peta 1:5.000 dan
LU disajikan dalam peta 1:10.000
c) Fasilitas Umum
Rencana terinci untuk pusat desa diperlukan pada tahap IIIA dan
disajikan dalam peta 1 2.000. Peta tersebut menuju batas kapling
masing-masing bangunan FU, Konsultan harus tahu fasilitas
umum yang akan diberikan sebagai standard.
Fasilitas Umum tersebut harus dibuat daftarnya seperti pada
table 1 (Rincian Penggunaan Lahan Pemukiman Transmigrasi)

42
beserta luas tiap blok. Fasilitas yang akan ditambah didaftar juga.
Fasilitas diberikan dalam dua tahap, yaitu fasilitas yang diberikan
sebelum kedatangan transmigran dan fasilitas yang diberikan
selama tiga tahun pertama.
Luas yang cukup untuk semua fasilitas yang harus diberikan
dalam rencana.
Desain dan spesifikasi yang standar untuk semua fasilitas
tersebut adalah yang disiapkan oleh Dit. Perencanaan
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi,
Ditjen. PKP2Trans Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.
Konsultan tidak harus mendisain lagi rumah transmigran atau
sekolah.
Lahan untuk fasilitas umum diletakkan di Pusat Desa atau
diletakkan di Pusat Satuan Permukiman (SP) berasarkan
pertimbangan perencanaan dan kriteria jarak capai, luasnya
disesuaikan dengan daya tampung atau KK yaitu 8 – 12 Ha. di
pusat Satuan Permukiman (SP).
9) Untuk memenuhi kebutuhan air transmigran dan volume air didaerah
studi minimal harus tersedia : 60 liter/hari/orang untuk kebutuhan
transmigran.

6.1.7.3 Rencana Batas Pembukaan Lahan


1) Pedoman (KAK) menetapkan bahwa RTSP harus
menunjukkan batas-batas pembukaan lahan, Blok-blok yang dibuka.
Yang harus diutamakan adalah batas lahan pekarangan, pusat desa
dan jalan poros/penghubung. Untuk itu perlu dibuat beberapa patok
permanen yang dapat mewakili batas lahan di lapangan (lihat
lampiran 6, dekripsi patok permanen)
2) Pilar/patok permanen tersebut harus diikatkan pada
patok jalur rintisan dan posisinya dapat mudah diidentifikasikan di
lapangan (misalnya pada ujung-ujung blok, di dekat sungai dan lain
sebagainya). Pengukuran pilar-pilar permanen tersebut dilakukan
dengan spesifikasi sebagai berikut :

43
a) Sudut Horizontal diukur dengan alat To atau yang
sederajat (dengan pembacaan terkecil 30”), jarak diukur dengan
pita ukur.
b) Salah penutup sudut 4  n (n = banyaknya titik
pengukuran).
c) Ketelitian linier 1/2.500
d) Salah penutup beda tinggi tachimetri 60 mm  D Km
(D = Jumlah jarak jalur pengukuran beda tinggi).
3) Setelah rencana Tata Ruang Satuan Pemukiman
selesai, maka batas lahan yang dibuka (di land clearing) harus
diukur posisi horizontalnya dengan metode poligon dengan
Theodolite yang mempunyai ketelitian bacaan minimal 30”. Patok-
patok beton Batas Pembukaan Lahan (BPL) harus dipasang pada
pusat desa dan titik batas lahan pekarangan serta dibuat
dokumentasinya. Sebagai pengikat titik poligon BPL, diambil titik
Bench Mark (BM) pada base line terdekat.
4) Spesifikasi pengukuran poligon dan sebagai berikut :
a) Sudut poligon diukur dengan theodolite To atau
yang sederajat sebanyak 1 seri ganda (B-B-LB-LB).
b) Jarak titik-titik poligon diukur dengan pita untuk
seraha dan di cek dengan jarak optis ke muka dan ke belakang.
c) Salah penutup sudut tidak lebih dari 4”  n; ( n =
jumlah titik polygon).
d) Ketelitian linier tidak lebih dari 1/2.500.

6.1.7.4 Rencana Jaringan Jalan


1) Ada 2 (dua) kelas jalan yang dikenal dalam
perencanaan pemukiman transmigrasi yaitu :
a) Jalan Penghubung/Poros yang memberikan
aksesibilitas untuk segala cuaca dari pusat SP ke pusat-pusat
lain diluar SP (poros) dan sarana perhubungan tingkat
kabupaten/propinsi (jalan penghubung);
b) Jalan Desa yang memberikan aksesibilitas untuk
segala cuaca dari pusat SP kesemua lahan pekarangan.

44
Jalan poros apabila tidak memungkinkan untuk dihubungkan
langsung ke pusat yang lebih besar harus dihubungkan ke
prasarana perhubungan yang ada, seperti jalan utama dari Pusat
Desa perhubungan sungai / laut dan sebagainya.
2) Lebar perkerasan, DMJ dan jarak jalur hijau untuk dari
as jalan untuk masing-masing kelas jalan adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Lebar Perkerasan, DMJ, dan Badan Jalan Lokasi Transmigrasi

Perkerasan DMJ* Badan


Kelas Jalan
(m) (m) Jalan (m)
Jalan 4,5 20 10
penghubung/
poros
Jalan desa 3,0 10 4,5

*DMJ = Daerah Milik Jalan (ROW)

3) Rencana jalan RTSP harus didasarkan pada


pertimbangan efisiensi dan efektifitas pembangunan. Dalam hal ini
maka pembuatan rencana jalan sebaiknya mempertimbangkan :
a) Jarak yang paling pendek
b) Topografi relative datar guna menghindarkan
pekerjaan gali & timbun yang tidak perlu.
c) Faktor-faktor pembatas seperti sungai/rawa dan
lain sebagainya sedapat mungkin dihindari.
4) Rencana jalan yang diukur dalam RTSP baru
merupakan alinemen jalan yang diukur pada tingkat pendahuluan
(Recoqnaisance). Pengukuran situasi, perencanaan disain
geometrik serta pekerjaan staking out merupakan pekerjaan
selanjutnya, yaitu pekerjaan pembuatan Rencana Teknis Jalan
seperti diuraikan dalam sub bab 6.2.
Tabel 4. Rincian Penggunaan Lahan di Permukiman Transmigrasi

45
LC /
NO JENIS FASILITAS Pusat SKP SP Biasa SLOPE
NON LC
1. LP 0,1-0,5 0,1-0,5 LC 0 – 8%
Ha /KK Ha/KK
2. Lahan Usaha I 0,5-0,9 0,5-0,9 LC 0 –15%
Ha/KK Ha/KK
3. Lahan Usaha II 1,0 1,0, NLC 0 –25%
Ha/KK Ha/KK
4. Fasilitas Umum Pusat Desa 8 - 12 8,0 LC 0 – 8%
Ha/KK Ha/KK
1. Balai Desa 650 m2 150 m2 LC 0 – 8%
1. Pustu 200 m2 LC 0 – 8%
2. Gudang Pupuk 400 m2 400 m2 LC 0 – 8%
2. Gudang Beras 400 m2 400 m2 LC 0 – 8%
2. Sekolah Dasar 10.000 m2 10000 m2 LC 0 – 8%
2. Rumah Ibadah 5.000 m2 5000 m2 LC 0 – 8%
1. Rumah Kep Unit / Desa 250 m2 250 m2 LC 0 – 8%
1. Rumah Petugas (kopel) 1.250 m2 1250 m2 LC 0 – 8%
2/1 Rumah Perawat (kopel) 500 m2 250 m2 LC 0 – 8%
2/1 Rumah Kepala Sekolah 500 m2 250 m2 LC 0 – 8%
7/4 Rumah Guru (kopel) 1.750 m2 1000 m2 LC 0 – 8%
2/1 Rumah Penjaga Sek. 200 m2 100 m2 LC 0 – 8%
1. Lapangan 4.000 m2 4000 m2 LC 0 – 8%
1. Kantor / gedung KUD 250 m2 250 m2 LC 0 – 8%
1. Pasar dan Toko-toko 4.000 m2 750 m2 LC 0 – 8%
1. Lantai Pengeringan 600 m2 600 m2 LC 0 – 8%
1. Stasion Bis 20.000 m2 LC 0 – 8%
1. Taman Kanak-kanak 1.000 m2 1000 m2 LC 0 – 8%
1. A s r a m a 200 m2 - LC 0 – 8%
1. Puskesmas 450 m2 - LC 0 – 8%
1. Rumah Dokter 250 m2 - LC 0 – 8%
1. Sekolah Lanjutan 10.000 m2 - LC 0 – 8%
1. Bank Rakyat Indonesia 400 m2 - LC 0 – 8%
1. Kantor Pos 400 m2 - LC 0-8 %
5. Fasilitas Umum Lainnya :
Kuburan 2,00 Ha 2,00 Ha LC 0 – 15%
Pangonan / Penggembalaan 10 Ha 10 Ha Non LC 0 – 15%
Test Farm 4 Ha 4 Ha LC 0 – 3%
Seed Farm 4, 0 – 6 Ha - LC 0 – 3%
Tanah Bengkok
- Kepala Desa 10 Ha 10 Ha LC 0 – 8%
- Staf Desa 10 Ha 10 Ha Non LC 0 – 8%
- Bondo Desa 10 Ha 10 Ha Non LC 0 – 8%
Jalan Penghubung
- Jalan Poros ( 20 m )
- Jalan Desa ( 10 m ) 6 Ha 6 Ha LC 0 – 15%
- Jalan Lahan ( 5m) 0 – 15%
Lahan dengan kemiringan 0-8% diperbolehkan jika masih sesuai untuk tanaman Lahan Pekarangan.
* LC = Land Clearing

6.1.8 Analisis Ekonomi Dan Keuangan

46
Konsultan harus melakukan analisis ekonomi dan keuangan yang
lengkap dari tiap pengembangan yang diusulkan baik dilahan
pekarangan maupun diplasma serta initi. Bentuk analisis ekonomi dan
keuangan mencakup hal-hal sebagai berikut :
A. Prakiraan arus tunai transmigran (projected cash flow) selama 10-
25 tahun dengan menghitung :
1) Prakiraan perkembangan pendapatan transmigran dari LP
(lahan pekarangan) sesuai dengan usulan pengembangan
pertanian (luas, Pola tanam dan jenis tanaman) yang telah
diuraikan sebelumnya. Harga satuan diperhitungkan
berdasarkan harga pasar terdekat.
2) Prakiraan perkembangan pendapatan transmigran dilahan, LU.I
dan LU.II setelah tanamannya dapat menghasilkan. Dalam
memperkirakan pendapatan Transmigran perlu disebutkan hal-
hal mengenai :
- Perkiraan produksi dan
- Harga satuannya
3) Prakiraan perkembangan pendapatan transmigran dari sumber
lainnya.
4) Prakiraan pengeluaran transmigran untuk sarana produksi
pertanian di Lahan Pekarangan :
a) Benih dan Bibit
b) Masukan pertanian (Pupuk dan Pestisida)
c) Dan lain-lain
5) Perkiraan perkembangan pendapatan kotor transmigran,
berdasarkan butir 1 sampai 3 dikurangi butir 4.
B. Prakiraan pengeluaran transmigran untuk kebutuhan sehari-hari
atau kebutuhan rumah tangga;
C. Berdasarkan butir A dan B diatas dihitung pendapatan bersih
transmigran sehingga dapat dilihat kelayakan proyek
pengembangan transmigrasi.
D. Apabila berdasarkan hasil penilaian butir C di atas proyek tersebut
tidak layak untuk kehidupan transmigran, konsultan perlu membuat

47
usulan pemecahan/alternatip pengembangan pertanian di daerah
studi tersebut.
E. Pendapatan transmigran pada tiap akhir periode/tahap
pengembangan transmigran (akhir periode/tahap kosolidasi,
pengembangan dan pemantapan) perlu dievaluasi juga apakah
pendapatan transmigran tersebut sudah mencapai target
pendapatan seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri
Transmigrasi dan PPH Nomor : KEP. 06/MEN/1999 Tentang Tingkat
Perkembangan Pemukiman Transmigrasi dan Kesejahteraan
Transmigran. Apabila belum perlu dibuatkan rekomendasi
pengembangan yang lebih baik untuk pemukiman transmigrasi Pola
TPLK.
6.1.9 Perkiraan Biaya Pengembangan Permukiman Transmigrasi
Perkiraan biaya yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Desa, PDT
dan Transmigrasi mencakup :
1) Perkiraan biaya untuk menyiapkan lahan pemukiman
transmigrasi yang meliputi :
a. Pekerjaan pembukaan jalan
b. Pekerjaan pembuatan jalan penghubung / poros
c. Pekerjaan pembuatan bangunan rumah transmigran dan
penyediaan sarana sumber air bersih
2) Perkiraan biaya pengerahan penduduk
3) Perkiraan biaya untuk pemberian paket saprotan
Biaya biaya tersebut didasarkan pada jumlah daya tampung hasil
perencanaan RSTP.
Dasar-dasar perhitungan untuk semua tarip dan biaya yang
digunakan dalam perkiraan biaya perlu disebutkan.

6.1.10 Telaahan Lingkungan


1). Tujuan
a. Mengindentifikasi RTSP;
b. Mengetahui besarnya dampak lingkungan (baik dampak
positif maupun dampak negative) yang mungkin timbul,
sebagai akibat dikembangkannya pemukiman transmigrasi;

48
c. Menyusun alternative tindakan bila dampak negative lebih
besar dari dampak positif, sehingga dampak positif dapat
seminimal mungkin.
2) Ruang Lingkup Telaahan Lingkungan
Komponen yang harus dicakup dalam studi mencakup fisik,
biologi, sosial, dan budaya. Komponen yang mempunyai dampak
penting perlu ditelaah lebih detail.
3) Identifikasi Dampak Potensial dari RTSP
Dalam mengindentifikasi dampak, konsultan sedapat mungkin
mempertimbangkan komponen-komponen lingkungan yang
mungkin terkena dampak yaitu antara lain :
a. Lahan pertanian
b. Pelongsoran dan pengikisan tanah/pantai
c. Kestabilan lereng
d. Kuantitas air permukaan
e. Kualitas air permukaan/pencemaran air
f. Kuantitas air tanah
g. Kualitas air tanah
h. Species langka dan terancam punah
i. Tumbuhan bermanfaat
j. Hewan bermanfaat
k. Tumbuhan hama
l. Hewan hama
m. Faktor penyakit
n. Kesehatan masyarakat
o. Sumber Daya Alam / Tata Guna Lahan
p. Sistem Distribusi Produksi
q. Tenaga Kerja dan lapangan pekerjaan
r. Populasi yang terkena resiko
s. Kestabilan masyarakat / kesenjangan masyarakat
t. Nilai budaya dan agama
4) Dampak penting yang perlu diidentifikasi dalam rencana
pengembangan pemukiman ini adalah :
a. Dampak Pembukaan Lahan

49
Dampak pembukaan lahan terhadap kemungkinan banjir,
potensi air, kestabilan ekologi (longsor), kestabilan lereng,
erosi.
b. Dampak terhadap Flora dan Fauna
c. Dampak RTSP terhadap flora dan fauna yang bernilai historis,
ekonomis, estetis dan ilmiah, baik daerah daratan maupun
perairan.
d. Dampak RTSP terhadap migrasi, tempat bersarang, tempat
mencari makan, pemijahan fauna dan sebagainya.
e. Dampak terhadap kepunahan hewan dan tumbuhan langka.

5) Dampak terhadap Kependudukan


a. Dampak pertambahan penduduk berdasarkan usia, jenis
kelamin, ketrampilan, dan sebagainya.
b. Dampak RTSP terhadap transmigran pendatang.
6). Dampak Ekonomi, Sosial dan Budaya
a. Dampak terhadap pusat-pusat perekonomian dan
infrastruktur,
b. Dampat terhadap kehidupan masyarakat (mata pencaharian
dan pendapatan) dan tata nilai masyarakat,
c. Dampak terhadap lembaga formal,
d. Dampak terhadap struktur industri pertanian daerah dan pola
perdagangan daerah,
e. Dampak terhadap kesempatan kerja, baik langsung maupun
tidak langsung, formal dan informal.
f. Dampak sosial dan budaya lainnya yang dianggap relevan
(kehidupan sehari-hari, adat istiadat, peninggalan sejarah,
estetika, dan lain-lain).
7) Dampak Pengembangan Pertanian
a. Dampak terhadap struktur perekonomian daerah,
b. Dampak masukan pertanian terhadap ekosistem daerah,
misalnya : dampak jumlah input tanah terhadap kesuburan
tanah.

50
8) Dampak Pengembangan Permukiman
a. Dampak prasarana dan sarana permukiman yang
direncanakan untuk kehidupan masyarakat setempat.
b. Dampak kegiatan sehari-hari (seperti pembuangan sampah
yang tidak tertib, pencemaran air buangan) terhadap
ekosistem yang ada.
c. Dampak pengembangan pemukiman terhadap
perkembangan daerah.
9) Evaluasi Dampak Penting
Penilaian dampak penting harus dibagi atas hal-hal sebagai
berikut :
a. Dampak positif/negatif
b. Jangka pendek dan jangka panjang, serta
c. Ditinjau berdasarkan sifat biofisik, dan sosekbud yang terjadi
setelah adanya permukiman transmigrasi (prediksi ilmiah).
d. Diuraikan mengenai hubungan sebab akibat antara RTSP dan
lingkungan hidup (dikaitkan dengan dampak positif dan
negatif).
10) Menyusun Alternatif Tindakan
Seandainya berdasarka hasil penilaian dampak penting
diketahui ternyata bahwa nilai dampak negatif lebih besar dari
dampak positif, maka konsultan diwajibkan untuk memberikan
alternatif tindakan agar dampak positif dapat dikembangkan
dan dapat negatif dapat ditekan seminimal mungkin.

6.1.11 Penyusunan Laporan Dan Album Peta


1. Laporan RSTP sebaiknya disusun dengan out line yang dikeluarkan
oleh Dit. Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Transmigrasi (terlampir). Dalam hal tertentu isi laporan dapat saja
dibuat lain atas pertimbangan konsultan setelah didiskusikan dan
disetujui;
2. Sebelum menyerahkan laporan akhir (sebanyak 10 eks) konsultan
wajib menyerahkan draft laporan (sebanyak 5 eks).

51
Draft laporan yang telah didiskusikan dengan Dit. Perencanaan
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi
(terlampir) selanjutnya disempurnakan menjadi laporan akhir;
3. Disamping itu konsultan wajib menyerahkan laporan sementara hasil
survei lapangan segera setelah pekerjaan lapangan diselesaikan;
4. Konsultan juga harus menyerahkan laporan, album peta dan Pilok
dalam bentuk Software (CD);
5. Penyajian Peta dalam bentuk digital berwarna, dengan ukuran A1
dan mengikuti format standar Bakosurtanal yang ditandatangani oleh
Juru Gambar, Tenaga Ahli, pemeriksa dan pemberi persetujuan.
6.1.12 Spesifikasi Teknis Penyiapan Lahan Dan Bangunan
RTSP pada dasarnya merupakan rencana detail oleh karenanya harus
dilengkapi dengan informasi dan arahan bagi pelaksanaannya.
Laporan ini dimaksudkan untuk memudahkan dan mengarahkan
kontraktor dalam pekerjaan penyiapan lahan dan bangunan, agar tujuan
yang ingin dicapai dalam perencanaan dapat dicapai secara lebih
optimal.
Spesifikasi teknis penyiapan lahan dan bangunan disusun meliputi :
1. Volume pekerjaan yang menyangkut pembukaan lahan, pekerjaan
jalan, bangunan-bangunan kayu, dan reservear air minum;
2. Letak/lokasi pembukaan lahan, sumber bahan-bahan yang akan
digunakan;
3. Klasifikasi hutan.

6.2. Rencana Teknis Jalan (RTJ)


6.2.1. Pekerjaan Lapangan
Sebagian besar dari pada pekerjaan Perencanaan Jalan Permukiman
Transmigrasi ini merupakan pekerjaan lapangan yang dilakukan setelah
selesai kegiatan penentuan SP di lapangan. Pekerjaan lapangan ini
meliputi :
1. Perintisan dan Pemasangan Patok Pengukuran Rencana
Jalan
Dengan bantuan data yang ada dilakukan pengenalan lapangan
disekitar rencana jalan untuk mendapatkan gambaran medan secara

52
menyeluruh. Kegiatan yang dilakukan dari tahapan pekerjaan ini
meliputi :
a. Menentukan titik awal (BMJ 0) dan titik akhir dari rencana jalan
penghubung/poros dilapangan, sejauh yang telah ditentukan
diatas peta dasar;
b. Mencatat keterangan penting disepanjang jalan seperti
rawa/kebun/ladang dengan batas-batasnya, sungai atau saluran
dengan ukuran dan karakteristiknya, jembatan/gorong-gorong
dengan dimensinya, dan lain sebagainya;
c. Mengadakan pencatatan lokasi sumber material yang dapat
dipergunakan untuk pekerjaan penimbunan dan
payment/struktur. Lokasinya digambarkan diatas peta dasar dan
dilampirkan pada gambar rencana;
d. Merintis dan menetapkan trace jalan yang akan digunakan
sebagai pedoman bagi team pengukuran;
e. Memasang patok-patok sepanjang trace jalan dengan ukuran dan
ketentuan sebagai berikut :
1) Patok kayu
a) Sebagai patok pengukuran;
b) Ukuran 60cm dengan Ø 5 cm (diameter);
c) Dipasang pada setiap jarak 50-100 m;
d) Diberi nomor urut;
e) Ditanam 40 cm (muncul 20 cm diatas permukaan).
2) Patok beton
a) Sebagai titik pengikat tetap diikatkan pada BM
RSTP/bangunan tetap;
b) Dipasang ditempat yang aman/mudah ditemukan (15 m
sebelah kiri dari rencana as jalan) dan pada setiap jarak
5.000 meter;
c) Diberi nama BM dan nomor urut I, II, III dan seterusnya;
d) Ditanam sedalam 50 cm (muncul 25 cm diatas permukaan
tanah;
e) Diberi bout dipermukaan atas beton tersebut;

53
f) Kalau panjang jalan < 5 km diambil pada awal dan akhir
proyek.
2. Pengukuran
Pengukuran topografi dilakukan pada jalur rintisan jalan yang telah
dirintis dan dipatok. Pekerjaan pengukuran terdiri dari :
a. Polygon
1) Poligon diukur dengan menggunakan alat theodolit T0
atau sejenisnya, sedangkan perhitungannya digunakan
methode Bowdith;
2) Pengukuran polygon harus diikatkan pada titik-titik tetap
(BM RTSP) yang diketahui koordinatnya dan titik ikat hasil
pengukuran tata ruang;
3) Jarak diukur dengan pita baja dalam satu arah, dicek
dengan jarak optis dibaca kemuka dan ke belakang;
4) Ketelitian yang disyaratkan :
* Kesalahan penutup sudur < 1 n (lebih kecil)
n = banyaknya titik polygon
* Kesalahan jarak linier < 1 (lebih kecil).
2000
b. Pengukuran Beda Tinggi
1) Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan doublestand
( 2 x berdiri alat);
2) Alat pengukuran beda tinggi menggunakan Wil Nak2, Zeis
Ni2 atau alat sipat datar automatic yang sejenisnya;
3) Patok beda tinggi dan titik ikatnya diambil sama dengan
yang digunakan pada pengukuran polygon (BM);
4) Kesalahan penutup < 25 D mm
D = jarak dalam km

c. Pengukuran Cross Section


1) Pengukuran dilakukan pada bagian medan yang datar,
bukit dan pegunungan;
2) Alat ukur yang dipergunakan adalah T0 atau sejenisnya;

54
3) Pengambilan setiap jarak 100 m untuk daerah datar, bukit
50 m, dan pegunungan 25 m dan di tikungan jalan setiap
jarak 25 m dan pada scope yang penting seperti lembah dan
puncak bukit/gunung;
4) Lebar pengukuran meliputi daerah koridor sejauh :
a) 25 m sebelah kanan dan kiri sumbu jalan yang lurus/datar;
b) 25 m kesisi luar dan 50 m kesisi dalam pada jalan
menikung ;
c) Untuk daerah yang pada saat pengukuran masih belum
dapat ditentukan rencana centre line jalannya, koridor
perlu diperlebar sehingga diperoleh jangkauan medan
yang lebih luas.

d. Pengukuran situasi sungai/jembatan


1) Pengukuran situasi sungai meliputi daerah sejauh 50 m ke
hilir dan 50 m ke hulu dari (CL) Rencana Jalan 25 m sebelah
kiri dan sebelah kanan tapi sungai dibuat cross/situasi;
2) Pada setiap tepi sungai/saluran 7,5 meter sebelah kiri dan
kanan rencana as jalan dipasang patok pralon/ beton 75 cm 
10 cm;
3) Gambar detail sungai harus meliputi keadaan topografi
dasar, tebing dan tepi sungai serta daerah sekitarnya;
4) Ketinggian muka air banjir, muka air normal dan muka air
terendah harus dicatat;
5) Jembatan/gorong-gorong yang ada harus dibuat skets dan
ukuran-ukurannya, serta dicantumkan material yang dipakai.

6.2.2 Pembuatan Peta Situasi Jalan


Peta Situasi Jalan disajikan pada skala 1 : 2.000 dengan interval garis
tinggi 1 (satu) meter dan mencakup :
a) Semua patok dan titik detail dengan dilengkapi
tanda/nomor, ketinggian dan koordinatnya;

55
b) Detail situasi yang ada, seperti batas
rawa/kebun/ladang disekitar trace jalan, lebar sungai/saluran ukuran
jembatan/gorong-gorong dan lain-lain yang penting;
c) Diatas peta situasi jalan ini, dibuat alinement horizontal
dengan bentuk full circle.

6.2.3 Pematokan Sumbu Rencana Jalan (Centre Line Stake Out)


Yang dimaksud disini adalah pemasangan patok dan tanda di lapangan
sesuai dengan design alignement horizontal dengan menggunakan alat
ukur T0.
a) Pemasangan patok (lihat tabel 1 dan gambar 1 Patok-
patok P). harus diikat dengan 2 titik ikat bahan beton, dimensi 10 x
10 x 60 cm dipasang pada tempat yang aman diluar DMJ dilengkapi
dengan Azimuth dan jarak;
b) Patok untuk rencana jembatan dipasang = 7,5 m kiri
kanan sumbu jalan sebanyak 4 buah.
6.2.4 Penyelidikan Tanah Dan Material
1) Umum
Sesuai dengan jenis konstruksi yang akan diterapkan untuk proyek
jalan ini, maka penyelidikan tanah akan diadakan dengan
penyederhanaan, dimana pengamatan secara visual serta test-test
dianggap cukup untuk memenuhi tuntutan pekerjaan fisiknya nanti.
2) Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan ini terutama ditujukan untuk menganalisa tanah dasar
material timbunan perkerasan. Lingkup kegiatan yang tercakup
dalam pekerjaan penyelidikan tanah dan material ini adalah :
a) Penyelidikan tanah dasar
(1) Pengambilan CBR (California Bearing Ratio) lapangan
dengan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) setiap 1 km
atau setiap ruas jalan (untuk ruas yang panjangnya kurang
dari 1 km).
(2) Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturbed
sample) dari lapisan tanah yang diperkirakan sebagai

56
subgrade, dibawah top soil, sebanyak 40 kg tiap titiknya.
Contoh tanah ini diambil setiap 5 km panjang jalan.
(3) Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undissturbed
sample) pada kedalaman –1,5 m dari muka air tanah, dengan
menggunakan alat bor tangan. Contoh tanah ini juga diambil
setiap 5 km panjang jalan.
(4) Untuk ruas jalan yang panjangnya kurang dari 5 m pekerjaan
pada item b can c di atas masing-masing dilakukan dua kali
pada titik awal dan akhir proyek.
(5) Pembuatan bor-log, lengkap dengan diskripsi tanah dan data
muka air tanahnya.
b) Penyelidikan sumber quarry
Yang dimaksud quarry disini adalah material timbunan (selected
material), material perkerasan dan material-material lain yang
akan digunakan dalam pembangunan jalan.
(1) Material timbunan (selected material)
(a) Contoh tanah terganggu diambil dari lapisan
tanah yang diperkirakan sebagai subgrade, dibawah top
soil sebanyak 40 kg tiap titik;
(b) Contoh tanah tidak terganggu (undisturbed
sample) diambil dari lapisan tanah sedalam 1,5 meter dari
permukaan tanah dengan memakai alat bor tangan;
(c) Pada saat pengambilan contoh tanah, dibuat
pula bor-log dan deskripsi serta data muka air tanahnya;
(d) Pada satu lokasi quarry harus diambil minimal
satu contoh tanah terganggu dan satu contoh tidak
terganggu yang dapat mewakili kondisi tanah pada
deposit tersebut.
(2) Material perkerasan
(a) Pemeriksaan material perkerasan dilakukan
secara visual saja, kecuali bila material perkerasan berupa
tanah laterit;
(b) Dalam hal terakhir ini perlu diambil contoh
tanah tidak terganggu dengan menggunakan bor tangan,

57
pada kedalaman 1,5 meter dari permukaan tanah, serta
contoh tanah terganggu 5 kg;
(c) Lokasi penyelidikan tanah ini harus diambil
sedemikian rupa sehingga dapat mewakili kondisi tanah
pada deposit tersebut;
(d) Banyaknya titik bor tangan minimal satu buah
pada tiap lokasi quary;
(e) Pada saat pengambilan contoh tanah dibuat
pula bor-log, deskripsi tanah dan data muka air tanahnya.
3) Analisa dan Test yang diperlukan di laboratorium, yaitu :
a) Index properties Test, termasuk test Batas Atterberg;
b) Analisa saringan (Sieve Analysis);
c) Conpaction Test untuk mengetahui berat isi kering max
dan kadar air optimumnya;
d) CBR Test.

Penjelasan yang lebih detail dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Penyelidikan Tanah Jalan


POLA PIR TRANS / TRANS-HTR /
IRIGASI RAWA, P 3 S
KERING
As Mat Mat As Material Late As Material
Laterit
JENIS PEKERJAAN Jalan Timbnan Laterit Jln Tmbunn rit Jln Timbunn
Pengambilan Per 5 1 titik 1 titik Per 5 1 titik 1 titik Per 5 1 titik 1 titik
Undisturbed Sample km km km
(Pand Borling)
Pengambilan disturbed Per 5 Per 5 1 titik
sample km km
Test CBR Lapangan Per 1 Per 1 Per 1
(DCP) km km km
Penyelidikan
Laboratorium Mekanika
Tanah
a. Index Properties Test v v v v v v v v v
b. Test Batas Atterberg :
- terhadap disturbed v v v v v v - v v
sample
- terhadap undistubed v
sample
c. Test geser langsung /
test kekuatan tekan v
bebas

58
d. Test Analisa Saringan v v v v v v
e. Test Pemadatan v v v
f. Test CBR v v v v v
g. Test Konsolidasi v

6.2.5 Analisa Lalu Lintas


Data-data dan komposisi lalu lintas yang ada dan melakukan perkiraan
perkembangan lalu lintas yang akan datang dalam kaitannya dengan
lalu lintas harian rata-rata (LHR).

6.3 Kriteria Perencanaan


6.3.1 Standard Geometrik Jalan
Dalam merencanakan geometrik jalan, sejauh mungkin berpegang pada
buku standard spesifikasi perencanaan geometik jalan raya No.13/1970
khusus untuk jalan penghubung dan jalan poros perlu diadakan
modifikasi/penyesuaian menjadi sebagai berikut :

Tabel 6. Standar Geometrik Jalan Penghubung/Poros


di Lokasi Transmigrasi
Golongan Daerah
No. Uraian Satuan
Dataran Perbukitan Pegunungan
1 Kecepatan Km/jam 40 30 20
rencana
2 Jari-jari M 50 25 20
lengkung
3 Landai % 8 10 15
maximum
4 Miring % - 10 -
tikungan max
Lebar daerah milk jalan M 20 20 20
(ROW) minimum
Per- Lebar M 4,5 4,5 4,5
kerasan Kontruksi - Sub. Base Sub. Base Sub. Base
Class C , Class C , Class C , T=15
Lereng % T=15 cm T=15 cm cm
melintang 4 4 4
Bahu Lebar M 1,5 1,5 1,5
Kontruksi - Tidak Tidak Tidak
diperkeras diperkeras diperkeras
(Lunak ) (Lunak ) (Lunak )
Lereng % 6 6 6
melintang
Catatan : Bentuk tikungan full circle

59
6.3.2 Perhitungan perkerasan jalan
Standard perhitungan perkerasan jalan mengikuti kriteria yang
dikeluarkan oleh Ditjen Bina Marga atau Instansi lain yang berwenang.

6.3.3 Standar Design Jembatan


Material : Kayu kelas I / II
Bentang : < 20 m
> 20 m menggunakan konstruksi jembatan sesuai dengan kondisi yang
ada, dan harus dibuat rencana teknis jembatannnya.

6.3.4 Standard Design Gorong-gorong


Material : Beton/kayu
Jenis : Bulat dan box
Bentang : Untuk lokasi terdapat pasir dan kerikil
diprioritaskan gorong-gorong beton ukuran dia 0,80 dan
1,00 m. untuk lokasi yang tidak terdapat/sulit material pasir
dan kerikil dipakai gorong-gorong kayu ukuran 0,80 x 1,00
m dan 1,50 x 1,50 m.

5.2.1 Out Line Paket Informasi Lokasi (PILOK)

BAB.1 INFORMASI UMUM


1.1 Letak Lokasi
1.2 Aksesibilitas
BAB.2 KONDISI FISIK LOKASI
2.1 Kemiringan Lahan
2.2 Kondisi Iklim dan Hidrologi
2.3 Sumber Air Bersih dan Air Pertanian
2.4 Status Hutan dan Sumberdaya Hutan
2.5 Status Lahan dan Penggunaan Lahan
2.6 Kesesuaian Lahan
2.7 Sumber Material
BAB.3 RENCANA TEKNIS SATUAN PERMUKIMAN (RTSP) DAN RENCANA
TEKNIS JALAN (RTJ)

60
3.1 Peruntukan Lahan dan Daya Tampung
3.2 Pembukaan Lahan dan Biaya Pembukaan Lahan
3.3 SAB dan Biaya Pembangunan
3.4 Volume dan Biaya Pembangunan RTJK dan Fasilitas Umum
3.5 Volume dan Biaya Pembangunan Jalan dan Jembatan
BAB. 4 SOSIAL EKONOMI
4.1 Usaha Perbaikan Kualitas Lahan dan Masukan Pertanian
4.2 Komoditas yang dapat dikembangkan
4.3 Pola Usaha Pengembangan Pertanian
4.4 Pendapatan Bersih Keluarga Transmigran per KK
BAB. 5 SOSIAL BUDAYA
5.1 Aspirasi dan Dukungan Masyarakat Setempat
5.2 Komposisi TPS : TPA
5.3 Asal TPA yang diinginkan

BAB.6 KESIMPULAN
BAB. 7 REKOMENDASI
Sarana Air Bersih Non Standar
Prasarana Non Standar (Drainase, Jembatan, Dermaga dll)

LAMPIRAN
1. Peta Orientasi;
2. Peta RSKP;
3. Peta Rencana Tata Ruang;
4. Peta Alinemen Jalan;
5. Peta Batas Pembukaan Lahan.

Jakarta, Januari 2016

Direktur Kasubdit
Perencanaan Pembangunan dan Perencanaan Teknis Satuan
Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Permukiman,

61
Jajang Abdullah, S.Pd., M.Si Ir. Wahyu Hidayat
NIP. 19620704 198503 1 002 NIP. 19591106 199403 1 001

Lampiran 1. Kerangka Pengukuran


Rintisan Batas
Rintisan
Jalur Pengikatan Baseline pe-250 m Pembukaan
per-500 m
dan 125 m Lahan
Jalur Pulang-pergi Pulang-pergi Terikat ke Terikat ke PD, LP, dan
pengukuran base line base line LU-I terikat
baseline atau
rintisan per
250 m/125m
Metode - Poligon - Poligon Pengukuran - Poligon Staking out
Pengukuran -Tachimetri - Tachimetri kemiringan -Tachimetri
lahan
Alat yang -Theodolite -Theodolite -Kompas - -Theodolite
digunakan T0 T0 (sederajat) -Clinometer Theodolite T0
(sederajat) -Pita Ukur -Pita ukur T0 (sederajat)
-Pita Ukur (sederajat) -Pita Ukur
-Pita ukur

Lampiran 2. Tipe Kerapatan dan Distribusi Pengamatan Lapang

TIPE KERAPATAN MINIMUM DISTRIBUSI

62
Topografi
Lereng (survai pendahuluan) 1/2,5 Ha Setiap 50 m sepanjang rintisan
Pengukuran To/Clino, jarak antar rintisan 500 meter.
mithband

Lereng (survey didalam Setiap 50 m sepanjang rintisan


daerah pekarangan dan lahan 1/1,25 Ha jarak antar rintisan 250 meter.
usaha I)
Pengukuran dengan
Klinometer
Tanah
- Pemboran 1/12,5 Ha dan 1/6,25 Ha Setiap 250 m sepanjang
rintisan, jarak antar rintisan 500
dan 250 meter.

- Profil 2 profil/macam tanah Salah satu profil dianalisa lab

- Kesuburan 1/25 Ha dan 1/50 Ha Pada LP dan LU I (0-30 cm)


dan LU II (0-30 cm dan 30-60
cm).
Tata Guna Lahan dan Hutan
- Pengamatan penggunaan 1/2,5 Ha Setiap 50 m sepanjang
lahan traverse jarak antar traverse
500 meter.

- Inventarisasi Tegakan 1% 1% dari luas areal survai


(setiap sampling seluas 0,1 Ha
atau 20 x 50 m).
- Wawancara dengan Variabel Semua kepala kampung lebih
masyarakat setempat dari 50 petani.
Hidrologi
Arah aliran sungai dan Variabel Semua potongan sungai
bahaya banjir sepanjang rintisan.

Naik turun pasang surut Variabel Areal yang dipengaruhi pasang


surut.

Sarana air bersih 2 buah Pada sumur uji di LP dan FU

Lampiran 3. Pemasangan Bench Mark (BM)

1. Pilar Beton (Bench Mark)


Pilar beton (Bench Mark) harus dipasang pada :
a. Titik orientasi pengukuran harus bisa diidentifikasikan pada peta topografi
dimana pilar tersebut digunakan sebagai titik awal pengukuran (BM0).
b. Pilar PVC / diisi beton dipasang pada :
1. Pada setiap jarak rintisan 1 Km pada base line;

63
2. Patok batas pembukaan lahan;
3. Titik perpotongan dua tikungan jalan (P I).
c. Patok kayu yang kuat digunakan sebagai patok bantu pengukuran poligon
yang dipasang setiap 100 meter.
d. Identifikasi pilar.
Setiap pilar permanen harus diberi nomor dan kode Trans adapun
penggunaan warnanya sebagai berikut :
1. BM jalan dicat kuning;
2. Pilar BPL dan PD dicat merah;
3. Komposisi Beton : 1 : 3 : 5
Semen = 1; Pasir = 3; dan Kerikil = 5

Bench Mark (dari Beton Cetak)

Tampak Depan Rivet Ø 15 mm Perspektif


(Paku Seng)

B
M
40 cm
Permukaan Tanah B
M

60 cm Rangka besi

15 cm
Patok Batas Pembukaan Lahan (BPL), dari PVC Ø 10’

64
Tampak Depan Perspektif

Rivet Ø 10
mm
40 cm BLC BLC
2 2
Beton Cor

Permukaan Tanah

60 cm

10 cm

65
Lampiran 4. Kriteria Sub Kesesuaian Lahan Utama Padi Sawah
Sim Kelas Kesesuaian Lahan
Parameter
bol S1 S2 S3 N1
Kedalaman efektif Ke > 75 cm > 50 cm > 25 cm > 10 cm

Kelas besar butir berliat,berdebu berliat,berdebu berliat,berdebu berliat,berdebu


pada ada zone halus,berlempung halus,berlempung halus, kasar halus dan
perakaran halus halus berlempung halus asar,berlempung
(0-30) cm. dan kasar

Permeabilitas S lambat lambat,agak sangat lambat, sangat lambat,


lapisan bawah (0- lambat lambat,agak lambat,agak
30) cm. lambat,sedang. lambat,agak
cepat,cepat.

Batu-batu <5% < 25 % < 50 % < 75 %


dipermukaan

Kesuburan tanah n tinggi tinggi,sedang tinggi, sedang, tinggi, sedang,


rendah. rendah.

Reaksi tanah a pH 5,5 – 7,5 pH 4,5 – 7,5 pH 4,-0 – 8,0 pH 3,5 – 8,5
lapisan atas (0-
30) cm.

Toksisitas
a. Kejenuhan A1 c < 60 % < 80 % < 80 % < 100 %
b. Kedalaman > 100 % > 75 % > 50 % > 25 %
Pirit
Lereng dan t lereng <3% dan lereng <5% dan lereng <5% dan lereng <8% dan
keadaan >80% dari >80% dari >50% dari >40% dari
permukaan tanah wilayah rata. wilayah rata. wilayah rata. wilayah rata.

Ketinggian < 500 cm < 750 cm < 1000 cm < 1000 cm


tempat
Zone agroklimat r A1,A2,B1,B2 A1,A2,B1,B2,B3 A1,A2,B1,B2,B3, A1,A2,B1,B2,B3,
(oldemen at al) C1,C2,C3. C1,C2,C3,D1,D2.

Kelas Drainase d terhambat terhambat,agak agak terhambat, cepat,agak


terhambat terhambat,sangat, sepat, baik,agak
terhambat. terhambat.

Banjir dan f tanpa kurang dari 2 bln kurang dari 7 bln kurang dari 7 bln
genangan dengan tanpa dengan tanpa dengan tanpa
adanya adanya genangan adanya
genangan permanen <1m genangan
permanen <1m permanen <1m

Salinitas x < 1500 < 2500 < 2500 < 4000


(menos/cm)

Sumber : Publikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor

66
Lampiran 5. Kriteria Sub Kesesuaian Lahan Untuk
Tanaman Pangan Lahan Kering
Sim Kelas Kesesuaian Lahan
Parameter
bol S1 S2 S3 N1
Kedalaman efektif Ke > 75 cm > 50 cm > 25 cm > 10 cm

Kelas besar butir berliat,berdebu berliat,berdebu berliat,berdebu berliat,berdebu


pada ada zone halus,berlempung halus,berlempung halus, kasar halus dan
perakaran halus halus berlempung asar,berlempung
(0-30) cm. halus dan kasar

Permaebilitas S Sangat tinggi, Sangat tinggi, Sangat tinggi, Sangat tinggi,


lapisan bawah (0- tinggi tinggi dan sedang tinggi, sedang tinggi, sedang
30) cm. dan rendah dan rendah
Batu-batu <5% < 25 % < 50 % < 75 %
dipermukaan
tanah

Kesuburan tanah n tinggi tinggi,sedang tinggi,sedang, tinggi,sedang,


rendah. rendah.

Reaksi tanah a pH 6,0 – 7,0 pH 4,5 – 8,0 pH 3,5 – 8,5 pH 3,5 – 8,5
lapisan atas (0-30)
cm.

Toksisitas
a. Kejenuhan A1 c < 20 % < 40 % < 60 % < 80 %
b. Kedalaman > 100 % > 75 % > 50 % > 25 %
Pirit
Lereng t lereng <3%. lereng <5% lereng <5% lereng <8%

Erodibilitas e Sangat rendah Sangat rendah, Sangat rendah, Sangat rendah,


rendah rendah

Zone agroklimat r A1,A2,B1,B2 A1,A2,B1,B2,B3 A1,A2,B1,B2,B3, A1,A2,B1,B2,B3,


(oldemen at al) C1,C2,C3. C1,C2,C3,D1,D2.
D1,D2,D3 D3,E1

Kelas Drainase d baik baik agak terhambat, cepat,agak


sepat,

Banjir dan f tanpa kurang dari 2 bln kurang dari 7 bln kurang dari 7 bln
genangan dengan tanpa dengan tanpa dengan tanpa
adanya adanya adanya
genangan genangan genangan
permanen <1m permanen <1m permanen (0,5 - )
m

Salinitas x < 1500 < 2500 < 2500 < 4000


(menos/cm)
Komposisi gambut K Samprik Samprik, nemik Samprik, nemin,
fibrik
Ketebalan 9 < 50 cm ( 75 cm 10 cm < 150
gambut
Sumber : Publikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor

67
Lampiran 6. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tahunan
Sim Kelas kesesuaian Lahan
Parameter
bol S1 S2 S3 N1
Kedalaman efektif Ke > 75 cm > 50 cm > 25 cm > 10 cm

Kelas besar butir berliat,berdebu berliat,berdebu berliat,berdebu berliat,berdebu


pada ada zone halus,berlempung halus,berlempung halus, kasar halus dan
perakaran halus halus berlempung asar,berlempung
(0-30) cm. halus dan kasar

Permaebilitas S Sangat tinggi, Sangat tinggi, Sangat tinggi, Sangat tinggi,


lapisan bawah (0- tinggi tinggi dan sedang tinggi, sedang tinggi, sedang
30) cm. dan rendah dan rendah

Batu-batu <5% < 25 % < 50 % < 75 %


dipermukaan
tanah

Kesuburan tanah N tinggi tinggi,sedang tinggi,sedang, tinggi,sedang,


rendah. rendah.

Reaksi tanah A pH 6,0 – 7,0 pH 4,5 – 8,0 pH 3,5 – 8,5 pH 3,5 – 8,5
lapisan atas (0-30)
cm.

Toksisitas
a. Kejenuhan A1 C < 20 % < 40 % < 60 % < 80 %
b. Kedalaman > 100 % > 75 % > 50 % > 25 %
Pirit
Lereng T lereng <3%. lereng <5% lereng <5% lereng <8%

Erodibilitas E Sangat rendah Sangat rendah, Sangat rendah, Sangat rendah,


rendah rendah

Zone agroklimat R A1,A2,B1,B2 A1,A2,B1,B2,B3 A1,A2,B1,B2,B3, A1,A2,B1,B2,B3,


(oldemen at al) C1,C2,C3. C1,C2,C3,D1,D2.
D1,D2,D3 D3,E1

Kelas Drainase D baik baik agak terhambat, cepat,agak


sepat,

Banjir dan F tanpa kurang dari 2 bln kurang dari 7 bln kurang dari 7 bln
genangan dengan tanpa dengan tanpa dengan tanpa
adanya adanya adanya
genangan genangan genangan
permanen <1m permanen <1m permanen (0,5 - )
m

Salinitas X < 1500 < 2500 < 2500 < 4000


(menos/cm)
Komposisi gambut K Samprik Samprik, nemik Samprik, nemin,
fibrik
Ketebalan 9 < 50 cm < 75 CM < 100 < 150
gambut
Hanya untuk derah yang mendapat curah hujan 500 mm/tahun atau lebih
Sumber : Publikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor

68

Anda mungkin juga menyukai