OLEH
H14104074
2008
RINGKASAN
\
DAMPAK PENGUASAAN LAHAN DAN PEMBANGUNAN
PROPERTI TERHADAP MASALAH SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT DI KAWASAN SEGITIGA EMAS JAKARTA
Oleh
H14104074
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
H14104074
RIWAYAT HIDUP
1. Kedua orang tua penulis, yaitu Satriadi, S.E., M.Si. dan Etty Herawati
Rachmi, S.E., M.M., serta adik satu-satunya penulis yaitu Bintang Rizki
Ramadhan atas doa, semangat dan dorongan materi serta moral yang
sangat besar artinya bagi perjalanan hidup penulis.
2. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen
pembimbing skripsi, yang telah membimbing dan memberikan saran
maupun kritik dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E., selaku dosen penguji utama.
Terima kasih atas saran serta masukan demi perbaikan skripsi ini dan
Tony Irawan, M.App.Ec., selaku komisi pendidikan, terima kasih atas
saran tata cara penulisan skripsi ini.
4. Yulianto Wibisono (Arsitektur Lanskap 41) atas doa, motivasi, dukungan,
semangat dan kenangan indah selama berada di IPB.
5. Para informan, khususnya Hilda B. Alexander, Bapak Abdul Rochim,
Bapak Turgison, Bapak Nandang, dan Ibu Suryani, atas informasi yang
telah diberikan.
6. Seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi yang banyak membantu penulis
dalam kelancaran seminar dan sidang.
7. Teman-teman sebimbingan, yaitu Nina,Tatu, dan Deni atas bantuan dan
kerjasamanya.
8. Teman-teman terbaik penulis khususnya Puspa, Prima, Novie, Annisa,
Rima, Satrio, Duvian, Putri, Mika, Risa, Priyo, Tahur, Novi, Faradilla,
Fenny, Oktafiani, Iqbal dan Rossa yang selalu memberi dukungan dalam
mengerjakan skripsi ini.
9. Rekan-rekan FEM khususnya Marizka, Andra, Yuliana, Rizki Pranaputra,
Irma, Fitriyani, Kak Wawan dan Rama atas dukungan dan semangatnya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.
H14104074
DAFTAR ISI
Halaman
Nomor Halaman
2.1. Harga Lahan di Kawasan Segitiga Emas Jakarta ................................... 14
4.1. Jenis Bangunan di Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan ....................... 37
4.2. Rasio Luas Bangunan Tinggi dan Luas Wilayah per Kotamadya .......... 38
4.3. Harga Lahan Kawasan Segitiga Emas Sebelum Krisis .......................... 41
4.4. Harga Lahan Kawasan Segitiga Emas ketika Krisis............................... 42
4.5. Harga Lahan Kawasan Segitiga Emas Pasca Krisis ............................... 43
5.1. Penguasaan Lahan oleh Developer Tahun 1990..................................... 58
5.2. Proyek Ketika Krisis Ekonomi ............................................................... 61
5.3. Penguasaan Lahan Skala Besar Tahun 1990 .......................................... 63
5.4. Profit Dua Pengembang Besar Tahun 1990 ........................................... 64
5.5. Nilai Kapitalisasi Proyek Kawasan Segitiga Emas ................................ 66
5.6. Proyek Properti Pasca Krisis .................................................................. 67
5.7. Pertimbangan Teknis Tata Guna Lahan Tahun 2004 - 2008 .................. 68
5.8. Rencana Pembangunan Proyek Tahun 2008 .......................................... 70
5.9. Profit Developer pada Pembebasan Lahan Skala Besar ......................... 77
5.10. Kasus Pembebasan Lahan di Tahun 1990 – 2001 .................................. 79
5.11. Penerapan NJOP Tahun 2007 ................................................................. 82
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
\
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi
dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, perkantoran, pusat bisnis, dan pusat hiburan.
Sebagai penunjang aktivitas manusia, ketersediaan lahan relatif tetap dari waktu
menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, tetapi juga sebagai faktor yang
berbagai keperluan yang semakin beragam. Di sisi lain persediaan lahan dalam
suatu kawasan adalah inelastis, karena luas lahan tidak dapat ditambah secara
cepat dan drastis. Lahan di perkotaan sudah mulai terbatas karena telah banyak
Terdapat dua hal yang selalu melekat pada lahan khususnya di daerah
turunnya harga lahan akan mempunyai dampak yang luas dari segi ekonomi
dan spekulasi terhadap lahan. Secara alamiah harga lahan akan mengalami
kenaikan. Semakin strategis suatu kawasan maka harga lahan akan semakin
tinggi.
menguntungkan karena dalam waktu yang relatif singkat bisa memberikan capital
dijadikan pusat bisnis. Biasanya harga lahan tertinggi ini bila lokasi berada di
DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki
kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan pembangunan
daerah yang cepat. Sebagai ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta memiliki visi
yaitu dengan menjadikan DKI Jakarta sebagai kota jasa berskala internasional.
kawasan penggunaan lahan komersial untuk perdagangan dan jasa industri yang
biasa disebut sebagai Kawasan Pusat Bisnis atau Central Business District (CBD).
Pembangunan pusat bisnis Jakarta di era modern baru dimulai pada awal
kawasan Monumen Nasional dengan kota satelit pertama, Kebayoran Baru. Jalan
itu kemudian diberi nama Jl. M.H. Thamrin dan Jl. Jend. Sudirman. Seiring
pun merambah hingga daerah Kuningan, dengan dibukanya dua jalan utama Jl.
H.R. Rasuna Said dan Jl. Jend. Gatot Subroto pada akhir tahun 1970-an. Namun,
Salah satu kawasan pusat bisnis yang terkenal di Jakarta adalah Kawasan
Segitiga Emas yang mencakup daerah Jalan Jendral Sudirman, Jalan M.H
Thamrin, serta Jalan H.R Rasuna Said - Gatot Subroto. Kawasan ini cukup
1
Properti Indonesia, Edisi Juli 2005. Hal 26
Emas Jakarta sebesar 1.350 hektar dengan nilai pasar yang mencapai Rp 201,7
kawasan rumah tinggal, lahan untuk perkantoran sebesar 87 hektar. Hingga tahun
2002 luas bangunan yang sudah terbangun di kawasan ini baru mencapai 9,5 juta
meter persegi atau 20 persen dari luas keseluruhan kawasan Segitiga Emas2.
Sebagai kawasan elit, harga lahan di kawasan ini sangat tinggi. Hal ini
property atas lahan di kawasan Segitiga Emas yang dapat berakibat terjadinya
benturan terhadap kepemilikan lahan. Para konglomerat yang menerima dana dari
konglomerat baru bisa didapat jika seorang pengusaha telah memiliki gedung di
Kawasan Segitiga Emas begitu diburu. Saat properti mengalami masa booming
harga lahan rata-rata di Jl. Jend. Sudirman 3.500 dollar AS per m2. Peningkatan
Ditinjau dari aspek perpajakan, harga lahan yang tinggi akan sangat
serta konflik-konflik apalagi bila pemerintah ikut campur tangan dan turut
dominan4.
Agraria No. 5 Tahun 1960, TAP MPR RI No. IX/MPR/2001, dan Peraturan
hukum ini, diharapkan dapat lebih berfungsi maksimal dalam menata dan
lahan di perkotaan karena adanya aktivitas perburuan rente oleh para konglomerat
dan para broker lahan yang mencari kesempatan mengambil keuntungan dalam
spekulasi lahan.
hanyalah jika pasar tidak dalam keadaan sempurna. Dalam arti ada kondisi-kondisi
4
Patrick McAuslan.1986. Lahan Perkotaan dan Perlindungan Rakyat Jelata. PT Gramedia,
Jakarta. Hal. 23.
tidak simetris, biaya transaksi, kepastian institusional serta masalah dalam
distribusi5.
semakin mempertajam polarisasi antara pihak yang kuat dengan pihak yang
lemah. Kegiatan ekonomi terdiri dari tiga pelaku di dalamnya, yakni pemerintah,
yang berbeda dalam akses terhadap modal dan akses politik berkenaan dengan
sumber daya lahan yang terbatas. Kedudukan yang tidak seimbang dalam posisi
market price atas lahan di Kawasan Segitiga Emas Jakarta. Penguasaan terhadap
Kawasan Pusat Bisnis oleh para pemain lama properti akan menyebabkan
sosial ekonomi, yaitu akan ada pihak yang diuntungkan dan pihak yang dirugikan
5
Ari A. Perdana. 2001. Peranan “Kepentingan” Dalam Mekanisme Pasar dan Penentuan
Kebijakan Ekonomi di Indonesia[Jurnal]. Economics Working Paper Series CSIS. Hal. 2.
1.2. Perumusan Masalah
yang multifungsi. Seperti diketahui, harga lahan di kawasan Segitiga Emas Jakarta
sangat tinggi. Peluang usaha di kawasan ini sangat menjanjikan sehingga banyak
Hal ini tentu saja akan menggeser pemukiman yang ada di sekitarnya.
Nantinya terdapat pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan dalam
proses pembangunan di kawasan ini karena adanya spekulasi lahan dari para
pemburu rente dan pihak yang memiliki kepentingan dalam penguasaan lahan di
kawasan itu. Pihak konglomerat ini biasanya merupakan pemain lama yang
inilah yang sudah dan akan menguasai lahan di Kawasan Segitiga Emas Jakarta.
keadilan (fairness).
Harga lahan yang ditetapkan biasanya berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak
harga di pasar lahan (market price). Namun adanya informasi yang tidak
sosial ekonomi. Akan timbul salah satu pihak yang diuntungkan dan pihak lainnya
miskin.
Emas Jakarta.
Emas Jakarta.
itu yang berguna bagi budidaya atau produksi pertanian, selain itu juga
manusia, baik sebagai sumberdaya yang dapat diolah maupun sebagai tempat
rakyat.
pengertian atau konsep tentang lahan dapat dibagi menjadi beberapa konsep,
yaitu7 :
1. Lahan sebagai suatu ruang, yaitu bahwa lahan merupakan suatu ruang
ditingkatkan.
2. Lahan sebagai alam, yaitu bahwa lahan merupakan sumberdaya alam yang
6
John M. Hartwick dan Nancy D. Olewiler. 1986. The Economics of Natural Resources Use.
Harper&Row, New York. Hal 39.
7
Florin Hasanah.2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Lahan Permukiman di
Kecamatan Lahan Sareal, Kota Bogor [Skripsi].Faperta IPB.
3. Lahan sebagai faktor produksi, yaitu lahan bersama-sama dengan faktor
4. Lahan sebagai barang konsumsi, yaitu lahan tidak hanya dimiliki sebagai
5. Lahan sebagai situasi, yaitu mempunyai peran dalam pasar, karena nilai
6. Lahan sebagai suatu milik, yaitu diperhatikan sebagai suatu areal yang
karakteristik fisik yang terpenting. Jadi kuantitas lokasi yang terdapat pada
sebuah lahan adalah secara kritis amat penting dalam pemahaman kita
8
Michael Goldberg dan Peter Chinloy.1984.Urban Land Economics. John wiley & Sons, Inc.,
Canada. Hal.37.
2. Tidak dapat dihancurkan (Indestructibility)
mengenai suatu lokasi muncul dari suatu struktur yang diciptakan untuk
jangka panjang yang secara signifikan berbeda dari jenis barang dan jasa
persediaan fisik lokasi secara absolut adalah tetap, meskipun struktur dari
apapun. Lahan secara permanen besifat tetap dengan lokasi fisik yang
melingkupinya.
4. Keunikan (Uniqueness)
Setiap unit dari properti adalah unik. Hanya ada satu dari setiap lokasi
pada permukaan bumi ini. Lebih lanjut lagi, setiap unit lahan
McAuslan (1986) menyatakan bahwa semua lahan memiliki nilai. Nilai itu
tergantung dari nilai barang dan jasa yang dapat dihasilkan di atas lahan tersebut.
Tetapi sulit untuk menemukan dan menggunakan suatu cara untuk menilainya
kecuali melalui pasar9. Pengertian harga lahan yang menyangkut segi keuangan
yaitu harga lahan di pasaran. Harga lahan dapat dilihat dari dua segi :
1. Harga lahan sebagai pasar, yaitu harga lahan yang disetujui pada saat
penjualannya.
oleh seseorang yang ahli menilai lahan (assessor) baik swasta maupun
Penentuan harga lahan lebih didominasi oleh harga pasar dan sangat
peningkatan harga lahan di kawasan ini, setelah sempat terpuruk akibat krisis
9
Patrick McAuslan.Op.Cit. Hal.10
10
Properti Indonesia. Loc.Cit.
Tabel 2.1. Harga Lahan di Kawasan Segitiga Emas Jakarta
Kawasan Segitiga Sebelum Krisis Saat Krisis Pasca Krisis
Emas Jakarta
Jl. Jend. Sudirman Rp 10 juta per m2 Rp 6,3 juta per m2 Rp 12 juta –
Rp 14 juta per
m2
Jl. M.H. Thamrin Rp 8,75 juta per m2 Rp 6 juta per m 2
Rp 15 juta –
Rp 16 juta per
m2
Jl. H.R. Rasuna Said Rp 8 juta per m2 Rp 5,2 juta – Rp Rp 11 juta –
2
Jl. Gatot Subroto 5,9 juta per m Rp 12,5 juta
per m2
Sumber : Properti Indonesia, 2005.
pernah mengalami penurunan pada saat krisis moneter. Akhir tahun 1997 pasar
masih bisa menyerap 88 persen dari 2,99 juta m2, tapi dalam waktu setahun angka
ini terus menurun hingga penyerapannya hanya sebesar 65 persen atau sebesar 2,1
juta per m2. Krisis yang mendera membuat angka penyerapan tidak berubah11.
Kelangkaan terjadi ketika penawaran bertemu unsur lain seperti harga dan
11
Ibid.Hal.27.
penawaran12. Di kota-kota besar Indonesia, penawaran lahan menjadi semakin
langka yang disebabkan permintaan dari tahun ke tahun yang semakin besar.
Karena ketersediaan prasarana yang lebih baik dibandingkan dengan daerah lain,
maka kota-kota besar seperti Jakarta berkembang menjadi pusat investasi yang
areal kota. Semua ekspansi investasi tersebut menyebabkan para investor harus
lahan secara ekonomi merupakan keinginan dan minat masyarakat untuk membeli
suatu lahan. Sedangkan penawaran secara ekonomi adalah porsi atau bagian dari
penawaran fisik lahan yang digunakan oleh manusia yang secara aktual
Harga lahan di suatu lokasi tidak hanya ditentukan oleh jaraknya terhadap
pusat kota, tetapi juga oleh kekuatan antara permintaan dan penawaran
Permintaan dan penawaran lahan ditentukan oleh karakteristik lahan pada suatu
lokasi tertentu14.
12
Ibid.Hal.40.
13
John M. Hartwick dan Nancy D. Olewiler.Loc.Cit.
14
Guritno Mangkoesoebroto. 1994. Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia: Substansi dan
Urgensi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal. 182.
Usaha pemerintah untuk mengendalikan harga lahan di Kawasan Segitiga
ditentukan oleh satu pusat saja yang dapat mengalahkan dan merebut pesaingnya.
Perusahaan akan bertambah besar lagi dan mudah mengatur harga transaksi antar
perusahaan untuk menghindari pajak dan memiliki bargaining power15. Saat bank
begitu mudah mengucurkan kredit, para konglomerat yang menerima dana dari
akan melakukan spekulasi atas lahan di kawasan ini. Tidak mengherankan jika
15
Priasmoro.1994. Konglomerasi Ekonomi Indonesia dalam Rangka Persatuan dan Kesatuan
Bangsa. LPSI, Jakarta. Hal. 17.
16
Properti Indonesia. Op.Cit. Hal. 27
Sebagai pelaku ekonomi dengan adanya konglomerasi akan memberi
Walaupun begitu, dampak negatif yang dihasilkan akibat konglomerasi pun cukup
banyak, yaitu17 :
korban,
17
Priasmoro. Loc.Cit.
18
Sritua Arif.1990. Dari Prestasi Pembangunan Sampai Ekonomi Politik. UI-Press, Jakarta.
Hal.182
Indonesia. Tetapi ada sisi positif yang ditimbulkan. Kwik Kian Gie menyatakan:
Ciri dari suatu profit centre bila perilaku perkongsian selalu tunduk pada
perusahaan, mulai dari hulu ke hilir, dari jenis produk tertentu sehingga akan
konglomerat dengan harga yang tidak wajar. Jika ini dibiarkan, akan
mendapatkan kesempatan begitu luas dan besar dengan fasilitas yang begitu
banyak. Sementara para pengusaha biasa harus puas dengan apa yang ada, dalam
bentuk eksperimentasi yang tidak terfokus pada terbukanya akses yang sama. Para
macam tingkat spekulasi yang tinggi dan sistem financing yang bervariasi.
19
Kwik Kian Gie. 1994. Analisis Ekonomi Politik Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama dan
STIE IBII, Jakarta. Hal. 234.
Menurut Sjahrir, pentingnya eksistensi konglomerat dilihat dari dua segi,
yaitu20:
Kedua hal ini bisa saja sejalan ataupun bertentangan satu sama lainnya. Jika para
konglomerat ingin diterima sebagai unit ekonomi yang efisien, mereka harus
kekuatan pasar.
konglomerat.
Kebijakan yang rasional dan bertanggung jawab tidak dapat diwujudkan apabila
pengaruh langsung maupun tidak langsung dari suatu kekuasaan yang terlalu kuat
karena tidak ada mekanisme kontrol yang sehat. Eksistensi ruang lobi politik yang
tidak transparan merupakan wahana yang tumbuh subur bagi para pemburu rente.
Ciri utama demokrasi perwakilan adalah dorongan dan kekuatan politis yang
20
Sjahrir.1995. Ekonomi Politik Konglomerasi Indonesia. Warta Ekonomi, Jakarta.Hal.11.
meningkatkan kekayaan mereka. Sistem persaingan yang sehat tidak tercipta
karena tatanan untuk membangun sistem bisnis yang jujur sengaja tidak
produktif untuk melakukan pengalihan kepada aktivitas lain yang lebih fokus
atau kelompok tertentu (interest groups), dalam hal ini konglomerat, yang tidak
21
Didik J. Rachbini.1999. Diagnosa Ekonomi dan Kebijakan Publik. PT Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta. Hal.7.
22
Ahmad Erani Yustika.2006. Ekonomi Kelembagaan : Definisi, Teori dan Strategi. Bayumedia
Publishing, Jatim. Hal.147.
23
Priasmoro. Op. Cit. Hal 22.
mencari rente (rent seeking) melalui proses politik dengan mempengaruhi
3. praktik mencari keuntungan yang dilakukan oleh aparat atau oknum terkait
efisien karena peraturan tidak berjalan semestinya. Praktik jenis ini mendorong
terjadinya eksternalitas. Pada akhirnya akan ada pihak yang dirugikan akibat
lingkungan25.
24
Addinul Yakin. 1997. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan. Akademika Persindo, Jakarta.
Hal.60.
25
Ibid. Hal.61.
Aktivitas perburuan rente dilakukan oleh para konglomerat yang ingin
tersebut didapat dari instansi yang terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
DKI Jakarta. Jika informasi telah didapat maka para konglomerat tersebut akan
tetapi, tindakan ini menimbulkan eksternalitas negatif bagi pihak lain. Yang sering
dirugikan dalam masalah ini adalah penduduk sekitar karena kurangnya informasi.
Sejalan dengan perspektif ekonomi liberal bahwa pemburu rente ini berusaha
memaksimalkan rente ekonomi yang bisa mereka peroleh dengan cara menghindari
secara individu hanya akan terjadi dalam tingkat minimal. Sebaliknya, tanpa adanya
(supernormal profit)26.
dengan sendirinya mencakup semua biaya organisasi politik dan ekonomi yang
26
Ari A. Perdana. Loc. Cit.
memungkinkan kegiatan ekonomi mengutip laba dari perdagangan (pertukaran)27.
Biaya transaksi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : biaya transaksi sebelum
Biaya ex-ante terjadi jika salah satu pihak transaksi memiliki informasi
terjadi saat salah satu pihak transaksi memiliki informasi yang terbatas
pengembang karena adanya informasi yang tidak sempurna. Jika ingin menguasai
lahan, mereka harus mengetahui informasi yang akurat mengenai lahan yang akan
dikuasai dan dibebaskannya. Untuk itu dibutuhkan informasi dari berbagai pihak.
Biaya transaksi yang dikeluarkan dapat berupa biaya resmi maupun tidak resmi.
perizinan, biaya formulir perizinan, biaya notaris, biaya konsultan, dll. Sedangkan
27
Ahmad Erani Yustika. Op.Cit. Hal. 107.
28
Ibid. Hal.112.
29
Williamson dalam Ahmad Erani Yustika. Ibid. Hal.113.
biaya ilegal yang harus mereka keluarkan meliputi biaya informasi dari oknum
pemerintah, biaya preman pembebasan lahan, dan biaya ‘ucapan terima kasih’
untuk para aparat pemerintah. Biasanya biaya ilegal ini nilainya jauh lebih besar
dibandingkan biaya resminya jika pada proses perizinan terjadi hal-hal yang
menyimpang dari aturan yang berlaku, misalnya jika para developer ingin
Kawasan Pusat Bisnis dianggap sebagai pusat dari perdagangan dan jasa.
Pusat ini bisa hanya satu atau lebih. Batasan pusat usaha ini menurut beberapa
penelitian menunjukan ada yang menyebar luas dan di lain kota ada yang malah
penurunan luas pusat kota terjadi dengan berubahnya daerah yang mendekati
industri.
dicirikan dengan keadaan fisik yang buruk, tidak tersedianya tempat pejalan kaki
yang baik, dan ketika malam berubah menjadi gurun tanpa budaya. Paling utama
bagi perekonomian lokal. Namun sejak tahun 1990 terjadi perubahan dengan
Penelitian dari Murphy dan Vance dalam Waugh (2003) untuk kota-kota
Amerika Serikat menunjukkan bahwa ada beberapa ciri KPB. Pertama terdapat
30
David Waugh. 2003. The New Wider World. Nelson Thornes, United Kingdom. Hal.30.
toko-toko pengecer utama, memiliki proporsi tertinggi dalam perkantoran,
Dari uraian mengenai pusat kegiatan usaha atau KPB ini asumsi yang
dipakai adalah salah satu ciri pusat kota yang diuraikan Murphy dan Vance, yakni
konsentrasi gedung tinggi yang membutuhkan penduduk sekitar yang besar untuk
tertinggi atau pertumbuhan vertikal tertinggi yang diakibatkan oleh sewa yang
Hal ini tidak terlepas dari adanya pemusatan atau aglomerasi di kawasan
kegiatan produksi yang menghasilkan barang atau kegiatan penjualan barang yang
31
D.S Priyarsono dan Sahara. 2006. Modul Mata Kuliah Ekonomi Regional. Bogor. Hal. 38.
2.8. Peran Pemerintah dalam Penentuan Harga Lahan di Perkotaan
menimbulkan polemik. Di satu pihak, banyak yang memiliki lahan yang luas
kepuasan maksimal bagi pihak tertentu. Jika informasi sempurna maka setiap
orang akan mencapai kepuasan maksimal dalam kepemilikan lahan. Namun pada
lahan karena informasi yang tidak sempurna. Masyarakat sering tidak mengetahui
tata guna lahan dan harga lahan yang berubah-ubah sehingga fenomena ini sering
dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mengambil alih lahan untuk mencari
keuntungan.
besarnya nilai lahan. Dalam hal ini, dibentuk sebuah Panitia Pengadaan Tanah
(PPT) yang terdiri dari sembilan orang. Tugasnya adalah menentukan besarnya
32
Adam Smith dalam Oser dan Blanchfield. 1975.The Evolution of Economic Thought. Edisi ke-3.
Hartcourt Brace Jovanovich , New York. Hal. 68.
33
Maria S.W. Sumardjono. 2007. Kebijakan Pertanahan : Antara Regulasi dan Implementasi.
Kompas, Jakarta. Hal. 75.
Berikut ini beberapa aspek perpajakan dari pengendalian harga lahan :
1. di satu sisi, timbul masalah kesulitan penetapan harga dasar lahan oleh
lahan.
Ditinjau dari aspek perpajakan, harga lahan yang tinggi akan sangat
yang dirugikan maka ada suatu cara pragmatis untuk menentukan harga dasar
lahan, yaitu yang berlandaskan pada prinsip self assessment of property value.
Nilai lahannya tidak boleh lebih rendah dari NJOP. Kesulitan yang akan
timbul dalam pelaksanaannya adalah penilaian mengenai Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP). NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP meliputi nilai jual
permukaan bumi beserta kekayaan alam yang berada di atas maupun di bawahnya
dan bangunan yang melekat di atasnya. Dampak positif yang ditimbulkan dalam
self assessment of property value ini akan dirasakan oleh banyak pihak34.
34
Guritno Mangkoesoebroto.Loc.Cit. Hal 185
2.9. Koefisien Korelasi Rank Spearman
Rank Spearman adalah analisis untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara
dua variabel ekonomi sehingga dapat diketahui pengaruh dari suatu aktivitas
Pada penelitian ini koefisien korelasi Rank Spearman menjadi salah satu
alat analisis yang dipakai karena data yang digunakan berupa data ordinal.
Analisis ini bertujuan untuk mengukur keeratan hubungan antara harga lahan yang
dibeli oleh para konglomerat kepada pemilik lahan dengan harga lahan setelah
pembangunan properti.
Harga lahan merupakan nilai lahan di pasar yang bersumber dari total
keuntungan lahan atas masing-masing sifat instrinsik yang dimiliki lahan. Sifat
intrinsik yang dimiliki lahan terdapat aspek fisik, lokasi, sosial, dan
lingkungan lahan yang dihadapkan oleh permintaan lahan yang tidak terbatas.
35
Ronald E. Walpole. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-6. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Hal. 451.
Kawasan Segitiga Emas, yang sejak dahulu dijadikan barometer pusat
Melalui Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta, pemerintah telah memberikan
segera melakukan pembebasan lahan skala besar di sana. Pembebasan lahan skala
besar tersebut menimbulkan pro dan kontra bagi banyak pihak karena akan ada
yang diuntungkan dan yang dirugikan. Jika hal ini terjadi, yang akan dirugikan
membuat pemilik lahan harus merelakan lahannya dijual kepada developer dengan
harga yang rendah. Pemilik lahan tidak mengetahui bahwa harga lahannya akan
segera meningkat berkali-kali lipat dari harga yang mereka jual kepada
Implikasi :
Pihak diuntungkan
Pihak dirugikan
Solusi
mencakup wilayah Jl. Jend. Sudirman, Jl. M.H. Thamrin, Jl. H.R Rasuna Said, Jl.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer dan
data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode
yang dianalisis adalah seberapa kuat peran konglomerat dalam menguasai properti
penggunaan lahan, status lahan, data properti di Kawasan Segitiga Emas Jakarta,
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), data-data properti, dan data lain
yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi
Kawasan Segitiga Emas Jakarta dan para penguasa properti di Kawasan tersebut.
ini. Hal ini diduga karena adanya praktik rent-seeking economic activity yang
dilakukan antara para oknum pejabat dengan konglomerat agar dimudahkan dalam
proses pembebasan lahan. Tentu saja hal ini membutuhkan transaction cost yang
lahan skala besar. Pemerintah berdalih bahwa pembebasan ini dilakukan untuk
kepentingan masyarakat luas. Tetapi, pada kenyataannya hal ini hanya akan
merugikan pihak warga saja karena penggantian uang yang mereka dapatkan tidak
memberikan uang pelicin kepada oknum pejabat yang terkait. Untuk mengungkap
rente tersebut, seperti pakar properti, pihak developer , dan pihak akademisi yang
menunjang.
informan untuk mengidentifikasi suatu masalah yang mungkin bisa diteliti lebih
mendalam36. Snowball sampling ini dilakukan karena tidak semua orang bersedia
informan yang akurat untuk menggali informasi yang akurat terhadap masalah
36
Lisa Harrison. 2007. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana. Hal.25.
dijadikan pusat bisnis, perkantoran, dan pusat perbelanjaan. Sehingga analisis
pembangunan properti dan lokasi yang dikuasai. Analisis ini ditunjang pula
harga jual oleh developer, dan status lahan, dilakukanlah perhitungan koefisien
korelasi Rank Spearman karena data yang digunakan berupa data ordinal.
antara harga pembebasan lahan, harga jual developer dan status lahan. Adapun
∑
1
Dimana :
di = selisih antara harga beli ketika pembebasan lahan dengan harga jual
Korelasi positif artinya searah atau jika variabel pertama besar, maka
variabel kedua semakin besar juga . Korelasi negatif yang artinya berlawanan atau
pembebasan lahan dengan harga yang rendah sehingga nantinya akan mudah
dapat diketahui dengan wawancara mendalam kepada informan yang akurat dan
sebelum proses bisnis dan pada tahap pembebasan lahan skala besar dengan
keduanya merupakan besarnya kerugian yang terjadi pada warga yang menjual
37
Ahmad Erani Yustika.2006. Op.Cit Hal.107.
penjual lahan. Pada akhirnya pemilik lahan hanya menerima harga yang rendah
macam aturan mengenai penetapan harga lahan dasar, yaitu berdasarkan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP). Tetapi mekanisme NJOP ini terkadang justru merugikan
rakyat pemilik lahan karena tidak adanya aturan yang tegas dari pemerintah.
NJOP tidak dapat menjadi acuan yang nyata karena harga lahan terbentuk dari
mekanisme pasar. Nilai NJOP yang ada jauh lebih kecil dibandingkan nilai lahan
pemilik lahan tidak mempunyai pegangan hukum yang kuat. Oleh karena itu,
mengetahui peran pemerintah atas harga lahan di Indonesia dan wawancara pihak
yang telah diterapkan selama bertahun-tahun dan terbukti efektif dalam menekan
harga lahan.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
Struktur kota yang paling mudah dilihat adalah kawasan gedung tinggi.
Kawasan gedung tinggi merupakan ciri khas dari kota besar. Kawasan gedung
tinggi ini menjadi identitas suatu pusat kota-kota besar di berbagai negara. DKI
Jakarta, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, juga memiliki suatu kawasan
kawasan pusat bisnis. Salah satu kawasan pusat bisnis yang terkenal ialah
Kawasan Segitiga Emas yang terletak Jalan Jendral Sudirman, Jalan M.H
Thamrin, serta Jalan H.R Rasuna Said - Gatot Subroto. Walaupun disebut
jumlah bangunan yang banyak dan tersebar hampir di setiap kelurahan, kecuali
menunjukkan kecenderungan bahwa DKI Jakarta memiliki lebih dari satu pusat
kegiatan usaha. Luas bangunan tinggi di DKI Jakarta sebesar 37,9 km2, sedangkan
Tabel 4.2. Rasio Luas Bangunan Tinggi dan Luas Wilayah per Kotamadya
No. Wilayah Kotamadya Rasio
1. Jakarta Barat 77,4 persen
2. Jakarta Pusat 33,8 persen
3. Jakarta Utara 30,5 persen
4. Jakarta Selatan 25,8 persen
5. Jakarta Timur 11,7 persen
Sumber: Dinas P2K, 2007.
Berdasarkan Tabel 4.2. dari data pembagian luas bangunan tinggi dengan
terletak di daerah Glodok, Pancoran, Pasar Pagi, dan sekitarnya. Daerah ini sering
juga disebut dengan Pecinan. Daerah ini lebih dekat ke pelabuhan internasional di
udara yang waktu itu berada di Kemayoran, serta stasiun kereta api Beos sehingga
mudah terhubung dengan kota-kota lain di Pulau Jawa. Adapun daerah Menteng
presiden Soekarno dalam rangka menyambut Asian Games tahun 1962. Wilayah
yang diprioritaskan dalam pembangunan skala kota ini adalah koridor Jl. Jendral
Sudirman dan koridor Jl. M.H. Thamrin. Sejak saat itu gedung-gedung bertingkat
mulai bermunculan, seperti Wisma Metropolitan dan BBD Plaza. Seiring dengan
pengembangan pusat bisnis di koridor Jl. Jendral Sudirman, koridor Jl. M.H.
Thamrin, dan koridor Kuningan. Tetapi proses pengembangan ketiga koridor ini
1970 setelah kedua kawasan lainnya berkembang. Ketiga koridor ini dinamakan
Kawasan Segitiga Emas karena letaknya yang berdekatan dan menyerupai bentuk
segitiga. Semua kantor pusat bank, perusahaan nasional dan internasional, dan
Kawasan ini sudah menjadi pusat bisnis negara, bukan lagi kota Jakarta.
Pengembangan kawasan ini secara besar-besaran mulai terjadi pada tahun 1990.
4.2.1. Kawasan Segitiga Emas Sebelum Masa Krisis
bisnis yang bergengsi di DKI Jakarta. Kawasan ini telah ada sejak pemerintahan
angka diatas 400 unit untuk bangunan di atas sembilan lantai, dan sekitar 600 unit
untuk bangunan diatas tujuh lantai. Penyebaran gedung bertingkat tentunya akan
mengikuti pola penyebaran tertentu. Bisa tersebar secara acak, atau mengelompok
secara merata di seluruh DKI Jakarta. Jakarta yang memiliki luas 650 km² dengan
jumlah luas bangunan sekitar 20,25 km², pola penyebaran yang mengelompok
District.
sangat direspon pasar karena kawasan ini sangat meningkatkan prestige para
dibangun di Kawasan Segitiga Emas, seperti aksesibilitas jalur jalan tol dalam
dan pusat belanja pun berharga tinggi. Menurut riset Jones Lang LaSalle38,
38
Properti Indonesia .Op.Cit. Hal. 24.
permintaan ruang kantor paling tinggi berada di koridor Thamrin-Sudirman.
Posisi kedua ditempati daerah Kuningan, dan posisi terakhir ditempati koridor
Gatot Subroto. Selain itu, pertambahan ruang rata-rata mencapai 275 ribu m2 per
kawasan ini melambung tinggi. Harga rata-rata lahan di Jl. Jend. Sudirman
sebesar 3.500 dollar AS per m2. Jika disetarakan dengan nilai tukar Rp 2.500,00
berarti harga lahan tersebut Rp 8.750.000,00 per m2, bahkan di beberapa lokasi
terutama terjadi saat berlangsung pembebasan lahan skala besar oleh pemerintah
buruk bagi sektor properti Indonesia, khususnya di kawasan pusat bisnis Kawasan
Segitiga Emas.
Banyak perusahaan yang gulung tikar atau beralih ke luar Kawasan
Segitiga Emas. Banyak perkantoran yang menjadi kosong. Kondisi ini membuat
tajam. Hal ini terjadi karena pada saat krisis relatif tidak ada transaksi dan
turunnya angka penyerapan pasar pada urban commercial property yang sedang
dibangun. Turunnya nilai lahan di kawasan pusat bisnis Jakarta ini akibat praktik
Akibat krisis ini pula, para konglomerat yang tadinya berjaya dan
yang mereka miliki akhirnya diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan
dari perbankan. Sedangkan investasi di sektor properti dan lahan, bersifat jangka
panjang, sehingga terjadi mismatch. Karena itu begitu bank pemberi kredit
sebelum krisis, pada saat pasca krisis ini dipenuhi oleh pembangunan pusat-pusat
ruang perkantoran yang masih layak dan kegiatan usaha yang belum pulih
sepenuhnya.
konglomerat yang meneruskan proyeknya saat sudah memiliki dana lagi, seperti
bangunan Hotel Marcopolo di SCBD, Hotel Indonesia dan Hotel Ina Wisata yang
Berdasarkan survei Properti Indonesia pada akhir tahun 2003, harga lahan
di Kawasan segitiga emas beranjak naik. Seperti yang tertera pada Tabel 4.5. di
bawah ini.
saat krisis ekonomi. Keadaan ini membuat harga lahan di Kawasan Segitiga Emas
hingga kini pemerintah DKI Jakarta masih mengembangkan kawasan ini. Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta yang dikeluarkan setiap lima tahun
Rencana Tata Ruang Wilayah. Untuk dapat menguasai lahan di Kawasan Segitiga
membebaskan dan menguasai lahan, mereka harus mengajukan izin prinsip. Izin
pembangunan properti sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, maka perizinan
ruang yang sudah ada. Hal ini terjadi karena para pengembang melihat kondisi
faktual perekonomian dan potensi pasar yang berkembang saat ini. Seperti yang
pernah terjadi pada tahun 1962. Konversi lahan untuk pusat bisnis dan komersial
Century. Tujuannya adalah untuk mengakomodasi para atlet yang akan bertanding
di Asian Games. Akan tetapi, pembangunan hotel ini menyalahi masterplan yang
dalam kawasan fasilitas olahraga dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Namun
pemerintah tidak menindak tegas pelanggaran yang terjadi karena melihat keadaan
para pemburu rente (rent seekers) yang dilakukan oleh para pengembang. Dalam
dimiliki39.
permintaan sumber daya yang dimiliki. Perilaku mencari rente dianggap sebagai
39
Ahmad Erani Yustika. Op.Cit. Hal.147.
lahan dengan jelas dan menghindari praktik spekulasi lahan. Lahan yang telah
dikuasai skala besar tidak boleh dibiarkan kosong, tetapi harus dimanfaatkan
sesuai dengan izin yang diperoleh. Pemerintah menetapkan sanksi kepada para
mengingat pada tahun 1997 saat terjadinya krisis ekonomi, para konglomerat yang
tadinya menguasai lahan skala besar tiba-tiba saja collapse sehingga lahan-lahan
tersebut diambil alih oleh BPPN. Agar kejadian itu tidak terulang kembali, maka
administrasi sebagai bukti hak atas tanah, meneliti pemilik lahan dan ahli waris,
selain memakan biaya, juga membutuhkan tenaga dan waktu yang tidak singkat.
dari pihak luar, maka konflik itu tidak akan terjadi. Ir. Nugroho Suksmanto,
pendekatan yang baik antara pihak developer dengan pemilik lahan tidak akan
terjadi konflik karena para developer juga memberikan biaya ganti-rugi yang
sangat tinggi jika dalam proses pembebasan lahan terdapat calo. Menurut Ir.
Kuningan40
4
.
Akkar permasaalahan terjaadi jika stattus kepemilikan lahann tidak jelass dan
20%
%
30%
%
Tidak jeelas
Letter C
Girik
20%
% 0%
SHM
3
30%
Sumber : Data
D Primer, diolah.
Gambaar 5.1. Statuus Lahan terrhadap Trannsaction Coost
40
Dalam wawancara
w yanng dilakukan pada tanggall 4 Juni 20088 terhadap H Hilda B. Alex xander,
seorang warrtawan Properrti Indonesia dan aktivis LSM,
L untuk mengetahui
m keepiawaian devveloper
dalam kasuus pembebasaan lahan skaala besar di Kawasan Seegitiga Emas. Informan pernah p
mewawancaarai Ir. Nugrohho Suksmantoo yang ketika itu menjabat sebagai direkktur PT Abadii Guna
Papan.
41
Letter C merupakan suurat tanah yanng dianggap sebagian oranng menjadi buukti hak atas tanah.
Biasanya beerupa catatan tertulis di kantor
k kelurah
han yang diannggap sebagaai bukti pengu uasaan
tanah. Tetappi surat ini bellum menunjukkan bukti kepemilikan lahaan secara sah kkarena tidak adanya
a
sertifikat ataas tanah.
Kepemilikan lahan secara hukum yang sah dapat mengurangi praktik rent
lebih banyak dibandingkan lahan dengan status hukum yang jelas. Pemilik lahan
yang memiliki status kepemilikkan lahan secara sah dalam hukum, biasanya dapat
bernegosiasi kepada para developer mengenai harga yang layak mereka dapatkan
keuntungan walaupun status lahan dari pemiliknya telah jelas, yakni berupa
Sertifikat Hak Milik (SHM) yang langsung dikeluarkan oleh Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Pada Gambar 5.1. terlihat bahwa praktik rent seeking dapat
terjadi pada 20 persen developer atau sebanyak enam developer karena harus
berurusan dengan para calo pada saat pembebasan lahan. Semakin lemah status
hukum kepemilikan lahan, maka semakin mudah praktik perburuan rente ini
dilakukan. Sebagian besar developer tidak ingin berurusan dengan lahan yang
Perilaku rent seeking itu terjadi tidak hanya dari pengusaha dan oknum-oknum
terkait saja, tetapi bisa dilakukan oleh pemilik lahan itu sendiri. Lahan yang sudah
dilepaskan hak, diakuinya kembali. Ada pula yang meminta ganti-rugi lagi. Selain
itu, kerap dijumpai pihak lain yang mengaku pemilik lahan padahal haknya telah
dibayarkan. Status kepemilikan lahan juga bisa digandakan. Hal seperti itu pernah
3
3%
20%
Rp 5.000.000
5 - Rp
R
40% 7.49
99.000
Rp 7.500.000
7 - Rp
R
9.99
99.000
Rp 10.000.000
1 - Rp
12.4
499.000
>Rp
p 12.500.000
37%
Sumber : Data
D Primer, diolah.
Gaambar 5.2. Harga
H Jual Lahan Prop
perti di Kaw
wasan Segitiiga Emas
Rp 12.5000.000,00. Harga
H paling tinggi beerada di kaw
wasan Sudirman. Biassanya
kawasan Kuningan. Tetapi ada juga developer yang menjual lahan propertinya
sebesar 20 persen developer dan sebanyak tiga persen developer menjual lahannya
yang menjual lahan properti dengan harga kurang dari Rp 10.000.000,00 per m2
karena lahan yang mereka kuasai tidak berada tepat pada koridor utama Kawasan
Segitiga Emas, tapi di pinggir kawasan itu atau letaknya kurang strategis.
harga beli saat pembebasan lahan dengan harga jual developer (lampiran 6),
didapatkan nilai estimasi 0,579 pada α = 0,01. Nilai ini mengindikasikan bahwa
terdapat hubungan yang cukup kuat antara harga beli ketika pembebasan lahan
dengan harga jualnya. Jika developer harus mengeluarkan banyak uang untuk
pembebasan lahan, maka mereka akan menjual lahan dan propertinya dengan
harga yang lebih tinggi karena biaya investasi yang dikeluarkannya lebih besar.
Harga pembebasan lahan yang mereka berikan juga relatif lebih kecil
jual lahan properti oleh para pengembang akibat adanya biaya transaksi yang
besar. Para pengembang, selaku rent seekers, ingin menguasai lahan skala besar
dengan berbagai cara agar dimudahkan dalam proses penguasaan lahan sehingga
bertambah. Hal ini terjadi karena biaya tambahan yang harus dikeluarkan selama
Jika hal ini terjadi maka pengembang akan memperoleh keuntungan di atas
normal yang besar karena pada saat penjualan properti nantinya akan dikenakan
karakteristik lokasi dan keadaan lahan. Oleh karena itu, para pengembang harus
Sesuai dengan tinjauan pustaka pada bab II, maka developer akan mengeluarkan
transaction cost. Biaya transaksi awalnya dikenal dalam teori ekonomi sebagai
biaya exchange untuk barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Biaya ini
timbul akibat dari imperfect market dan asymetric information sehingga muncul
tinggi42. Transaction cost ini dapat timbul karena adanya praktik perburuan rente
rent seeking akan berkolusi dengan oknum tersebut agar diberikan informasi yang
akurat mengenai suatu kawasan. Untuk mendapatkan itu tidaklah murah karena
dibutuhkan biaya tambahan. Biaya selama proses negosiasi ini tergolong biaya
transaksi ex-ante. Biaya ex-ante yang dikeluarkan pihak pengembang bisa berupa
biaya resmi (legal) maupun tidak resmi (ilegal), tergantung dari kesepakatan
maka mereka mulai mengajukan proposal kepada BPN agar diberikan izin,
biaya ekstra yang tidak sedikit. Biaya ini meliputi biaya-biaya resmi yang
dikeluarkan pihak pemerintah ataupun biaya tidak resmi untuk meloloskan proses
42
William M. Evan 1993. Organization Theory : Research and Design. New York : MacMillan
Publishing Company.Hal. 12.
perizinan dari para pengembang. Biaya ini termasuk biaya ketika transaksi
menyimpang dari prosedur. Jika semua proses perizinan telah selesai dilakukan
izin secara resmi. Namun pada praktiknya, jika mengikuti proses perizinan secara
mendapatkan izin secara mudah dan singkat. Untuk itu diperlukan biaya tambahan
sebagai jalan mempercepat proses birokrasi tersebut. Biaya ini sering disebut
Biaya sogokan ini merupakan salah satu transaction cost secara ilegal
yang dikeluarkan pengembang. Besarnya biaya ini tergantung dari oknum aparat
yang menangani masalah perizinan dan tingkat kebutuhan akan penggunaan lahan
pernah membebaskan lahan skala besar di Kawasan Segitiga Emas, mereka harus
0% - 4%
%
5% - 9%
%
10% - 14%
64%
% 3%
Sumber : Data
D Primer, diolah.
Gam
mbar 5.3. Persentase
P T
Transaction Cost di Kaw
wasan Segittiga Emas
tersebut, yakni
y mencaapai 64 perrsen atau seb
banyak 19 developer yyang diantaranya
Menurut developer,
d r
range lima persen hing
gga sembilaan persen m
merupakan biaya
Thamrin.
memulai mencari
m lokkasi yang berpeluang
b untuk dikeembangkan dan berpro
ospek
cerah. Menurut pengakuan pengembang, biaya transaksi resmi dalam
notaris, biaya konsultan, dll. Sedangkan biaya ilegal yang harus mereka keluarkan
lahan, dan biaya ‘ucapan terima kasih’ untuk para aparat pemerintah. Biasanya
biaya ilegal ini nilainya jauh lebih besar dibandingkan biaya resminya jika pada
proses perizinan terjadi hal-hal yang menyimpang dari aturan yang berlaku,
nilai transaction cost yang dikeluarkan oleh para developer ini terjadi karena
melihat prospek Kawasan Segitiga Emas yang sangat baik dan banyaknya
ketika mereka ingin membangun properti yang menyimpang dari tata ruang yang
ada. Misalnya jika menurut rencana tata ruang suatu kawasan itu direncanakan
commercial area karena melihat prospek komersil yang lebih baik, maka tentu
saja menyalahi aturan RTRW. Oleh karena itu, para developer tersebut biasanya
pengembang.
5.2. Penguasaan Lahan untuk Pembangunan Properti
DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki
kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan pembangunan
daerah yang cepat. Sehingga sebagai ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta
kesejahteraan, yaitu dengan menjadikan DKI Jakarta sebagai kota jasa berskala
internasional.
koridor utama yang saling berdekatan, yaitu Jalan Jendral Sudirman, Jalan M.H.
Thamrin, dan Kuningan. Kawasan ini lalu dinamakan Kawasan Segitiga Emas
karena letak ketiga koridor tersebut saling berdekatan dan harga lahannya relatif
di Jakarta, telah terjadi alih fungsi lahan yang tadinya berfungsi sebagai
peluang pengalihan hak atas lahan telah menjadikan lahan sebagai komoditi yang
dapat ditransaksikan. Bagi banyak developer, lahan merupakan raw material yang
bank-bank mengalir uang yang perlu segera disalurkan, tingkat suku bunga yang
rendah, dan prosedur pencairan kredit begitu mudah. Suasana ini melanda bisnis
Rp 7.000.000
Rp 6.000.000
Rp 5.000.000
Rp 4.000.000
Rasuna Said
Rp 3.000.000
Gatot Subroto
Rp 2.000.000 Sudirman-Thamrin
Rp 1.000.000
Rp 0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
1988 1989 1990 1991 1992
Pada Gambar 5.4. terlihat bahwa harga lahan yang tadinya hanya berkisar
Melihat kondisi yang demikian baik, Ciputra segera merebut peluang. Berbagai
proyek di kawasan bisnis sudah dikuasainya. Tidak ada sektor properti yang tidak
apartemen, dan lapangan golf. Lahan di Kawasan Segitiga Emas yang telah
dikuasainya seluas 20,5 hektar yang terbagi menjadi dua grup usaha, yakni 13,5
hektar dikuasai oleh Ciputra Grup dan tujuh hektar dikuasai oleh Metropolitan
James T. Riady, putra pemilik Grup Lippo Muchtar Riady. Gebrakan Lippo yang
mengejutkan adalah ketika peluncuran perdana Sudirman Tower pada tahun 1992.
hektar.
Grup lain yang memiliki pengaruh besar pada penguasaan lahan dan
dibawah kendali Tommy Winata. Perusahaan ini mempunyai proyek yang luar
biasa di sepanjang ruas koridor Sudirman. Dengan total luas pembebasan lahan
dengan 6.616 kepala keluarga. Prosesnya tidak memerlukan waktu yang panjang
karena para pemilik lahan di sana menyetujui ketetapan harga ganti rugi yang
ditawarkan43.
43
Dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 18 Juni 2008 terhadap Hilda B. Alexander,
seorang wartawan Properti Indonesia dan aktivis LSM, untuk melihat peta bisnis konglomerat
besar di Indonesia.
Tidak ketinggalan, Aburizal Bakrie di bawah bendera PT Bakrie Investido
usaha ini akan membangun gedung opera paling nyaman, stasiun televisi yang
sebagian besar telah dikuasai para konglomerat, banyak yang tidak terbangun.
para konglomerat sebagian besar terjerat hutang. Asset-asset berupa lahan yang
dalam pengelolaan BPPN, yang kini bersalin rupa jadi Perusahaan Pengelola Aset.
Tabel 5.2. Proyek Ketika Krisis Ekonomi
Nama Grup Nama Proyek Luas Lahan Keterangan
Usaha
PT Putera Surya Apartemen M.T. 2,9 hektar Diakuisisi oleh Grup
Perkasa Haryono Agung Podomoro
Grup Bentala Kota Kasablanka 9,5 hektar Diakuisisi oleh Grup
Sanggrahan Pakuwon
PT Abadi Guna Mega Kuningan 51 hektar 65persen
Papan terbengkalai,
restrukturisasi hutang
PT Danayasa Kawasan Niaga 45 hektar Sewa tenants pada
Arthatama, Tbk. Terpadu jangka pendek
Sudirman
Sumber : Pusat Data Properti Indonesia, 2007.
dikuasainya seluas 2,9 hektar cukup lama berada di tangan BPPN, sebelum
dengan Grup Bentala Sanggrahan kendati pondasi dan konstruksi basement Kota
Kasablanka-nya sudah berdiri, namun tak bisa menghindari krisis yang menerpa
Indonesia.
Kasablanka diambil alih pula oleh BPPN. Pada tahun 2007 lalu, Grup Pakuwon
Mega Kuningan yang telah terjual 65 persen oleh para investor, dibiarkan
SCDB. Bagi lahan yang tidak terjual, PT Danayasa Arthatama, Tbk. menyewakan
lahannya berjangka waktu tiga hingga lima tahun. Keadaan ini terjadi hingga awal
tahun 2000.
Pada awal tahun 2001, Kawasan Segitiga Emas mulai bangkit kembali dari
Pada tahun 1970, Ir. Ciputra yang bekerjasama dengan Ir. Budi Brasali dan
Terdapat empat kawasan pusat bisnis pertama di Jakarta yang dirintis sejak
dahulu, yaitu Sudirman Central Business District, Mega Kuningan, Thamrin, dan
Kota Baru Bandar Kemayoran. Dari keempat kawasan tersebut, Kota Baru Bandar
tahun 1990. Pada saat itu ketiga koridor tersebut menjadi kawasan yang prestisius.
Niaga Terpadu Sudirman yang mulai dikembangkan tahun 1992. Kawasan ini
dibangun dengan aliran dana yang kuat oleh pengembangnya, yaitu PT Danayasa
Arthatama, Tbk. yang berada di bawah kendali Grup Artha Graha milik Tommy
Winata. Dengan penguasaan lahan seluas 45 hektar telah dibagi menjadi 25 lot
bisnis yang mencakup perkantoran, perdagangan, 120 kavling untuk landed house
superblok ini sangat menarik minat para investor. Untuk Kawasan Niaga Terpadu
Sudirman, 25 lot yang telah disediakan itu tidak dijual kepada investor melainkan
dilakukan kerjasama.
Tabel 5.4. Profit Dua Pengembang Besar Tahun 1990
Nama Nilai Investasi Nilai Akhir Profit Pengembang
Pengembang Awal
PT Danayasa Rp 750 Miliar Rp 2,475 Triliun Rp 1,725 Triliun
Arthatama,Tbk.
dan PT Abadi Guna Papan dengan luas lahan sebesar 51 hektar. Dengan modal
dari nilai akhir proyek propertinya. Sama halnya dengan PT Abadi Guna Papan
yang memiliki modal awal sebesar Rp 160 miliar, ternyata mampu menghasilkan
nilai jual akhir proyeknya sebesar Rp 1,632 triliun, sehingga pihak PT abadi Guna
90 persen dari nilai jual keseluruhan proyeknya. Pada tahun 1990, kedua
hambatan bagi perusahaan lain untuk masuk. Dalam kasus penelitian ini adalah
tindakan para konglomerat sebagai pengembang yang ingin menguasai lahan dan
properti di Kawasan Segitiga Emas. Hal ini terjadi karena adanya peluang bagi
pengembang untuk dapat meraih keuntungan di atas normal karena mudahnya
Pada saat terjadi krisis ekonomi, kawasan ini tidak lagi bersinar. Para
besar dari mereka terjerat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan
hingga kini menjadi konglomerat hitam. Harga lahan di kawasan ini pun sempat
lebih murah. Beberapa gedung pun mulai berpindah hak kepemilikan, bahkan ada
Sejumlah proyek pun beralih status menjadi proyek macet. BDNI Tower,
Hotel Le Meridien II yang berlokasi di Jalan Sudirman, lalu ada pula Menara
Padahal, total nilai kapitalisasi dari proyek-proyek macet tersebut pun cukup besar
Segitiga Emas yang memegang nilai kapitalisasi pasar senilai lebih dari Rp 25
triliun.
Tabel 5.5. Nilai Kapitalisasi Proyek Kawasan Segitiga Emas
Grup Nama Proyek Nilai Kapitalisasi
Pasar
Grup Mulia Menara Mulia, Sentra Rp 6,7 triliun
Mulia, Wisma GKBI,
Hotel Mulia
Grup Artha Graha SCBD Rp 1,9 triliun
Grup Liman & Salim Plaza Sentral, Wisma Rp 2,9 triliun
BCA, BNI Tower, Wisma
46, Hotel Shangrila
Grup Duta Anggada Chaze Plaza, Bapindo I Rp 2,6 triliun
dan II, Plaza Great River
Grup Bakrie Pasar Festival, Apartemen Rp 2,5 triliun
Taman Rasuna, Wisma
Bakrie
Grup Duta Pertiwi ITC Rp 2,06 triliun
Grup Sahid Hotel Sahid Rp 1,5 triliun
Grup Lippo Sudirman Tower Rp 1,5 triliun
perkantoran dan apartemen yang sebelumnya nyaris penuh, selama krisis moneter
ini menurun drastis. Penyebabnya adalah karena turunnya minat penyewa dan
Setelah sempat terpuruk saat krisis ekonomi 1997, Kawasan Segitiga Emas
kembali di wilayah ini, baik yang sama sekali baru maupun yang sempat tertunda.
Crown Hotel, Apartemen Da Vinci yang bersebelahan dengan Hotel Sahid Jaya,
Menurut pakar properti dari Pusat Studi Properti mengatakan pada awal
tahun 2001, pasar properti kembali bergairah. Pembangunan proyek SCBD dan
melihat potensi pasar. Kawasan Mega Kuningan tidak lagi berkonsep pada
Tan Kian, sekaligus menjadi benchmark dengan membangun hotel J.W. Marriot
tertera pada Tabel 5.7. mengenai rencana penggunaan lahan yang perizinannya di
keluarkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta dari
Kuningan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya kawasan Sudirman dan Thamrin
telah dibangun terlebih dahulu, lalu harga lahan di kawasan Kuningan relatif lebih
rencana untuk tiga tahun ke depan telah dipersiapkan. Para pengembang melihat
potensi pasar yang ada pada para konsumen. Properti yang sekarang ini sedang
masih tidak banyak. Developer melihat adanya keterbatasan lahan tinggal bagi
sebagian besar warga Jakarta, kemacetan yang hampir di semua ruas jalan, dan
Agustus 1962 tidak diubah wujud fisiknya tetapi hanya direnovasi dan
tersebut.
melalui penerapan Build Operate and Transfer (BOT). Selama 25-30 tahun Grup
dalam bentuk pajak di luar kesepakatan BOT tersebut. Tidak dapat dihitung
44
Ibid
baru segera dibangun. Para pengembang dari berbagai grup konglomerat mulai
Tabel 5.8. menjelaskan Grup Gapura Prima, yang dimiliki oleh Gunarso
Kuningan yang dinamakan perkantoran Victoria Tower. Selain itu, grup ini juga
untuk memperkuat konstruksi finansial grup Gapura Prima. Grup Ciputra, setelah
raksasanya Ciputra World yang dibagi menjadi tiga tahap. Ciputra World ini
Agung Podomoro, yang dimiliki oleh Trihatma Kusuma Haliman, yang sepanjang
telah dirintis Gubernur DKI Jakarta Suryadi Sudirja. Grup Agung Podomoro dan
City dan Ciputra World Jakarta, sebagai partisipasi membangun pusat sentra
perdagangan ini. Menyusul Grup Asiatic yang membangun Asiatic Tower dan
agresifitas PT Duta Pertiwi, Tbk. yang telah lebih dulu menggarap Ambassador
Superblok. Proyek tersebut mulai dibangun pada 2000 dan resmi beroperasi 2003.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa PT Duta Pertiwi Tbk dan Grup Asiatic,
memberikan konfirmasi untuk bergabung dalam proyek ini. Hanya baru sebagian
kecil yang terwujud karena terkena krisis ekonomi tahun 1997. Mereka baru
apartemen ini berlokasi di kavling satu (lot 1) Jl. Dr. Satrio yang menempati lahan
koridor Satrio Shopping Belt yang diresmikan mantan Gubernur DKI Suryadi
Putera Surya Perkasa, Jakarta Land, serta Hatmohadji dan Kawan Group (Grup
Haka).
kepentingan sehingga menimbulkan masalah yang menjadi salah satu topik politik
pihak telah melihat lahan dari fungsi ekonomi yang dapat memberikan
berawal dari penetapan ganti rugi dalam pembebasan lahan. Pemberian ganti rugi
efisien dan merata menjadi tidak terkontrol. Akibatnya beberapa kalangan yang
memiliki bangunan yang besar dan menguasai lahan seluas-luasnya, di sisi lain
sementara persediaannya relatif tetap sehingga harga terus meningkat dari tahun
ratusan sampai ribuan hektar atas dalih pembangunan suatu kawasan terpadu.
Walaupun secara fisik lahan belum seluruhnya dikuasai oleh developer, tetapi
secara yuridis hak pembebasan lahan sudah digenggam oleh pemegang izin lokasi
berjalan baik sebab pemilik lahan yang berada di area izin lokasi, sebetulnya tidak
bisa lagi menjual lahannya melalui transaksi pasar bebas, kecuali kepada
developer pemegang izin. Rakyat pemilik lahan sering merasa terpojokkan bila
45
Ibid
Sumber yang digunakan sebagai acuan dalam penetapan harga lahan
bermacam-macam, yakni :
1. harga ganti rugi yang ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Tanah BPN,
4. harga pasar yang ditetapkan notaris dalam kasus jual beli lahan.
kali dilakukan pada tahun 1970 di era pemerintahan Gubernur Ali Sadikin. Tetapi,
merupakan permukiman kumuh dan liar yang dihuni berbagai warga pendatang
dari luar Jakarta. Sedangkan tiga kelurahan lainnya sebagian besar merupakan
kawasan pusat bisnis. Proses pembebasan lahan skala besar ini baru terealisasi
pada tahun 1990 dengan masuknya banyak pengembang yang ingin menguasai
lahan.
menyelidiki terlebih dahulu pemilik lahan yang sah sehingga informasi yang
pun mempunyai tolak ukur penetapan ganti rugi. Biasanya pihak pengembang
swasta beertujuan meengejar keuuntungan, berprinsip
b u
untuk mem
mbeli murah
h dan
menjual dengan
d hargga yang maahal. Hal in
ni membuatt semua haarga berdasarkan
berjalan.
menetapkaan nilai gannti rugi atass lahannya. Dengan addanya kebuttuhan mend
desak,
13% 0%
3%
% Rp 100.00
00 - Rp 499.0
000
40%
Rp 500.00
00 - Rp 999.0
000
Rp 1.000.0
000 - Rp
1.499.000
Rp 1.500.0
000 - Rp
44%
%
1.999.000
Sumber : Data
D Primer, diolah.
Gambbar 5.5. Harga Pembebaasan Lahan Skala Besaar
hingga Rpp 999.000,000 per m2. Sekitar 12 pengembanng atau 40 persen mem
mbeli
Rp 12.000.000
Rp 10.000.000
Rp 8.000.000
Rp 6.000.000
Rasuna Said
Rp 4.000.000
Gatot Subroto
Rp 2.000.000 Sudirman-Thamrin
Rp 0
Jika melihat Gambar 5.6. harga lahan pada tahun 1990 ketika terjadi
Sedangkan harga ganti rugi yang diberikan hanya sekitar Rp 100.000,00 hingga
skala besar akan memberi dampak positif dan negatif. Dampak negatifnya,
600.000,00.
Tabel 5.9. Profit Developer Pasca Pembebasan Lahan Skala Besar
Jumlah Profit Developer per m2
Developer
4 Rp 3.501.000,00 – Rp 4.000.000,00
1 Rp 4.001.000,00 – Rp 4.500.000,00
13 Rp 4.501.000,00 – Rp 5.000.000,00
12 Rp 5.001.000,00 – Rp 5.400.000,00
Sumber : Data Primer, diolah.
Keterangan : Asumsi harga jual lahan Rp 5.500.000,00 per m2 .
sebesar 81 persen hingga 99 persen dari harga jual lahan pada tahun 1990.
harga jual lahan per m2. Dengan keuntungan yang berkisar antara 64 persen
mencapai dua kali lipat dari harga pembebasan lahan per m2.
Hal ini terjadi di Kelurahan Guntur yang memang pada saat itu merupakan
perkampungan liar dan kumuh. Latar belakang para pemilik lahan tidak jelas.
Sebagian besar dari mereka adalah warga pendatang yang mengadu nasib di
alih keputusan penetapan harga ganti rugi. Terdapatnya informasi yang tidak
besar harga lahan itu di pasaran dan prospek lahan itu di masa yang akan datang
sehingga mereka terpaksa menyetujui besarnya ganti rugi yang ditetapkan, apalagi
sebagian besar warga permukiman liar tersebut merupakan keluarga miskin yang
Mereka akan terpinggirkan dari kawasan sentral Jakarta. Di satu pihak, dampak
liar tersebut dapat membenahi struktur tata ruang kota yang tadinya tidak baik
Di lain pihak, jika rakyat pemilik lahan memiliki status hukum yang jelas
pembebasan lahan dengan status hukum lahan dengan nilai estimasi sebesar 0,513
pada α = 0,01. Dengan adanya status hukum kuat, pemilik lahan bisa
mempertahankan lahannya hingga diperoleh harga yang tepat atau paling tidak,
Pemilik lahan bisa mengajukan keberatan kepada developer jika nilai ganti
rugi yang ditetapkan di bawah NJOP dan dapat melaporkannya ke BPN. Karena
itu, sebagian besar rakyat pemilik lahan yang memiliki Sertifikat Hak Milik tidak
akan dirugikan. Seperti yang tertulis sekilas di Majalah Properti Indonesia Edisi
Juli 2005:
permainan spekulasi lahan oleh developer. Hal ini muncul karena izin
pembebasan lahan dan penguasaan lahan telah didapatkan. Sisa lahan yang ada
didiamkan hingga harga lahan bergejolak naik. Hingga saat ini berdasarkan hasil
riset PSPI dari 1.350 hektar lahan Kawasan Segitiga Emas yang telah dikuasai
para developer lahan potensial yang masih belum dikembangkan sebanyak 729
harga pembebasan lahan yang rendah. Di kawasan Kuningan saat ini masih
terdapat satu peternakan sapi perah yang tersisa. Pemiliknya tetap bertahan untuk
46
Dalam wawancara terhadap Turgison, Asisten Bagian Informasi dan Data Panangian &
Associates, pada tanggal 4 Juni 2008 untuk mengetahui penggunaan lahan di Kawasan Segitiga
Emas.
tidak kondusif lagi. Sampai saat ini, banyak developer yang mengincar lahan
tersebut. Pemilik lahan itu berdalih bahwa usaha peternakan sapi perahnya
berpindah tempat. Hanya saja banyak tekanan yang timbul dengan sikap
bertahannya pemilik lahan tersebut. Sering terdapat beberapa ancaman dari pihak-
pihak yang tidak dikenal. Tetapi, sampai saat ini mereka masih tetap berusaha
Selain itu pada Tabel 5.10. dipaparkan kasus lain yang terjadi yaitu
terdapat satu-satunya Sekolah Dasar Negri yang diapit oleh banyak gedung
Dasar Negri. Tetapi telah digusur oleh developer dan pemerintah dengan dalih
Negri saja yang tersisa. Walaupun begitu, menurut beberapa informan yang di
baru di tempat itu. Sehingga nasib sekolah tersebut masih tidak jelas.
di Kawasan Segitiga Emas pada tahun 1990. Banyak warga pendatang yang
identitas yang jelas, bahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja tidak ada. Ketika
untuk menolak pembebasan lahan tersebut karena mereka bermukim secara liar
yang membuat lingkungan sekitar menjadi kumuh dan kotor, dan mereka pun
tidak memiliki KTP. Dengan begitu mereka terpaksa menerima perlakuan dari
pemilik lahan di permukiman liar itu memang telah menyalahi aturan karena
mendirikan bangunan tanpa izin yang jelas. Di sisi lain, pemerintah tidak pernah
tidak memiliki izin tinggal. Dengan adanya warga permukiman liar ini justru
Seperti yang tertera pada Tabel 5.10. sebanyak 34.514 jiwa menjadi korban
peduli dengan nasib warga tersebut. Justru pihak pemerintah menyudutkan warga
pendatang karena tidak adanya identitas diri dan keberadaan mereka hanya
suatu pusat data dan informasi yang dikelola oleh suatu badan yang sekaligus
melaksanakan penilaian harga lahan sesuai dengan prinsip fair market value.
yang berfungsi untuk melakukan penilaian terhadap harga tanah, tetapi saat ini
harga lahan disesuaikan melalui mekanisme pasar. Harga yang menjadi acuan
adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh Ditjen Pajak
disesuaikan dengan harga pasar. Namun pada kenyataannya, NJOP lebih rendah
dari nilai pasar sesungguhnya. Padahal NJOP menjadi patokan dalam penentuan
Selisih keduanya lebih dari Rp 2.000.000,00 per m2. Tentu saja jika saat ini
47
Wawancara dilakukan terhadap Abdul Rohim,Kepala Kecamatan Setiabudi Jakarta, pada
tanggal 28 Mei 2008 untuk mengetahui sejarah perkembangan Kawasan Segitiga Emas.
dilakukan penggusuran dengan ketentuan berdasarkan NJOP, maka rakyat akan
dilakukan demi kepentingan rakyat. Akan tetapi, untuk kasus ini justru rakyatlah
kondisi rakyat.
Land Compensation Act 1961, lalu diubah menjadi Local Government 1980 dan
menjadi Planning and Land Act 1980. Di Amerika pembebasan lahan dilakukan
kepentingan umum yang diatur dalam Land Compensation Act 1961. Di Malaysia
ada istilah adequate compensation yang diatur dalam Land Acquisition Act 196048.
Ketiga negara ini merujuk pada fair market value, yang pengaturannya jelas
secara transparan dalam undang-undang. Selain itu, ketiga negara ini mempunyai
lembaga yang dikenal dengan valuation office yang berada dalam pengawasan
Departemen Keuangan.
48
Dalam wawancara tanggal 31 April 2008 terhadap Suryani , notaris dan PPAT di wilayah
Setiabudi Kuningan, untuk mengetahui peraturan-peraturan pertanahan di negara lain.
Setiap tahunnya, lembaga-lembaga tersebut mengeluarkan informasi harga
lahan yang disebut land price index dan building price index untuk residential,
commercial dan industrial property. Data ini menjadi acuan ketika terjadi
bernegosiasi dalam proses jual beli. Keterbukaan dalam patokan harga lahan ini
berkembang dan investasi perkotaan berjalan lancar. Dengan adanya nilai lahan
yang diakui pemerintah dan masyarakat, maka berbagai kasus ganti rugi yang
harga pasar. Kegiatan spekulasi di balik perbedaan nilai harga lahan dapat
lahan. Berdasarkan hasil observasi, peraturan ini masih belum bisa diterapkan
keuntungan.
pemerasan kepada para pengembang dan warga pemilik lahan. Seperti kasus
adanya mark-up uang ganti rugi masyarakat ketika adanya pembebasan lahan di
untuk pembangunan fasilitas umum pada tahun 1990. Selama 18 tahun berjalan,
kasus ini baru diungkap kembali oleh Badan Pemeriksa Keuangan sehingga
banyak pejabat yang pada masa itu terlibat, kini harus diperiksa oleh pihak yang
berwajib49.
adanya pembebasan lahan secara ganda, yaitu pada tahun 1970 telah dilakukan
pembebasan skala besar, tetapi pada tahun 2006 terjadi pembebasan lahan di
lokasi yang sama. Selain itu, terdapat juga sertifikasi ganda pada SHM yang
menimbulkan sengketa.
49
Wawancara dilakukan pada tanggal 22 Juli 2008 terhadap Etty Herawati yang menjabat sebagai
kasubag dan sekretaris Wakil Gubernur Pemprov DKI Jakarta. Kasus mark-up ini sedang dibuka
kembali mengingat banyaknya laporan warga kepada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Hal ini juga diutarakan oleh Abdul Rochim yang menjabat sebagai Kepala Kecamatan Setiabudi
yang menerima laporan keluhan masyarakat. Masalah ini masih diproses pada tingkat Wakil
Gubernur untuk diteruskan dan ditindaklanjuti.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan masalah yang ada, tujuan yang ingin dicapai, dan hasil
pembahasan yang telah dilakukan. Maka dari penelitian ini dapat diambil
lahan dan penguasaan lahan. Hal ini terjadi karena para pengembang
besar yang sudah mendominasi penguasaan lahan dan properti. Pada masa
bahan baku dan hutang bank yang meningkat sehingga lahan-lahan yang
dikuasai pun diambil alih oleh BPPN. Pada awal tahun 2000, kebangkitan
6.2. Saran
Kawasan Segitiga Emas saja, tetapi juga mulai membuka peluang untuk
dapat diperoleh perbandingan antar kawasan pusat bisnis yang ada saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, Hilda B., Juli 2005. “Kawasan Segitiga Emas Masih Diburu”. Properti
Indonesia : Hal.34.
Badan Pertanahan Nasional. 2008. Pertimbangan Teknis Tata Guna Lahan Tahun
2004-2008. Kanwil BPN DKI Jakarta, Jakarta.
Dinas Perencanaan dan Pengembangan Kota. 2007. Rasio Luas Bangunan Tinggi
dan Luas Wilayah per Kotamadya. P2K DKI Jakarta, Jakarta.
Goldberg, Michael dan Peter Chinloy.1984. Urban Land Economics. John Wiley
and Sons, Canada.
Priyarsono, D.S. dan Sahara. 2006. Modul Mata Kuliah Ekonomi Regional.
Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Manajemen IPB, Bogor.
Waugh, David.2003. The New Wider World. Nelson Thornes, United Kingdom.