Anda di halaman 1dari 25

PERILAKU AUDITOR DALAM AUDIT MANAJEMEN

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Audit Manajemen
Dosen Pengampu: Dennyca Hendriyanto Nugroho, SE, M.Si

Disusun oleh:
1. Evelyne Maharani Marlynda (201212197)
2. Andreas Hangga Trimurti (201212214)
3. Titik Tantri Lestari (201212229)
Semester/Kelas: VIII/D

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah yang berjudul “Perilaku dalam Audit Manajemen” untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Audit Manajemen.
Makalah ini berisi mengenai konsep dan aspek perilaku dalam audit
manajemen, perilaku auditor dalam melakukan komunikasi dengan manajemen
selama masa audit, hubungan dan pengaruh audit manajemen terhadap perilaku
objek audit, serta hubungan perilaku etis terhadap pengambilan keputusan etis
auditor.
Dengan sepenuh hati penulis menyadari dan merasakan betapa besar
bantuan dari berbagai pihak dan sumber manapun. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Dennyca Hendriyanto Nugroho, SE, M.Si, S.E., M.Si, selaku
dosen Audit Manajemen.
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis sehingga terselesainya makalah
ini.
Di dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari dengan sepenuh hati
akan kurang sempurnanya makalah ini, mengingat tingkat kemampuan serta
pengalaman penulis belum luas. Namun demikian, penulis berusaha keras untuk
menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Kudus, Maret 2016

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................ 3


2.1 Konsep dan Aspek Perilaku dalam Audit Manajemen ............. 3
2.2 Perilaku Auditor dalam Melakukan Komunikasi dengan
Manajemen Selama Masa Audit .............................................. 8
2.3 Hubungan dan Pengaruh Audit Manajemen terhadap Perilaku
Objek Audit ............................................................................. 12
2.4 Hubungan Perilaku Etis terhadap Pengambilan Keputusan Etis
Auditor ..................................................................................... 18

BAB III : PENUTUP ..................................................................................... 19


3.1 Simpulan .................................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Audit pada saat ini telah menjadi bagian penting dalam dunia akuntansi,
khususnya aspek-aspek yang terkait dengan proses pengambilan keputusan dan
aktivitas-aktivitas auditor dalam mempertimbangkan sesuatu sebelum mengambil
keputusan. Terdapat banyak hal yang dapat dipertimbangkan sebagai data
pendukung dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada aspek
keperilakuan auditor.
Salah satu karakteristik yang membedakan akuntan publik dengan auditor
internal berkaitan dengan keterikatan secara pribadi. Akuntan publik terikat
dengan catatan-catatan suatu organisasi dan prinsip-prinsip akuntansi yang
dibangun oleh badan profesi akuntansi. Sebaliknya, auditor internal terkait dengan
aktivitas-aktivitas manajemen dan orang-orang yang menjalankan operasi
organisasi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa audit internal
mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang sehingga terdapat
hubungan pribadi antara orang yang dievaluasi dengan orang yang mengevaluasi
dengan para auditor.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang belakang tersebut, maka yang menjadi perumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dan aspek perilaku dalam audit manajemen?
2. Bagaimana perilaku auditor dalam melakukan komunikasi dengan
manajemen selama masa audit?
3. Bagaimana hubungan dan pengaruh audit manajemen terhadap perilaku objek
audit?
4. Bagaimana hubungan perilaku etis terhadap pengambilan keputusan etis
auditor?

1
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah “Perilaku dalam Audit Manajemen”, antara lain:
1. Untuk menjelaskan konsep dan aspek perilaku dalam audit manajemen.
2. Untuk menjelaskan perilaku auditor dalam melakukan komunikasi dengan
manajemen selama masa audit.
3. Untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh audit manajemen terhadap
perilaku objek audit.
4. Untuk menjelaskan hubungan perilaku etis terhadap pengambilan
keputusan etis auditor.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Aspek Perilaku dalam Audit Manajemen


Menurut Griffin dan Ebert (1998) dalam Zulfahmi (2005), perilaku etis
didefinisikan sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang
diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat
dan yang membahayakan. Jadi, perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi
seseorang dalam penerapan norma-norma sosial yang ada di tengah
kehidupannya. Perilaku etis dan independensi merupakan hal yang vital dari
seorang auditor dalam fungsi audit.
Perilaku etis auditor dalam audit manajemen, yaitu auditor audit manajemen
harus mengungkap kecurangan yang ada. Agar kode etik perilaku auditor
diterapkan dengan baik, maka perlu dilakukan pemantauan pelaksanaan kode etik
oleh masing-masing atasan dari auditor secara berjenjang dan hasilnya dituangkan
dalam evaluasi kinerja auditor dan mengenakan sanksi apabila melanggar. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi:
1. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu.
2. Faktor situasional, yaitu faktor yang berasal dari luar diri manusia sehingga
dapat mengakibatkan seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan
karakteristik kelompok atau organisasi di mana ia ikut di dalamnya.
3. Faktor stimulasi yang mendorong dan meneguhkan perilaku seseorang.
Menurut Code of Ethic for Professional Accountant (CEPA), auditor harus
memiliki prinsip etika, yaitu
1. Integritas, yaitu sikap sederhana dan jujur dalam pekerjaan.
2. Objektivitas, yaitu sikap tidak membiarkan adanya penyimpangan dan konflik
kepentingan yang mengganggu profesionalitas.
3. Kompetensi serta cermat dan kehati-hatian, yaitu sikap untuk memelihara
pengetahuan pada tingkat yang disyaratkan agar klien menerima jasa yang
profesional.
4. Kerahasiaan.

3
5. Perilaku profesional, yaitu sikap wajib mentaati hukum dan peraturan yang
sesuai.
Dalam menjalankan prinsip etika, auditor mendapatkan beberapa ancaman,
yaitu:
1. Self-interest threat, yaitu ancaman dari kepentingan pribadi.
2. Self-review threat, yaitu ancaman telaah sendiri, misalnya overbudget dalam
audit mengakibatkan kualitas audit yang tidak memadai.
3. Advocacy threat, yaitu ancaman karena pendapat klien.
4. Familiarity threat, yaitu ancaman dengan sikap kekeluargaan.
5. Intimidation threat, yaitu ancaman yang dapat mempengaruhi audit.
Untuk menghindari ancaman perlu pengamanan, yaitu:
1. Pengamanan yang diciptakan oleh profesi dan regulator.
a. Syarat pendidikan, pelatihan, dan pengamanan.
b. Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
c. Regulasi tentang governance.
d. Standar profesi akuntan.
e. Prosedur monitoring.
f. Review dari pihak eksternal.
2. Pengamanan di tempat kerja.
Mencegah fraud dapat menggunakan whistle-blower mechanism, antara lain:
1. Internal whistle-blower, yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak internal
perusahaan.
2. Eksternal whistle-blower, yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak eksternal
perusahaan.
Adapun syarat whistle-blower, yakni:
1. Motivasinya jelas.
2. Buktinya jelas.
3. Analisisnya jelas.
4. Salurannya jelas.

4
Pada dasarnya auditor manajemen (internal audit) memiliki peranan, sebagai
berikut:
1. Peran sebagai pemecah masalah (problem solver)
Temuan audit pada hakekatnya adalah problem. Internal auditor harus mampu
menggunakan metode problem solving yang rasional sifatnya. Rangkaian
proses berpikir analisis yang standar perlu dikuasai secara mantap. Hal ini
juga sangat membantunya untuk cepat dalam mengambil
kesimpulan/keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan
benar-benar merupakan fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan
harus mampu pula dihasilkannya dan dapat diterapkan sesuai dengan
kondisinya. Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar
permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang
direkomadasikan menjadi valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana
bobot temuan yang menjadi problem tersebut. Bagaimana intensitasnya. Dia
perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan kejadian sebagai akibat
yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut dilaksanakannya
dengan baik, maka pemecahan konflik, yang tidak mungkin dihindarkan akan
dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.
2. Peran sebagai conflict resolution
Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya
konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan
auditee. Konflik itu sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Dalam kaitan ini, maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara
auditor dan auditee dalam mencapai visi bank menjadi fokus utama.
Penyelarasan ini berpijak pada visi keinginan semua pihak di perusahaan
untuk melahirkan perusahaan yang sehat dan berkembang wajar adalah yang
paling pokok. Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan:
a. Menghindari
Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional dengan
mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah

5
atau keluar dari pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan
pula bila auditor kurang punya kemampuan untuk bernegosiasi secara
efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi persoalan, namun
sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat
timbul dan auditor tetap tidak dapat mengatasinya.
b. Membekukan
Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan
tindakan. Strategi ini bisa digunakan auditor untuk mendinginkan situasi
untuk sementara, sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.
c. Dikonfrontasikan
Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung
dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan
dengan dua jalan:
- Dengan menggunakan kekerasan, misalnya dipaksa dengan kekuatan
dari Direktur Utama maka auditee harus melaksanakan rekomendasi
audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa kalah. Bila
merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran, bahkan
menjurus pada kerugian.
- Dengan memakai strategi negosiasi. Strategi ini kedua pihak bisa
menang. Masing-masing langkah akan mengundang masalahnya
sendiri. Strategi “Win-Win” harus dipakai sebagai dasar dalam
kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil,
dilakukan berdasar motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik
seperti kemampuan memahami orang lain, komunikasi dan juga
negosiasi perlu dimiliki.
3. Peran interviewer
Komunikasi yang akan dilakukan oleh auditor, sering kali dalam bentuk
wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu
internal auditor harus paham mengenai:
a. Konteks dari wawancara yang dilakukan.
b. Isi dari bahan yang ingin dicarinya.

6
Dalam hal ini pola introgasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika
keterampilan wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu
menggali persoalan dengan memotivasi auditee. Wawancara sebaiknya
dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru kemudian diikuti
dengan penetapan berbagai aspek yang diperlukan dalam wawancara
(positioning) dan dilanjutkan dengan mengembangkan wawancara sendiri.
4. Peran negosiator dan komunikator
Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran
komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran
negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual posisi
auditor, dari program sang auditor ataupun ide-idenya. Oleh sebab itu, kriteria
dan materi yang harus disampaikan harus masuk akal. Sebaiknya tidak
memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator adalah
jika ia berhasil menciptakan kondisi dimana semua pihak dapat terpenuhi
keinginannya. Tetap berpegang pada sasaran dan sebaiknya diusahakan
hubungan tidak tegang. Lebih baik diciptakan situasi agak longgar, tetapi
nantinya tidak menyesal. Usahakan mendapat hasil yang positif dalam setiap
proses, walaupun mungkin belum tentu dapat mencapai apa yang diharapkan.
Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Bahwa sebagian
besar konflik dan ketidaksetujuan itu datangnya karena saling kurang
pahamnya pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru
bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif bukanlah hal yang mudah.
Selama komunikasi berlangsung pahami lawan bicara. Tetapkan strategi atas
reaksinya. Sebaiknya tidak tergesah dalam mengambil kesimpulan. Berpikir
positif dan sikap yang terkendali merupakan sarana penting yang harus
dijaga. Kuasai bahan yang dibicarakan dan berdasarkan pada fakta
Berbagai peran tersebut perlu dipahami karena bisa jadi dalam berhadapan
dengan berbagai anggota manajemen, diperlukan langkah-langkah khusus.
Keberhasilan dari hubungan antar manusia ini juga ditentukan oleh peran
kepribadian sang auditor sendiri. Sifat keterbukaan, tepat waktu, tidak
menjatuhkan orang dimuka umum, bertanya secara bijak dengan wawasan

7
yang luas dan lain-lainnya juga sangan menentukan pengembangan hubungan
yang ada. Meskipun auditor sudah berbuat sebaik mungkin dengan
melaksanakan hal-hal yang disarankan atau auditor memang sudah memiliki
sendiri hal-hal tersebut, namun perlu juga diingat bahwa:
a. Auditor perlu mendengarkan orang lain, karena wawancara adalah seni
mendengarkan orang lain. Jika itu dilakukan, jelas tidak mungkin dapat
tahu apa kata akhir yang telah diucapkan oleh lawan bicara.
b. Teliti kembali hal-hal yang sudah diperoleh dan konfirmasikan oleh
lawan bicara kita.

2.2 Perilaku Auditor dalam Melakukan Komunikasi dengan Manajemen


Selama Masa Audit
Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan komunikasi mengenai
berbagai hal yang mencakup berikut ini:
1. Pemahaman atas kebijakan maupun sistem pengendalian perusahaan.
2. Rencana audit.
3. Dampak perundangan atau standar profesional atas audit.
Auditor manajemen harus mengembangkan dan menjaga hubungan baik
dengan auditee untuk memperoleh informasi dan untuk memastikan tindakan
korektif atas temuan audit. Namun, citra umum bahwa auditor adalah bahwa ia
adalah seorang kritikus, pencari kesalahan atau otoritas mata-mata swasta dari
manajemen puncak. Hal ini tentunya adalah risiko pekerjaan dari manajemen
auditor untuk menghadapi hubungan bermusuhan dan suasana yang tidak
diinginkan. Sedangkan posisi auditor manajemen tidak dilahirkan baru-baru ini
adalah benar bahwa masalah perilaku yang berhubungan dengan peran
manajemen auditor ini telah ada untuk waktu yang lama dan akan terus ada.
Terdapat banyak penyebab untuk masalah perilaku yang timbul dalam tinjauan
fungsi manajemen atau audit operasional. Terutama, ketika auditor manajemen
melakukan audit komprehensif atas operasi, mereka seringkali tidaklah mendapat
informasi secara baik sebagaimana auditor keuangan dapatkan pada audit di
departemen keuangan. Proses operasi mungkin tidak lazim dan kompleks. Orang-

8
orang yang beroperasi dapat berbicara dengan bahasa dan menggunakan istilah
yang asing bagi pengalaman auditor. Namun harus ditekankan bahwa departemen
lain yang hanya memiliki fungsi staf untuk dijalankan juga memiliki masalah
perilaku yang sama. Saran apapun yang dibuat oleh mereka mungkin tidak dapat
diterima atau jika upaya paksa dalam pelaksanaannya kemungkinan besar akan
membuat mereka menjadi gagal. Sifat dan penyebab dari masalah perilaku bahwa
auditor manajemen kemungkinan hadapi dalam melaksanakan fungsi review yang
diharapkan darinya dan solusi yang mungkin untuk mengatasi masalah ini:
1. Staf atau konflik baris (line conflict)
Auditor manajemen adalah juga adalah staf. Dan orang-orang sebaris dalam
arti semua anggota departemen lain dari organisasi cenderung menganggap
auditor manajemen dengan cara yang sama seperti mereka menganggap orang
lain sebagai staf. Auditor manajemen yang menjadi spesialis di bidang
mereka mungkin berpikir bahwa pendekatan dan solusi mereka adalah satu-
satunya jawaban. Mereka cenderung mengabaikan orang yang dianggap
membawa kesulitan jika diminta untuk bertindak atas ide-ide mereka. Dan
mereka mungkin merasa bahwa mereka harus menunjukkan kekurangan
gagasan itu untuk membuktikan diri kepada manajemen puncak. Personil
selevel, dalam keadaan seperti itu, kemungkinan besar akan memperlakukan
staf lain berkaitan hal tersebut dengan antagonisme.
2. Pengendalian
Sebagai manajemen auditor diharapkan untuk mengevaluasi efektivitas
pengendalian, ada reaksi naluri dari auditee untuk memiliki sejumlah
ketakutan bahwa tindakannya ketika dilaporkan cenderung menyebabkan efek
buruk pada mereka yang menerima laporan auditor, yaitu, pada manajemen
puncak. Ada sejumlah ketakutan yang dapat dibenarkan bahwa pendapat
manajemen puncak atas kinerja atau pelaksanaan prosedur pengendalian
mereka mungkin akan terpengaruh oleh laporan auditor. Oleh karena itu,
auditor manajemen, menjadi bagian dari sistem pengendalian dan evaluasi
menyeluruh dari kontrol, menyebabkan tumbuhnya antagonisme pada
auditee.

9
Menurut sebuah studi penelitian, penyebab antagonisme adalah sebagai
berikut:
a. Takut bahwa kritik berasal dari temuan audit yang merugikan.
b. Takut perubahan dalam kebiasaan kerja sehari-hari karena antagonisme
adalah kebiasaan disebabkan perubahan yang dihasilkan dari
rekomendasi audit. Tindakan hukuman oleh atasan yang berawal dari
adanya kekurangan yang dilaporkan.
c. Praktik audit sensitif - laporan yang terlalu kritis, laporan yang berfokus
hanya pada kekurangan saja, hal ini dapat dipersepsikan bahwa auditor
memperoleh keuntungan pribadi dari pelaporan kekurangan.
d. Gaya audit bermusuhan - yaitu kurangnya pemahaman tentang masalah
auditee, tidak adanya empati, adanya perasaan superioritas oleh auditor,
konsentrasi yang berlebihan pada kesalahan tidak signifikan, nada
menghakimi ketika mengajukan pertanyaan, dan perhatian yang lebih
besar dengan memamerkan cacat daripada membantu secara konstruktif
untuk memperbaiki kondisi.
Penyebab penting lainnya adalah bahwa penelitian auditor atas sistem dan
prosedur yang ada dapat memberikan ruang atas rekomendasi untuk
perubahan sistem tersebut, diketahui bahwa terdapat resistensi terhadap
perubahan, dan hal ini adalah suatu yang wajar. Ketika perubahan yang
direkomendasikan oleh auditor, resistensi terhadap perubahan diarahkan
kepada rekomendasi auditor dan auditor. Auditor dipandang sebagai
instrumen kemungkinan untuk merekomendasikan perubahan dan auditee
tidak menyambut kunjungan auditor dan jauh lebih sedikit memperhatikan
studi mereka dan laporan mereka setelahnya. Dalam pandangan di atas,
ketakutan akan evaluasi kinerja mereka dan kemungkinan perubahan yang
disarankan dalam sistem yang sudah familiar membentuk penyebab utama
masalah perilaku antara auditor dan auditee. Ini tidak harus, bagaimanapun,
terlalu dipermasalahkan bahwa selain penyebab di atas, pendekatan umum
auditor pada perannya dan perilakunya menambahkan dimensi lain dengan
sifat masalah perilaku.

10
3. Solusi untuk masalah perilaku
Para auditor, jika mereka mengadopsi peran lembaga penuntut atau agen
rahasia dari manajemen untuk mencoba mencari tahu atas kejadian pada
divisi auditee, mereka akan tidak diterima. Kehadiran mereka akan
menimbulkan masalah hubungan pribadi. Hubungan antara auditor dan
auditee dapat memperbaiki jika auditor bertindak dan dianggap sebagai
seorang penasihat profesional dan konsultan. Dalam hal apapun, ada
kebutuhan untuk menunjukkan kemungkinan sejauh mungkin bahwa audit
merupakan bagian dari keseluruhan program diamanatkan oleh otoritas
dengan tingkat yang lebih tinggi untuk memenuhi tingkat yang lebih tinggi
dari kebutuhan organisasi untuk perlindungan dan manfaat konstruktif
maksimal. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan pelayanan yang
maksimal dalam semua dimensi manajerial layak. Review akan dilakukan
dengan gangguan minimum pada operasi rutin dari personel operasi.
4. Kritik konstruktif
Sangat penting bahwa auditor harus berkonsentrasi hanya pada kritik
konstruktif. Dia juga harus membuat secara jelas dalam laporannya nilai
komentarnya dalam hal nyata. Hanya kemudian akan saran akan membawa
bebannya dengan auditee dan mereka akan merasa yakin bahwa auditor telah
objektif dalam catatannya pada laporan. Beberapa penulis lain juga sangat
menganjurkan pandangan bahwa keberhasilan dari peran auditor akan
sebagian besar tergantung pada apakah auditee dibuat untuk merasa yakin
bahwa peran auditor adalah salah satu hal yang akan membantu memberikan
solusi daripada hanya sekedar mencari kesalahan.
5. Pelaporan metode
Untuk mencapai tujuan ini, auditor harus melakukan upaya untuk
menyampaikan secara efektif perannya dengan mengadopsi nada ramah tapi
tegas dalam laporannya. Adalah selalu mungkin untuk tidak setuju tanpa
marah-marah, mengkritik tanpa bersikap kritis. Laporan harus berkonsentrasi
pada daerah-daerah yang perlu perbaikan daripada daftar inefisiensi dan

11
kekurangan dalam kinerja auditee. Gagasan keliru bahwa semakin besar
jumlah kekurangan dilaporkan akan membuat semakin tinggi peringkat
temuannya haruslah dihapus atau menyerah. Ini adalah gagasan usang dan
tidak dengan cara apapun memberikan kontribusi pada efektivitas auditor.

2.3 Hubungan dan Pengaruh Audit Manajemen terhadap Perilaku Objek


Audit
2.3.1 Hubungan Antar Manusia dalam Audit Manajemen
Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara
seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran, dan
kebutuhan psikologis. Pengetahuan hubungan antar manusia dapat digunakan
untuk memecahkan berbagai masalah yang berhubungan dengan faktor manusia
dalam manajemen.
Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi
setiap kejadian di mana dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan
yang lainnya. Hal ini terjadi juga dalam kegiatan audit intern, antara auditor dan
auditee. Beberapa prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam
kegiatan audit intern. Apabila diperhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-
orang yang saling berhubungan dalam posisi tertentu dan khusus. Bila kedua
pihak tak mampu membangun hubungannya secara baik, maka pintu konflik yang
berkepanjangan dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka.
Karenanya maka perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar,
sehingga misi kerja dari para auditor dan auditeenya dapat tercapai serta memberi
kontribusi positif bagi organisasi.

12
2.3.2 Hubungan Kerjasama Antara Auditor Manajemen dan Eksternal
Auditor
Dalam beberapa hal, auditor manajemen dan auditor eksternal memiliki
kesamaan. Keduanya merupakan profesi yang kerjasama antara manajemen dan
eksternal audit memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta
memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal
keuangan. Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis,
industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi yang mereka layani.
Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki kode etik dan standar
profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang harus
dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang
mereka audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut, auditor manajemen dan
audit eksternal adalah dua fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan. Adapun
perbedaan dari keduanya, antara lain:
1. Perbedaan misi
Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas
kewajaran pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi
keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode. Mereka juga menilai
apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten
dari periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para
pengguna laporan keuangan, baik di dalam organisasi terlebih di luar
organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar tingkat reliabilitas
laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu,
tanggung jawab utama auditor internal tidak terbatas pada pengendalian
internal berkaitan dengan tujuan reliabilitas pelaporan keuangan saja,
namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian
internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian
tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi

13
terhadap ketentuan perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-
ketentuan internal organisasi.
2. Perbedaan organisasional
Auditor internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien
utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris,
termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan
karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam
perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan
outsourcing atau co-sourcing internal auditor, namun sekurang-kurangnya
penanggung jawab aktivitas audit internal (CAE) tetaplah bagian integral
dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga alias
bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan
kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar
profesional yang berlaku untuk auditor eksternal.
3. Perbedaan pemberlakuan
Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun
demikian untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti
perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-
perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor
internal. Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit
eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan
yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-
keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk
dilakukan audit eksternal.
4. Perbedaan kualifikasi
Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus
seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur
produksi, serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk
melakukan audit internal. Auditor eksternal harus memiliki kualifikasi

14
akuntan yang mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan
irregularities, mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai
dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan tersebut.
Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik
harus menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh
ketentuan perundang-undangan.
5. Perbedaan fokus dan orientasi
Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejadian-kejadian
yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif
(peluang) maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana organisasi
bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan
auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya
kejadian-kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan
keuangan organisasi.
6. Perbedaan timing
Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara
berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara
periodik/tahunan.
2.3.3 Hubungan Auditor Manajemen dengan Auditee
Hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan auditeenya adalah
hubungan kerja biasa yang memiliki tujuan untuk menciptakan perusahaan yang
sehat dan berkembang secara wajar. Walaupun dari pihak auditee terdapat
perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya tujuannya adalah sama.
Karena posisi internal auditor adalah staf dari pimpinan puncak (direktur
utama). Ia tentunya diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang:
1. Teknis operasional
2. Teknis operasional auditing.
3. Hubungan antar manusia yang efektif. Keberhasilan tugasnya secara
konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang dimilikinya.

15
Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat
dipengaruhi oleh:
1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran
yang bermakna
2. Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.
Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang
menjadi ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa
kegiatan audit seringkali disalah artikan sebagai kegiatan untuk mencari
kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk disingkirkan dan diganti dengan
pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat kerjasama yang
efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang
merugikan. Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee
harus didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai
anggota organisasi. Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan
titik tolak mempertentangkan posisi dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut.
Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena pemahaman dari para pihak
baik auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang berbeda.
Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan
menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi auditor, maka pengolahan
dan penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional
sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam pedoman kerja para auditor intern.
Singkatnya hubungan antara auditor dengan auditee harus dikembangkan dalam
bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan orentasi
peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh. Menempatkan
hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah
perkara mudah. Perlu kematangan kedua pihak buat memahami posisinya masing-
masing dalam bentuk yang lebih konkrit.

16
2.3.4 Pengaruh Audit Manajemen Terhadap Perilaku Objek Audit
Objek audit meliputi keseluruhan perusahaan dan/atau kegiatan yang
dikelola oleh perusahaan tersebut dalam rangka mencapai tujuannya. Untuk
mencapai tujuannya, objek audit menetapkan berbagai program yang
pelaksanaannya dijabarkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan. Auditor harus
mengkomunikasikan dengan atasan pengelola objek atau pemberi tugas audit
tentang pemahamannya terhadap berbagai program/aktivitas objek audit untuk
menghindari terjadinya kesalahpahaman. Komunikasi ini lebih efektif jika
dilakukan secara tertulis, dengan meminta tanggapan pemberi tugas audit tentang
hal-hal berikut:
1. Informasi yang mendukung tujuan audit.
2. Informasi yang mengarahkan ruang lingkup audit.
3. Informasi yang mengarah pada tujuan audit.
Audit manajemen harus mengetahui semua risiko audit. Risiko audit
tersebut terdiri dari 3 komponen:
1. Risiko bawaan (inherent risk) merupakan kerentanan asersi terhadap salah
saji (misstatement) yang material, dengan mengasumsikan bahwa tidak ada
pengendalian yang berhubungan. Risiko salah saji (misstatement) seperti
itu lebih besar dalam beberapa asersi laporan keuangan dan saldo-saldo
atau pengelompokan yang berhubungan daripada yang lainnya. Risiko ini
dipertimbangkan pada tahap perencanaan audit. Sebagai contoh,
perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan
dengan perhitungan yang sederhana. Akun yang terdiri dari jumlah yang
berasal estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data
berupa fakta.
2. Risiko pengendalian (control risk) merupakan risiko bahwa suatu salah
saji yang material yang akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau
dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian perusahaan. Risiko ini
merupakan fungsi keefektifan perancangan dan operasi pengendalian
internal dalam mencapai tujuan entitas yang relevan untuk menyusun

17
laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada
karena keterbatasan yang melekat pada pengendalian internal.
3. Risiko deteksi (detection risk) merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat
mendeteksi salah saji yang material dalam suatu perusahaan. Risiko ini
merupakan fungsi keefektifan prosedur audit dan aplikasinya oleh auditor.
Hal ini sebagian muncul dari ketidakpastian yang ada ketika auditor tidak
memeriksa semua saldo akun atau kelompok transaksi untuk
mengumpulkan bukti tentang asersi lainnya.
Apabila audit manajemen (internal audit) dilakukan dengan baik sesuai
prosedur audit, maka akan memberikan dampak positif bagi perilaku objek audit
dan pengambilan keputusan manajemen. Ketika audit manajemen baik, pada saat
diaudit oleh pihak eksternal tentu tidak akan menimbulkan salah saji material dan
pengambilan keputusan salah juga dapat membuat reputasi perusahaan itu buruk.
Apabila terdapat suatu masalah pada saat melakukan audit manajemen, maka bisa
terjadi suatu konflik dalam perusahaan tersebut. Misalnya, dalam pelaksanaan
audit manajemen ketika manajemen perusahaan berusaha untuk mencoba agar
temuan audit yang sifatnya material untuk tidak dituliskan dalam laporan audit
tentu menimbulkan konflik kedua pihak. Namun, konflik tersebut dapat diatasi
dengan berbagai cara, seperti melakukan kompromi, negosiasi, arbitrasi, maupun
langsung. Bila masih tidak dapat diatasi maka audit manajemen dapat melaporkan
kepada komite audit untuk ditindaklanjuti agar terselesaikan permasalahan yang
ada dan ke depannya seluruh aktivitas perusahaan berjalan lebih baik, efektif,
efisien, dan ekonomis.

2.4 Hubungan Perilaku Etis terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor


Perilaku etis ditentukan oleh masing-masing individu. Setiap orang
menggunakan alasan moral untuk memutuskan apakah sesuatu etis atau tidak.
Pengambilan keputusan oleh auditor manajemen dalam memberikan penilaian
terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan tingkat efektif dan keefisienan
pengendalian internal perusahaan, memberi saran ataupun rekomendasi serta

18
memberikan nilai tambah untuk manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan
atau tindakan berikutnya, tentunya terkait erat dengan pemahaman auditor tentang
nilai-nilai etika. Secara teoritis, baik buruknya pemahaman auditor manajemen
mengenai nilai-nilai etika berhubungan dengan keputusan etis yang diambil oleh
auditor. Teori normatif digambarkan sebagai suatu nilai pertimbangan dari apa
yang sebaiknya dan seharusnya terjadi, bukan pada apa yang terjadi (Dellaportas,
2005: 29). Teori etik normatif menyediakan suatu prinsip bagaimana seharusnya
kita berkelakuan sesuai dengan norma sosial dan kebiasaan. Mengerti akan prinsip
perilaku yang baik merupakan suatu hal yang penting dalam membuat keputusan
etis dan berkelakuan dengan tepat.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Perilaku etis auditor dalam audit manajemen, yaitu auditor audit manajemen
harus mengungkap kecurangan yang ada. Agar kode etik perilaku auditor
diterapkan dengan baik, maka perlu dilakukan pemantauan pelaksanaan kode etik
oleh masing-masing atasan dari auditor secara berjenjang dan hasilnya dituangkan
dalam evaluasi kinerja auditor dan mengenakan sanksi apabila melanggar. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku: faktor personal, faktor situasional, dan faktor
stimulasi. Pada dasarnya auditor manajemen memiliki peranan, sebagai: problem
solver, conflict resolution, interviewer, negosiator dan komunikator.
Selama masa audit, auditor manajemen dapat melakukan pembicaraan dengan
pihak manajemen mengenai berbagai hal yang mencakup berikut ini: pemahaman
atas kebijakan maupun sistem pengendalian pada perusahaan fokus pada objek
auditnya, rencana audit, dan dampak perundangan atau standar profesional atas
audit. Auditor manajemen harus mengembangkan dan menjaga hubungan baik
dengan auditee untuk memperoleh informasi dan untuk memastikan tindakan
korektif atas temuan audit.
Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara
seseorang dengan orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran, dan
kebutuhan psikologis. Pada hubungan ini, keduanya harus dapat menempatkan
masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi kerja dari para auditor dan
auditee dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi. Di sisi
lain, dalam hal kerjasama antara auditor manajemen dan eksternal auditor,
keduanya memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki
kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. Selain
itu, terdapat hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan auditeenya.
Hubungan tersebut merupakan hubungan kerja biasa yang memiliki tujuan untuk
menciptakan perusahaan yang sehat dan berkembang secara wajar.

20
Apabila audit manajemen (internal audit) dilakukan dengan baik sesuai
prosedur audit, maka akan memberikan dampak positif bagi perilaku objek audit
dan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan oleh auditor manajemen
dalam memberikan penilaian terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan
tingkat efektif dan keefisienan pengendalian internal perusahaan, memberi saran
ataupun rekomendasi serta memberikan nilai tambah untuk manajemen sebagai
dasar pengambilan keputusan atau tindakan berikutnya, tentunya terkait erat
dengan pemahaman auditor tentang nilai-nilai etika. Baik buruknya pemahaman
auditor manajemen mengenai nilai-nilai etika berhubungan dengan keputusan etis
yang diambil oleh auditor.

3.2 Saran
Auditor manajemen sebaiknya tetap menjaga hubungan baik dengan pihak-
pihak terkait, seperti: auditee, manajemen perusahaan, dll. Apabila terjadi suatu
konflik yang tidak dapat diatasi dengan pihak terkait, maka auditor tersebut dapat
melaporkan ke pihak komite audit untuk ditindaklanjuti. Perilaku etis auditor
manajemen harus tetap dijaga agar dapat memberikan hasil pemeriksaan yang
sesuai dengan kenyataan dan sesuai prosedur maupun program audit yang
dijalankan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Dellaportas, et al. 2005. Ethics, Governance and Accountability, a Professional


Perspective. Australia: Wiley.

http://nichonotes.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-internal-auditing.html

http://putusukmakurniawan.blogspot.co.id/2014/10/aspek-perilaku-dalam-audit-
manajemen.html

Zulfahmi (2005) Analisa Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku
Etis Akuntan Publik di Kota Banda Aceh. Skripsi, Universitas Syiah
Kuala.

22

Anda mungkin juga menyukai