Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

India telah memiliki pengetahuan besar mengenai matematika. Angka


nol diciptakan oleh bangsa India kuno. Demikian juga sistem desimal.
Matematika Hindu atau matematika India dikenal sebagai Sulwa Sutra,.
Atau “tali dari sloka” (cord of verses). Ini berkaitan dengan pembangunan
altar tempat pemujaan dan upacara korban. Formula dari Sulwa Sutra
sifatnya empirik. Sesungguhnya, dikatakan bahwa Sulwa Sutra mungkin
merupakan pengaruh di belakanag perkembangan kemudian dari geometri
Yunani. Semua hal yang datang dari matematika India, angka nol adalah
yang paling menonjol.

Peradaban terdini anak benua India adalah Peradaban Lembah Indus


yang mengemuka di antara tahun 2600 dan 1900 SM di daerah aliran Sungai
Indus. Kota-kota mereka teratur secara geometris, tetapi dokumen
matematika yang masih terawat dari peradaban ini belum ditemukan.

Peradaban Lembah Sungai Indus, 2800 SM–1800 SM, merupakan


sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai Indus dan Sungai
Ghaggar-Hakra yang sekarang Pakistan dan India barat. Peradaban ini
sering juga disebut sebagai Peradaban Harappan Lembah Indus, karena kota
penggalian pertamanya disebut Harappa, atau juga Peradaban Indus
Sarasvati karena Sungai Sarasvati yang mungkin kering pada akhir 1900
SM. Pemusatan terbesar dari Lembah Indus berada di timur Indus, dekat
wilayah yang dulunya merupakan Sungai Sarasvati kuno yang pernah
mengalir.

Matematika Vedanta dimulakan di India sejak Zaman Besi. Shatapatha


Brahmana (kira-kira abad ke-9 SM), menghampiri nilai π, dan Sulba Sutras
(kira-kira 800–500 SM) yang merupakan tulisan-tulisan geometri yang
menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan tiga dan akar

1
kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan;
memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri
persegi yang diberikan, menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat;
mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan
pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan di
bahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana bentuk sistem bilangan Hindu?
2. Siapa saja tokoh-tokoh matematika Hindu?
3. Bagaimana sistem aljabar Hindu?
4. Bagaimana sistem aritmatika Hindu?
5. Bagaimana sistem geometri dan trigonometri Hindu?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk sistem bilangan Hindu
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh matematika Hindu
3. Untuk mengetahui sistem aljabar Hindu
4. Untuk mengetahui sistem aritmatika Hindu
5. Untuk mengetahui sistem geometrid an trigonometri Hindu

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Matematika Hindu


Matematika India atau juga bisa disebut Matematika Hindu muncul pada
abad ke-26 SM dan berakhir pada abad ke-14 M. Matematika India ini
berkembang setelah matematika China dan berakhir tepat sebelum munculnya
matematika Eropa abad pertengahan. Matematika India dimulai sejak munculnya
sebuah peradaban yang terletak di daerah aliran Sungai Indus. Peradaban ini biasa
disebut Peradaban Lembah Indus. Kota-kota yang mereka tempati kala itu diatur
secara geometris.
Peradaban Lembah Sungai Indus, 2800 SM–1800 SM, merupakan sebuah
peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai Indus dan Sungai Ghaggar-Hakra
yang sekarang Pakistan dan India barat. Peradaban ini sering juga disebut sebagai
Peradaban Harappa Lembah Indus, karena kota penggalian pertamanya disebut
Harappa, atau juga Peradaban Indus Sarasvati karena Sungai Sarasvati yang
mungkin kering pada akhir 1900 SM. Pemusatan terbesar dari Lembah Indus
berada di timur Indus, dekat wilayah yang dulunya merupakan Sungai Sarasvati
kuno yang pernah mengalir.
Sekitar abad ke-15 SM bangsa India diusir oleh bangsa Arya yang datang
dari Asia Tengah. Selama kira-kira 1000 tahun bangsa Arya menyempurnakan
tulisan Hindu dan bahasa Sansekerta. Beberapa penulis agama juga menulis
sejarah matematika karena dalam pembangunan altar Budha direntangkan tali
yang menunjukkan pengenalan tigaan Pythagoras.
Kemudian lahirlah matematika Vedanta yang berkembang di India sejak
Zaman besi. Sekitar abad ke-9 SM, seorang matematikawan bernama Shatapatha
Brahmana mulai menemukan pendekatan nilai π, dan kemudian antara abad ke-8
dan ke-5 SM, Sulba Sutras memberikan tulisan-tulisan geometri yang
menggunakan bilangan rasion

3
B. Sistem bilangan hindu
1. Angka Brahmi
Kebanyakan sistem angka kedudukan yang menggunakan 10 sebagai asas
yang digunakan di seluruh dunia adalah berasal dari India. Sistem angka India
lazimnya dikenali di Barat sebagai sistem angka Hindu-Arab atau angka Arab,
karena ia diperkenalkan di Eropa melalui orang Arab.
Digit 1 hingga 9 dalam sistem angka Hindu-Arab berevolusi dari angka
Brahmi.
Angka Brahmi ditemukan pada prasasti di gua dan kuil di daerah dekat Poona,
Bombay dan Uttar Pradesh, prasasti yang berbeda, berbeda pula bentuk
simbolnya. Angka Brahmi sudah digunakan lebih lama sampai abad 4 M.
2. Angka Gupta
Periode Gupta adalah selama dinasti Gupta memerintah sampai ke
Magadha di Timur laut India pada awal abad 4 M sampai akhir abad 6 M.
Angka Gupta dibangun dari angka Brahmi dan tersebar luas oleh kerajaan
Gupta. Angka Gupta lalu berkembang menjadi angka Nagari kadang-kadang
juga disebut angka Devahagari.
3. Angka Nagari
Angka Nagari sering disebut-sebut oleh Al-Biruni sebangai “kebanyakan
bilangan” karena banyak dikirim ke dalam dunia Arab. Angka Nagari sering
disebut angka Devanagari. Angka India menyebar kenagian dunia antara abad
7 sampai abad 16 M dan sudah menyebar di Eropa di akhir abad 5 M.

4
Angka Devanagari Hindu-Arab Perkataan Sanskrit untuk
angka ordinal
० 0 śūnya (०००००)

० 1 éka (००)

० 2 dvi (००००)

० 3 trí (००००)

० 4 chatúr (०००००)

० 5 pañch (००००)
० 6 ṣáṣ (०००)

० 7 saptá (००००)

० 8 aṣṭá (००००)

C. Tokoh-tokoh Matematika Hindu

1. Pāṇini (kira-kira abad ke-5 SM)


Pāṇini yang merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta.
Notasi yang dia gunakan sama dengan notasi matematika modern, dan
menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi

2. Surya Siddhanta (kira-kira abad ke-400 SM)


Surya Siddhanta memperkenalkan fungsi trigonometri sinus,
kosinus, dan balikan sinus, dan meletakkan aturan-aturan yang

5
menentukan gerak sejati benda-benda langit, yang bersesuaian dengan
posisi mereka sebenarnya di langit. Daur waktu kosmologi dijelaskan di
dalam tulisan itu, yang merupakan salinan dari karya terdahulu,
bersesuaian dengan rata-rata tahun siderik 365,2563627 hari, yang hanya
1,4 detik lebih panjang daripada nilai modern sebesar 365,25636305 hari.
Karya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan bahasa Latin pada
Zaman Pertengahan.
Surya Siddhanta adalah salah satu buku astronomi terawal India,
meskipun karya tersebut dalam bentuk yang kita kenal sekarang berasal
dari sekitar setelah tahun 400 M. Dalam Siddhanta terdapat peraturan-
peraturan yang menjelaskan pergerakan benda-benda angkasa yang sesuai
dengan letak asli mereka di langit. Tidak diketahui siapa penulis Siddhanta
atau kapan buku ini pertama kali disusun, namun umumnya versi-versi
yang ditemukan berasal dari sekitar abad ke-4. Matematikawan dan
astronom India dari periode-periode selanjutnya, misalnya Aryabhata
merujuk kepada naskah ini, sementara terjemahan-terjemahan dalam
bahasa Arab dan Latin kelak menjadi berpengaruh di Timur Tengah dan
Eropa.

3. Aryabhata (abad ke-499)


Aryabhata adalah matematikawan dan astronom India yang lahir
pada tahun 475 M dan meninggal pada tahun 550 M. Dia hidup di zaman
yang sulit untuk mengembangkan matematika. Bahkan, pada masa itu dia
merupakan satu-satunya orang yang menemukan rumus-rumus matematika
sebelum lahirnya ahli-ahli matematika pada masa modern kini.
Pada tahun 499 M, saat usianya baru 23 tahun ia sudah berhasil
membuat sebuah karya besar. Karyanya itu adalah sebuah Kitab yang ia
beri judul mirip dengan namanya yakni Aryabhatiya. Kitab ini begitu
populer karena didalamnya ia memperkenalkan fungsi versinus,
menghasilkan tabel trigonometri India pertama tentang sinus,
mengembangkan teknik-teknik algoritma aljabar, infinitesimal, dan

6
persamaan diferensial, serta memperoleh solusi seluruh bilangan untuk
persamaan linear oleh sebuah metode yang setara dengan metode modern.
Tak hanya matematika, di dalam kitab ini ia juga menuliskan perhitungan
astronomi yang akurat berdasarkan sistem heliosentrisgravitasi. Saking
populernya, kitab ini diterjemahkan kedalam bahasa Arab pada abad ke-8
M, dan kemudian dalam bahasa Latin pada abad ke-13 M.
Penemuannya yang lain dalam matematika adalah penemuan
rumus π (phi). Ia memberikan nilai π yang bersesuaian dengan
62832/20000 = 3,1416. Ia juga membuat rumus untuk menemukan luas
segitiga, lingkaran, dll. Dalam rumus lingkaran, ia membuat peraturan
yang menyatakan komponen utama pemecahan keliling sebuah lingkaran
ada pada diameternya.

4. Brahma Gupta
Brahma Gupta adalah matematikawan besar India berikutnya, ia
hidup dari tahun 598 sampai 660 M. Karyanya yang terkenal adalah
Brahma Siddhanta yang terdiri dari dalil dan peraturan. Pada tahun 628 M
Brahma Gupta menulis sebuah buku berjudul Brahma Gupta Siddhanta
sebagai perbaikan dari buku sebelumnya. Dalam buku barunya ini ia
menulis 2 bab tentang matematika, yaitu bab 12 dan 18 yang didalamnya
terdapat teorema-teorema yang sudah diakui sebagai teorema yang benar.
Namun ada pendapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa teorema
Brahma Gupta tidak benar. Disamping itu terdapat pula teorema-teorema
Brahma Gupta yang eksak yaitu dengan memanfaatkan rumus-rumus
Archimedes Heron untuk menentukan jari-jari lingkaran luar suatu
segitiga. Salah satu contohnya adalah saat Brahma Gupta membuat rumus
yang ekivalen dengan rumus trigonometri yang kita pakai sekarang yakni:
i. 2𝑅 = 𝑎/ sin 𝐴 = 𝑏/ sin 𝐵 = 𝑐/ sin 𝐶
Yang merupakan formulasi kembali dari hasil karya ptolami.
Barangkali hasil yang paling menarik dari Brahma Gupta adalah

7
menggeneralisasikan dari rumus beron untuk menentukan luas segi empat
yakni :
ii. 𝐾 = √(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)(𝑠 − 𝑑)

5. Mādhava
Mādhava dari Sangamagrama (lahir dengan nama Irinjaatappilly
Madhava Namboodiri) (c. 1350 – c. 1425) adalah matematikawan dan
astronom India dari kota Irinjalakkuda (dekat Cochin, Kerala, India). Ia
merupakan pendiri sekolah astronomi dan matematika Kerala. Mādhava
dianggap sebagai salah satu matematikawan-astronom terbesar pada abad
pertengahan, dan telah menyumbangkan kontribusi dalam deret takhingga,
kalkulus, trigonometri, geometri dan aljabar.
Karya Madhava diduga dikirim ke Eropa melalui misionaris-
misionaris Yesuit dan pedagang yang aktif disekitar pelabuhan Kochi,
sehingga memberikan pengaruh terhadap perkembangan kalkulus di
Eropa.
Karya Madhava yang memberikan suatu urutan untuk π
diterjemahkan kedalam bahasa matematika modern,dibaca
4𝑟 4𝑟
i. 𝜋𝑟 = 4𝑟 − +
3 𝑠

Pada abad ke-14, Madhava dari Sangamagrama menemukan rumus


Leibniz untuk pi, dan, menggunakan 21 suku, untuk menghitung nilai π
sebagai berikut 3,14159265359

D. Aljabar Hindu
Aljabar Hindu adalah aljabar sinkopasi, atau aljabar dengan singkatan-
singkatan pengerjaan. Penjumlahan dilakukan menurut jukstaposisi.
Pengurangan dengan bilangan diberi tanda titik di atasnya.
Brahmagupta ± abad ke-7 menulis karya matematika dan astronomi. Salah
satu karyanya ialah Brahma-sphuta-siddhan-dhanta ditulis kira-kira pada
tahun 628. Buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada

8
tahun 1817 oleh H.T.Colebrooke. Ia menulis singkatan dari yang tak
diketahui (perubah) dengan ya (Javattavat), dan singkatan dari bilangan
dengan (rupa). Jika terdapat perubah lain diambil singkatan dari warna
misalnya ka (kalaka = hitam).
Misalnya untuk menulis 4𝑥 + 3𝑦 − 2 ialah ya 4 ka 3 ra
Persamaan kuadrat diselesaikan dengan metode kuadrat sempurna, dan
metode itu disebut juga metode Hindu.
Dalam buku karya Bhaskara terdapat kesamaan

√(𝑎+√𝑎2 −𝑏) √(𝑎−√𝑎2 −𝑏)


√𝑎 ± √𝑏 = ±
2 2

Bentuk kesamaan ini terdapat juga pada buku-buku aljabar SMA


sebelum kurikulum 1975. Misalnya menarik akar dari

√(8 + √64 − 60) √(8 − √64 − 60)


√8 − √60 = −
2 2
= √5 − √3

Aryabhata dan Brahmagupta menyelesaikan persamaan tak tertentu


𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 ,untuk bilangan-bilangan bulat 𝑎, 𝑏 dan 𝑐 adalah bilangan-
bilangan bulat. Bentuk itu kita kenal dalam pelajaran di SL sebagai fungsi
linear. Persamaan kuadrat ditulis dengan bentuk 𝑦 2 − 𝑎𝑥 2 + 1, 𝑎 bilangan
bulat tidak bilangan kuadrat. Persamaan ini diselesaikan oleh lagragne
pada 1766-1769.

Sumber:

Sitorus,J.1990.Pengantar sejarah matematika dan pembaharuan


pengajaran matematika di sekolah.Bandung:PT.TARSITO
http://lianw17.blogspot.co.id/2014/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html
https://www.scribd.com/doc/87451584/Matematika-Hindu-Arab

E. Aritmetika

9
(1) Menjumlahkan

Cara menjumlahkan dua bilangan yang ditulis dari bawah ke atas mungkin
berasal dari Hindu. Tetapi mengerjakan penjumlahan itu mulai dari kiri,
sedang yang kita lakukan sekarang mulai dari kanan. Misalnya
menjumlahkan 4796 dengan 2897 dikerjakan sebagai berikut :

1. Jumlahkan 4 dengan 2 = 6 ditulis di


atas.
2. Jumlahkan 8 dengan 7 = 15 dicoret 6,
ditulis diatasnya, jumlah 6 dengan 1 = 7, dan 5 ditulis
di atas 7.
3. Jumlahkan 9 dengan 9 = 18, dicoret 5,
ditulis diatasnya, jumlah 5 dengan 1 = 6 ditulis di atas
5 dan 8 ditulis di atas 9.
4. Jumlahkan 7 dengan 6 = 13, dicoret 8,
ditulis diatasnya jumlah 8 dengan 1 = 9, dan 3
ditulis di atas 6 . Maka hasil penjumlahan itu ialah 7693.

Metode menjumlah yang mirip dengan metode yang dikenal


sekarang terdapat dalam buku Lilavati oleh Binaskara. Penjumlahan itu
dilakukan mulai dari kanan. Misalnya : 478 + 195, dikerjakan sebagai
berikut :

1. Jumlah satuan 8+5= 13


2. Jumlah Puluhan 7 + 9 = 16. (6 ditulis di bawah 1)
3. Jumlah ratusan 4 + 1 = 5.. (5 ditulis di bawah 1)
Hasilnya 673

(2) Mengalikan

Seperti metode menjumlahkan yang pertama, pengerjaan mengalikan


dimulai dari kiri dan disusun dari bawah ke atas.

10
Misalnya 387 × 6 dikerjakan sebagai berikut :

1. 6 × 3 = 18, 8 ditulis di atas 3


2. 6 × 8 = 48, 18 + 4 = 22 ditulis di atas 18, dan
18 dicoret
3. 6 × 7 = 42, 28 + 4 = 32 ditulis di atas 28 dan
28 dicoret.

Metode yang lebih mirip dengan cara mengalikan yang kita gunakan
sekarang, adalah penggunaan kisi-kisi pada persegipanjang seperti pada
gambar berikut.
Misalnya 348 × 276

3 4 8

9 6 0 4 8

Bilangan-bilangan pada kisi-kisi diagonal dijumlahkan mulai dari kisi


paling kanan
1. Kisi pertama adalah 8.
2. Kisi kedua ialah 6 + 4 + 4 = 14, 4 ditulis pada tempat kedua dikiri angka
8, sedang puluhan 1 ditambahkan kepada kisi diagonal ketiga.
3. Jumlah 1 + 6 + 5 + 8 + 2 + 8 = 30, angka 0 ditulis ditempat ketiga di
kiri angka 4 dan 3 dijumlahkan pada kisi diagonal keempat.
4. Jumlah 3 + 1 + 8 + 2 + 1 + 1 = 16, 6 ditulis dikiri 0 dan 1 ditambahkan
pada kisi diagonal kelima.
5. Jumlah 1 + 6 + 2 = 9 ditulis di kiri 6. Hasil perkalian itu ialah 96048.

11
(3) Metode berkebalikan (metode invers)
Metode berkebalikan adalah operasi hitung yang dikerjakan sebagai
kebalikan dari pengerjaam yang disuruhkan. Bila disuruh membagi maka
dikerjakan mengalikan. Bila disuruh menjumlah maka dikerjakan
mengurang dan sebaliknya.
Pengerjaan dimulai dari belakang. Kira-kira abad ke-6 Aryabhata menulis
karya astronomi dan matematika. Ia menulis suatu soal sebagai berikut :
3
Suatu bilangan dikalikan dengan 3, kepada hasilnya ditambah 4 dari hasil
1
kali itu, hasilnya dibagi 7, dikurangi dengan dari hasil itu, hasil itu
3

dikalikan dengan bilangan itu sendiri hasilnya dikurangi lagi dengan 52,
tentukan akar pangkat dua dari hasilnya, kepada hasilnya ditambah 8,
kemudian dibagi 10. Hasil akhirnya adalah 2. Tentukan bilangan semula.
Perhitungannya dikerjakan mulai dari suruhan terakhir.
1. Hasil terakhir adalah 2, setelah dibagi dengan 10. Karena suruhan
adalah membagi dengan 10, maka dikerjakan adalah mengalikan 2 dengan
10. Hasilnya 20.
2. Hasil ini dikurangi dengan 8, karena suruhan adalah menambah
dengan 8, hasilnya 12.
3. Hasil ini dikuadratkan karena suruhan adalah menarik akar pangkat
dua. Hasilnya 144.
4. Hasil ini ditambah dengan 52, karena suruhan adalah mengurangi
dengan 52. Hasilnya 196.
5. Ditarik akar dari hasil ini, karena suruhan mengalikan dengan
dirinya sendiri atau mengkuadratkan. Hasilnya 14.
1
6. Mengurangi suatu bilangan dengan 3 kali bilangan itu sendiri dapat
1 2 3
diganti dengan membagi. Misalnya a− 3 a = 3 a, kebalikannya adalah 2 a.
3
Maka 14 dikalikan dengan 2 menjadi 21.

12
7. Hasil ini dikalikan denagn 7, karena suruhan adalah membagi
dengan 7. Hasilnya 147.
3
8. Menambahkan dengan kali bilangan itu sendiri dapat diganti
4
3 7 4
dengan mengalikan. Mislanya a+ 4a = 4 𝑎, kebalikannya adalah 7a. Maka
4
147 × 7 = 84.

9. Hasil ini dibagi dengan 3, karena suruhan adalah mengalikan


dengan 3. Hasilnya 28. Maka bilangan yang ditanya itu adalah 28.
Demikian penyelesaian soal dari Aryabhata dengan metode berkebalikan.
Kesimpulan dari proses perhitungan di atas ialah ;
(2 × 10 − 8)2 +52
=196 => √196
= 14
3 4 1
14 × 2 × 7 × 7 × 3 = 28

Sitorus, J. 1990. Pengantar Sejarah Matematika dan Pembaharuan


Pengajaran Matematika di Sekolah. Bamdung : Tarsito

F. Geometri dan Trigonometri


(i) Geometri

Basis dan inspirasi dari keseluruhan matematika India adalah


geometri. Bekas-bekas peninggalan awal pengetahuan geometri dari
peradaban Lembah Indus dapat ditemukan pada penggalian kota Harappa
dan Mohenjo-daro, dimana terdapat bukti berupa alat penggambar
lingkaran yang berasal dari 2500 SM. Ilmu geometri yang berasal dari
India dapat diketahui melalui sebuah catatan konstruksi geometri para
pendeta Weda yang disebut Sulbasutra. Sulbasutra adalah panduan untuk
pembangunan altar-altar tersebut untuk pemujaan dan menjelaskan sejarah
geometri bangsa India. Altar-altar ini memiliki bentuk berbeda-beda tetapi

13
berdiri di wilayah yang sama. Sulbasutra berisi penjelasan verbal awal
mengenai teorema Pythagoras meskipun juga telah diketahui oleh bangsa
Babilonia. Dalil-dalil Sutrasulba berhubungan dengan pembagian gambar-
gambar seperti garis lurus, persegi panjang, lingkaran dan segitiga.

Geometri Hindu terutama untuk keperluan praktek. Geometri yang


pertama mengenai pendirian altar agama Hindu. Pendirian altar itu terkait
dengan teorema Pythagoras. Di dalam soal geometri terdapat juga soal
membujursangkarkan lingkaran, dan penyelesaian yang diberikan adalah:

d = diameter lingkaran, a = sisi bujur sangkar. Pendekatan rasional untuk


√2 dinyatakan dengan pecahan satuan adalah :

1 1 1
1 + 3 + 3.4 - 3 .4 .34

Kalau diuji dengan pecahan desimal, hasilnya adalah


1 + 0,333333 + 0,83333 – 0,002450 = 1,414216
Berarti pendekatan ini benar hingga lima tempat desimal. Mahavira
menulis karya matematika elementer kira-kira tahun 850. Karyanya juga
diterbitkan oleh M. Rangacarya. Sebagai perluasan rumus luas segitiga, ia
menulis rumus segiempat tali busur sebagai:

L = √(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)(𝑠 − 𝑑)

a, b, c, d adalah sisi segiempat itu dan s setengah kelilingnya.


Teori Brahmagupta mengenai segi-4 tali busur dinyatakan dengan rumus
berikut :
Jika m, n adalah diagonal, dan a, b, c dan d adalah sisi-sisi, maka :

14
(𝑎𝑏+𝑐𝑑)(𝑎𝑐+𝑏𝑑)
m2 = 𝑎𝑑+𝑏𝑐
(𝑎𝑐+𝑏𝑑)(𝑎𝑑+𝑏𝑐)
n2 = 𝑎𝑏+𝑐𝑑

Jika sisi-sisi suatu segi-4 tali busur dapat dinyatakan sebagai ap + bq + cr


dengan hubungan a2 + b2 = c2 dan p2 + q2 = r2 maka diagonalnya saling
tegak lurus.

Segi-4 ini disebut trapesium Brahmagupta. Teorema Pythagoras


dibuktikan dengan cara pemotongan bujursangkar. Cara pemotongan yang
dilakukan oleh Bhaskara adalah seperti gambar berikut.

Potongan-potongan bujursangkar pada gambar 32a dapat disusun seperti


gambar 32b.

Maka :

𝑎𝑏
c2 = 4 . + (a-b)2
2

15
= 2ab + a2 – 2ab + b2 = a2 + b2

Bukti kedua diberikan Bhaskara dengan menarik garis tinggi pada


hipotenusa segitiga siku-siku itu seperti gambar 33 dibawah ini

Maka a2 + b2 = cm + cn + c(m+n) = c2

(ii) Trigonometri

Seperti Gerik trigonometri Hindu terutama adalah alat untuk


astronomi. Trigonometri Hindu sudah mengenal pengukuran sudurt dengan
derajat menit dan detik. Mereka sudah menyusun daftar sinus sebagai tabel
setengah tali busur seperti dibuat Gerik. Juga megenal cosinus dan versin A
= 1-cosinus A. Sinus setengah sinus dihitung dalam hubungannya dengan 1
– versin A.

Hindu sudah menghitung soal-soal trigonometri segitiga bidang dan


segitiga pola. Tetapi perhitungan cenderung kepada aritmatika daripada
geometri, sedang trigonometri Gerik bersifat geometri. Memang ada
perbedaan pola berfikir pada Matematika Hindu dengan matematika Gerik.
Matematika Hindu diabdikan pada praktek dan astronomi, matematika
Gerik bebas dari ilmu lain. Matematika Hindu umumnya dikembangkan

16
oleh kasta lain. Matematik Hindu umumnya dikembangkan oleh kasta
pendeta, matematik Gerik terbuka kepada siapa saja yang berkemampuan.
Orang Hindu pandai-pandai dalam berhitung, orang Gerik luar biasa dalam
geometri, agak kurang dalam berhitung.

Orang Hindu menyajikan matematika dengan cara yang agak


terselubung melalui syair-syair, tetapi Gerik menyajikannya secara jelas dan
logis. Bukti-bukti matematika Hindu biasanya berdasarkan empirik, bukti
matematika Gerik berusaha secara ketat dalam penjabaran.

Sumber :
Sitorus, J. 1990. Pengantar Sejarah Matematika dan Pembaharuan
Pengajaran Matematika di Sekolah. Bamdung : Tarsito

https://supratmansupuppsmatematika.wordpress.com/2013/12/31/perkemba
ngan-geometri-dari-masa-ke-masa/

17

Anda mungkin juga menyukai