Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PEMBERIAN SITOKININ TERHADAP

PENGHAMBATAN DEGRADASI KLOROFIL

Oleh :

Nisa Grendpina : B1A015014


Nadya Sofia : B1A015038
Fadhila Meilasari : B1A015051
Nikolaus Widyasmara : B1A015101
Iis Imroatun Sholihah : B1A015140
Rombongan : II
Kelompok : 2
Asisten : Rendie Prasetyo

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ZAT PENGATUR TUMBUH


TUMBUHAN

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Klorofil adalah zat hijau daun pada tanaman yang memfasilitasi penyerapan
cahaya dari matahari. Klorofil memiliki kemampuan untuk mengubah energi cahaya
agar menjadi bentuk yang dapat digunakan untuk berbagai proses seperti fotosintesis,
yaitu pada tanaman hijau untuk menyiapkan makanannya sendiri. Sel Tanaman
menyimpan sinar matahari dan kemudian membuatnya agar bisa kita konsumsi.
ItulH alasan di balik warna hijau dan pigmentasi pada tanaman. Ada berbagai macam
bentuk klorofil yang terbentuk secara alami, seperti klorofil a dan klorofil b. Namun
yang paling penting dan banyak terdapat dalam tanaman adalah klorofil a
(Dwidjoseputro, 1992).
Warna merupakan salah satu daya tarik dari suatu bahan pangan. Dalam
bahan pangan atau dalam istilah biologi, warna dapat kita sebut dengan pimen.
Beberapa jenis pigmen yang kita tahu seperti pigmen klorofil dan pigmen
karotenoid. Pigmen klorofil memberikan warna pada daun tanaman sehingga kita
mampu untuk melihat warna hijau daun. Begitu pula dengan pigmen karotenoid.
Wortel yang kaya akan gizi memiliki warna oranye yang sangat menarik dan biasa
digunakan sebagai sumber pewarna makanan. Tetapi, seiring dengan perubahan
waktu, pigmen klorofil dan karotenoid dapat berunah. Warna daun yang awalnya
hijau dan terlihat segar akan berubah menjadi coklat dan layu. Pigmen karotenoid
yang menghasilkan warna oranyepun lambat laun warnanya akan memudar
(Kusumo, 1990).
Sitokinin berinteraksi dengan hormon lainnya yaitu ABA (asam absisat),
dengan menghambat produksi ABA yang menyebabkan penuaan pada daun.
Penggunaan sitokinin (benzil adenin) pada konsentrasi yang tepat dapat menghambat
penuaan daun dan perubahan warna daun menjadi kuning. Selain itu sitokinin dalam
bentuk TDZ (tidiazuron) dapat menghambat penguningan dan mencegah degradasi
klorofil pada daun (Lakitan, 1996).

B. Tujuan
Tujuan praktikum adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian sitokinin
terhadap penghambatan degradasi klorofil.

II. TELAAH PUSTAKA

Tumbuhan yang mengandung klorofil akan mengalami kerusakan. Proses


kerusakan tersebut berjalan secara bertahap. Tahap awal saat tanaman memiliki
pigmen klorofil, karoten dan xantofil, sehingga tanaman tersebut memiliki
bermacam-macam warna. Tahap selanjutnya saat pigmen-pigmen tersebut
mengalami kerusakan, sehingga mengakibatkan warna daun menjadi kekuning-
kuningan. Dan tahap terakhir adalah tahap saat daun-daun gugur dari pohonnya.
Menurut Ratna (2008) menyatakan bahwa klorofil dapat mengalami kerusakan pada
musim gugur, sehingga muncul warna kuning kecoklatan. Klorofil menyerap warna
biru, ungu, dan merah terang dan memancarkan warna hijau. Selama masa tumbuh,
ekspresi klorofil menutupi pigmen-pigmen lain, seperti xantofil, karotendan tanin
yang terdapat pada daun.Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah karena
adanya proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan
alami seperti stomata, hidatoda dan lentiselyang tersedia pada permukaan dariproduk
sayuran daun. Kadar air (85-98%) dan rasio yangtinggi antara luas permukaan
dengan berat produk memungkinkan laju penguapan air berlangsung tinggi sehingga
proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat.
Degradasi klorofil pada jaringan sayuran dipengaruhi oleh pH. Pada media
basa (pH 9), klorofil sangat stabil terhadap panas, sedangkan pada media asam(pH 3)
tidak stabil. Penurunan satu nilai pH yang terjadi ketika pemanasan jaringan tanaman
melalui pelepasan asam, hal ini mengakibatkan warna daun memudar setelah
pemanasan. Penambahan garam klorida seperti sodium, magnesium atau kalsium
menurunkan feofitinisasi, karena terjadi pelapisan elektrostatik dari garam (Latunra,
2010).
Menurut Salisbury & Ross (1995), dijelaskan bahwa sitokinin
berperan sebagai berikut:
1) Memacu pembelahan sel dan pembentukan organ
Pada penelitian Skoog dan kawannya dalam media kultur
terlihat bahwa, jika sitokinin ditambahkan sitokenesis terpacu
sekali. Terbukti dengan terbentuknya massa sel yang tak
terspesialisasi, tak beraturan, dan poliploid yang disebut kalus.
2) Menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wadah
penampung hara.
Hal ini dapat terlihat pada tanaman bunga matahari,
kandungan sitokinin dalam cairan xilem meningkat selama masa
pertumbuhan-cepat, kemudian sangat menurun saat pertumbuhan
berhenti dan tanaman mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan
bahwa berkurangnya angkutan sitokinin dari akar ke tajuk
mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat.
3) Memacu pertumbuhan kuncup samping tumbuhan dikotil
Jika sitokinin diberikan pada kuncup samping yang tak
tumbuh karena kalah oleh pertumbuhan apeks tajuk yang terletak
di atasnya, sering kuncup samping itu bisa tumbuh. Pada beberapa
penelitian, perbandingan sitokinin dan auksin berperan penting
untuk mengendalikan dominansi apikal; nisbah yang tinggi
mendorong perkembangan kuncup dan nisbah yang rendah
mendukung dominansi.
4) Memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan
dikotil
Pada semua hasil percobaan dengan menggunakan kotiledon
biji tumbuhan dikotil menunjukkan bahwa, sitokinin meningkatkan
baik sitokinesis maupun pembesaran sel, tapi sitokinesis tidak
meningkatkan pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis
hanya merupakan proses pembelahan saja. Sehingga, keseluruhan
pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel dan pertumbuhan yang
terpacu oleh sitokinin meliputi pemelaran sel yang lebih cepat dan
produksi sel yang lebih banyak.
5) Memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
Efek pemberian sitokinin pada daun atau kotiledon yang
teretiolasi selama beberapa jam sebelum diberi cahaya akan
menghasilkan 2 efek utama yaitu:
a) Memacu perkembangan etioplast menjadi kloroplast
(khususnya dengan mendorong pembentukan grana)
b) Meningkatkan laju pembentukan klorofil
Kedua efek tersebut muncul karena sitokinin mendorong
terbentuknya protein tempat klorofil menempel. Diduga sitokinin
endogen meningkatkan perkembangan kloroplas daun dengan cara
yang sama. Kemampuan sitokinin dalam mengaktifkan sintesis
protein yang mengikat klorofil a dan b berhubungan dengan
mekanisme kerja sitokinin.

Tipusnya msh kurang yg dr jurnal

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan klorofilmeter (CCI), cawan petri, gunting, uang koin, dan
alat tulis.
Bahan yang digunakan daun cabai (Capsicum annuum), media ms cair, BAP
dengan konsntrasi 0, 5, 10, 15, 20 µm.

B. Metode

Cara kerja dalam praktikum kali ini adalah :


1. Daun bayam dipetik 3-4 helai dan dipilih daun yang sehat.
2. Daun dipotong membentuk lingkaran seukuran uang koin.
3. Daun diukur kandungan klorofilnya menggunakan klorofilmeter.
4. Potongan daun dimasukkan kedalam media MS dan diberi label.
5. Diinkubasi selama 5 hari dan dilakukan pengamatan setiap hari.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Pemberian Sitokinin Terhadap


Penghambatan Degradasi Klorofil Rombongan II

Kel. Konsen Dau Klorofil Hari Ke- Klorofil


trassssi n
terdegradasi
BAP
0 1 2 3 4 5 H0-H5
1 0 ppm D1 A
B
Rata-rata
D2 A
B
Rata-rata
D3 A
B
Rata-rata
2 5 ppm D1 A 30,8 - - -
B 30,3 - - -
Rata-rata 30,55 - - -
D2 A 25,4 - - -
B 24,7 - - -
Rata-rata 25,05 - - -
D3 A 23,5 - - -
B 24,3 - - -
Rata-rata 23,9 - - -
3 10 ppm D1 A 44,0 26,9 26,0
B 43,6 26,2 25,5
Rata-rata 44,1 26,2 25,7
D2 A 27,9 16,4 16,1
B 27,8 16,6 16,2
Rata-rata 27,4 16,6 16,1
D3 A 52,2 36,8 36,3
B 51,1 36,6 35,8
Rata-rata 51,6 37,4 35,7
4 15 ppm D1 A
B
Rata-rata
D2 A
B
Rata-rata
D3 A
B
Rata-rata
5 20 ppm D1 A
B
Rata-rata
D2 A
B
Rata-rata
D3 A
B
Rata-rata
Catatan:
Jumlah klorofil terdegradasi yang paling sedikit pada suatu perlakuan,
menunjukkan konsentrasi BAP yang paling efektif menghambat terjadinya
degradasi klorofil.
Gambar 4.1 pengamatan hari ke-0 Gambar 4.2 pengamatan hari ke-1

Gambar 4.3 pengamatan hari ke-2


B. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang didapat oleh kelompok 2 rombongan II degradasi


klorofil ...............

Sitokinin merupakan hormon tanaman yang mendorong pembelahan sel,


mendorong pengubahan kloroplas melalui stimulus sintesis klorofil dan memainkan
peranan penting dalam pengaturan berbagai proses biologis seperti aktivitas
pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme. Sitokinin dihasilkan di dalam
jaringan-jaringan yang tumbuh secara aktif, khususnya di dalam akar, embrio, dan
buah. Sitokinin yang dihasilkan pada akr akan mencapai jaringan sasarannya dengan
cara bergerak naik sepanjang tumbuhan itu dalam getah xilem. Awal mulanya
biosintesis sitokinin dari enzim yang terdapat di jaringan tumbuhan yaitu isopentenil
AMP sintase yang membentuk isopentenil adenosin-5-fosfat dari AMP dan salah satu
isomer isopentenil pirofosfat. Isopentenil AMP yang terbentuk kemudian dapat
diubah menjadi isopentenil adenosin melalui hidrolisis oleh enzim fosfatase.
Selanjutnya isopentenil adenosin dapat berubah menjadi isopentenil adenin dengn
melepaskan gugus ribosa melalui hidrolisis. Isopentenil adenin dioksidasi menjadi
zeatin dengan mengganti satu hidrogen gugus metilnya pada cincin samping
isopentenil dengan ion hidroksida (Davies, 1955).
Efek sitokinin antara lain: morfogenesis, pertumbuhan tunas lateral,
pembentangan daun dan menunda penuaan daun. Penuaan diawali dengan
kehilangan klorofil, RNA, protein dan lipid dari membran kloroplas lebih cepat
daripada jika daun masih dalam induknya. Penuaan juga diawali dengan terurainya
protein menjadi asam amino dan kemudian hilangnya klorofil. Davies (1955)
mengemukakan bahwa sitokinin berfungsi mencegah terbentuknya enzim hidrolitik
sehingga air dan nutrien tetap berada di dalam sel. Sitokinin juga berperan dalam
sintesis protein sehingga dengan adanya protein ini maka dapat menggantikan
protein yang hilang karena adanya aktivitas enzim hidrolitik. Oleh karena itu,
protein dalam membran sel dapat dipertahankan.
Sitokinin alami merupakan turunan dari purin. Sitokinin sintetik kebanyakan
dibuat dari turunan purin pula, seperti N6–benziladenin (N6-BA) dan 6-benzilamino-
9-(2-tetrahidropiranil-9H-purin) (PBA). Golongan sitokinin (bahasa Inggris:
cytokinin), sesuai namanya, merangsang atau terlibat dalam pembelahan sel
(cytokinin berarti “terkait pembelahan sel”). Senyawa dari golongan ini yang
pertama ditemukan adalah kinetin. Kinetin diekstrak pertama kali dari cairan sperma
ikan hering, namun kemudian diketahui ditemukan pada tumbuhan dan manusia.
Selanjutnya, orang menemukan pula zeatin, yang diekstrak dari bulir jagung yang
belum masak. Zeatin juga diketahui merupakan komponen aktif utama pada air
kelapa, yang dikenal memiliki kemampuan mendorong pembelahan sel. Sitokinin
alami lain misalnya adalah 2iP (Davies,2010).
Sitokinin telah ditemukan di hampir semua tumbuhan yang lebih tinggi serta
lumut, jamur, bakteri, dan juga di banyak tRNA dari prokariota dan eukariota. Saat
ini ada lebih dari 200 sitokinin alami dan sintetis serta kombinasinya. Konsentrasi
sitokinin yang tertinggi di daerah meristematik dan daerah potensi pertumbuhan
berkelanjutan seperti akar, daun muda, pengembangan buah-buahan, dan biji-bijian.
Sitokinin umumnya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi di daerah
meristematik dan jaringan yang berkembang. Sitokinin diyakini disintesis dalam akar
dan translokasi melalui xilem ke tunas. Biosintesis sitokinin terjadi melalui
modifikasi biokimia adenin (Hutchison, 2002).
Proses Sitokinin disintesis yaitu melalui sebuah produk jalur mevalonate
disebut pirofosfat isopentil adalah isomer, isomer ini kemudian dapat bereaksi
dengan adenosine monophosphate dengan bantuan sebuah enzim yang disebut
isopentenyl AMP synthase, hasilnya adalah isopentenyl adenosin-5-fosfat (AMP
isopentenyl). Produk ini kemudian dapat dikonversi menjadi adenosin oleh
isopentenyl pemindahan fosfat oleh fosfatase dan selanjutnya dikonversikan ke
isopentenyl adenin dengan menghilangkan kelompok ribosa. Isopentenyl adenin
dapat dikonversi ke tiga bentuk utama sitokinin alami. Degradasi sitokinin sebagian
besar terjadi karena enzim oksidase sitokinin. Enzim ini menghapus rantai samping
dan rilis adenin. Derivitives juga dapat dibuat tetapi jalur yang lebih kompleks dan
kurang dipahami (Sinha, 2004).

Degradasi klorofil yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada


daun disebabkan oleh:
1. Enzimatik
Enzim yang menyebabkan terjadinya degradasi klorofil adalah enzim
klorofilase. Klorofilase merupakan sebuah esterase dimana secara in vitro dapat
mengkatalis pemecahan phytol dari klorofil membentuk klorofilides dan
kemudian Mg yang terikat akan terlepas membentuk pheophorbide. Aktivitas
enzim ini dibatasi oleh porphyrin dengan group karbomethoxy pada C-10 dan
hidrogen pada C-7 dan C-8. Enzim klorofilase ini dapat aktiv pada larutan yang
mengandung air, alkohol, ataupun aceton, dan menyebabkan group phytol akan
terlepas dan klorofilide akan diesterifikasi membentuk baik berupa methyl
ataupun ethyl klorofillide. Ketika terjadi proses pemanasan atau pada kondisi
asam, Mg yang terdapat pada klorofillide akan terlepas membentuk turunan
pheophorbide, terlepasnya Mg pada pheophorbide menyebabkan terjadinya
perubahan warna dari hijau menjadi kecoklatan. Pheophorbide yang terbentuk
tersebut jika dipanaskan lagi, akan menyebabkan phytol akan terlepas dan warna
yang terbentuk tetap menjadi kecoklatan.
2. Pemanasan dan asam
Selama pemanasan atau proses pemanasan, klorofil dapat dibagi
berdasarkan ada atau tidaknya keberadaan atom magnesium pada bagian tengah
tetrapyrolle. Jika mengandung atom Mg, maka klorofil akan berwarna hijau,
sedangkan yang tidak memiliki ion Mg berwarna coklat seperti minyak zaitun.
Ketika terjadi pemanasan, maka terjadi isomerasi. Akibat dari isomerasi tersebut
akan menyebabkan keberadaan Mg akan mudah digantikan oleh 2 atom H yang
akan membentuk pheophytin yang berwarna coklat seperti minyak zaitun.
Reaksi ini bersifat irreversible dalam larutan cair. Jika dibandingkan dengan
senyawa chlorophil, pheophytin a dan b bersifat kurang polar dan lebih cepat di
absorbsi pada fhase reverse koloum HPLC. Kestabilan terhadap panas antara
klorofil a dan b berbeda. Klorofil b lebih stabil terhadap pemanasan jika
dibandingkan dengan klorofil a. Stabilitas klorofil a disebabkan oleh efek
penarikan elektron pada C-3 formyl group. Degradasi klorofil dalam pemanasan
pada jaringan sayuran dipengaruhi oleh pH. Pada pH 9,0, klorofil bersifat sangat
stabil terhadap pemanasan, namun pada keadaan asam, yaitu pada pH 3,0,
klorofil bersifat tidak stabil terhadap pemanasan. Penurunan 1 unit pH dapat
terjadi selama terjadi proses pemanasan melalui pelepasan asam. Proses ini
merupakan sutu efek yang merugikan pada tingkat degradasi klorofil. Selama
proses pemanasan dalam waktu 15 menit, klorofil menurun dengan cepat dan
pheophytin meningkat dengan cepat. Pada pemanasan lanjut, pheophytin
menurun dan phyropheophytin meningkat dengan cepat.
3. Photodegradasi
Klorofil dilindungi dari kerusakan sinar matahari selama proses
fhotosintesi pada sel tanaman sehat oleh karoteinoid dan lipid-lipid lain yang
terdapat pada sel tanaman tersebut. Ketika sistem perlindungan ini tidak mampu
melindungi lagi baik disebabkan karena tanaman tersebut telah tua, atau karena
ekstraksi pigmen dari jaringan, atau bahkan dari kerusakan sel yang disebabkan
selama proses pengolahan, klorofil rentan mengalami proses photodegradasi.
Hasil yang didapat dari proses photodegradasi adalah terbukanya cincin
tetraphyrol dan fragmentasi hingga terbentuk senyawa dengan berat molekul
yang rendah. Reaksi ini dimulai dengan terbukanya salah satu jembatan methin
yang membentuk oksidasi linear tetraphyrol. Singlet oksigen dan radikal
hydroxyl diketahui dihasilkan selama paparan klorofil terhadap cahaya dengan
keberadaan oksigen. Sekali terbentuk, singlet oksigen atau radikal hydroxyl akan
bereaksi dengan tetraphyrole dan membentuk peroksida dan lebih banyak radikal
bebas lainnya, akibatnya terjadi kerusakan porphyrin dan kehilangan warna total
(Srivastava, 2002).
DAFTAR REFERENSI

Davies, P. J. 1995. Plant Hormones. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht.


pp. 7-8.
Davies, P. J. 2010. Plant Hormones. Springer. New York. pp. 257-258.

Dwidjoseputro, D. 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.
Hutchison, C. E., Kieber, J. J. 2002. Cytokinin Signaling in Arabidopsis. The Plant
Cell (14): 47-59.

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: CV Yasaguna.


Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Latunra, A. I. 2010. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar :
Universitas Hasanuddin.
Ratna, D. A. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman.
Bandung: Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Salisbury, F. B., dan Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Banding: ITB
Press.
Sinha, R. K. 2004. Modern Plant Physiology. CRC Press. Boca Raton. pp 482-484.

Srivastava, L. M. 2002. Plant Growth and Development. Academic Press. London.


Pp. 191-192.

Anda mungkin juga menyukai