Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma adalah penyakit inflamasi saluran nafas yang didapat menyerang semua

kelompok umur. Asma ditandai dengan serangan berulang sesak nafas dan mengi,

yang bervariasi setiap individunya dalam tingkat keparahan dan frekuensinya.

Asma dapat mempengaruhi kualitas hidup serta beban sosial ekonomi. Asma

mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun kasusnya cukup banyak di negara

dengan pendapatan menengah kebawah. WHO memperkirakan 235 juta penduduk

dunia menderita asma dan jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah apabila

tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan menjadi

peningkatan prevalensi dimasa datang. (WHO,2013)

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya

kesehatan olah bangsa Indonesia dalam mencapai kemampuan untuk hidup sehat

setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara

optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.

Sebagai dampak pembangunan disegala bidang di Indonesia dan meningkatkannya

pertumbuhan ekonomi menyebabkan pergeseran baik pola dari penyakit dan pola

sebagai akibat berhasilnya program pemberantasan penyakit menular, sementara


penyakit degeneratif cendrung meningkat, terutama penyakit asma (Profil

Kesehatan Indonesia, 2007)

Penyakit tidak menular (PTM) seperti asma merupakan penyakit kronis yang

tidak ditularkan dari orang ke orang. Data prevalensi penyakit asma ditentukan

berdasarkan hasil wawancara yang berupa gabungan kasus penyakit yang pernah

didiagnosis dokter/tenaga kesehatan atau kasus yang mempunyai riwayat penyakit

tidak menular (PTM) Prevalensi penyakit asma berdasarkan wawancara di

Indonesia masing-masing 4,5 persen dan prevalensi asma lebih tinggi muncul pada

perempuan. (Riskesdas, 2013)

Deprtemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan penyakit asma

termasuk 10 besar penyakit kesakitan dan kematian dengan jumlah penderita pada

tahun 2002 sebanyak 12500.000. Dari 25 juta penduduk Indonesia, 10% menderita

asma. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005 mencatat 225.000

orang meninggal karena asma. (Departeman Kesehatan, 2012)

Berdasarkan data organisasi dunia (WHO). Jumlah penderita asma di dunia

mencapai 300 juta orang. Angka ini dikhawatirkan terus meningkat hingga 400

juta orang pada tahun 2025. Di dunia penyakit asma termasuk 5 besar penyebab

kematian. Diperkirakan 250.000 orang meninggal setiap tahunnya di karenakan

asma. (Rahmaaliya, 2009)

Udara disekeliling kita telah tercemar oleh berbagai polutan udara dimana 70-

80% pncemaran udara berasal dari gas buangan kendaraan. Sedangkan

pencemaran udara yang disebabkan oleh industri 20-30%. Sumber polutan di


dalam ruangan yang dapat memicu kambuhnya asma antara lain sisa pembakaran,

zat kimia seperti obat nyamuk semprot atau bakar, bau cat tajam, bahan kimia lain

seperti parfum, hairspray. Debu, bulu dan tungau dari sofa, karpet, gordin juga

dapat memicu terjadinya alergi yang berakibat asma. (Ratih dkk, 2010)

Penyakit asma tidak dapat disembuhkan tetapi penderita dapat sembuh dalam

arti asmanya terkontrol. Anak dengan asma yang tidak terkontrol akan

mengganggu kualitas hidup dan menyebabkan kehilangan waktu sekolah. Asma

dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik dan faktor pencetus.

Faktor genetik merupakan bakat pada seseorang yang ditandai dengan adanya gen

tertentu pada seseorang pengidap asma. Gen tersebut didapat karena diturunkan.

Sedangkan faktor pencetus dapat digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar

tubuh dan dalam tubuh. (Aryandi, 2010 ; Pohan dkk,2003)

Menurut dara Riskesdas 2013 di Provinsi Bengkulu penyakit asma ditemukan

sebesar 2,8% dan prevalensi berdasarkan diagnosis nakes adalah 1,8%. Data ini

menunjukan cakupan diagnosis asma oleh nakes sebesar 9,4%. (Riskesdas Provinsi

Bengkulu, 2013)

Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang

profesional, bersifat holistik dan komprehensif yang ditujakan kepada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat baik dalam keadaan sehat maupun sakit.

Pelayanan keperawatan yang diberikan sorang perawat sangat mempengaruhi

mutu asuhan keperawatan yang akan di terima oleh pasien. Oleh karena itu perlua

danya pemahaman khusus mengenai proses keperawatan itu sendiri serta


pemahaman mengenai komunikasi terapeutik dalam melaksanakan asuhan

keperawatan.

Perawat perlu mengembangkan ilmu serta praktik keperawatan salah satunya

melalui model konseptual keperawatan. Dan salah satu model konseptual

keperawatan itu adalah Selfcare oleh Dorothea Orem.

Fokus utama dari teori orem ini adalah kemampuan seseorang untuk merawat

diri sendiri sehingga tercapai kemandirian untuk mempertahankan kesehatan.

Orem dalam teori sistem keperawatannya menggaris bawahi tentang bagaimana

kebutuhan self-care klien dapat dipenuhi oleh perawat, klien atau kedua-

duanya.Sistem keperawatan dirancang oleh perawat berdasarkan kebutuhan self-

care dan kemampuan klien dalam menampilkan aktivitas self-care. Apabila

ada self-care deficit, yaitu defisit antara apa yang bisa dilakukan (self-care agency)

dan apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan fungsi optimum (self-care

demand), disinilah keperawatan diperlukan.(Chinn Peggy L, 1987)

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang mengacu

pada teori Self Care berprinsip pada usaha menolong atau membantu pasien

individu yang tidak mampu untuk terlibat dalam tindakan self-care yang

memerlukan kemandirian dan ambulasi yang terkontrol serta pergerakan

manipulatif atau penatalaksanaan medis untuk menahan diri dari aktivitas-

aktivitas, perawat dan klien melakukan tidakan care atau tindakan lain yang

bersifat manipulatif atau ambulasi di mana baik klien maupun perawat mempunyai

peran yang besar dalam pelaksanaan tindakan perawatan, seseorang mampu


melaksanakan atau bisa dan harus belajar untuk melakukan tindakan self-care

terapeutik yang diperlukan yang berorientasi secara eksternal atau internal tapi

tidak bisa melakukannya tanpa bantuan. Hasil akhir dari tindakan keperawatan

menurut Orem adalah adanya peran perawat sebagai pendidik atau konsultan

dalam meningkatkan kemampuan klien sebagai self-care agent sehingga

diharapkan kemandirian pasien berangsur-angsur dapaat terwujud. (Fitzpatrick,

dkk, 1989)

Teori Orem sangat mungkin dikembangkan karena masalah keperawatan

semakin kompleks dan bantuan keperawatan sangat dibutuhkan, sehingga klien

diharapkan tidak selalu bergantung pada perawat dalam self care. Terutama dalam

proses keperawatan teori Orem sangat berperan penting dalam membantu pasien

untuk membawa pada pada perawatan mandiri untuk diri pasien sehingga tidak

selalu bergantung pada perawat. Selain itu proses keperawatan yang berlandaskan

pada teori Orem akan mempermudan pasien untuk selanjunya mempertahankan

kesehatannya karena mendapatkan pendidikan pula dari perawat.

Berdasrkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

tentang penerapan Aplikasi Teori Dorothea Orem dalam pemberian asuhan

keperawatan pada penderita Asma. Sehingga pasien lebih memprioritaskan

perawatan mandiri untuk diri pasien tanpa selalu bergantung pada perawat dalam

proses penyembuhan penyakitnya.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

masalah penelitannya adalah apakah penerapan teori Dorothea Orem dalam

pemberian asuhan keperawatan perawatan mandiri pada penderita Asma dapat

dilakukan ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menerapkan aplikasi Model Konseptual Keperawatan Dorothea Orem pada

Kasus Klien Asma.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan penyakit asma

b. Mampu menetapkan masalag pada klien dengan penyakit asma

c. Mampu melakukan intervensi pada klien dengan penyakit asma

d. Mapu melakukan implementasi pada klien dengan penyakit asma

e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan penyakit asma

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Profesi Keperawatan

Mendapatkan pengetahuan yang bermanfat dan dapat menambah informasi

tentang penerapan aplikasi Dorothea Arem pada asuhan keperawatan, sebagai


bahan kepustakaan dan perbandingan penanganan kasus khususnya pada

pasien Asma.

2. Bagi Penulis

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta dapat menerapkan

standar asuhan keperawatan berdasarkan teori Dorothea Orem untuk

pengembangan praktik keperawatan dan dapat mengaplikasikan ilmu yang di

dapatkan selama perkuliahan dalam memberikan asuhan keperawatan

khususnya pada pasien Asma.

3. Bagi Pembaca

Meningkatkan pengetahuan kepada pembaca tentang aplikasi teori

Dorothea Orem pada penyakit Asma dalam upaya meningkatkan mutu

pelayanan dalam penanganan kasus khususnya penyakit Asma.

E. Implikasi Peneulisan KTI Ners Terhadap Ilmu Keperawatan

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah penuli menggunakan metode

penulisan antara lain :

1. Studi Kepustakaan

Yakni membaca literatur yang menerangkan dan berhubungan dengan

teori Dorothea Orem dan kasus Asma serta perawatannya baik berupa

buku-buku dan informasi lainnya.


2. Studi Kasus

Yakni mengkasi, merencanakan dan melaksanakan asuhan keperawatan

pada klien secara langsung dengan cara :

a. Wawancara

Dalam pelaksanaan studi kasus keperawatan terhadap klien, penulis

mendapatkan data secara lisan dari klien dan keluarga melalui

percakapan

b. Observasi

Pada tahap pengkajian dan implementasi penulis dapat melihat

langsung keadaan klien.

c. Pemecahan Masalah

Dalam penerapan studi asuhan keperawatan penulis menyelesaikan

masalah-masalah yang ada pada klien dengan melakukan intervensi

langsung dengan menjalin kerjasama terhadap klien.

Anda mungkin juga menyukai