PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit inflamasi saluran nafas yang didapat menyerang semua
kelompok umur. Asma ditandai dengan serangan berulang sesak nafas dan mengi,
Asma dapat mempengaruhi kualitas hidup serta beban sosial ekonomi. Asma
mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun kasusnya cukup banyak di negara
dunia menderita asma dan jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah apabila
tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan menjadi
kesehatan olah bangsa Indonesia dalam mencapai kemampuan untuk hidup sehat
optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional.
pertumbuhan ekonomi menyebabkan pergeseran baik pola dari penyakit dan pola
Penyakit tidak menular (PTM) seperti asma merupakan penyakit kronis yang
tidak ditularkan dari orang ke orang. Data prevalensi penyakit asma ditentukan
berdasarkan hasil wawancara yang berupa gabungan kasus penyakit yang pernah
Indonesia masing-masing 4,5 persen dan prevalensi asma lebih tinggi muncul pada
termasuk 10 besar penyakit kesakitan dan kematian dengan jumlah penderita pada
tahun 2002 sebanyak 12500.000. Dari 25 juta penduduk Indonesia, 10% menderita
asma. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005 mencatat 225.000
mencapai 300 juta orang. Angka ini dikhawatirkan terus meningkat hingga 400
juta orang pada tahun 2025. Di dunia penyakit asma termasuk 5 besar penyebab
Udara disekeliling kita telah tercemar oleh berbagai polutan udara dimana 70-
zat kimia seperti obat nyamuk semprot atau bakar, bau cat tajam, bahan kimia lain
seperti parfum, hairspray. Debu, bulu dan tungau dari sofa, karpet, gordin juga
dapat memicu terjadinya alergi yang berakibat asma. (Ratih dkk, 2010)
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan tetapi penderita dapat sembuh dalam
arti asmanya terkontrol. Anak dengan asma yang tidak terkontrol akan
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik dan faktor pencetus.
Faktor genetik merupakan bakat pada seseorang yang ditandai dengan adanya gen
tertentu pada seseorang pengidap asma. Gen tersebut didapat karena diturunkan.
Sedangkan faktor pencetus dapat digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar
sebesar 2,8% dan prevalensi berdasarkan diagnosis nakes adalah 1,8%. Data ini
menunjukan cakupan diagnosis asma oleh nakes sebesar 9,4%. (Riskesdas Provinsi
Bengkulu, 2013)
keluarga, kelompok dan masyarakat baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
mutu asuhan keperawatan yang akan di terima oleh pasien. Oleh karena itu perlua
keperawatan.
Fokus utama dari teori orem ini adalah kemampuan seseorang untuk merawat
kebutuhan self-care klien dapat dipenuhi oleh perawat, klien atau kedua-
ada self-care deficit, yaitu defisit antara apa yang bisa dilakukan (self-care agency)
dan apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan fungsi optimum (self-care
pada teori Self Care berprinsip pada usaha menolong atau membantu pasien
individu yang tidak mampu untuk terlibat dalam tindakan self-care yang
aktivitas, perawat dan klien melakukan tidakan care atau tindakan lain yang
bersifat manipulatif atau ambulasi di mana baik klien maupun perawat mempunyai
terapeutik yang diperlukan yang berorientasi secara eksternal atau internal tapi
tidak bisa melakukannya tanpa bantuan. Hasil akhir dari tindakan keperawatan
menurut Orem adalah adanya peran perawat sebagai pendidik atau konsultan
dkk, 1989)
diharapkan tidak selalu bergantung pada perawat dalam self care. Terutama dalam
proses keperawatan teori Orem sangat berperan penting dalam membantu pasien
untuk membawa pada pada perawatan mandiri untuk diri pasien sehingga tidak
selalu bergantung pada perawat. Selain itu proses keperawatan yang berlandaskan
perawatan mandiri untuk diri pasien tanpa selalu bergantung pada perawat dalam
Berdasarkan latar belakan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
dilakukan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
pasien Asma.
2. Bagi Penulis
3. Bagi Pembaca
1. Studi Kepustakaan
teori Dorothea Orem dan kasus Asma serta perawatannya baik berupa
a. Wawancara
percakapan
b. Observasi
c. Pemecahan Masalah