Anda di halaman 1dari 42

HIDROLOGI TAMBANG

“SISTEM PENYALIRAN TAMBANG”

OLEH

LA WIDI
R1D1 15 058

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI
2018

1
KATA PENGATAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena akhirnya saya dapat
menyelesaikan tugas matakuliah “Hidrologi Tambang” yakni menulis buku yang
bertemakan “Sistem Penyaliaran Tambang”. Buku tersebut membantu anda dalam
mengetahui apa yang dimaksud dengan Sistem penyaliaran

Ucapan terimakasih saya haturkan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
member masukan dalam membuat buku ini. Sehingga buku ini dapat selesai dengan tepat
waktu. Selanjutnya kepada Dosen mata kuliah Hidrologi tambang yang telah memberikan
saya tugas ini, sehingga saya dapat lebih mengetahui Sistem penyaliran tambnag.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun terutama dari dosen matakuliah Hidrologi
Tambang selalu penulis harapkan agar buku ini dapat sempurna. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya.Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa meridhoi
segala usaha yang telah dilakukan.

Kendari, April 2018

Penulis, La Widi

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….ii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………iv

DAFTAR TABEL…………………………………………………………iv

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Air………………………………………………..….5

1.2 Karakteristik Air…………………………………………..…….5

1.3 Parameter Kualitas Air………………………………………....10

1.4 Sistem Penanggulangan Air Tambang…………………………14

BAB II: SIKLUS HIDROLOGI

2.1 Pengertian Hidrologi………………………………………..…..20

2.2 Siklus hidrologi………………………………………………….20

BAB III: ANALISIS HIDROLOGI TAMBANG

3.1 Analisis Curah Hujan……………………………….…………..23

3.2 Analisis Evaporasi……………………………..………………..31

3.3 Analisis imbuhan………………………………………………..37

BAB IV: SISTEM PENYALIRAN TAMBANG

4.1 Pengertian Penyaliran…………………………………………..39

4.2 Sistem Penyaliran……………………………………………….39

DAFTAR PUSTAKA

3
DAFTAR GAMBAR

1.1 Penampang Melintang Tanah dan Posisis air Tanah……………………..9

2.1 Siklus Hidrologi…………………………………………………………21

3.1 Metode Rerata Aljabar…………………………………………………..28

3.2 Metode Polygon Thiessen………………………………………………29

3.3 Metode Isohyet…………………………………………………….…….30

DAFTAR TABEL

1.1 Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah dengan Tekstur yang Berbeda…….9

1.2 Koefisien Kekerasan mining………………………………………….…..16

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Air

Air adalah substansi yang memungkinkan terjadinya kehidupan seperti yang ada di bumi.
Seluruh organisme sebagian besar tersusun dari air dan hidup dalam lingkungan yang
didominasi oleh air. Air adalah medium yang biologis di bumi ini. Air adalah satu-satunya
substansi umum yang ditemukan di alam dalam tiga wujud fisik materi yaitu padat, cair dan
gas.

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit
perut. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk
sampai pada manusia.2

1.2 Karakteristik Air

Air menutupi 70% permukaan bumi dengan jumlah sekitar 1.368 juta Km3 air terdapat
dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air tawar terutama terdapat
di sungai, danau, air tanah, (ground water), dan gunung es (glacier). Semua badan air di
daratan dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung
secara kontinu. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia yang lain yakni, memiliki kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yaitu 0° (32° F)-
100° C, air berwujud cair. Suhu 0oC merupakan titik beku (freezing point) dan suhu 1000C
merupakan titik didih (boiling point) air. Tanpa sifat tersebut, air yang terdapat di dalam
jaringan tubuh mahluk hidup maupun air yang terdapat di laut, sungai, danau dan badan air
yang lain akan berada dalam bentuk gas atau padatan, sehingga tidak akan ada kehidupan di
muka bumi ini, karena sekitar 60% - 90% bagian sel mahluk hidup adalah air.

Perubahan suhu air yang berlangsung lambat memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang
sangat baik. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan
(evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi
panas dalam jumlah besar. Sebaliknya, proses perubahan uap air menjadi cairan
(kondensasi) melepaskan energi panas yang besar. Proses inilah yang merupakan salah satu

5
penyebab mengapa pada saat berkeringat tubuh terasa sejuk dan merupakan penyebab
terjadinya penyebaran panas yang baik di bumi. Selain itu air juga merupakan suatu pelarut
yang baik, air mampu melarutkan berbagai jenis senyawa kimia. Air memiliki tegangan
permukaan yang tinggi, suatu cairan dikatakan memiliki permukaan tegangan yang tinggi
jika tekanan antar-molekul cairan tersebut tinggi. Tegangan permukaan yang tinggi
menyebabkan air memiliki sifat membasahi suatu bahan secara baik (higher wetting
ability).

Kepadatan (density) air, seperti halnya wujud juga tergantung dari temperatur dan tekanan
barometris (P). Pada umumnya densitas meningkat dengan menurunnya temperatur, sampai
tercapai maksimum pada 40 C. Sekalipun demikian, temperatur ini akan mudah berubah,
hal ini tampak pada specific heat air, yakni angka yang menunjukan jumlah kalori yang
diperlukan untuk menaikan suhu satu gram air satu derajat celsius. Specific heat bagian air
adalah 1/gram/0C, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan spescific heat lain-
lain elemen di alam. Dengan demikian, transfer panas dari dan ke air tidak banyak
menimbulkan perubahan temperatur. Kapasitas panas yang besar ini menyebabkan efek
stabilisasi badan air terhadap keadaan udara sekitarnya, hal ini sangat penting untuk
melindungi kehidupan aquatik yang sangat sensitif terhadap gejolak suhu.

Tegangan permukaan yang tinggi juga memungkinkan terjadinya sistem kapiler, yaitu
kemampuan untuk bergerak dalam pipa kapiler (pipa dengan lubang yang kecil). Adanya
sistem kapiler dan sifat sebagai pelarut yang baik, air dapat membawa nutrien dari dalam
tanah ke jaringan tumbuhan (akar, batang dan daun). Air juga merupakan satu-satunya
senyawa yang merenggang ketika membeku. Pada saat membeku, air merenggang sehingga
es memiliki nilai densitas (massa/volume) yang lebih rendah daripada air.

Air tawar yang tersedia selalu mengalami siklus hidrologi. Pergantian total (replacement)
air sungai berlangsung sekitar 18-20 tahun, sedangkan pergantian uap air yang terdapat di
atmosfer berlangsung sekitar dua belas hari dan pergantian air tanah dalam (deep
groundwater) membutuhkan waktu ratusan tahun. Air tawar yang dapat dikonsumsi
tersebar secara tidak merata karena adanya perbedaan curah hujan (presipitasi) tahunan.
Siklus hidrologi air tergantung pada proses evaporasi dan presipitasi. Air yang terdapat di
permukaan bumi berubah menjadi uap air di lapisan atmosfer melalui proses evaporasi air
sungai, danau dan laut. Serta proses evatransfirasi atau penguapan oleh tanaman dan akan
membentuk awan kemudian oleh faktor angin awan akan berakumulasi dan akan
mengalami sublimasi, sehingga terbentuk butiran-butiran air hujan.

6
Karakteristik Badan Air

Badan air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu komponen hidrologi,
komponen fisika-kimia, dan komponen biologi. Penilaian kualitas suatu badan air
harus mencakup ketiga komponen tersebut Dalam siklus hidrologis ini dapat dilihat
adanya berbagai sumber air tawar yang dapat diperkirakan kualitas dan
kuantitasnya, diantaranya adalah Air permukaan, Air tanah, Air angkasa.

a) Air Permukaan (Surface Water)


Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa dan
badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah
yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheds atau drainage
basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut
limpasan permukaan (surface run off), dan air yang mengalir di sungai
menuju laut disebut aliran air sungai (river run off). Sekitar 69 % air yang
masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es/salju dan sisanya berasal
dari air tanah. Wilayah di sekitar daerah aliran sungai yang menjadi
tangkapan air disebut catchment basin.

Air hujan yang jatuh ke bumi dan menjadi air permukaan memiliki kadar
bahan-bahan terlarut atau unsur hara yang sangat sedikit, bersifat asam,
dengan pH 4,2. Hal ini disebabkan air hujan melarutkan gas-gas yang
terdapat di atmosfer, misalnya gas karbondioksida (CO2), Sulfur (S) dan
Nitrogen Oksida (NO2) yang dapat membentuk asam lemah. Setelah jatuh
ke permukaan bumi, air hujan mengalami kontak dengan tanah dan
melarutkan bahan-bahan yang terkandung di dalam tanah. Perairan
permukaan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu badan air
tergenang (standing water atau lentik) meliputi: danau, kolam, waduk
(reservoir), rawa (wetland) dan badan air mengalir (flowing water atau
lotik). Salah satu contoh perairan mengalir adalah sungai, sungai dicirikan
oleh arus yang searah dan relatif kencang dengan kecepatan berkisar antara
0,1-1,0 m/detik serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola
drainase.11

b) Air Tanah (graoundwater)

7
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah
ditemukan pada akifer. Pergerakannya sangat lambat, kecepatan arus
berkisar 10-10 – 10-3 m/detik dan dipengaruhi oleh porositas permeabilitas
dari lapisan tanah dan pengisian kembali air (recharge). Karakteristik utama
yang membedakan air tanah dari air permukaan adalah pergerakan yang
sangat lambat dan waktu tinggal (residence time) yang sangat lama, dapat
mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat
lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk
pulih kembali jika mengalami pencemaran.

Air dalam tanah dapat dibedakan atas empat golongan diantaranya: air
mengalir, air kapiler, air senyawa dan mata air. Air mengalir, terdapat di
tanah setelah turun hujan atau genangan dari serokan atau sungai. Air ini
kemudian akan turun ke lapisan bawah oleh gaya gravitasi sampai pada
lapisan batuan yang tak tembus air. Aliran air ini akan dipercepat jika tanah
longgar, berpasir atau di lereng. Air kapiler, melekat ke butiran tanah dan
inilah yang dipergunakan tanaman. Air senyawa, ialah air yang berada
dalam senyawa mineral. Air jenis ini tak dapat dipergunakan langsung oleh
tanaman.

Air tanah dangkal dan air permukaan dapat berkualitas baik jika tanah
sekitarnya tidak tercemar, oleh karenanya air permukaan dan air tanah
dangkal sangat bervariasi kualitasnya. Air permukaan dapat mengandung
banyak zat organik yang mudah terurai yang merupakan makanan bagi
bakteri. Kesemuanya ini sangat mempengaruhi kualitas air tersebut. Air
tanah dalam pada umumnya tergolong bersih dilihat dari segi mikrobiologis,
karena sewaktu proses pengaliran air mengalami penyaringan alami dan
dengan demikian kebanyakan mikroba sudah tidak lagi terdapat di
dalamnya. Namun demikian, kadar kimia air tanah dalam ataupun yang
artetis tergantung sekali dari formasi litosfer yang dilaluinya. Pada proses
ini mineral-mineral yang dilaluinya dapat larut dan terbawa, sehingga
mengubah kualitas air tersebut.

Daerah saturasi (zone of saturation) yang berada di bawah tanah dan terisi
oleh air, yang setiap pori tanah dan batuannya terisi oleh air, yang
merupakan air tanah. Batas atas daerah saturasi disebut water table, yang

8
merupakan peralihan antara daerah saturasi yang banyak mengandung air
dan daerah belum saturasi/jenuh (unsaturated/vadose zone) yang belum
mampu menyerap air. Jadi, air tanah berada di bagian bawah unsaturation
vadose zone, seperti terlihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 1.1. Penampang Melintang Tanah dan Posisi Air Tanah


(Groundwater)

Kemampuan tanah dan batuan dalam menahan air tergantung pada sifat
porositas dan permeabilitas tanah. Adapun karakteristik sifat tanah
ditunjukkan dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 1.1 Karakteristik fisika dan kimia tanah dengan tekstur yang berbeda

Lapisan tanah yang bersifat porous (mampu menahan air) dan permeabel
(mampu melakukan atau memindahkan air) disebut akifer. Pada dasarnya,
air tanah dapat berasal dari air hujan (presipitasi), baik melalui proses
infiltrasi secara langsung ataupun secara tak langsung dari air sungai, danau,
rawa dan genangan air lainya. Dinamika pergerakan air tanah pada
hakekatnya terdiri atas pergerakan horizontal air tanah, infiltrasi air hujan,

9
sungai, danau dan rawa ke lapisan akifer dan menghilangnya atau keluarnya
air tanah melalui spring (sumur), pancaran air tanah serta aliran air tanah
memasuki sungai dan tempat-tempat lain yang merupakan tempat keluarnya
air tanah.

c) Air Angkasa
Air angksa merupakan air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan
salju.

1.3 Parameter Kualitas Air

Kelayakan konsumsi air sebagai air minum dilihat dari indikator fisik yaitu berdasarkan
kualitas warna, rasa dan aroma. Indikator kimia, misalnya nilai pH, nilai BOD dan COD air
dan masih banyak lagi. Indikator mikrobiologi meliputi kehadiran bakteri Coliform yang
merupakan indikator terkontaminasinya sumber air terhadap feses (Coliform fecal) atau
buangan sampah dan bangkai hewan serta lain-lain (Coliform non fecal).

Adanya materi fekal dalam air minum sangat tidak diharapkan, karena dapat menyebabkan
terjadinya infeksi seperti diare, diare berdarah, meningistis dan peritonistis dan gangguan
pencernaan lainnya. Kehadiran mikrorganisme tersebut menjadi indikator biologi
rendahnya kualitas air.

a. Parameter Alami
Di bidang mikrobiologi air, beberapa jasad tertentu khususnya bakteri dan
mikroalga, kehadirannya dapat digunakan sebagai jasad parameter/indikator alami
terhadap kehadiran pencemar organik, misalnya, bakteri Spaerotilus, kehadirannya
dapat menjadi petunjuk terhadap kandungan senyawa organik tinggi di dalam badan
air, juga mikroalga Anabaena dan Microcytis dapat menjadi petunjuk untuk
kehadiran senyawa fosfat tinggi di dalam badan air, sedang mikroalga kersik
(Diatom) lebih cenderung menjadi petunjuk terhadap kehadiran senyawa kimia
yang bersifat toksik yang terdapat di dalam badan air. Kehadiran materi fekal (dari
tinja) di dalam air dapat diketahui dengan adanya kelompok bakteri coli.

Kehadiran materi fekal di dalam air minum, sangat tidak diharapkan, baik ditinjau
dari segi estetika, sanitasi, maupun terjadinya infeksi yang berbahaya. Jika di dalam
100 ml contoh air didapatkan 500 sel bakteri coli kemungkinan terjadinya

10
gastroenteritis yang segera diikuti oleh demam tifus. Escherichia coli sebagai salah
satu contoh jenis coli, pada keadaan tertentu dapat mengalahkan mekanisme
pertahanan tubuh, sehingga dapat tinggal di dalam blader (cystitis) dan pelvis
(pyelitis) ginjal dan hati, dan sangat menghawatirkan. Juga bakteri tersebut dapat
menyebabkan diare, septimia, peritonitis, meningitis dan infeksi-infeksi lainya.

Sejumlah tinja yang setiap hari dihasilkan oleh manusia antara 100-150 gram,
ternyata di dalamnya terkandung sekitar 3x 1011 (atau 300 milyar) sel bakteri coli,
sehingga kehadiran bakteri coli di dalam badan air dihubungkan dengan telah
terjadinya kontaminasi fekal, yaitu lebih tinggi kandungan bakteri coli, lebih kotor
dan tidak memenuhi syarat keadaan air tersebut untuk kepentingan manusia,
khususnya air minum.

b. Parameter Fisik
Syarat air minum dilihat dari segi fisik dapat ditinjau dari beberapa segi meliputi
warna, rasa dan aroma/bau, air minum yang berbau selain tidak estetis juga tidak
akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.
Misalnya, bau amis dapat disebabkan oleh algae serta oleh adanya gas seperti H2S
yang terbentuk dalam kondisi anaerobik dan oleh adanya senyawa-senyawa organik
tertentu. Berdasarkan segi estetika, air yang berbau dan mempunyai rasa sangat
tidak menyenangkan untuk diminum. Bau dan rasa dalam air juga dapat
menunjukan kemungkinan adanya organisme penghasil bau dan rasa yang tidak
enak serta adanya senyawa-senyawa asing yang menggangu kesehatan.

Kekeruhan dalam air dihubungkan dengan kemungkinan pencemaran oleh air


buangan. Air yang mengandung kekeruhan tinggi akan sukar disaring dan
mengakibatkan biaya pengolahan menjadi lebih tinggi. Air minum biasanya tidak
memberi rasa atau tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukan adanya
kandungan berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Suhu air sebaiknya
sejuk atau tidak panas, terutama agar tidak terjadi pelarutan zat-zat kimia. Selain itu,
kekeruhan air menyebabkan hambatan bagi proses desinfeksi. Oleh karena itu
kekeruhan air harus dihilangkan dari air yang akan dipergunakan untuk minum.

Pemantauan kualitas air air selain ditinjau dari aspek aroma/bau, sebaiknya tidak
berwarna/jernih untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai
zat kimia maupun organisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya

11
tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah di air rawa, berwarna kuning
muda menyerupai urin. Warna pun dapat berasal dari buangan industri.
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua yaitu: warna sesungguhnya
(true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesunguhnya adalah warna
yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Warna tampak adalah
warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan
tersuspensi. Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan
anorganik karena keberdaan plankton, humus dan ion-ion logam (misalnya besi dan
mangan), adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan
oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Warna dapat
diamati secara visual (lansung) ataupun diukur berdasarkan skala platinum kobalt
(dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna air sampel dan
warna standar.

c. Parameter Kimia
Persyaratan kimia untuk air minum memiliki parameter yang paling banyak jika
dibandingkan dengan parameter lainya, kelayakan konsumsi air pada parameter
kimia adalah bahwa air yang tidak mengandung senyawa anorganik maupun tidak
adanya kandungan senyawa logam berat yang terkandung didalamnya. Standar
kualitas air memberikan batas konsentrasi maksimum yang dianjurkan dan
diperkenankan bagi berbagai parameter kimia, karena pada konsentrasi yang
berlebihan kehadiran unsur-unsur tersebut di dalam air akan memberikan pengaruh-
pengaruh negatif baik bagi kesehatan maupun dari segi pemakaian lainya.

Kualitas air secara kimia meliputi nilai pH, kandungan senyawa kimia di dalam air,
kandungan residu atau sisa, misalnya residu pestisida, deterjen, kandungan senyawa
toksik/racun. Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa, korosifitas
air dan efesiensi klorinasi. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan daripada
penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH dapat menyebabkan
beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang sangat menggangu kesehatan.

Pengaturan nilai pH diperkenankan sampai batas yang tidak merugikan karena


efeknya terhadap rasa, korosifitas dan efesiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam
dan basa yang bersifat toksik dalam bentuk molekuler, tempat disosiasinya
senyawa-senyawa tersebut dengan zat lain, dipengaruhi oleh nilai pH. Misalnya

12
logam berat di dalam suasana asam akan lebih toksik/beracun kalau dibandingkan
pada suasana basa.
Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan dua
komponen, yaitu jumlah asam baik asam kuat maupun asam lemah (misalnya asam
karbonat dan asam asetat) dan konsentrasi ion hidrogen. Asiditas menggambarkan
kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga pH tertentu yang dikenal
dengan sebutan base neutralizing capacity (BNC), sedangkan pH hanya
menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Selain itu pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol.
Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah
kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat
korosif.

Nilai pH pada air juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa
amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki ph
rendah. Ammonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun, pada suasana alkalis
(pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi (unionized) dan
bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh
organisme aquatik dibandingkan dengan amonium. Sebagian besar biota aquatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7- 8,5. Nilai pH
sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berahir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH
rendah.

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal
dengan sebutan Acid Neutralizing Capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air
yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai
kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Penyusun
alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan
hidroksida (OH).33

d. Parameter Mikrobiologi
Kualitas air secara mikrobiologi, ditentukan oleh banyak parameter yaitu, mikroba
pencemar, patogen dan penghasil toksin. Misalnya kehadiran mikroba, khususnya

13
bakteri pencemar tinja (Escherichia coli) di dalam air, sangat tidak diharapkan
apalagi kalau air tersebut untuk kepentingan hidup manusia (rumah tangga).34

1.4 Sistem Penanggulangan Air Tambang

Dengan mengetahui perkiraan debit air, koefisien permeabilitas lapisan


batuan yang akan ditambang, dan perkiraan debit airtanah yang potensial masuk ke
dalam bukaan tambang, maka sasaran akhir dari studi hidrologi dan hidrogeologi ini
adalah membuat rekomendasi sistem pengendalian air tambang.

a. Penanggulan Air Limpasan di Luar Area Pit

Air limpasan di luar area pit akan dialihkan melalui saluran pengalihan air yang
disesuaikan dengan kondisi topografi dan posisi sungai dekat pit, sehingga air
limpasan yang akan masuk ke dalam pit dapat langsung dialirkan ke luar lokasi
penambangan. Perancangan dimensi saluran pengalihan air limpasan di luar pit
didasarkan atas perhitungan debit air limpasan di luar pit. Dalam merancang
dimensi saluran perlu dilakukan analisis pada daerah lokasi penambangan sehingga
saluran air tersebut dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut :
 Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan,
 Kecepatan air yang tidak merusak saluran (erosi),
 Kecepatan air yang tidak menyebabkan terjadinya pengendapan,
 Kemudahan dalam penggalian atau pembuatan,
 Kemudahan dalam hal pemeliharaan.

Salah satu bentuk saluran yang sering digunakan pada perusahaan tambang yaitu
bentuk saluran trapesium. Keuntungan dari bentuk penampang trapezium adalah
sebagai berikut :
 Dapat mengalirkan debit air yang besar,
 Tahan terhadap erosi,
 Tidak terjadi pengendapan didasar saluran,
 Mudah dalam pembuatan.

Pada perencanaan saluran pengalihan air di luar pit ada beberapa factor lapangan
yang perlu diperhatikan yaitu :

14
1. Catchment Area atau Water Devide

Catchment area adalah suatu daerah tangkapan hujan yang dibatasi oleh wilayah
tangkapan hujan yang ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya
merupakan suatu poligon tertutup dengan pola yang sesuai dengan topografi dan
mengikuti kecenderungan arah gerak air. Dengan pembuatan catchment area maka
diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi
terendah. Pembatasan catchment area dilakukan pada peta topografi, dan untuk
merencanakan sistem penyalirannya dianjurkan menggunakan peta rencana
penambangan dan peta situasi tambang.

2. Koefisian kekasaran Manning (n)

Menentukan koefisien kekasaran Manning (n) berguna untuk memperkirakan


hambatan aliran pada saluran tertentu yang benar-benar tidak dapat diperhitungkan,
seperti kekasaran permukaan, tetumbuhan, ketidakteraturan saluran, pengendapan
dan penggerusan serta belokan saluran. Adapun tabel koefisien kekasaran
Manning(n) dapat dilihat pada Tabel 3.4.

15
Tabel 1.2 Koefisien Kekasaran mining (n)

Penampang saluran buatan biasanya direncanakan berdasarkan bentuk geometris


yang umum. Bentuk yang umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak
dilapisi adalah bentuk trapesium, sebab stabilitas kemiringa dindingnya dapat
disesuaikan. Bentuk persegi panjang dan segitiga merupakan bentuk khusus selain
trapesium. Dari kondisi-kondisi tersebut bisa diperkirakan dimensi dan pola aliran

16
salurannya. Kemudian untuk merencanakan suatu dimensi saluran pengalihan air
bisa dengan mengikuti tahapan berikut :
 Tentukan pembagian water divide untuk setiap kemungkinan kondisi areal
penambangan yang ada dari pembacaan peta rencana. Dan untuk mengukur
luasnya tersebut bisa dengan menggunakan pembuatan poligon pada peta
rencana tersebut.
 Buat jalur saluran dari masing-masing water devide,
 Hitung intensitas curah hujan rencana dengan menggunakan Metoda
Gumbel,
 Tentukan koefisien material yang sesuai dengan kondisi dilapangan,
 Hitung debit rencana dengan menggunakan Rumus Rasional,
 Analisis dimensi saluran pengalihan.

Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah
bentuk trapesium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efesien dan mudah
dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan
dengan keadaan daerah.

Dimensi penampang yang paling efisien yaitu dapat mengalirkan debit yang
aksimum untuk suatu luas penampang basah tertentu. Perhitungan kapasitas
penyaliran suatu saluran air dilakukan dengan Rumus Manning.

Keterangan :
Qs = Debit, m3/detik,
S = Gradien, %,
A = Luas Penampang Basah, m2,
P = Keliling Basah, m,
n = Koefisien Manning Menunjukkan Kekasaran Dinding Saluran
v = Kecepatan Aliran Air m/detik,
d = Kedalaman Basah Saluran, m.

17
b. Penanggulan Air di Dalam Pit dengan Sistem Pemompaan

Air di dalam area pit berasal dari air limpasan permukaan dari air hujan dan airtanah yang
merembes di bawah permukaan melalui lapisan batuan yang dapat merembeskan air baik
melalui pori-pori maupun melalui rekahan batuan. Debit air tambang yang akan
ditanggulangi dengan sistem pemompaan merupakan jumlah air di dalam pit akibat hujan
yang turun langsung ke area tambang dan rembesan dari batuan di dalam pit. Pompa adalah
alat yang berfungsi mengalirkan cairan ke tempat yang memiliki tekanan atau perbedaan
posisi tertentu, sehingga

tidak dimungkinkannya cairan tersebut mengalir dengan secara alami. Pemompaan adalah
suatu proses penambahan energi kinetik dan energy potensial kepada fluida untuk
memindahkannya dari satu titik ke titik lain. Energi ini menyebabkan fluida mengalir
melalui pipa atau naik ke ketinggian tertentu dan pompa memberikan tekanan kepada fluida
untuk melewatinya dan keluar melalui ujung outlet (Sularso dan Haruo Tahara,1983).
Kapasitas pompa dipengaruhi oleh :
 Beda elevasi antara antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan,
 Kecepatan fluida yang mengalir,
 Gesekan antara fluida dengan pipa,
 Belokan-belokan dan perubahan aliran yang terjadi,
 Densitas cairan, dan
 Ukuran butiran material dalam cairan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi umur alat adalah :

 pH Cairan
pH cairan yang akan dipompakan sangat berpengaruh terhadap umur pakai alat.
Makin kecil pH suatu cairan atau semakin asam, maka cairan itu akan semakin
mudah mengakibatkan terjadinya korosi pada logam. Untuk meghindarkan
peralatan dari korosi maka sebelum digunakan sebaiknya alat tersebut dicat terlebih
dahulu atau dengan pemberian kapur untuk menetralkan keasaman air.

 Jenis Materia
Material lumpur yang abrasif akan menyebabkan material bagian dalam pompa
cepat aus, karena gesekan antara cairan dengan pipa yang dilaluinya semakin besar.

18
Pompa mempunyai spesifikasi tertentu tentang material yang dihisap yang
berkaitan dengan densitas cairan.

 Ukuran Butiran Lumpur


Ukuran butiran lumpur dapat mempengaruhi life time pompa karena semakin
besar butiran lumpur yang dialirkan, maka semakin besar pula gesekan antara
material lumpur dengan bagian dalam pompa.

 Perawatan Alat
Cara perawatan dan pemeliharaan alat yang baik dapat mempengaruhi
life time alat, misalnya pengecatan shock yang digunakan sebagi penyambung
antara rubber house dengan pompa dapat memperlambat proses korosi karena
mencegah kontak langsung antara cairan dengan bahan pompa dan pipa yang
terbuat dari logam.

19
BAB II

SIKLUS HIDROLOGI

2.1 Pengertian Hidrologi

Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam,
meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahanperubahannyaantara keadaan
cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya
tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan
kehidupan di planet bumi. (Soemarto, 1986) Dalam perencanaan embung, ilmu hidrologi
merupakan salah satu ilmu yang mendasari dalam proses pengolahan data curah hujan.

2.2 Siklus Hidrologi

Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan
tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut
kembali. Siklus hidrologi, digambarkan dalam dua daur, yang pertama adalah daur pendek,
yaitu hujan yang jatuh dari langit langsung ke permukaan laut, danau, sungai yang
kemudian langsung mengalir kembali ke laut. Siklus yang kedua adalah siklus panjang,
ditandai dengan tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Siklus
kedua ini memiliki rute perjalanan yang lebih panjang daripada siklus yang pertama. Proses
siklus panjang adalah sebagai berikut: evaporasi dari air laut mengalami kondensasi pada
lapisan atmosfer tertentu, kemudian tebentuklah awan, awan penyebab hujan dapat
berpindah oleh karena tiupan angin yang membawanya menuju daerah pegunungan, oleh
karena terlalu berat massa air yang dibawa, kemudian awan mencurahkan hujan yang jatuh
ke daratan. Perjalanan air dimulai pada saat curahan terjadi, selanjutnya air mencari
jalannya untuk kembali ke laut. Secara lebih komplek siklus hidrologi ditunjukkan pada
Gambar 2.1

20
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi (Sumber : Erwin Seyhan, 1995)

Berdasarkan Gambar 3.1 terlihat bahwa laut tempat penampungan air terbesar di bumi ini.
Sinar matahari yang dipancarkan ke bumi memanaskan suhu air di permukaan laut, danau,
atau yang terikat pada permukaan tanah. Kenaikan suhu memacu perubahan wujud air dari
cair menuju gas. Molekul air dilepaskan menuju gas. Ini dikenal dengan sebutan evaporasi
(penguapan). Air yang terperangkap di permukaan tanaman juga berubah menjadi gas
karena pemanasan dari sinar matahari. Proses ini dikenal sebagai transpirasi. Air yang
menguap melalui proses evaporasi dan transpirasi selanjutnya naik ke atmosfer membentuk
uap air.

Uap air di atmosfer selanjutnya menjadi dingin dan terkondensasi (mengembun)


membentuk awan. Kondensasi terjadi ketika suhu udara berubah. Air akan berubah bentuk
ketika suhu berfluktuatif. Sehingga jika udara cukup dingin, uap air akan terkondensasi
menjadi partikel-partikel di udara membentuk awan. Awan yang terbentuk selanjutnya
dibawa oleh angin mengelilingi bumi, sehingga awan terdistribusikan ke seluruh penjuru
dunia. Ketika awan sudah tidak mampu lagi menampung air, awan melepas uap air yang
ada di dalamnya kedalam bentuk presipitasi yang dapat berupa salju, hujan, dan hujan es.

Selanjutnya, sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan bumi diserap (intercepted) oleh
permukaan tanaman, sisanya akan mengalir di permukaan tanah sebagai aliran permukaan
(surface run-off). Aliran permukaan kemudian mengalir melalui sungai menjadi debit
sungai (streamflow) atau tersimpan di permukaan tanah dalam bentuk danau (freshwater
storage). Sebagian lagi masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi (penyerapan) dan
sebagian lagi mengalir di dalam lapisan tanah melalui aliran-air-tanah (sub surface flow).

21
Berdasarkan kemampuan batuan/tanah pelapukan untuk menyimpan dan mengalirkan air
terdapat 4 jenis batuan, yaitu:
 Akuifer (Aquifer) adalah lapisan yang dapat menyimpan dan mengalirkan air.
Contoh : pasir, kerikil, batupasir, batugamping rekahan.
 Akuiklud (Aquiclud) adalah lapisan yang mampu menyimpan air, tetapi tidak dapat
mengalirkan dalam jumlah yang berarti. Contoh : lempung, serpih, tuf halus, lanau.
 Akuifug (Aquifug) adalah lapisan batuan yang kedap air, tidak dapat menyimpan
dan mengalirkan air. Contoh : batuan kristalin, metamorf kompak.
 Akuitar (Aquitard) adalah lapisan yang dapat menyimpan air dan mengalirkan
dalam jumlah yang terbatas. Contoh : lempung pasiran (sandstone, clay).

Pada lokasi tertentu air yang mengalir dalam tanah akan keluar sebagai mata air (spring)
dan bergabung dengan aliran permukaan. Lebih jauh lagi air yang terinfiltrasi mungkin
dapat mengalami proses perkolasi kedalam tanah menjadi aliran dalam tanah. Siklus
hidrologi ini akan berlangsung secara continuous (menerus) bagi penyediaan air untuk
mahluk hidup di bumi, tanpa proses ini tidak mungkin ada kehidupan di bumi.

Air akan terdistribusi dalam berbagai bentuk dan dimanapun juga. Untuk memahami
karakteristik air, kita perlu melihat bagaimana dan dimana air terdistribusi, dan bagaimana
air berubah pada berbagai bentuk penyimpanan berbeda. Oleh karena itu dalam proses
penambagan air salah satu aspek yang harus kita dapat tangani, karena air sendiri dapat
bermafaat apabila bisa dikendalikan dan sebaliknya bisa menjadi ancaman yang cukup
tinggi apabila kita tidak bisa menanganinya.

Dalam proses penambangan (tambang terbuka), air akan datang dalam bentuk sebagai
berikut :
 hujan (presipitasi).
 aliran permukaan (surface run-off).
 aliran-air-tanah (sub surface flow).

Dalam hal penanganan air sendiri, pada dasarnya kita dapat memperkirakan debit air dari
tiga proses tadi yang akan masuk ke dalam tambang terbuka tersebut. Oleh karena itu kita
bisa memperkirakan hidrologinya dengan memperhitungkan debit air limpasan di
permukaan dan debit limpasan aliran-air-tanah yang akan masuk.

22
BAB III

ANALISIS HIDROLOGI TAMBANG

3.1 Analisis Curah Hujan

1. Definisi dan Komponen Penting Hujan

Definisi dari hujan adalah titik-titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan atmosfer ke
permukaan bumi secara proses alam, dimana proses ini merupakan satu kesatuan dengan
siklus hidrologi. Pada siklus hidrologi, hujan turun ke permukaan bumi selalu didahului
dengan adanya pembentukan awan, karena adanya penggabungan uap air yang ada di
atmosfer melalui proses kondensasi, maka terbentuklah butir-butir air yang bila lebih berat
dari gravitasi akan jatuh berupa hujan. Selanjutnya setelah hujan jatuh ke bumi akan
menjadi limpasan permukaan (surface runoff), terinfiltrasi ketanah menjadi aliran antara
berupa (interflow, subsurface flow) maupun sebagian mengalami perkolasi yang menjadi
aliran air tanah (groundwater), dan ada yang kembali ke atmosfir dinamakan evaporasi atau
evapotranspirasi.

Hujan merupakan komponen penting dalam proses perhitungan hujan menjadi aliran.
Komponen-komponen tersebut meliputi intensitas hujan, tinggi hujan, durasi hujan dan
distribusi hujan. Intensitas hujan adalah tinggi hujan persatuan waktu, misalnya: mm/menit,
atau mm/jam, mm/hari. Tinggi hujan adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan
dengan tinggi air di atas permukaan datar, dalam mm. Durasi hujan adalah lamanya curah
hujan dalam menit atau jam. Distribusi hujan adalah pola kejadian hujan yang digambarkan
oleh waktu dan posisi kejadiannya.

2. Tipe Hujan

Tipe hujan yang terjadi di suatiu wilayah dipengaruhi oleh kondisi meteorologi setempat
pada saat itu, dan keadaan topografinya. Sehingga secarara garis besar tipe hujan dapat
dikatagorikan menjadi tiga tipe yaitu hujan konvektif, hujan orografis dan hujan frontal
Hujan konvektif terjadi akibat massa udara yang terangkat keatas oleh pemanasan lahan,
atau karena udara dingin yang bergerak diatas laut atau dataran yang panas. Hujan ini
dicirikan oleh intensitas hujannya bervariasi dari rendah sampai dengan tinggi. Hujan ini
biasanya terjadi di wilayah tropis.

23
Hujan orografis terjadi oleh adanya rintangan topografi dan ditambah oleh adanya
dorongan udara melalui dataran tinggi atau gunung. Hujan ini dicirikan oleh jumlah curah
hujan tahunannya di dataran tinggi umumnya lebih tinggi dari pada di dataran rendah
terutama pada lereng-lereng dimana angin datang. Hujan ini biasanya terjadi di daerah
gunung.

Hujan frontal terjadi karena kenaikan udara frontal ditandai oleh lerengnya yang landai,
dimana udara panas naik keatas udara yang dingin. Hujan ini banyak terjadi di daerah
pertengahan dan jarang terjadi di daerah tropis dimana masa udara hampir mempunyai suhu
yang seragam.

3. Alat Ukur Hujan

Hujan merupakan masukan utama untuk perhitungan debit. Oleh karena itu jumlah hujan
yang terjadi dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) merupakan besaran yang sangat
penting dalam sistem DAS tersebut, sehingga pengukuran hujan harus dilakukan secermat
mungkin. Jumlah hujan yang dimaksud tersebut adalah seluruh hujan yang terjadi dalam
DAS yang bersangkutan, karena hujan ini yang akan dialihragamkan menjadi aliran di
sungai. Dengan demikian, ini berarti bahwa seluruh hujan yang terjadi setiap saat harus
dapat diukur. Konsekuensi dari kebutuhan ini adalah bahwa di dalam DAS tersebut harus
tersedia alat ukur yang mampu menangkap semua jenis air hujan yang jatuh.
Bermacam-macam jenis alat ukur hujan yang ada, tetapi pada dasarnya hanya terdiri atas 2
jenis saja yaitu alat ukur hujan manual dan alat ukur hujan otomatis. Pada dasarnya alat
ukur hujan baik manual maupun otomatik, terdiri dari tiga komponen, yaitu corong, bejana
pengumpul dan alat ukur. Perbedaannya adalah, pada alat ukur otomatik ini, komponen
bejana pengumpul dan alat ukurnya dibuat secara khusus.

a. Alat Ukur Hujan Manual

Alat ukur hujan manual atau tidak otomatis merupakan alat ukur hujan yang
pencataanya dilakukan melalui pengamatan oleh pengamat lapangan dan data
hujannya diukur biasanya sekitar pukul 07.00 pagi. Hasil pencatatan hari itu
merupakan hasil pencatatan data yang ditimbulkan oleh kejadian hujan kemarin

Cara pengukurannya dilakukan dengan mengukur air yang tertampung dalam bejana
pengumpul, dan besaran hujan dinyatakan dalam. Ketelitian pengukuran data hujan

24
harian yang tinggi dapat diperoleh melalui mengoreksi, alat ukur hujan manual yang
standar dengan alat ukur hujan yang ditempatkan selevel permukaan tanah (around
level rain gauge), yang hasilnya ground level rain gauge selalu lebih tinggi hal ini
disebabkan oleh pengaruh angin (Hadisusanto N., 2011)

b. Alat Ukur Hujan Otomatis

Alat ukur hujan otomatis adalah alat yang mampu merekam setiap kejadian hujan
secara kontinyu yang dituangkan dalam kertas grafik. Hasil pencatatannya berupa
data hujan jam-jaman bahkan skala waktu yang lebih rendah lagi. Bentuk
pencatatan alat ukur hujan otomatis menggambarkan hubungan antara tinggi hujan
(R1) terhadap durasi kejadian hujannya (t1) seperti Gambar 2.2. Adapun prinsip
pencatatannya (plufiograph) adalah dengan menggunakan kertas grafik jumlah
hujan per satuan waktu terjadi hujan dapat dibaca sebagai intensitas hujan. Cara
kerja dan pembacaaan dari grafik ini adalah sebagai berikut:

 Garis datar pada grafik menunjukkan waktu tidak terjadi hujan, sedangkan
garis miring dan tegak menandakan waktu terjadi hujan.

 Pada garis tegak lurus yang tergambar pada kertas grafik akan naik hingga
mencapai angka 10 mm, setelah mencapai angka ini jarum otomatis turun
hingga angka 0 mm, kalau masih terus hujan jarum naik lagi sambil
mencatat besarnya hujan. Makin tinggi intensitas hujan, makin terjal pula
kemiringan garis tersebut.

 Penggantian kertas dapat diganti setiap hari, minggu bahkan setiap bulan
sekali ini tergantung pada tipe alat ukur hujan otomatis yang terpasang.

Permasalahan yang mungkin muncul dalam pembacaan plufiograph adalah bila


intensitas hujan sangat tinggi, maka dapat saja terjadi rekaman yang tidak jelas,
yang hanya merupakan blok hitam, sehingga tidak dapat dihitung lagi berapa kali
jarum naik dan jatuh. Kalau terjadi keadaan seperti ini terjadi, berarti informasi
hujan yang penting ini dapat hilang. Oleh sebabitu, harus dicari jawabnya pada alat
ukur hujan manual. Untuk menghindari hal yang demikian, maka pada umumnya,
setiap pemasangan alat ukur hujan otomatis juga didampingi dengan pemasangan
alat ukur hujan manual.

25
4. Pengujian Data Hujan

a. Pengujian Kelengkapan Data Hujan

Sering kita jumpai bahwa pencatatan data hujan pada suatu stasiun mengalami
kekosongan dalam pencatatannya. Data hujan hilang ini dapat terjadi akibat
beberapa faktor, misalnya alat pengukur hujan yang rusak, pengamat stasiun hujan
yang berhalangan, data hasil pencatatan hujan yang hilang, dll. Data hujan yang
hilang dapat dicari dengan dua cara yang sering digunakan untuk perencanaan
hidrologi yaitu metode perbandingan normal (normal ratio method) dan reciprocal
method.

b. Normal Ratio Method

Metode ini cocok digunakan untuk memperkirakan data hujan yang hilang pada
kondisi variasi data hujan antar lokasi pengukuran tidak terlalu besar. Selain itu
stasiun hujan yang tersedia lebih dari tiga stasiun hujan. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung metode perbandingan normal.

c. Resiprocal Method

Metode ini dianggap lebih baik dari pada metode perbandingan normal, karena
dalam perhitunganya memasukkan faktor jarak antar stasiun hujannya sebagai
faktor koreksi pembobotan.

5. Pemeriksaan Konsistensi Data Hujan

Suatu series data hujan untuk suatu stasiun hujan dimungkinkan sifatnya tidak konsisten.
Kondisi data hujan yang tidak konsisten ini butuh dilakukan uji konsistensi data sebelum
dilakukan analisis, karena datanya berasal dari populasi yang berbeda. Penyebab ketidak
konsistensian data ini adalah:

a. Alat ukur hujan diganti dengan spesifikasi berbeda, atau alat yang sama akan tetapi
dipasang dengan patokan yang berbeda.
b. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula tetapi secara administrative nam stasiun
tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa.
c. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang berubah.

26
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data adalah kurva massa
ganda (double mass curve) (Linsley,1986). Metode ini membandingkan hujan tahunan
komulatif di stasiun y terhadap stasiun referensi x. Stasiun referensi biasanya adalah nilai
rerata dari beberapa stasiun hujan di dekatnya. Nilai komulatif tersebut digambarkan pada
sistim koordinat kartesian x-y. Langkah yang dilakukan dalam metode ini adalah:

 Plot komulatif data hujan pada stasiun yang akan diuji (sb. y)
 Plot komulatif data hujan pada stasiun referensi (sb. x)
 Periksa kurva hasil plotting diatas untuk melihat perubahan kemiringan (trend).
Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di stasiun y konsisten.
Sebaliknya apabila kemiringan kurva patah/berubah, berarti pencatatan di stasiun y
tidak konsisten.
 Jika tidak konsisten, perlu dilakukan koreksi terhadap data (Hz = tan z . Ho)

6. Hujan Rata-Rata Wilayah

Perhitungan hidrologi daerah aliran sungai memerlukan perhitungan hujan rata-rata karena
diasumsikan bahwa hujan yang terjadi distribusinya dianggap merata pada suatu daerah
aliran sungai. Terdapat beberapa metode yang sering digunakan, yaitu rerata aljabar,
metode polygon thiessen dan isohyet.

a. Metode Rerata Aljabar

Metode rerata aljabar baik untuk digunakan apabila kondisi hujan, topografi dan
letak stasiun hujannya memiliki ciri-ciri (Nugroho, 2011; Triatmojo, 2010):
 Distribusi hujan merata di seluruh kawasan DAS

 Daerah pantauan hujan relatif datar

 Stasiun hujan tersebar merata pada DAS

Perhitungan hujan rata-rata metode aljabar caranya adalah dengan membagi rata
jumlah hujan dari hasil pencatatan stasiun yang ada pada daerah aliran sungai,
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

27
Gambar 3.1. Metode Rerata Aljabar

b. Metode Polygon Thiessen

Perhitungan hujan menggunakan metode Polygon Thiessen untuk wilayah DAS


yang memiliki ciri-ciri ( Suripin, 2003; Triatmojo, 2010):
 Luas DAS antara 500 - 5000 km2

 Jumlah stasiun penakar hujan terbatas dibandingkan luasnya

 Penyebaran stasiun hujan daerah yang ditinjau tidak merata

 Kondisi topografinya datar

Perhitungan dengan metode poligon Thiessen diasumsikan bahwa setiap stasiun


hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas
tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan.
Langkah perhitungan dengan metode poligon Thiessen dapat dilakukan dengan
cara;
 Menghubungkan semua stasiun dengan garis sehingga berbentuk jaringan
segitiga-segitiga.

 Membuat garis tengah / sumbu dari masing – masing segitiga hingga semua
garis tersebut membentuk garis polygon.

28
 Luas daerah masing – masing stasiun dibatasi oleh garis sumbu polygon
antar stasiun.

 Luas sub area masing – masing stasiun hujan dipakai sebagai faktor
pemberat dalam menghitung hujan rata – rata

Gambar 3.2. Metode Polygon Thiessen

Perhitungan hujan rata – rata pada suatu daerah daerah aliran sungai dengan
polygon thiesen dapat dirumuskan :

dimana :
P = hujan rata – rata (mm)
P1, P2, P3, . . Pn = jumlah hujan masing – masing stasiun yang diamati (mm)
A1, A2, A3, . .An = luas sub area yang mewakili masing – masing stasiun hujan
(km2)

c. Metode Isohyet

Metode Isohiet merupakan metode rerata hujan dengan membuat garis yang
menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode ini
diasumsikan bahwa hujan pada suatu daerah diantara dua garis Isohyet merata dan
sama dengan nilai rerata kedua garis isohyet tersebut.
Metode Isohiet baik digunakan untuk (Suripin, 2004) :
 Luas DAS > 5000 km2
 Jumlah pos penakar hujan cukup banyak
 Merupakan daerah yang berbukit-bukit dan tidak beraturan

29
Perhitungan hujan rata–rata metode ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap,
yaitu :
 Masing – masing stasiun hujan pada peta dasar diploting

 Catat jumlah hujan di masing – masing stasiun hujan

 Buat interpolasi garis kontur antara stasiun hujan yang ada menurut interval
tertentu

 Luas sub - area antara dua garis kontur yang dipakai sebagai factor pemberat
dalam menghitung hujan rata – rata

Gambar 3.3. Metode Isohyet

Rumus perhitungan metode isohyet :

30
3.2 ANALISIS EVAPORASI

1. Pengertian Evaporasi

Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair
(contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah
kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara
berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan.

Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari cairan. Bila tidak
cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekul-molekul saling
bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam berbagai derajat, tergantung bagaimana
mereka bertumbukan. Terkadang transfer energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah
satu molekul mendapatkan energi yang cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini
terjadi di dekat permukaan cairan molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan
"menguap"

Ada cairan yang kelihatannya tidak menguap pada suhu tertentu di dalam gas tertentu
(contohnya minyak makan pada suhu kamar). Cairan seperti ini memiliki molekul-molekul
yang cenderung tidak menghantar energi satu sama lain dalam pola yang cukup buat
memberi satu molekul "kecepatan lepas" - energi panas - yang diperlukan untuk berubah
menjadi uap. Namun cairan seperti ini sebenarnya menguap, hanya saja prosesnya jauh
lebih lambat dan karena itu lebih tak terlihat

Penguapan adalah bagian esensial dari siklus air. Energi surya menggerakkan penguapan
air dari samudera, danau, embun dan sumber air lainnya. Dalam hidrologi penguapan dan
transpirasi (yang melibatkan penguapan di dalam stomata tumbuhan) secara kolektif
diistilahkan sebagai evapotranspirasi.

Evaporasi merupakan unsur hidrologi yang sangat penting dalam keseluruhan proses
hidrologi. Meskipun dalam beberapa analisis untuk kepentingan tertentu seperti analisis
banjir, penguapan ukan merupakan unsur yang dominan, namun untuk kepentingan lain
seperti analisis irigasi, dan analisis bendungan, penguapan merupakkan unsur yang sangat
penting. Evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya
kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif (consumtif use) untuk tanaman dan
lain-lain.

31
Proses penguapan sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang berkelanjutan, yaitu :

 Interface evaporation, yaitu proses transformasi dari air menjadi uap air di
permukaan yang tergantung dari besarnya tenaga yang tersimpan (stored energy).
 Vertical vapor transfer, yaitu pemindahan (removal) lapisan udara yang kenyang
uap air dari interface sehingga proses penguapan berjalan terus. Transfer ini
dipengaruhi oleh kecepatan angin, stabilitas topografi dan iklim lokal di sekitarnya.

Penguapan atau evaporasi sangat bervariasi baik harian maupun musiman. Penguapan di
siang hari lebih besar jika dibandingkan dengan pengupan di malam hari. Demikian pula
penguapan pada musim kemarau dan musim penghujan juga akan berbeda.

Evaporasi atau penguapan juga dipengaruhi oleh besarnya faktor meteorologi, yaitu antara
lain :

a. Radiasi matahari (solar radiation).


Evaporasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini terjadi hampir tanpa
berhenti di siang hari dan sering kali juga di malam hari. Perubahan dari keadaan
cair menjadi gas ini memerlukan input energi yang berupa panas latent atau
evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari
matahari. Awan merupakan penghalang radiasi matahari dan akan mengurangi input
energi, jadi akan menghambat proses evaporasi.

b. Angin (wind)
Jika air menguap ke atmosfer maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi
jenuh oleh uap air sehingga proses evaporasi terhenti. Agar proses tersebut berjalan
terus, lapisan jenuh itu harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu dapat
dimungkinkan hanya kalau ada angin, jadi kecepatan angin memegang peranan
dalam proses evaporasi.

c. Kelembaman Relatif (relative humidity)


Faktor lain yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembapan relatif udara. Jika
kelembapan relatif ini naik, kemampuannya untuk menyerap uap air akan berkurang
sehingga laju evaporasinya munurun. Penggantian lapisan udara pada batas tanah
dan udara dengan udara yang sama kelembapan relatifnya tidak akan menolong

32
untuk memperbesar laju evaporasi. Ini hanya dimungkinkan jika diganti dengan
udara yang lebih kering.

d. Suhu (temperature)
Seperti disebutkan di atas, suatu input energi sangat diperlukan agar evaporasi
berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi akan
berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu udara dan tanah rendah, karena
adanya energi panas yang tersedia. Karena kemampuan udara untuk menyerap uap
air akan naik jika suhunya naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap
besarnya evaporasi, sadangkan suhu tanah dan air hanya mempunyai efek tunggal.

Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaan ketika itu harus diperhatikan,
mengingat faktor itu sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Karena kondisi-
kondisi tidak merata di seluruh daerah, umpamanya di bagian yang satu disinari matahari,
dibagian yang lain berawan, maka harus diakui bahwa perkiraan evaporasi yang
menggunakan harga yang hanya diukur pada sebagian daerah itu adalah sulit dan sangat
menyimpang.

2. Pelaksanaan Proses Evaporasi

Evaporasi dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada titik didihnya,
sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Uap yang
terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari satu komponen, dan jika uapnya
berupa campuran umumnya tidak diadakan usaha untuk memisahkan
komponenkomponennya. Dalam evaporasi zat cair pekat merupakan produk yang
dipentingkan, sedangkan uapnya biasanya dikondensasikan dan dibuang. Disinilah letak
perbedaan antara evaporasi dan distilasi.

3. Pelaporan Proses Evaporasi

Proses evaporasi dengan skala komersial di dalam industri kimia dilakukan dengan
peralatan yang namanya evaporator. Perlengkapan peralatan : Evaporator, kondensor,
Injeksi uap, perangkap uap, perangkap tetes Proses evaporasi didokumentasikan dalam
lembar pelaporan sesuai data :

33
 Kerja kondensor
 Kerja injeksi uap
 Kerja perangkap uap
 Kerja perangkap tetes

4. Model-model Analisis Evapotranspirasi

Perkiraan evapotranspirasi adalah sangat penting dalam kajian-kajian hidrometeoro-logi.


Pengukuran langsung evaporasi maupun evapotranspirasi dari air maupun permukaan lahan
yang luas akan mengalami banyak kendala. Untuk itu maka dikembangkan beberapa
metode pendekatan dengan menggunakan input data-data yang diperkirakan berpengaruh
terhadap besarnya evapotranspirasi. Apabila jumlah air yang tersedia tidak menjadi faktor
pembatas, maka evapotranspirasi yang terjadi akan mencapai kondisi yang maksimal dan
kondisi itu dikatakan sebagai evapotranspirasi potensial tercapai atau dengan kata lain
evapotranspirasi potensial akan berlangsung bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata
maupun permukaan tanah.

Pada daerah-daerah yang kering besarnya evapotranspirasi sangat tergantung pada besarnya
hujan yang terjadi dan evapotranspirasi yang terjadi pada saat itu disebut evapotranspirasi
aktual.

a. Analisis Evapotranspirasi Metode Meyer

E = 0,35 (ea – ed) (1 + V/100) mm/hari


Ed = ea * RH
ea ===>lihat tabel berdasar t bola kering
RH ===>lihat tabel berdasar t bola basah & Δ t
V = kecepatan angin (mile/hari)

Evapotranspirasi merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana
irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi.

b. Analisis Evapotranspirasi Potensial Metode Thornwaite

34
Data yang diperlukan dalam metode ini adalah suhu rata-rata bulanan yang didapat
dari suhu rata-rata harian. Data tersebut dianalisis dengan rumus-rumus :

c. Analisis Neraca Air Metode Thornwaite Mather

Perhitungan neraca air menurut fungsi meteorologis sangat berguna untuk evaluasi
ketersediaan air di suatu wilayah terutama untuk mengetahui kapan ada surplus dan
defisit air. Neraca air ini umumnya dihitung dengan metoda Thornthwaite Mather.

Data yang diperlukan berupa :


 Curah hujan bulanan
 Suhu udara bulanan
 Penggunaan lahan
 Jenis tanah atau tekstur tanah
 Letak garis lintang

Langkah-langkah perhitungan :

Hitung suhu udara bulanan rata-rata


Data suhu udara pada umumnya sulit diperoleh, oleh karena itu suhu udara dapat
diperkirakan dengan data suhu yang ada di suatu tempat :Δ t = 0,006 x Δ ht1 = t
2 ± ΔtΔ h = beda tinggi tempat lokasi 1 dengan lokasi 2 (dalam meter)Δ t = beda
suhu udara (Δ C);t2 = suhu udara di lokasi 2.

Hitung Evapotranspirasi dengan metode Thornthwaite Mather (Ep)


Hitung selisih hujan (P) dengan evapotranspirasi
Hitung “accumulated potential water losses” (APWL)

35
Hitung “Water Holding Capacity” (Sto) berdasar Tabel (Lampiran 4)
Hitung soil moisture storage (St.)
Sto dihitung atas dasar data tekstur tanah, kedalaman akar
Hitung delta St tiap bulannyaΔ st = Sti bulan ke i dikurangi St bulan ke (i – 1)
Hitung evapotranspirasi aktual (Ea)
untuk bulan basah ( P > Ep), maka Ea = Ep
untuk bulan kering ( P < ea =" P">
Hitung surplus air (S); Bila P > Ep, maka S = ( P – EP) – Δ St.
Hitung defisit (D), D = Ep – Ea.

d. Analisis Evapotranspirasi Metode Turc Langbein

Rumus umum yang digunakan yaitu konsep neraca air secara meteorologis pada
suatu DAS(Seyhan, 1977) :
P = R + Ea ± Δ St
Dalam hal ini :
P = curah hujan
R = limpasan permukaan
Ea = evapotranspirasi actual
Δ St = perubahan simpanan

Apabila neraca air tersebut diterapkan untuk periode rata-rata tahunan, maka Δ St
dapat dianggap nol, sehingga surplus air yang tersedia adalah :
R = P – Ea
Dan jumlah air yang tersedia diperkirakan sebesar 25% hingga 35% dari surplus air.
Menurut Keijne (1973), evapotranspirasi aktual tahunan dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus Turc-Langbein :

Dalam hal ini :


E = evapotranspirasi aktual (mm/tahun)

36
Eo = evaporasi air permukaan (mm/tahun)
P = curah hujan rata-rata (mm/tahun)
T = suhu udara rata-rata (oC)

Nilai suhu udara dapat diketahui berdasarkan data suhu udara rata-rata tahunan dari
stasiun yang diketahui dengan persamaan :
T1 = T2 ± (Z1 – Z2) 0,006
Dalam hal ini :
T1 = suhu udara yang dihitung pada stasiun 1
T2 = suhu udara yang diketahui dari stasiun 2
Z1 = elevasi stasiun 1
Z2 = elevasi stasiun 2

3.3 Analisis Imbuhan

Daerah imbuhan air tanah mempunyai karakteristik hidrogeologi tertentu yang berfungsi
sebagai daerah resapan alamiah, perlu dipelihara dan dilestarikan keberadaannya, karena
merupakan daerah pengisian air tanah pada suatu cekungan air tanah. Perubahan
penggunaan lahan di daerah imbuhan sangat berpengaruh terhadap besaran imbuhan air
tanah yang akhirnya berpengaruh pula terhadap kesinambungan fungsi imbuhan air tanah di
daerah tersebut.

Secara sederhana proses imbuhan adalah masuknya air pada zone jenuh atau bisa diartikan
pula sebagai pengisian kembali air ke dalam suatu lapisan akuifer pada suatu cekungan air
tanah, yang menyebabkan naiknya muka air tanah. Imbuhan terjadi dari atas, air
berinfiltrasi dan mengalir ke bawah. Imbuhan dapat juga terjadi sebagai aliran lateral dari
danau atau sungai yang sebagian mengalir melalui zone jenuh. Pada beberapa kejadian
imbuhan dapat menyumbang aliran air tanah dalam akuifer terkekang.

Jumlah imbuhan air ke dalam lapisan tanah belum bisa diperoleh secara langsung dari hasil
pengukuran di lapangan. Pada pengukuran imbuhan secara langsung sering terjadi
kesalahan, oleh karena itu masih banyak ketidak pastian dalam memperkirakan besar
imbuhan. Pada beberapa penelitian terdahulu, penentuan kecepatan imbuhan dari hasil
pengukuran, sedikitnya satu parameter tertentu yang dapat digunakan; selanjutnya
parameter ini dapat dipakai untuk penentuan dan perhitungan imbuhan dalam suatu
cekungan air tanah. Besar

37
imbuhan ini tergantung dan berkaitan dengan ketersediaan air, yang sangat tergantung pada
pengaruh dari masukan dalam bentuk curah hujan dan kehilangan air kembali ke atmosfir
akibat dari evaporasi dan transpirasi. Perhitungan imbuhan air tanah yang akan dilakukan,
adalah untuk mengetahui perkiraan secara kuantitatif tentang jumlah imbuhan ke dalam
suatu akuifer di suatu cekungan. Perhitungan ini sering menemui berbagai kesulitan
sehubungan dengan faktor•]faktor yang terkait, seperti kondisi hidrometeorologi dan sifat
fisik tanah serta karakteristik hidrauliknya. Beberapa parameter yang berpengaruh terhadap
resapan air ke dalam tanah yaitu kelulusan air pada batuan, curah hujan, tanah penutup,
kemiringan lereng, dan letak muka air tanah dalam akuifer tidak terkekang.

Penilaian dan perhitungan jumlah imbuhan air tanah dapat dilakukan dengan berbagai
metode. Pemilihan dan penentuan metode perhitungan ini berkaitan dengan kondisi
ketersedian data yang akan digunakan, karena metode analisis untuk penilaian dan
perhitungan imbuhan air tanah ini, akan ditemui banyak kendala. Oleh karena itu
dianjurkan agar dicoba sebanyak mungkin cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga
hasil setiap cara dapat dibandingkan dengan cara yang lain. Metode yang telah tersedia
untuk menilai dan menghitung besaran imbuhan air tanah secara langsung adalah dari data
hujan dan model NAM.

Pemilihan dari metode perlu juga berpedoman kepada tersedianya data dan berbagai
kemungkinan untuk mendapatkan data pengganti. Cara termudah dalam menghitung luas
daerah imbuhan yang berkaitan dengan debit mata air yakni dengan menggunakan grafik
dengan metode Todd (grafik hubungan antara luas daerah imbuhan, imbuhan rata‐rata
tahunan dan debit mata air). Pada tulisan ini penentuan imbuhan air tanah adalah dengan
menggunakan model simulasi hujan limpasan model NAM yang merupakan bagian dari
sistem pemodelan MIKE

Penentuan imbuhan air tanah di CAT Umbulan ini sangat penting untuk perencanaan
pemanfaatan mata air Umbulan, untuk air bersih penduduk kota dan kabupaten Surabaya,
Sidoarjo, Gresik dan Pasuruan. Perencanaan tata ruang yang sesuai dengan kondisi sumber
air di daerah ini, salah satunya adalah informasi pengelolaan tata guna lahan dan ruang
yang sangat berguna dalam pengelolaan selanjutnya, agar tidak terjadi permasalahan yang
timbul di masa yang akan datang.

38
BAB IV

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANGT

4.1 penyaliran

Berbicara mengenai penyaliran atau drainage akan identik dengan pengontrolan air tanah
dan airpermukaan bumi yang biasanya mengganggu aktifitas tambang, baik tambang
terbuka, bawahtanah maupun batubara. Ketika pengontrolan air tanah menjadi bagian yang
tidak terpisahkandengan aktifitas penggalian bijih atau batubara, maka faktor-faktor yang
perlu dipertimbangkanantara lain sistem pengontrolan (sump, sumur dalam atau sumur
pompa), curah hujan rata-rata,debit air minimum-maksimum, kualitas air dan biaya.

Sasaran penyaliran adalah membuat lokasi kerja di areal penambangan selalu kering
karenabila tidak terkontrol akan menimbulkan masalah, antara lain : (1) lokasi kerja (2)
jalan tambangbecek dan licin, (3) stabilitas lereng tambang rawan longsor (4) peralatan
tambang cepat rusak (5)kesulitan mengambil contoh (sampling) (6) efisiensi kerja menurun
dan (7) mengancamkeselamatan dan kesehatan kerja. Sistem penyaliran dapat berupa
pencegahan air masuk kelokasi tambang ( inkonvensional ). Kedua sistem ini dapat
diterapkan secara simultan atau diambilsalah satu sistem saja. Yang penting di
dalam merancangnya harus dipertimbangkan faktor-faktorpengontrolan tersebut di atas.

Namun air dalam jumlah tertentu diperlukan untuk aktifitas-aktifitas yang lain, diantaranya
:mengurangi konsentrasi debu di jalan tambang atau crushing plant, sebagai media
pemisahandan pencucian dalam pengolahan bahan galian, keperluan sehari-hari
diperkantoran, perumahandan workshop, dan sebagainya. Melihat cakupan masalah dan
manfaat air tanah cukup luasditambah kemajuan teknologi investigasi air tanah saat
ini cukup memadai, maka manajemen airharus diperhitungkan di dalam perencanaan
penambangan.

4.2 Sistem Penyaliran Tambang (Mine Drainage)

Secara garis besar, sistem penyaliran tambang (mine drainage) dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu :

39
 Sistem Penyaliran Langsung (Konvensional)
 Sistem Penyaliran Tak Langsung (Inkonvensional)

1. Sistem enyaliran langsung (konvensional)

Adalah sistem penyaliran dengan cara mengeluarkan (memompa) air yang sudah
masuk ke dalam tambang. Sistem ini dapat dibagi dua lagi, menjadi :

 Penyaliran dengan terowongan (tunnel) atau terowongan buntu (adit)

Cara penyaliran ini hanya bisa diterapkan pada tambang yang terletak di
daerah pegunungan atau berbentuk bukit. Air yang masuk ke dalam
tambang dikeluarkan dengan cara mengalirkan air dari dasar tambang
melalui terowongan keluar tambang.

 Penyaliran dengan sumuran (sump)

Cara penyaliran ini sangat umum diterapkan ditambang terbuka. Air yang
masuk ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran yang biasanya
dibuat di dasar tambang dan dari sumuran tersebut air dipompa keluar
tambang.

 Penyaliran dengan sumuran (sump)

Cara penyaliran ini sangat umum diterapkan ditambang terbuka. Air yang
masuk ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran yang biasanya
dibuat di dasar tambang dan dari sumuran tersebut air dipompa keluar
tambang.

2. Sistem penyaliran tak langsung (inkonvensional)

Adalah sistem penyaliran dengan cara mencegah masuknya air ke dalam tambang.
Adapun cara yang dapat dilakukan pada preventive drainage system ini adalah
dengan membuat beberapa lubang bor di bagian luar daerah penambangan atau di
jenjang-jenjang, kemudian dari lubang-lubang tersebut air dipompa keluar tambang.

40
Penyaliran tak langsung ini dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, antara
lain :

 Siemens methods

Kedalam lubang bor dimasukkan casing yang bertujuan agar air mudah
masuk kedalam pipa. Kerugian cara ini adalah banyak pipa yang digunakan
dan kedalaman lubang bor harus melebihi tinggi bench. Jadi biaya akan
lebih besar karena disamping biaya pipa juga biaya pemboran.

 Small pipe with vacuum pump

Lubang bor dibuat dengan diameter 6 – 8 inch, lubang tidak diberi casing,
tetapi dimasukkan dengan pipa berdiameter 2 – 2,5 inch. Pasir dimasukkan
sebagai saringan sehingga yang masuk adalah material yang larut dalam air.
Melalui small pipe ini lubang bor dibuat vakum dengan menggunakan
pompa.

 Deep well pump method

Digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas tendah dan bench


yang tinggi. Lubang bor dibuat dengan diameter 6 inch, kemudian dipasang
casing. Pompa dimasukkan ke dalam lubang bor (submercible pump) yang
digerakkan dengan listrik. Pompa ini ada yang otomatis, jika tercelup ke
dalam air, maka mesin pompa akan hidup dengan sendirinya.

 Electro osmosis method

Merupakan cara terbaru dan biasanya digunakan pada daerah yang


mempunyai permeabilitas sangat kecil. Lubang bor dibuat dengan diameter
3 – 5 inch dan 1 – 3 inch, kemudian masukkan casing pipe. Prinsip yang
digunakan adalah prinsip elektrolisa. H+ akan mengalir menuju katoda
sehingga terjadi netralisasli H+ dengan OH- dan membentuk H2O (air).
Kemudian air yang telah terkumpul ini dipompa keluar, dimana sebelumnya
tidak terdapat air.

41
DAFTAR PUSTAKA

Gautama, RS., 1999, Sistem Penyaliran Tambang, Institut Teknologi Bandung.

Kusmawati Irma.2011.Penilaian Dan Perhitungan Imbuhan Air Tanah Alami Pada


Cekungan Air Tanah Umbulan.Bandung

Hartono, 2008, Buku Panduan Praktek Tambang Terbuka, Kapuks Production, Universitas
Pembangunan Nasional, Yogyakarta

Sutrisno.1987.Teknologi Penyediaan Air Bersih, Jakarta: PT Rineka Cipta,

Ramlon Muh.2013. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Terbuka.universitas


hasanudin

Rusli, 2008, Desain Sumur Resapan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Soemart, CD., 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga, Jakarta.

Suyono, dan Indun., 2002, Kajian Hidrologi dan Hidrogeologi, Universitas pembangunan
Nasional, Yogyakarta

Suwandhi, A., 2004, Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang, Universitas Islam,


Bandung.

Zaky, 2008, Perencanaan Drainase, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai