Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karena berbagai kemajuan teknologi, kompetisi global, dan ketahanan ekonomi dalam

masyarakat yang kompleks, banyak jabatan menuntut adanya kolaborasi di antara manusia

lintas departemen atau lintas keakhlian. Intinya, pikiran orang banyak akan lebih baik

ketimbang pikiran satu orang saja. Membangun sebuah tim adalah suatu proses memilih,

mengembangkan, memberikan kemudahan, dan melatih sebuah kelompok kerja agar berhasil

mencapai tujuan bersama. Di dalamnya mencakup memotivasi anggota-anggota agar merasa

bangga dalam melaksanakan tugas kelompoknya. Pembangun tim (team builder) harus

mampu memenuhi tuntutan tugas (kualitas hasil, tepat waktu, dsb.) dan memenuhi kebutuhan

anggota-anggota kelompok (adil, tidak konflik, dsb.)

Melalui kerjasama dan saling berbagi pengetahuan serta ketrampilan, sebuah tim seringkali

mampu menyelesaikan tugas secara efektif, ketimbang dilakukan oleh seorang individu. - “A

team is a group organized to work together to accomplish a set of objectives that cannot be

achieved effectively by individuals”. Tim boleh jadi merupakan kelompok kerja yang relatif

permanen, namun juga bisa bersifat temporer yang bertugas untuk menyelesaikan sebuah

proyek tertentu. Tim yang relatif permanen biasanya dinamakan “natural team work”,

sedangkan yang temporer banyak disebut sebagai “a cross-functional action team” –

biasanya terdiri dari orang-orang dari berbagai bagian atau departemen. Bentuk tim yang

dianggap paling maju adalah “self-directed”, karenanya tim semacam ini kurang memerlukan

pengawasan, dan memiliki otoritas penuh dalam penyelesaian tugas-tugasnya. Agar tim bisa

bekerja secara efektif dalam mengembangkan motivasi, kedekatan, dan produktivitas, banyak

organisasi yang memandang pembangunan tim merupakan salah satu aspek dari

pengembangan organisasi.
2

B. Maksud dan Tujuan

Tim dibangun dengan tujuan untuk membantu kelompok fungsional menjadi lebih

efektif. Karena rasa individualisme dan persaingan atar pribadi relatif tajam dalam organisasi,

maka tidak semua kelompok kerja dapat dikategorikan ke dalam suatu tim.

Adapun maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas Sistem

Informasi Manajemen.
3

BAB II

PEMBAHASAN

Kerangka kerja (bahasa inggris: framework) adalah suatu struktur konseptual dasar yang

digunakan untuk memecahkan atau menangani suatu masalah kompleks. Istilah ini sering

digunakan antara lain dalam bidang perangkat lunak untuk menggambarkan suatu desain

sistem perangkat lunak yang dapat digunakan kembali, serta dalam bidang manajemen untuk

menggambarkan suatu konsep yang memungkinkan penanganan berbagai jenis atau entitas

bisnis secara homogen.

A. Proses Membangun Tim

Tidak mudah untuk memulai pembentukan tim. Perlu perencanaan yang mendalam

dan waktu untuk saling mengenal satu sama lain. Tim tidak cukup hanya didukung dengan

sistem-sistem, prosedur-prosedur dan harapan-harapan yang ada. Kemungkinan mereka tidak

cocok dengan standar job description, penilaian kerja, penghargaan dan praktek-praktek

promosi atau dengan sistem pengawasan dan ukuran yang tradisional.

Suatu tim perlu pengarahan, pemantauan dan umpan balik dari manajemen. Tim-tim

seperti ini akan menjadi tanpa tujuan, sia-sia dan tidak efektif. Untuk itu seorang manajer

perlu mengupayakan penciptaan tim-tim yang efektif sehingga memberikan kinerja jangka

pendek dan panjang yang unggul.

Pembentukan tim dan siklus pengembangan:

Tahap 1: Masa Infansi (Pembentukan)

Tahap 2: Masa Remaja (Mengalami Gejolak)


4

Tahap3:Kedewasaan (Membentuk Norma dan Melaksanakannya)

Tahap 4: Mengalami Transformasi

Dalam membangun sebuah tim, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

a. Memahami dinamika kelompok dan prosesnya, serta apa implikasinya bagi pelaku

dan praktek supervisor.

b. Menyadari arti penting untuk mempengaruhi dan menetapkan norma kelompok

sehingga mereka mendukung bagi pencapaian hasil kerja yang baik.

c. Memahami pentingnya mendengarkan orang lain, bukan berpegang teguh pada posisi

dan pendapatnya.

Setiap pribadi dalam tim memiliki latar belakang, nilai-nilai dan harapan masing-

masing. Suasana yang konstruktif bagi berlangsungnya sikap saling mendukung dan upaya

kerjasama akan tercipta melalui:

1) Upaya mendorong anggota tim untuk memandang tim sebagai sumber gagasan, tehnik

pelaksanaan, bantuan dan dukungan.

2) Upaya mendorong tim untuk menyibukkan diri dengan berbagai usulan yang

konstruktif.

3) Mendorong anggota tim untuk berani mengambil inisiatif dan melakukan tindakan.

4) Menjamin bahwa semua pertemuan dan diskusi formal yang dilakukan tim

berlangsung efisien.

5) Mendorong semua anggota untuk menuntaskan segala persoalan dan ketidaksepakatan

secara terbuka dan konstruktif, bukannya menekan atau menghambatnya.1[4]

1[4] http://id.shvoong.com/business-management/management/2058329-kerjasama-tim-team-
work/#ixzz2F8CyOjMd
5

B. Membentuk Struktur Tim

Setiap tim harus bekerja dengan suatu struktur yang memadai agar berdaya

menangani isu-isu berat dan memecahkan persoalan-persoalan yang rumit. Walau struktur

bisa berbeda antara perusahaan satu dengan lainnya, namun komponen yang umumnya ada

meliputi :

1) Tim Pengarah, yang terdiri atas manajer-manajer tingkat atas, pimpinan serikat kerja

(kalau ada), manajer lini, penyelia, pimpinan tim, dan orang-orang penting lainnya.

Seperti seorang pilot, kelompok tersebut menetapkan seperangkat tindakan dan

berperan sebagai nara sumber dan pemberi umpan balik atas kegiatan tim

2) Perancang Tim, merupakan tim lintas sektoral yang mencakup anggota-anggota dari

semua jenjang dan fungsi dalam organisasi. Anggotanya terdiri atas para penyelia dan

para manajer.

3) Pemimpin, merupakan unsur penting bagi keberhasilan tim. Pemilihan pemimpin

merupakan faktor penting, mereka harus yang bergaya partisipatif.

4) Rapat-rapat, merupakan aktivitas yang terpenting. Agenda ini harus difasilitasi dan

dilakukan relatif sering. Pimpinan harus dilatih untuk mengelola proses rapat dan

proses terjadinya hubungan antar pribadi. Proses rapat antara lain mencakup

perencanaan dan penggunaan agenda, mengelola jalannya rapat, mendistribusikan

notulen rapat, mengatur bahan dan waktu rapat. Saat rapat berlangsung pimpinan

rapat harus mampu meningkatkan partisipasi semua anggota untuk mengeluarkan

gagasannya, mengatasi pertentangan akibat adanya perbedaan pendapat, menangani

anggota-anggota yang “sulit”, dan menciptakan suasana rapat yang dinamis.

5) Proses konsultasi. Kehadiran pihak ketiga dalam upaya membimbing, mengajar,

membantu menyelesaikan konflik, kadang sangat diperlukan. Karena sesungguhnya

mereka bukan anggota tim, konsultan dapat memberikan tantangan bagi anggota tim.
6

Mereka bisa lebih obyektif dan bisa lebih bebas bekerja dan berpendapat ketika

membantu tim. Konsultan juga bisa membantu membangun aturan-aturan dan cara-

cara kerja. Mereka bisa diminta untuk mendidik anggota tim dalam menggunakan

peralatan, metode kerja, dan memecahkan masalah agar tim bisa lebih produktif.

C. Mengumpulkan Informasi

Membangun tim harus dimulai dengan penilaian diri anggota kelompok (self-

assesment), untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap anggota.

Pengembangan tim dapat ditetapkan berdasarkan data yang diperoleh dari survai tentang

sikap, wawancara dengan anggota tim, dan pengamatan atas diskusi-diskusi kelompok. Cara-

cara tersebut bermanfaat untuk menilai sejumlah hal, antara lain iklim komunikasi, rasa

saling percaya, motivasi, kemampuan memimpin, pencapaian konsensus, dan nilai kelompok.

D. Mengembangkan Ketrampilan

Sebagian besar proses “pembangunan tim” akan memusatkan kegiatannya pada

pengembangan ketrampilan yang diperlukan untuk menciptakan tim yang berkinerja tinggi.

Seperti halnya para atlit olah raga, setiap anggota tim harus belajar bermain, bergerak, dan

mempraktekan ketrampilan mereka. Beberapa jenis ketrampilan yang sangat diperlukan

dalam membangun tim yang baik adalah :

a. Kesadaran untuk mengembangkan kelompok.

Harus disadari oleh semua anggota tim bahwa kemajuan suatu tim dilakukan melalui

tahapan-tahapan yang bisa diprediksi, yaitu fase orientasi, fase evaluasi, dan fase kontrol.

Fase orientasi ditandai oleh adanya ragu-raguan para anggota kelompok akan peran mereka.

Mereka kurang memahami apa yang harus mereka lakukan selaku anggota tim. Pada fase

evaluasi, anggota cenderung meng- alami konflik yang disebabkan oleh kekurang-setujuan
7

mereka terhadap cara-cara penyelesaian tugas. Dalam fase ini kelompok bisa terpecah-pecah

dalam beberapa koalisi. Dalam fase kontrol, kelompok kembali bersatu, karena mereka mulai

memahami satu sama lainnya.

Apa yang terjadi di atas merupakan gejala normal yang banyak terjadi. Faktor

kepemimpinan merupakan hal yang paling krusial dalam hal ini. Jika pimpinannya baik maka

ketiga fase tersebut tidak berlangsung lama, sehingga tim dapat segera bisa berfungsi.

b. Klarifikasi Peran

Bahkan ketika tim sudah mulai bekerja, kadang mereka masih bingung tentang apa

yang harus mereka lakukan, dan juga siapa yang harus melakukannya. Dalam upaya

mencapai tugas-tugas kelompok, setiap anggota harus memahami peran mereka masing-

masing. Mereka harus tahu dengan baik apa yang harus mereka kerjakan dan juga batas-batas

kewenangannya. “Team members must know what others expect from them. Ambiguity in

role expectations produces stress and hampers performance”2[5]

Uraian jabatan formal seringkali tidak sesuai dengan harapan masing-masing anggota,

oleh karena itu pembagian peran sebaiknya dibicarakan bersama. Dalam diskusi ini harus

dibahas misi tim, kepada siapa tim harus melaporkan hasil kerjanya?, kewenangan apa yang

dipunyai tim?, siapa yang menentukan pimpinan mereka?, apakah anggota tim setuju pada

pembagian pekerjaan?, dan apakah peran masing-masing anggota tim kelompok tidak

bertentangan atau tumpang tindih satu sama lainnya?.

Seperti hanya dengan anggota tim olahraga, kelompok kerja memerlukan pengetahuan

tentang apa yang dimainkan oleh dirinya dan diri anggota lainnya. Berdiskusi dengan tujuan

menjernihkan atau mengklarifikasikan peran masing-masing anggota merupakan agenda

penting untuk memulai kerja dalam tim.

2[5] http://www.accel-team.com/team_building/team_out_00.html
8

E. Mengatasi Konflik

Bukan hal yang aneh jika suatu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang berbeda

latar belakang, berpotensi memunculkan konflik. Jika tim gagal menangani konflik dengan

semestinya maka akan gagal mencapai tujuan. Dengan dikembangkannya ketrampilan

mengelola konflik, maka walaupun terjadi konflik, tim masih memperoleh manfaat

daripadanya. Pandangan yang saling bertentangan satu sama lain, jika dikelola dengan baik

justru akan menciptakan suatu keputusan yang lebih baik.

Sebuah tim dapat mengembangkan kapasitas menangani konflik melalui berbagai

cara, misalnya diskusi terbuka tentang konflik itu sendiri atau melalui diskusi yang tangguh

yang penuh perdebatan dan skeptisme. Permainan peran (role playing), dan latihan-latihan

membantu tim mengembangkan komunikasi terbuka yang diperlukan untuk menyelesaikan

konflik secara produktif. Tim yang berkinerja tinggi antara lain dicirikan dengan adanya

anggota-anggota yang kritis, namun masih saling menghargai satu sama lainnya.

F. Evaluasi Akhir

Sebagai suatu tim kerja yang senantiasa berfungsi, tim harus mengevaluasi hasil

kegiatannya guna mengetahui keberhasilan atau pun kegagalannya. Evaluasi dapat dilakukan

melalui berbagai cara. Dalam beberapa kasus, hasil dari adanya tim kerja dapat diukur

berdasarkan kriteria baku produktivitas atau keluaran. Jika setelah dibentuknya tim,

produktivitas lebih baik daripada sebelumnya maka dapat dikatakan tim tersebut efektif.

Kesalahan yang makin berkurang, biaya produksi makin kecil, tingkat turnover menurun,

adalah beberapa tanda bahwa tim bekerja secara efektif. Pemasok dan juga pelanggan yang

menggunakan jasa tim harus pula dijadikan sumber informasi keberhasilan atau kegagalan

tim.3[6]

3[6] http://www.bussinestown.com/people/motivation-team.asp
9

Anda mungkin juga menyukai