QUASY EKSPERIMEN
Oleh
Eka Wahyu Ningsih
NIM: 13620834
kesehatan dunia yang sangat umum, yang menyebabkan pembatasan aktifitas dan juga
akan menyebabkan beban ekonomi yang sangat besar baik bagi individu, keluarga,
dilakukan petani umumnya memerlukan posisi tubuh yang statis dan repetitif yang
meningkatkan prevalensi keluhan LBP (Kaur, 2015). Berdasarkan The Global Burden
of Disease 2010 Study (GBD 2010), dari 291 penyakit yang diteliti, LBP merupakan
penyumbang terbesar kecacatan global, yang diukur melalui Years Lived With
Disability (YLD), serta menduduki peringkat yang keenam dari total beban secara
keseluruhan, yang diukur dengan the disability adjusted life year (DALY),
pengukuran DALY adalah metrik standar untuk mengukur beban yang dihitung
dengan menggabungkan years of life lost (YLL) dan years live with disability (YLD)
semasa hidupnya. Nyeri punggung bawah tetap menjadi beban kesehatan masyarakat
yang utama diseluruh dunia industri, dari data epidemiologi menunjukkan nyeri
Health Organization (WHO), 2-5% dari karyawan di negara industri tiap tahun
mengalami nyeri punggung bawah, dan 15% dari absenteisme di industri baja serta
industri perdagangan disebabkan karena nyeri punggung bawah (Sakinah et al 2010).
Pada studi kolaborasi tentang nyeri yang dilakukan WHO (2013) didapatkan hasil
gangguan ergonomis dengan rincian kasus back pain injury pada 27.000 pekerja,
upper limb injury atau keluhan dileher pada 10.000 pekerja dan keluhan keluhan pada
lower limb injury pada 11.000 pekerja petani lebih mudah terkena keluhan back pain
dari pada pekerja yang mempunyai aktivitas yang tidak terlalu sukar (Payuk, 2011).
LBP dialami hampir oleh setiap orang selama hidupnya. Di Negara barat
misalnya, kejadian LBP telah mencapai proporsi epidemic. Diperkirakan bahwa 80%
orang di Negara barat pernah merasakan nyeri pinggang bawah dalam kehidupannya.
Satu survey telah melaporkan bahwa 17,3 juta orang inggris pernah mengalami LBP.
26% orang dewasa Amerika dilaporkan mengalami LBP setidaknya satu hari dalam
tersering pada pinggang. Gangguan otot rangka dapat menimbulkan nyeri dan
terbatasnya gerakan pada daerah yang terkena, sebagai akibat aktivitas fisik dan/atau
pengobatan yang rutin, absen dalam bekerja, hingga kecacatan (Depkes RI, 2007).
Kesehatan, 2013). Data dari survei work-related disease menunjukkan bahwa dari
43.000 pekerja di sektor pertanian, 27.000 pekerja mengalami keluhan LBP (Gusetoiu
R, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Kaur, 2015) Sebanyak 68,6% (48
orang) responden mengeluh LBP. Kelompok usia dengan keluhan >45 tahun paling
banyak mengalami LBP (73,3%). Keluhan LBP terbanyak dikeluhkan oleh petani
yang sering melakukan posisi kerja membungkuk (68,6%). Sebanyak 93,75% petani
yang tidak memiliki riwayat jatuh mengalami LBP. LBP adalah satu dari sepuluh
penyebab penderita datang ke Poli Rawat Jalan RSUD dr. Soetomo. Dari sepuluh
jenis penyakit terbanyak yang ditangani, LPB berada di urutan ke tiga setelah
bekerja sebagai petani ada sebanyak 703 orang dan hampir sebagian petani
mengeluhkan nyeri punggung bagian bawah setelah melakukan aktifitas. Dari hasil
survey yang dilakukan pada 10 petani, 7 petani mengatakan sering merasakan nyeri
pada punggung bagian bawah setelah melakukan aktivitas, sedangkan 3 petani tidak
merasakan nyeri pada punggungnya melainkan pada tangan dan kakinya. petani
berat seperti hasil panennya. Dari hasil survei petani mengatakan nyerinya itu sangat
bervariasi mulai dari ringan, sedang, hingga nyeri berat. Nyeri yang terjadi itu
biasanya itu hilang timbul, timbul saat melakukan aktivitas dan sesudah melakukan
aktivitas. Penatalaksanaan nyeri yang dilakukan biasanya seperti mandi air hangat, di
buat tidur, biasanya dipijit, dan di kasih GPU/Freshcare. Dari hasil survey juga petani
Lebih dari 70% manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP, dengan rata-
rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun. Disebabkan ada beberapa faktor risiko
penting yang terkait dengan kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa
kerja 5-10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita
musculoskeletal disorder (Rahmaniyah, 2007).Faktor lain yang dapat mempengaruhi
timbulnya gangguan LBP meliputi karakteristik individu misal body mass index
hereditas, usia, jenis kelamin, deformitas postur tubuh, aktivitas fisik, masa kerja, dan
porsi kerja (Silviyani V, 2014). Faktor lainnya adalah faktor fisik yang mencakup
ketegangan fisik, seringnya mengangkat beban, dan postur kerja yang kurang tepat
(Andini F, 2015). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Silviyani, et al.,
2014) Terdapat pula hubungan antara perilaku merokok dengan nyeri pinggang,
dimana ditemukan perokok lebih banyak yang menderita LBP dibandingkan yang
Masa kerja yang lama dapat berpengaruh terhadap nyeri punggung bawah
mempengaruhi nyeri punggung bawah karena semakin berat beban yang dibawa
seseorang setiap kali menggendong maka tekanan pada tulang belakang menjadi
Sedangkan pengaruh umur terhadap nyeri punggung bawah berkaitan dengan proses
mengenai beberapa organ atau jaringan tubuh oleh kareana itu para ahli membuat
klasifikasi yang berbeda atas dasar kelainan tersebut. Dalam hal ini yang penting
bagaimana kita memanfaatkan dari klasifikasi tadi untuk memahami segala maslah
yang berkaitan dengan NBP sebagai berikut (a) viserogenik (b) neurogenik (c)
akan menimbulkan kontraksi otot secara isometris (melawan tahanan) pada otot-otot
utama yang terlibat dalam pekerjaan. Akibatnya beban kerja bertumpu di daerah
pinggang dan menyebabkan otot pinggang sebagai penahan beban utama akan mudah
mengalami kelelahan dan selanjutnya akan terjadi nyeri pada otot sekitar pinggang
atau punggung bawah (Risyanto, 2008). Low back pain (LBP) pada umumnya tidak
produktivitas kerja, menurunkan performa kerja, serta kualitas kerja, konsentrasi kerja
dan juga secara tidak langsung meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan (Gusetoiu,
2011).
mengalami gangguan aktivitas kerja hingga 4 minggu. Lebih dari 50 persen penderita
membaik dalam waktu satu minggu, dan lima persen penderita mengalami gangguan
Penatalaksanaan LBP ada dua yaitu terapi farmakologis dan terapi non
ada: (a)Stimulasi kutaneus (b) tehnik relaksasi, (e)tehnik massase/pijatan (f) Distraksi
(g) kompres dingin (i) Terapi kompres air hangat (Perry, 2009). Kompres hangat
merupakan salah satu metode non farmakologis yang di anggap sangat efektif dalam
menurunkan nyeri atau spasme otot. Panas dapat dialirkan melalui konduksi,
konveksi, dan konversi. Nyeri akibat memar, spasme otot arthitis berespon baik
meningkatkan aliran darah lokal. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang disalurkan
darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara penyaluran zat asam dan bahan
makanan sel-sel di perbesar dan pembuangan dari zat-zat yang akan di buang akan
diperbaiki lagi. Jadi akan timbul proses pertukaran zat yang akan lebih baik. Kompres
hangat bertujuan untuk pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot lebih rileks,
menurunkan rasa nyeri dan memperlancar pasokan aliran darah dan memberikan
darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan. Selain itu, kompres
hangat juga berfungsi menghilangkan sensasi rasa sakit. Untuk mendapatkan hasil
yang terbaik, tetapi kompres hangat dilakukan selama 20 menit dengan 1 kali
pemberian dan pengukuran intensitas nyeri dilakukan dari menit ke 15-20 selama
Selama ini belum pernah di lakukan terapi kompres air hangat pada petani di
Desa Bangkok Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Terapi Air Hangat Terhadap Nyeri
Low Back Pain pada Petani di Desa Bangkok Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri.
Apakah ada pengaruh terapi kompres air hangat terhadap nyeri low back pain pada petani
back pain pada petani di desa bangkok kecamatan gurah kabupaten kediri tahun
2016
untuk terus menerapkan program terapi kompres air hangat sebagai upaya
4. Bagi Peneliti
tentang kejadian low back pain pada petani dan dapat mengatasianya dengan
cara melakukan terapi kompres air hangat sehingga dapat mencegah terjadinya