(managementfile – Finance) – Return on Equity (ROE) adalah salah satu metrik yang paling penting
bagi investor, karena menunjukkan seberapa besar value yang dihasilkan perusahaan untuk para
pemegang sahamnya. Hanya saja, jika hanya melihat pada ROE saja tanpa memahami seluk beluknya
secara mendalam, dapat berisiko. Oleh karena itu, Anda harus paham darimana angka ROE ini
berasal.
Return on Equity (ROE) merupakan hasil pembagian antara net income (laba bersih) dengan
shareholders equity. Laba bersih disini setelah dikurangi dengan dividen preferen (namun sebelum
dividen biasa), sementara shareholders equity tidak meliputi saham preferen, melainkan hanya
saham biasa.
Jika ROE naik, maka artinya tingkat pengembalian terhadap investasi dari pemilik modal
(shareholders equity) meningkat. Hanya saja, kenaikan ROE juga bisa disebabkan oleh meningkatnya
leverage (utang), yang menjadikan sahamnya juga makin berisiko. Oleh karena itu, Anda perlu
melakukan breakdown terhadap ROE untuk melakukan analisa.
ROE Breakdown
Analisa mendalam mengenai ROE diciptakan oleh perusahaan DuPont pada sekitar tahun 20-an, maka
hingga saat ini disebut dengan analisa DuPont. Analisa DuPont terdiri dari dua jenis, yakni breakdown
jadi 3 komponen dan 5 komponen.
• Net Profit Margin (net income/sales), menunjukkan profitabilitas dan efisiensi operasi
• Total Asset Turnover (sales/total assets), menunjukkan kemampuan penggunaan asset
• Leverage ratio (total assets/shareholders equity), menunjukkan penggunaan utang
Setelah melakukan breakdown terhadap ROE, maka kemudian kita dapat memahami daripada angka
ROE muncul, apakah dari net profit margin, asset turnover, atau leverage.
Jika kenaikan berasal dari net profit margin atau asset turnover, maka itu merupakan indikasi positif,
karena artinya profitabilitas meningkat atau penggunaan asset semakin optimal. Namun, jika leverage
meningkat padahal utang perusahaan sudah cukup tinggi, maka ini menjadi semakin berisiko.
Lebih lanjut lagi, analisa DuPont tersebut dapat dipecah kembali menjadi 5 komponen. Analisa Du-
Pont dengan 5 komponen membedah net profit margin lebih mendalam. Tujuannya adalah untuk
melihat darimana asal profitabilitas, apakah dari naiknya penjualan, efisiensi operasi atau lainnya.
Dekomposisi DuPont menjadi komponen diantaranya:
• tax burden (net income/EBT), menunjukkan proporsi laba yang diperoleh setelah pajak
• interest burden (EBT/EBIT), untuk perusahaan yang tanpa utang, maka angkanya akan 1.
• operating profit margin (EBIT/Sales), menunjukkan profitabilitas operasi
• total asset turnover (sales/total assets)
• leverage ratio (total assets/shareholders equity), yang mengukur penggunaan utang.
Misalnya, ROE naik, sementara asset turnover dan leverage tetap, artinya profitabilitas yang
meningkat. Padahal, profitabilitas ini meningkat bisa jadi karena berbagai macam hal: kinerja operasi
meningkat, pajak yang turun, efisiensi, atau pendapatan lain-lain.
Intinya, pemahaman yang baik mengenai ROE akan memberikan gambaran kepada investor mengenai
bagaimana perusahaan dikelola. Selanjutnya tentu ini akan membantu dalam melakukan penilaian
terhadap perusahaan dan mempengaruhi keputusan investasi.
Metode Analisis Du-Pont
Du-pont telah dikenal sebagai pengusaha sukses. Dalam bisnisnya, ia memiliki cara sendiri dalam
menganalisis laporan keuangannya. Menurut Sofyan Safri Harahap dalam buku “Analisis Kritis Atas
Laporan Keuangan” (20046333) “Caranya sebenarnya hampir sama dengan analisis laporan
keuangan biasa, namun pendekatannya lebih integratif dan menggunakan komposisi laporan
keuangan sebagai elemen analisisnya. Ia mengurai hubungan pos-pos laporan keuangan sampai
mendetail sebagai berikut.”
Dari bagan diatas, maka diperoleh elemen-elemen penyusun dari analisis Du-Pont ini yang akan
dijelaskan satu per satu sebagai berikut:
1. Return of Equity (ROE)
Berfungsi untuk melihat efektifitas penggunaan modal sendiri terhadap laba atau keuntungan bersih
perusahaan setelah pajak, dimana setiap rupiah modal yang ditanamkan dapat menghasilkan
keuntungan yang diharapkan.
Penentuan ROI berfungsi untuk mengatur efektifitas penggunaan asset terhadap laba bersih. Hal ini
mengidentifikasi seberapa besar harta total dimanfaatkan atau digunakan untuk mendapatkan
keuntungan.
3.Equity Multiplier
Nilai equity multiplier ini menunjukkan kemampuan equity atau modal sendiri menciptakan total
asset.
8. Total Biaya
Total biaya merupakan arus keluar aktiva, penggunaan aktiva, atau munculnya kewajiban atau
kombinasi keduanya selama suatu periode yang disebabkan oleh pengiriman barang, pembebanan
jasa, atau pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.
9. Total Aset
Total aset adalah total harta yang dimiliki oleh perusahaan yang berperan dalam operasi perusahaan
misalnya kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva yang tak berwujud, dan lain lain.
12. Equity
Equity (modal pemilik) adalah suatu hak yang tersisa atas aktiva suatu lembaga (equity) setelah
siketahui kewajibannya.
Contoh Kasus
Industri Retail (High Turnover Industry)
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, penyusun ROE yang dominan bagi industri retail
adalah assets turnover. Rendahnya margin pada industri ini ditutupi oleh tingginyaassets turnover.
Prinsipnya, semakin banyak barang yang terjual, semakin besar keuntungan yang didapatkan.
Kenaikan penjualan bisa didapatkan dari dua cara. Yang pertama adalah meningkatkan volume dan
yang kedua adalah dengan menambah jumlah gerai. Karena pada umumnya pelaku
bisnis retail melakukan keduanya, seringkali mereka menggunakan parameter yang disebut
dengan Same Store Growth (SSG). Same Store Growth ini mengukur tingkat pertumbuhan penjualan
seandainya jumlah gerai mereka tidak bertambah. Dengan menggunakan SSG, mereka dapat
mengetahui apakah pembukaan gerai baru akan memberikan keuntungan tambahan bagi mereka.
Ukuran lain yang digunakan adalah Revenue per Square Metre (Penjualan per Meter Persegi). Pada
umumnya, pelaku bisnis retail mengeluarkan biaya operasional yang tinggi untuk menyewa tempat.
Oleh karena itu, revenue per square metre sangatlah penting.
Industri Perbankan (High Leverage Industry)
Nature dari industri perbankan adalah tingginya leverage yang pada formula DuPont di atas
ditunjukkan oleh equity multiplier. Semakin besar equity multiplier maka semakin tinggi leverage-
nya. Leverage ini dalam bahasa gampangnya adalah utang. Secara umum, kita harus mewaspadai
perusahaan dengan leverage yang tinggi karena sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Industri perbankan sendiri tergantung pada NIM (net interest margin). Semakin besar NIM, maka
semakin besar keuntungan yang didapatkan. Tren penurunan suku bunga belakangan ini
mengakibatkan bank mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Seperti terlihat pada tabel,
tingginya profit margin merupakan dampak dari rendahnya suku bunga. Namun perlu dicatat, profit
margin yang tinggi bukan merupakan ciri khas industri perbankan karena dapat berubah-ubah sesuai
dengan tren suku bunga.