Referat Muzamil Putra
Referat Muzamil Putra
OLEH :
NAMA : MUZAMIL PUTRA RAMADHAN
NIM : N 111 16 053
PEMBIMBING KLINIK
dr. Alfreth Langitan., SpB, FINACS
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Laparoskopi
Sejarah perkembangan laparoskopi dapat ditelusuri kembali ke tahun
1901 ketika George Killing dari Jerman memasukkan cystoscope ke dalam
perut anjing yang hidup setelah membuat pneumoperitoneum menggunakan
udara. Satu abad ke depan, sekarang laparoskopi lebih maju dan berteknologi.
Dengan puncak kemajuan teknologi, operasi laparoskopi sudah mendarah
daging dalam praktek bedah dan para ahli bedah mampu melakukan prosedur
laparoskopi yang beragam dan rumit, juga diistilahkan sebagai bedah invasif
minimal 2.
Pada tahun 1910, seorang ahli bedah dari Stockholm, Hans Christian
Jacobaeus, melakukan laparoskopi yang pertama dengan menggunakan
cystoscop dan melaporkan telah melakukan laparoskopi pada 72 pasien. Pada
tahun yang sama Killing melaporkan penggunaan cystoscop untuk
peritoneoscopy pada 45 pasien. Bernheim merupakan seorang ahli bedah dari
rumah sakit Universitas John Hopkins yang pertama kali mengaplikasikan
laparoskopi di Amerika Serikat 1.
Namun, perubahan revolusioner besar dalam praktek bedah laparoskopi
terjadi pada tahun 1988 ketika Mouret dari Perancis melakukan kolesistektomi
laparoskopi pertama. Alih-alih mengeluarkan kantong empedu melalui sayatan
Kocher, ia melakukannya melalui beberapa luka kecil yang masing-masing
tidak lebih dari 1 cm. Konsep yang menarik ini memicu perkembangan yang
intens dalam instrumentasi, inovasi dalam prosedur teknis lanjutan,
pengembangan program pelatihan, dan pengaturan pusat laparoskopi 2.
2
yang terlatih. Keuntungannya adalah perdarah minimal, tingkat presisi operasi
tinggi, komplikasi rendah, lama perawatan singkat, dan luka operasi minimal.3
1. Persiapan Ruang Operasi Laparoskopi
Peralatan dan instrumen yang tepat sangat penting untuk melakukan
laparoskopi yang aman. Kebanyakan pusat medis besar memiliki satu atau
beberapa ruang operasi laparoskopi khusus yang memenuhi standar. Harus
ada cukup instrumen cadangan untuk menutupi kerusakan peralatan.
Menggunakan meja ruang operasi listrik atau bertenaga adalah hal yang
sangat baik. Dalam kebanyakan kasus, dokter bedah harus sering
mengubah posisi pasien untuk meningkatkan paparan dan visualisasi. Jika
melakukan prosedur bariatrik laparoskopi, batas berat dari meja ruang
operasi harus diperiksa. Meja operasi yang terhubung dengan komputer
adalah suatu keharusan jika tim bedah menggunakan robot bedah. Selain
itu, fasilitas untuk pencitraan intra-operatif harus tersedia 2.
3
a) Perangkat optik
Teleskop : Endoskopi ini terbuat dari stainless steel bedah yang berisi
lensa optik yang terdiri dari lensa kaca dan spacer yang tepat (sistem
lensa Rod). Terdiri dari lensa objektif, yang terletak di ujung distal
dari endoskopi kaku, yang menentukan sudut pandang. lensa okular,
tetap berada di luar tubuh pasien dan menempel ke kamera untuk
melihat gambar pada monitor video. Teleskop atau laparoskopi terdiri
dari berbagai ukuran 10mm, 5mm, 2-3mm 'needlescopes' dan dengan
berbagai kemampuan visualisasi seperti melihat nol derajat ke depan,
30 atau 45 derajat teleskop, teleskop nol derajat dengan saluran
instrumen 6 mm (laparoskop operasi) 2.
4
Kabel Cahaya : Cahaya ditransmisikan dari lampu ke laparoskop
melalui kabel 2.
(Gambar 6. Monitor)
5
b) Instrumen Untuk Mempertahankan Area Operasi
CO2 Insufflator : Penciptaan ruang kerja di rongga perut umumnya
dilakukan dengan menggunakan CO2 yang diberikan melalui
insufflator otomatis, aliran tinggi, dan tekanannya diatur. CO2 saat ini
adalah agen pilihan karena memiliki risiko rendah untuk terjadinya
emboli gas, toksisitas rendah untuk jaringan peritoneum, reabsorpsi
cepat, dan biaya rendah. Insufflator ini memberikan gas dengan laju
aliran hingga 20 liter / menit. Ini juga mengatur tekanan intra-
abdomen dan menghentikan pengiriman CO2 ketika tekanan melebihi
tingkat yang telah ditentukan. Tingkat ini biasanya ditetapkan pada 12
hingga 15 mm Hg karena risiko hiperkarbia, asidosis dan efek
hemodinamik dan paru yang merugikan pada tekanan yang lebih
tinggi. Insufflator dilengkapi dengan alarm, yang berbunyi ketika
batas tekanan terlampaui 2.
6
(Gambar 8. Retraktor Dinding Abdomen)
c) Instrumen Untuk Akses
Veress Needle : Jarum Veress dirancang untuk membuat
pneumoperitoneum sebelum memasukkan trocar secara tertutup.
Selama pemasukan jarum veress ke dalam rongga peritoneum,
resistensi pada fasia menyebabkan ujung tumpul untuk tertarik ke
belakang memungkinkan penetrasi oleh jarum luar yang tajam.
Setelah ujung yang tajam menembus bebas ke dalam rongga
peritoneum, stylet tumpul perlahan keluar di luar ujung yang tajam
mencegah cedera pada struktur intraperitoneal. stylet dalam berongga
dengan lubang samping dekat ujungnya untuk memungkinkan
insuflasi dengan udara 2.
7
(Gambar 10. Kanula Hasson’s)
Trokar Optik : Trocar optik memungkinkan visualisasi jaringan saat
pisau memotong lapisan dinding perut 2.
d) Instrumen Operasi :
Trokar : alat laparoskopi dasar yang terdiri yang dari selubung
berongga luar atau kanula yang memiliki katup untuk mencegah gas
CO2 keluar, dan sisi untuk memasukkan gas perlahan-lahan. trokar
bagian dalam yang dapat dilepas, berada dalam lapisan luar dan
digunakan saat memasukkan trocar 2.
8
Retraktor : Retraktor berbentuk kipas yang dirancang khusus,
digunakan untuk retraksi jaringan terutama untuk organ padat seperti
hepar 2.
9
e) Instrumen Hemostasis
Sistem jahitan ligasi laparoskopi : Sebuah simpul geser setengah
terikat dengan loop tersedia dengan nilon pembawa batang untuk
ligasi struktur tubular setalah dilakukan pemotongan 2.
10
C. Metode Pembuatan Akses Laparoskopi dan Pneumoperitoneum
Ada berbagai metode akses laparoskopi dengan berbagai modifikasi.
Yang paling umum digunakan adalah: Akses jarum Veress, akses terbuka
menggunakan trocar Hasson, penyisipan trocar langsung dan akses trocar
optik. Semua tergantung pilihan ahli bedah dan harus mempertimbangkan
pasien yang berbeda dan situasi yang berbeda. Mendapatkan akses ke rongga
peritoneum sangat penting untuk keberhasilan operasi laparoskopi 2.
1. Teknik Jarum Veress
Biasanya sayatan kecil dibuat di atas atau di bawah umbilikus. Dinding
perut bagian depan diangkat menggunakan klem oleh ahli bedah dan
asisten di kedua sisi umbilikus untuk menciptakan tekanan perut yang
negatif. Jarum Veress kemudian dimasukkan ke dalam rongga peritoneum.
Pasien harus dalam posisi Trendelenburg dan harus mengarah ke panggul.
Setelah disisipkan dan tahan dalam posisi stabil, tiga metode dapat
digunakan untuk menguji posisi jarum dengan menggunakan jarum suntik:
injeksi saline, hisap udara dan drop test. Selanjutnya, insuflasi aliran CO2
yang rendah dimulai dengan hati-hati. Tekanan intra-abdomen (sekitar -1
dan 4 mmHg) sangat penting dan juga perkusi dari perut di atas hati,
hilangnya bunyi dull hepar, menunjukkan difusi gas ke dalam rongga
perut. Setelah tekanan intra-abdomen mencapai 13-15 mmHg, jarum
dikeluarkan dan trocar tajam pertama dapat dimasukkan. Setelah port
dimasukkan, pemasukkan teleskop sangat penting untuk memverifikasi
jalan masuk yang benar dan untuk mengeksplorasi rongga perut yang
cedera. Trokar yang tersisa ditempatkan berbeda di bawah visi langsung
sesuai dengan prosedur 2.
2. Teknik Terbuka (Teknik Hasson’s)
Untuk menghindari cedera yang tidak disengaja pada usus di bawahnya
yang disebabkan oleh teknik tertutup, Hasson mengusulkan akses
minilaparotomi tumpul. Insisi 2 cm baik vertikal atau lengkung dibuat
untuk kulit di atas atau di bawah umbilikus atau berbeda sesuai dengan
prosedur yang harus dilakukan. Keuntungan dari teknik ini yaitu aman
11
bagi pasien. Hal ini direkomendasikan oleh sebagian besar ahli bedah
umum terutama pada pasien dengan operasi perut sebelumnya 2.
3. Insersi Trokar Secara Langsung
Teknik ini harus dilakukan hanya oleh ahli bedah laparoskopi yang
berpengalaman dan terampil. Ini adalah bentuk insersi trokar langsung
secara buta. Salah satu alasan yang mendukung teknik ini adalah
menghindari penggunaan jarum Veress dan tusukan double blind pada
perut. Teknik ini melibatkan sayatan kulit yang memadai (untuk
menghindari resistensi kulit selama penyisipan lengan), kulit periumbilical
harus diangkat menggunakan klem handuk di kedua sisi dan trocar sekali
pakai digunakan (trocar harus tajam). Trocar harus dipegang seperti pena
yang menghindar dengan cara ini untuk menembus terlalu dalam. Setelah
trocar dimasukkan, laparoskopi eksploratif harus dilakukan untuk
memverifikasi cedera intra-abdominal atau retroperitoneal 2.
4. Insersi Trokar Optik
Ada beberapa trokars berongga yang tersedia di pasaran baik yang dapat
dibuang atau digunakan kembali. Trokar tersebut sangat berguna pada
pasien obesitas atau pada pasien yang menjalani operasi perut besar
sebelumnya. Sebuah teleskop 0 derajat dimasukkan ke dalam selubung dan
difiksasi dengan menggunakan gerakan berputar, memungkinkan untuk
masuk ke dalam rongga peritoneum di bawah penglihatan langsung, lapis
demi lapis 2.
5. Pneumoperitoneum
Masuknya trokar ke dalam rongga peritoneum perlu dikonfirmasi sebelum
insuflasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ini dapat dilakukan
dengan syringe dan menguji insuflasi 1 liter / menit. Tekanan awal pada
monitor harus kurang dari 6mmHg. Tes insuflasi harus menghasilkan
sedikit kenaikan tekanan. Setelah posisi dikonfirmasi, CO2 pada 4-6 l /
menit dapat di insuflasikan ke rongga peritoneum. Tekanan gas pada
insufflator harus sekitar 12-15 mmHg 2.
12
Pembuatan pneumoperitoneum adalah syarat dalam melakukan
laparoskopi dengan benar. Jarum veress dan insuflator dibutuhkan untuk
membuat pneumoperitoneum. Penting untuk dicatat, bahwa ini adalah
prosedur tertutup dengan komplikasi dapat tertusuknya usus atau
pembuluh darah. Tekanan positif dari pneumoperitoneum memberikan
ahli bedah beberapa keuntungan, seperti ruang untuk operasi, diseksi, dan
hemostasis 4.
13
2. Laparoskopi Appendektomi
14
3. Laparoskopi Kolesistektomi
15
4. Laparoksopi Repair Hernia Inguinalis
(Gambar 25. Posisi Pasien dan Operator dalam laparoskopi repair hernia
inguinalis)
16
untuk menangkal perubahan pernafasan yang dihasilkan dari
pneumoperitoneum dan posisi pasien. Pada keadaan langka, anestesi lokal
dan / atau regional dengan sedasi intravena dapat digunakan untuk
prosedur singkat tertentu 2.
4. Pengaturan Posisi Pasien
Pasien harus diikat dengan aman ke meja operasi dengan titik tulangnya
yang ditempakan di tempat yang empuk. Pasien dapat ditempatkan di
posisi Trendelenburg atau Trendelenburg terbalik atau litotomi tergantung
pada jenis operasi. Perhatian harus diberikan untuk melindungi wajah
(terutama mata) yang secara tidak sengaja terkena instrumen laparoskopi
atau lengan ahli bedah2.
17
dan penggunaan anti emetik 2.
H. Indikasi Laparoskopi
Laparoskopi sekarang dapat dilakukan di tiga area utama tubuh,
abdomen, toraks, dan ruang tertutup. Laparoskopi dapat digunakan untuk
mereseksi jaringan atau untuk merekonstruksi jaringan.
Di abdomen, dapat dikelompokkan teknik laparoskopi menurut sistem
utama, seperti yang ditunjukkan di bawah ini :
1. Traktus Gastrointestinal
Laparoskopi oesophagectomi
Laparoskopi appendektomi
Laparoskopi colektomi
Laparoskopi kolesistektomi
Laparoskopi splenektomi
3. Sistem Endokrin
Laparoskopi adrenalektomi
18
Endoskopi Bedah Leher
4. Dinding Abdomen
Laparoskopi nefrektomi
Torakoskopi pleurodesis
19
Nyeri abdomen kronik
Penentuan stadium pada keganasan
Iskemik usus
Perforasi atau obstruksi saluran cerna
Infeksi panggul
Kasus ginekologi (salfingitis, ruptur atau abses kista ovarium, torsio
ovarium, dan lain-lain).
I. Kontraindikasi Laparoskopi
Bedah laparoskopi, sebagai teknik operatif, memiliki beberapa kontraindikasi
yang dapat dibagi dalam kontraindikasi mutlak dan kontraindikasi relatif.
1. Kontraindikasi Mutlak
Koagulopati yang tidak terkontrol
pasien tidak layak untuk anestesi umum
peritonitis generalisata
penyakit kardiopulmonal berat
perdarahan intra-abdomen yang tidak terkontrol
infeksi dinding perut
pasien dengan hemodinamik tidak stabil
2. Kontraindikasi Relatif
Kehamilan
Beberapa operasi perut sebelumnya
Hipertensi portal
Penyakit hati yang parah 2.
J. Komplikasi Laparoskopi
Tingkat komplikasi berkisar antara 0,05 hingga 0,2% tetapi meskipun
tingkatnya rendah, itu masih mewakili 20-30% komplikasi operasi
laparoskopi. Yang paling umum adalah: insuflasi gas ekstraperitoneal, cedera
vaskular, dan cedera usus. Insuflasi gas preperitoneal adalah komplikasi yang
20
paling umum dan dapat dicegah dengan cara memasukkan jarum Veress tegak
lurus pada tulang belakang dan juga menghindari perpindahan Jarum selama
insuflasi gas. Jika selama pembuatan pneumoperitoneum, tekanan CO2 tidak
muncul (stabil di bawah 6 mmHg) dan suara hati tetap dull, kita harus
memastikan posisi jarum veress tepat di intraperitoneal atau segera gunakan
teknik Hasson. Cedera usus jarang terjadi, kejadiannya berkisar antara 0, 05%
hingga 0,4% dan terutama disebabkan adhesi usus. sangat disarankan
menggunakan teknik Hasson pada pasien dengan riwayat operasi di abdomen
sebelumnya 2. Insiden cedera vaskular berkisar antara 0,03 hingga 0,05%.
Cedera yang disebabkan oleh penyisipan trocar dengan teknik tertutup
biasanya merupakan bencana besar dan membutuhkan intervensi bedah
segera2.
Teknik operasi (surgical technique) dengan laparoskopi lebih
menguntungkan dalam hal mengurangi timbulnya perlekatan pascaoperasi
dibandingkan dengan laparotomi. Hal ini karena dengan laparoskopi, pertama
tidak menyebabkan kerusakan peritoneum yang luas. Menghindari irisan pada
jaringan yang mempunyai vaskularisasi yang banyak dan meminimalisasi
trauma jaringan adalah dua prinsip untuk menghindari timbulnya perlekatan.
Kedua, dengan laparoskopi terhindar dari kontaminasi udara luar atau partikel
asing sehingga reaksi inflamasi dan atau kontaminasi bakteri pada peritoneum
dapat dihindari. Oleh karena itu laparoskopi lebih menguntungkan dibanding-
kan laparotomi. Pemakaian obat-obatan farmakologik sebagai adjuvan juga
telah banyak dilakukan untuk usaha- usaha pencegahan perlekatan
pascaoperasi. Obat-obatan tersebut diantaranya golongan antiin amasi steroid
dan nonsteroid, antihistamin, progestagen, agonis GnRH, fibrinolitik dan
antikoagulan telah banyak dilakukan penelitian untuk pencegahan perlekatan
pada operasi laparotomi namun hingga sekarang belum jelas keuntungan
pemakaian obat-obatan tersebut 5.
21
22
BAB III
KESIMPULAN
1. Bedah laparoskopi, disebut juga bedah minimal invasif, atau keyhole surgery
merupakan teknik bedah modern dimana operasi abdomen melalui irisan kecil
(0,5-1 cm) dibandingkan dengan prosedur bedah tradisional yang memerlukan
irisan yang lebih besar.
2. Laparoskopi dapat dilakukan di tiga area utama tubuh, abdomen, toraks, dan
ruang tertutup.
3. Laparoskopi dapat digunakan untuk mereseksi jaringan atau untuk
merekonstruksi jaringan dan dapat pula digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis.
4. Laparoskopi operatif memerlukan tiga komponen dasar, yaitu keterampilan,
kelengkapan instrumen, fasilitas kamar operasi, dan tim operasi yang terlatih.
Keuntungannya adalah perdarah minimal, tingkat presisi operasi tinggi,
komplikasi rendah, lama perawatan singkat, dan luka operasi minimal.
23
DAFTAR PUSTAKA
24