Anda di halaman 1dari 6

Semakin mengkaji ilmu seharusnya membuat kita semakin menyadari bahwa ilmu

yang kita miliki begitu sedikit. Karena itu, sebaiknya hal ini membuat kita tidak
mencukupkan diri untuk terus mengkaji. Di antara yang penting kita ketahui adalah
tentang hadits sebagai salah satu sumber HUKUM ISLAM
***
Kenapa para Imam Mazhab seperti Imam Malik tidak memakai hadits Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim yang katanya merupakan 2 kitab hadits tersahih? Untuk
tahu jawabannya, kita harus paham sejarah. Paham biografi tokoh-tokoh tersebut.
Imam Malik lahir tahun 93 Hijriyah. Sementara Imam Bukhari lahir tahun 196 H
dan Imam Muslim lahir tahun 204 H. Artinya Imam Malik sudah ada 103 tahun
sebelum Imam Bukhari lahir. Paham?

Apakah hadits para Imam Mazhab lebih lemah dari Sahih Bukhari dan Sahih
Muslim?
Justru sebaliknya. Lebih kuat karena mereka lebih awal lahir daripada Imam
Hadits tsb.

Rasulullah SAW bersabda, ‫“ ْﻢُﻬَﻧْﻮُﻠَﻳ َﻦْﻳِ َﺬّﻟﺍ َّﻢُﺛ ْﻢُﻬَﻧْﻮُﻠَﻳ َﻦْﻳِ َﺬّﻟﺍ َّﻢُﺛ ْﻲِﻧْﺮَﻗ ِﺱﺎَّﻨﺍﻟ ُﺮْﻴَﺧ‬Sebaik-baik
manusia adalah pada kurunku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in),
kemudian yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in).”[HR. Al-Bukhari no. 2652 dan
Muslim no. 2533 ]

Siapakah pengikut ulama SALAF sebenarnya?

1) Imam Hanafi lahir:80 hijrah

2) Imam Maliki lahir: 93 hijrah

3) Imam Syafie lahir: 150 hijrah

4) Imam Hanbali lahir: 164 hijrah

Jadi kalau ada manusia akhir zaman yang berlagak jadi ahli hadits denga
menghakimi pendapat Imam Mazhab dengan Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, ya
keblinger.
Hasil “ijtihad” mereka pun berbeda-beda satu sama lain…

Biar kata misalnya menurut Sahih Bukhari misalnya sholat Nabi begini-begini dan
beda dengan sholat Imam Mazhab, namun para Imam Mazhab seperti Imam Malik
melihat langsung cara sholat puluhan ribu anak-anak sahabat Nabi di Madinah.
Anak-anak sahabat ini belajar langsung ke Sahabat Nabi yang jadi bapak mereka.
Jadi lebih kuat ketimbang 2-3 hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari 100 tahun
kemudian.
Imam Bukhari dan Imam Muslim pun meski termasuk pakar hadits paling top,
tetap bermazhab. Mereka mengikuti mazhab Imam Syafi’ie. Ini adalah Imam
Hadits yang mengikuti Mazhab Syafi’ie: Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam
Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari, Imam
Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam
Ibnu Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim.

Lho apa kita tidak boleh mengikuti hadits Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dsb?
Ya boleh sebagai pelengkap. Tapi jika ada hadits yang bertentangan dengan ajaran
Imam Mazhab, yang kita pakai adalah ajaran Imam Mazhab. Bukan hadits tsb.
Wong para Imam Hadits saja kan mengikuti Mazhab Syafi’ie? Tidak pakai hadits
mereka sendiri?

Menurut Ustad Ahmad Sarwat, Lc., MA, banyak orang awam yang tersesat karena
mendapatkan informasi yang sengaja disesatkan oleh kalangan tertentu yang penuh
dengan rasa dengki dan benci. Menurut kelompok ini Imam Mazhab yang 4 itu
kerjaannya cuma merusak agama dengan mengarang-ngarang agama dan
menambah-nambahi seenaknya. Itulah fitnah kaum akhir zaman terhadap ulama
salaf asli.

Padahal Imam Mazhab tersebut menguasai banyak hadits. Imam Malik merupakan
penyusun Kitab Hadits Al Muwaththo. Dengan jarak hanya 3 level perawi hadits
ke Nabi, jelas jauh lebih murni ketimbang Sahih Bukhari yang jaraknya ke Nabi
bisa 6-7 level.
Begitu pula Imam Ahmad yang menguasai 750.000 hadits lebih dikenal sebagai
Ahli Hadits ketimbang Imam Mazhab.

para imam mazhab yang empat, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad bin
Hanbal, sama sekali tidak pernah menggunakan hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim. Kenapa?

Pertama, karena mereka lahir jauh sebelum Bukhari (194-265 H) dan Muslim
(204-261 H) dilahirkan. Sementara Imam Malik wafat sebelum Imam Bukhari
lahir. Begitu pula saat Imam Syafi’ie wafat, Imam Bukhari baru berumur 8 tahun
sementara Imam Muslim baru lahir. Tidak mungkin kan para Imam Mazhab
tersebut berpegang pada Kitab Hadits yang belum ada pada zamannya?
Kedua, menurut Ustad Ahmad, karena keempat imam mazhab itu merupakan pakar
hadits paling top di zamannya. Tidak ada ahli hadits yang lebih baik dari mereka.

Ketiga, karena keempat imam mazhab itu hidup di zaman yang lebih dekat ke
Rasulullah SAW dibanding Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka hadits mereka
lebih kuat dan lebih terjamin keasliannya ketimbang di masa-masa berikutnya.
Dalam teknologi, makin ke depan makin maju. Komputer, laptop, HP, dsb makin
lama makin canggih. Tapi kalau hadits Nabi, justru makin dekat ke Nabi makin
murni.
Jika menjauh dari zamannya, justru makin tidak murNI
Keempat, justru Imam Bukhari dan Muslim malah bermazhab Syafi’ie. Karena
hadits yang mereka kuasai jumlahnya tidak memadai untuk menjadi Imam
Mazhab. Imam Ahmad berkata untuk jadi mujtahid, selain hafal Al Qur’an juga
harus menguasai minimal 500.000 hadits.
Nah hadits Sahih yang dibukukan Imam Bukhari cuma 7000-an. Sementara Imam
Muslim cuma 9000-an. Tidak cukup
.
Ada beberapa tokoh yang anti terhadap Mazhab Fiqih yang 4 itu kemudian
mengarang-ngarang sebuah nama mazhab khayalan yang tidak pernah ada dalam
sejarah, yaitu mazhab “Ahli Hadits”. Seolah-olah jika tidak bermazhab Ahli Hadits
berarti tidak pakai hadits. Meninggalkan hadits. Seolah-olah para Imam Mazhab
tidak menggunakan hadits dalam mazhabnya. Padahal mazhab ahli hadits itu
adalah mazhab para ulama peneliti hadits untuk mengetahui keshahihan hadits dan
bukan dalam menarik kesimpulan hukum (istimbath).

Kalaulah benar pernah ada mazhab ahli hadits yang berfungsi sebagai metodologi
istimbath hukum, lalu mana ushul fiqihnya? Mana kaidah-kaidah yang digunakan
dalam mengistimbath hukum? Apakah cuma sekedar menggunakan sistem gugur,
bila ada dua hadits, yang satu kalah shahih dengan yang lain, maka yang kalah
dibuang?
Lalu bagaimana kalau ada hadits sama-sama dishahihkan oleh Bukhari dan
Muslim, tetapi isinya bertentangan dan bertabrakan tidak bisa dipertemukan?
Imam Syafi’ie membahas masalah kalau ada beberapa hadits sama-sama shahihnya
tetapi matannya saling bertentangan, apa yang harus kita lakukan?
Beliau menulis kaidah itu dalam kitabnya : Ikhtilaful Hadits yang fenomenal.
Cuma baru tahu suatu hadits itu shahih, pekerjaan melakukan istimbath hukum
belum selesai.

Meneliti keshahihan hadits baru langkah pertama dari 23 langkah dalam proses
istimbath hukum, yang hanya bisa dilakukan oleh para mujtahid.
Entah orientalis mana yang datang menyesatkan, tiba-tiba muncul generasi yang
awam agama dan dicuci otaknya, dengan lancang menuduh keempat imam mazhab
itu sebagai bodoh dalam ilmu hadits.

Hadits shahih versi Bukhari dibanding-bandingkan secara zahir dengan pendapat


keempat mazhab, seolah-olah pendapat mazhab itu buatan manusia dan hadits
shahih versi Bukhari itu datang dari Allah yang sudah pasti benar. Padahal cuma
Al Qur’an yang dijamin kebenarannya. Hadits sahih secara sanad, belum tentu
sahih secara matan. Meski banyak hadits yang mutawattir secara sanad, sedikit
sekali hadits yang mutawattir secara matan. Artinya susunan kalimat atau katanya
sama persis.

Orang-orang awam dengan seenaknya menyelewengkan ungkapan para imam


mazhab itu dari maksud aslinya : “Bila suatu hadits itu shahih, maka itulah
mazhabku”. Kesannya, para imam mazhab itu tidak paham dengan hadits shahih,
lalu menggantungkan mazhabnya kepada orang-orang yang hidup dua tiga abad
sesudahnya.
Padahal para ulama mazhab itu menolak suatu pendapat, karena menurut mereka
hadits yang mendasarinya itu tidak shahih. Maka pendapat itu mereka tolak sambil
berkata,”Kalau hadits itu shahih, pasti saya pun akan menerima pendapat itu.
Tetapi berhubung hadits itu tidak shahih menurut saya, maka saya tidak menerima
pendapat itu”. Yang bicara bahwa hadits itu tidak shahih adalah profesor ahli
hadits, yaitu para imam mazhab sendiri. Maka wajar kalau mereka menolaknya.
Tetapi lihat pengelabuhan dan penyesatan dilakukan secara terstruktur, sistematis
dan masif. Digambarkan seolah-olah seorang Imam Asy-Syafi’i itu tokoh idiot
yang tidak mampu melakukan penelitian hadits sendiri, lalu kebingungan dan
menyerah menutup mukanya sambil bilang,”Saya punya mazhab tapi saya tidak
tahu haditsnya shahih apa tidak,
jadi kita tunggu saja nanti kalau-kalau ada orang yang ahli dalam bidang hadits.
Nah, mazhab saya terserah kepada ahli hadits itu nanti ya”.

Dalam hayalan mereka, para imam mazhab berubah jadi badut pandir yang tolol
dan bloon. Bisanya bikin mazhab tapi tidak tahu hadits shahih. Sekedar meneliti
hadits apakah shahih atau tidak, mereka tidak tahu. Dan lebih pintar orang di
zaman kita sekarang, cukup masuk perpustakaan dan tiba-tiba bisa mengalahkan
imam mazhab.

Cara penyesatan dan merusak Islam dari dalam degan modus seperti ini ternyata
nyaris berhasil. Coba perhatikan persepsi orang-orang awam di tengah kita. Rata-
rata mereka benci dengan keempat imam mazhab, karena dikesankan sebagai
orang bodoh dalam hadits dan kerjaanya cuma menambah-nambahi agama.
Parahnya,
setiap ada tradisi dan budaya yang sesat masuk ke dalam tubuh umat Islam, seperti
percaya dukun, tahayyul, khurafat, jimat, dan berbagai aqidah sesat, sering
diidentikkan dengan ajaran mazhab.
Seolah mazhab fiqih itu gudangnya kesesatan dan haram kita bertaqlid kepada
ulama mazhab.

Sebaliknya, orang yang harus diikuti adalah para ahli hadits, karena mereka itulah
yang menjamin keshahih HADITS Menurut Ustad Ahmad Sarwat Lc, MA,

Hadits di zaman Imam Bukhari yang hidup di abad 3 Hijriyah saja sudah cukup
panjang jalurnya. Bisa 6-7 level perawi hingga ke Nabi.
Sementara jalur hadits Imam Malik cuma 3 level perawi. Secara logika sederhana,
yang 3 level itu jelas lebih murni ketimbang yang 6 level.

Jika Imam Bukhari hidup zaman sekarang di abad 15 Hijriyah, haditsnya bisa
melewati 40-50 level perawi. Sudah tidak murni lagi. Beda 3 level saja bisa kurang
murni. Apalagi yang beda 50 level.
Jadi Imam Bukhari dan Imam Muslim bukan satu-satunya penentu hadits Sahih.
Sebelum mereka pun ada jutaan ahli hadits yang bisa jadi lebih baik seperti Imam
Malik dan Imam Ahmad karena jarak mereka kenabi lbh dkt

Anda mungkin juga menyukai