GEOGRAFI PARIWISATA
Disusun Oleh:
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2006
PRAKATA
ii
Sejalan dengan perkembangan kegiatan pariwisata, maka ilmu geografi
kepariwisataan juga terus mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu
penyusun sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar
dapat menyempurnakan buku ini, terima kasih.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ……………………………………………………………………… ii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Waktu senggang, rekreasi dan pariwisata mempunyai kaitan erat. Meski dengan
sebutan lain-lain, pada dasarnya rekreasi merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia
dan telah dilakukan oleh berbagai warga masyarakat di dunia, baik yang masih hidup
secara bersahaja, maupun dalam kehidupan masyarakat modern. Demikian pula
perjalanan wisata untuk mendapatkan pengalaman hidup dan mengetahui lebih banyak
tentang kehidupan, meski pariwisata baru berkembang nyata dalam abad 19 bertalian
dengan perkembangan ilmu dan kehidupan perkotaan yang disertai dengan hadirnya
industri. Rekreasi dan pariwisata/perjalanan wisata sama-sama dilakukan manusia
terutama dalam waktu senggangnya. Namun kebutuhan akan rekreasi dan pariwisata
terasa lebih besar pada masyarakat kota yang kehidupan sehari-harinya demikian sibuk
dan padat serta waktu senggangnya lebih terbatas.
Waktu senggang (leisure atau leisure time) dapat diartikan sebagai waktu yang
dapat dipakai seseorang diluar waktu untuk bekerja, tidur, makan, belajar dan kegiatan
kehidupan sehari-hari dalam ruamah tangga. Mayer dan Brightbill (dalam Wing Haryono,
1976: 23) membagi waktu yang dipakai manusia atas : (1) waktu untuk kegiatan yang
mutlak diperlukan untuk bisa hidup secara biologis atau waktu eksistensi (makan, tidur,
pemeliharaan badan dsb.); (2) waktu untuk mata pencaharian hidup sehari-hari atau
waktu ‘subsistence’ (bekerja, belajar untuk persiapan agar dapat bekerja, kegiatan
kemasyarakatan); (3) waktu senggang atau ‘leisure’ (untuk bermain, rekreasi, bersantai).
Rekreasi pada umumnya dapat diartikan sebagai beraneka macam kegiatan yang
dilakukan seseorang dalam waktu senggangnya. Aktivitas rekreasi akan memulihkan
kembali kekuatan/kebugaran dan semangat seseorang. Salah satu definisi (Butler dalam
Wing Haryono, 1976: 14-15) menyebutkan rekreasi sebagai setiap aktivitas yang secara
sadar dilakukan dalam waktu senggang, yang memberi pengaruh bagi kondisi fisik,
v
mental, atau daya kreatif, serta dilakukan karena keinginan sendiri, tidak karena paksaan
dari pihak lain.
Rekreasi merupakan aktivitas perorangan, karena baginya dapat menimbulkan
respon yang menyenangkan dan memberikan kepuasan. Dari beberapa definisi yang ada
dapat ditarik ciri-ciri rekreasi sebagai berikut:
1. Rekreasi adalah sesuatu yang dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun
emosional.
2. Aktivitas rekreasi tak mempunyai bentuk dan macam tertentu, asalkan saja
dilakukan dalam waktu senggang dan memenuhi tujuan dan maksud rekreasi.
3. Rekreasi dilakukan secara bebas dari segala bentuk dan macam paksaan.
4. Rekreasi merupakan kegiatan universal dan telah merupakan bagian kehidupan
manusia, tak hanya pada bangsa, golongan umur, jenis kelamin, tingkat peradaban
atau kelas sosial tertentu, meski ada warga masyarakat karena hal tertentu belum
mendapat kesempatan berekreasi.
5. Rekreasi dilakukan secara sungguh-sungguh dan mempunyai maksud tertentu
(mendapat kepuasan dan kesenangan).
6. Rekreasi adalah fleksibel, tak dibatasi tempat (rekreasi indoor ataupun outdoor),
dapat dilakukan perorangan atau berkelompok, dan tak dibatasi alat atau fasilitas
tertentu.
Pariwisata secara umum dapat diartikan sebagai perjalanan sementara
seseorang/kelompok orang ke suatu tempat tujuan di luar tempat kerja atau tempat tinggal
sehari-hari, kegiatan selama berada di tempat tujuan, serta fasilitas-fasilitas yang
diadakan untuk memenuhi kebutuhan perjalanan dan aktivitas termaksud (Mathieson dan
Wall dalam Boniface dan Cooper, hal. 2).
Perjalanan wisata atau pariwisata merupakan bagian dari perjalanan (travel)
dalam arti umum yang dapat meliputi perjalanan ke tempat kerja, untuk
berbelanja/berdagang, untuk menghadiri konferensi, serta perjalanan migrasi
(perpindahan) sementara ataupun tetap. Pariwisata juga merupakan bagian kegiatan
rekreasi, tetapi dengan melibatkan jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal hingga perlu
menginap, sedang tujuannya dapat lebih luas dengan mencakup menikmati dan
vi
Rekreasi di rumah Waktu senggang Perjalanan tak Pariwisata memperkaya
Baca-baca, berkebun, harian menginap
nonton TV, sosialisasi Nonton film,makan di Kunjungi Perpindahan sementara kehidupan lewat
luar, nonton/main olah pertunjukan/ ke tempat tujuan di luar
raga, hadiri pertemuan peristiwa penting
sosial atau menarik,
tempat tinggal, penambahan
kegiatannya, fasilitasnya
piknik
pengetahuan
tentang tempat lain yang mengandung warisan budaya/sejarah, pemandangan alam yang
indah/lain, mengenal adat kehidupan masyarakat/bangsa lain dsb.
Hubungan waktu senggang, rekreasi, dan pariwisata dapat terlihat pada bagan
yang tampak pada Gambar 1.
Kepariwisataan dalam arti luas (termasuk fasilitas transportasi, penginapan dan
fasilitas lain yang diperlukan) ataupun dalam arti lebih terbatas (perjalanan wisata orang-
orang) dapat menjadi obyek kajian berbagai disiplin ilmu. Ekonomi mengkajinya dari
segi potensi, pemasaran, manajemen, maupun sumbangannya bagi pendapatan
daerah/negara. Psikologi dan ilmu keolahragaan mengkajinya dari sisi motivasi serta
dampak positif/negatif bagi aspek mental dan fisik individu yang melakukannya. Sejarah
mencoba mengungkap aspek-aspek kesejarahan ataupun perkembangannya di waktu
lampau hingga kini serta menggali nilai-nilai kesejarahan dan kegunaannya bagi
pembangunan bangsa.
Pada dasarnya gejala pariwisata menyangkut tiga unsur pokok : manusia yang
melakukan perjalanan/kegiatan pariwisata, tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup
dalam kegiatan pariwisata), waktu (unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan
maupun keberadaan di tempat wisata).
vii
Gambar 1. Hubungan waktu senggang, rekreasi dan pariwisata
(Boniface dan Cooper, h. 2)
Geografi mempelajari aneka macam gejala di muka bumi dari sudut pandang
kelingkungan, kewilayahan atau keruangan. Karena itu lingkup kajian geografi pariwisata
atau kajian geografi tentang kepariwisataan menyangkut tinjauan dari salah satu sudut
pandang tersebut atau kombinasinya, sekalipun tinjauan keruangan merupakan kajian
pokok utamanya. Geografi yang menggunakan pendekatan analisis keruangan dapat
menjelaskan lokasi sebaran (distribusi) karena antara lokasi dan sebaran dapat memberi
informasi kondisi keruangan. Dalam geografi pariwisata geografiwan mengkaji aspek
keruangan pariwisata sebagai aktivitas manusia dengan fokus utama pada tiga komponen
utama: tempat/daerah asal wisatawan, tempat/daerah tujuan wisata, serta perhubungan
(links) antara keduanya. (Boniface dan Cooper, hal 3). Masing-masing komponen
menjadi sasaran kajian khusus secara mendalam dalam kaitan dengan kahian geografi
pariwisata.
Secara skema, sistem kepariwisataan yang menjadi kajian geografi dapat
digambarkan dalam bagan pada Gambar 2 berikut.
viii
Daerah asal wisatawan merupakan tempat asal dan kembalinya wisatawan.
Beberapa isu kunci yang memerlukan kajian antara lain: keadaan yang mendorong orang
melakukan perjalanan wisata, mencakup misalnya: keadaan lokasi geografi, keadaan
sosial ekonomi, karakteristik demografi, maupun adat kebiasaan mereka. Karena itu
dalam pengembangan manajemen wisata (di daerah tujuan wisata maupun pada rute
transit) orang perlu mempelajari seluk beluk keadaan yang bertalian dengan daerah asal
wisatawan.
Daerah tujuan wisata merupakan tempat atau daerah yang menarik wisatawan
untuk tinggal sementara dan menikmati segala sesuatu yang tak dapat diperoleh di tempat
asalnya ataupun di tempat-tempat lain. Daya tarik dapat berupa keadaan alam (keindahan,
keunikan), aspek kesejarahan, budaya, atau keunikan kehidupan masyarakat/komunitas
tertentu. Juga peristiwa penting dan unik (pemakaman di Tanah Toraja, pembakaran
mayat di Bali dll.) atau bahkan tarian dan makanan khas dapat pula menjadikan daya
tarik wisatawan. Bertalian dengan itu, industri yang dapat dikembangkan dapat meliputi:
akomodasi, fungsi pelayanan dan penjualan, penyediaan hiburan dan rekreasi.
Rute dan transit merupakan lokasi wilayah transportasi antara daerah asal
wisatawan dengan daerah tujuan wisata, termasuk kemungkinan tempat transit/
persinggahan, fasilitas angkutan, penginapan, serta fasilitas pelayanan.
Pada dasarnya arus wisatawan dipengaruhi oleh faktor pendorong (push factor)
yang ada di tempat asal, daya tarik (pull factors) di tempat tujuan, maupun kemudahan,
rintangan, serta daya tarik perjalanan antara kedua daerah (tempat asal dan daerah tujuan
wisata). Karena itu berbagai rumus atau model dikembangkan untuk mengkaji berbagai
hal yang bertalian dengan faktor-faktor tersebtu, temasuk a.l.: rumus interaksi/model
gravitasi, indeks fungsi wisatawan, frekuensi perjalanan, indikator sosial ekonomi dan
sebagainya.
Dari skema tentang daerah asal dan tujuan wisata serta rute dan transit dapat
diketahui bahwa pariwisata/perjalanan (dari satu tempat menuju ke tempat lain) dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor: jarak, kebutuhan, kemampuan, fasilitas, keamanan.
ix
Selanjutnya bila dikaitkan dengan teori mobilitas dari Everett Lee dapat digambarkan
pada gambar 3.
Rute dan transit pada dasarnya sama dengan penghalang/ruang antara,
bagaimanapun juga seseorang yang akan melakukan perjalanan/wisata
mempertimbangkan jarak (km dan lama perjalanan), serta keamanan dalam perjalanan.
Untuk itulah rute transit ini perlu diperhatikan dalam industri wisata.
- 0 - + 0 - - + 0 -
+ - 0 + - penghalang antara + 0 - +
+ - 0 - - + 0 +
- 0 + 0 - +
0- 0 + 0 - +
Gambar 3. Faktor daerah asal, daerah tujuan dan penghalang antara migrasi.
(Everett S. Lee, 1984, h. 5)
3. Apa perbedaan yang mendasar antara pengertian waktu senggang, rekreasi, dan
pariwisata.
x
BAB II
PERKEMBANGAN, MACAM PARIWISATA
DAN PENGELOLAAN
xi
atau kombinasinya; (3) jumlah wisatawan, apakah secara perorangan, dalam kelompok
kecil, ataukah dalam rombongan agak besar ; (4) biaya yang ditawarkan, apakah dengan
tarif lux, tarif menengah, atau dengan tarif jelata/ekonomi.
Dataran
Daratan / dirgantara Pegunungan
Gunung/vulkan
Gua
Alam Terbang layang
Laut Pantai
Perairan Lautan
Obyek &
Darat
daya tarik Darat Danau
wisata Telaga
Sungai
Mata air
Peninggalan sejarah
Budaya Kehidupan masyarakat/adat istiadat
Kesenian
Penggolongan ini sangat erat kaitannya dengan cara penanganan dan pemanduan
para wisatawan, penyediaan sarana angkutan, maupun fasilitas penginapan dan logistik
(penyediaan makanan), baik bagi mereka yang menginap di hotel berbintang, hotel
melati, ataupun yang menumpang pada rumah tinggal penduduk (homestay ?). Demikian
pula dalam hubungan dengan pelayanan hiburan dan rekreasi yang tentu berlainan pula
tuntutannya.
Berdasar lingkup geografisnya, pariwisata dapat dibedakan antara yang sifatnya
pariwisata domestik, pariwisata regional (yang mencakup tempat-tempat di beberapa
negara yang berdekatan dan membentuk kawasan pariwisata tersendiri seperti Eropa
Barat, Timur Tengah), serta pariwisata internasional, yang meliputi gerak wisatawan dari
satu negara ke negara lain di dunia. Dari sisi pandang terhadap orang yang melakukan
xii
perjalanan wisata dapat juga dibedakan antara wisatawan domestik (wisatawan
nusantara) dan wisatawan manca negara (yang datang dari negara lain).
Jenis penggolongan pariwisata lain yang cukup menarik ialah yang dikaitkan
dengan maksud kunjungan. Ini penting artinya bagi pengembangan pemasarannya. Dari
penggolongan ini yang paling banyak mendapat perhatian adalah jenis pariwisata masa
liburan (holiday tourism). Pada masa-masa liburan panjang (musim panas) kepadatan
angkutan perjalanan mencapai puncaknya. Bagi warga masyarakat negara maju
perjalanan wisata musim panas mungkin sudah dirancang/dipersiapkan sejak lama
sebelumnya (termasuk persiapan dana lewat menabung atau menyisihkan pendapatan
bulanan yang diperolehnya). Bagi Indonesia masa liburan sekolah juga merupakan waktu
kegiatan puncak bagi banyak usaha jasa angkutan, karena meski waktu perjalanan tak
terlalu panjang dan dari segi tarif juga masuk golongan murah, tetapi jumlah orang/siswa
yang melakukan perjalanan (darmawisata, study tour dsb.) sangat besar.
Bagi masyarakat ‘Barat’ (kulit putih) yang hidup di lingkungan dengan 4 musim,
daerah wisata yang menyajikan ‘sun, sea, and sand’ dapat merupakan daerah industri
wisata pantai yang sangat potensial. Misal pantai Riviera di selatan Perancis, pantai
Pataya di Thailand, pantai Kuta di Bali, pantai Gold Coast di selatan Brisbane
(Queensland, Australia). Pentingnya tempat-tempat tersebut terlihat dengan
berkembangnya jasa pelayanan bank dan bentuk pelayanan umum lain-lain. Mengingat
keadaan cuaca dan perairan lautnya, pantai Gold Coast sampai mendapat julukan sebagai
‘surfing paradise’ (tempat berselancar paling mengagumkan).
Pariwisata liburan tentunya tidak hanya terkait dengan ‘sun, sea, and sand’ yang
terkait dengan keadaan cuaca dan aneka kegiatan di pantai, tetapi meliputi juga
perjalanan ‘sight seeing’ untuk menikmati keindahan pemandangan alam maupun tempat-
tempat dengan budaya atau gaya kehidupan khas yang juga menjadikan daya tarik bagi
perjalanan wisata.
Golongan wisata lain berdasarkan maksud perjalanan ada yang mendapatkan
sebutan ‘common interest tourism’ atau wisata dengan dorongan minat bersama. Ini dapat
meliputi perjalanan kunjungan kerabat/kenalan lama (misal orang Belanda ke Jawa untuk
bernostalgia di tempat-tempat yang pernah didiami dan bertemu dengan kenalan lama,
xiii
yang perjalanannya diberi nama ‘Midden Java Reunie’), perjalanan ziarah ke Tanah Suci
(Timur Tengah, Roma, Perancis Selatan), perjalanan bersama untuk pemulihan kesehatan
(ke tempat berhawa sejuk atau panas), atau juga perjalanan yang terkait dengan
pendidikan dan keilmuan (konferensi keilmuan) yang lazimnya dilengkapai juga dengan
kegiatan wisata (baik pada pertengahan waktu konferensi atau pada akhir konferensi, baik
yang hanya memakan waktu ½ - 1 hari maupun yang makan waktu beberapa hari).
Wisata bisnis juga mendapat perhatian dari kalangan penyelenggara
perjalanan/industri wisata. Karena sungguhpun frekuensi dan pesertanya tidak terlalu
banyak, tetapi wisatawan terdiri terutama atas orang-orang yang menduduki jabatan
eksekutif pada perusahaan dengan potensi pengeluaran uang yang cukup tinggi.
Pariwisata olah raga atau petualangan masih termasuk golongan berdasar maksud
perjalanan. Perjalanan wisata golongan ini dapat sangat bervariasi dari pendakian
gunung, penjelajahan gua-gua alami, olah raga arus jeram, menyelam di laut, berburu,
hingga olah raga kedirgantaraan. Meski tidak mutlak hanya orang muda yang menjalani
kelompok perjalanan ini, pariwisata olah raga dan petualangan menjadi kegemaran utama
kaum muda atau para remaja.
Di samping pengelompokan seperti di atas, orang juga mengadakan
penglompokan perjalanan wisata berdasarkan golongan umur (remaja dan dewasa) serta
jenis kelamin (laki-laki/perempuan). Ada daerah atau obyek wisata yang lebih menarik
bagi golongan remaja, sementara yang lain lebih menarik bagi orang-orang dewasa.
Contohnya ? Sebaliknya banyak daerah wisata (termasuk jenis hiburan dan rekreasinya)
yang mungkin lebih menarik (atau sengaja dikembangkan) bagi golongan jenis kelamin
tertentu. Namun ada banyak daerah wisata lain yang menarik dan dikembangkan bagi
semua golongan umur dan jenis kelamin wisatawan.
Berdasar keadaan karakteristik daerah wisata, secara umum dapat dibedakan
antara golongan pariwisata alam dan pariwisata budaya. Walaupun dalam kenyataannya
suatu daerah wisata menyajikan kondisi-kondisi khas yang menyangkut keadaan alam
maupun kehidupan/budaya penduduknya. Dalam jenis wisata alam tertentu ada kalanya
tercakup juga keadaan dunia hewan dan tumbuhan maupun juga suku bangsa/penduduk
yang kehidupannya masih demikian menyatu dengan keadaan alamnya. Misal: perjalanan
xiv
menyelusuri sungai-sungai di pedalaman pulau Kalimantan, perjalanan ke daerah
pedalaman Irian Jaya (termasuk antara lain melihat/mengetahui kehidupan masyarakat
suku Asmat dengan seni ukirnya yang khas).
Daerah cagar alam, suaka margasatwa, ataupun taman nasional merupakan
daerah-daerah wisata alam yang dikembangkan di berbagai wilayah negara di dunia.
Kawasan-kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi (pelestarian) keadaan
lingkungan alam dan memiliki keunikan maupun nilai pengetahuan/keilmuan, baik yang
berkaitan dengan keadaan struktur geologi/geomorfologi (baik di daratan atau perairan
laut), flora dan fauna yang harus dilindungi, serta keadaan khas yang tidak ada duanya di
dunia.
Wanawisata merupakan salah satu jenis wisata alam yang memusatkan perhatian
wisatawan pada keadaan lingkungan hutan, baik yang berupa hutan lindung, hutan wisata
yang dikembangkan secara khusus (termasuk dilengkapi dengan fasilitas berkemah atau
penginapan), ataupun hutan-hutan khas dengan keadaan ekologi yang bercorak khusus.
Wanawisata dapat pula berkaitan dengan bentuk wisata olah raga seperti perburuan,
pendakian, dsb. Di samping itu di daerah wanawisata mungkin juga terdapat situs
peninggalan kesejarahan yang dapat menjadi tambahan daya tarik bagi wisatawan.
Contohnya ?
Berdasarkan jenis kawasannya, wisata alam Indonesia dibedakan antara yang
berada di daerah konservasi dan yang ada di luar kawasan konservasi. Wujud wisata alam
yang terdapat dalam kawasan konservasi merupakan kawasan hutan atau kawasan
pelestarian alam yang pengelolaan dan pengawasannya ada dalam wewenang Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam dan meliputi: taman nasional, taman
buru, taman laut, taman hutan raya.
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang terdiri atas zona-zona inti
dan zona-zona lainnya yang dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, rekreasi, dan
pendidikan. Zona inti adalah zona yang dikhususkan bagi perlindungan dan pengawetan
alam serta penelitian untuk pengelolaan Taman Nasional itu sendiri maupun untuk
kegiatan rekreasi yang optimal. Taman Wisata merupakan hutan wisata yang memiliki
keindahan baik tumbuhan maupun satwanya. Kawasan hutan ini mempunyai corak khas
xv
untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Taman Buru adalah hutan
wisata yang di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan untuk
diselenggarakannya perburuan yang diatur bagi kepentingan rekreasi.
3. Apa yang dimaksud dengan sebutan ‘Common interest tourism, dan sebutkan
contoh-contohnya.
xvi
BAB III
ARUS WISATAWAN DAN
KEBUTUHAN PERJALANAN WISATA
xvii
Rumus:
A PA x PB
500 TAB = K
DAB
60 km 50 km
TAB= perjalanan A - B
K = faktor skala atau nilai konstante (misal ½) agar lebih
kurang sesuai dengan keadaan sebenarnya
Model gravitasi ini berpangkal pada hukum gravitasi Newton meski tidak secara
sepenuhnya (daya tarik sebanding dengan besarnya massa dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jarak). Dari model sederhana tersebut dapat diketahui bahwa arus
perjalanan A – B bernilai 1,66; TBC= 2,00, dan TAC= 1,00. Nilai-nilai itu hanya
menggambarkan kecenderungan perbandingan, tidak menggambarkan angka mutlak
volume perjalanan yang sebenarnya, melainkan hanya perbandingan bahwa B – C
volume perjalanannya terbesar, karena jaraknya terpendek. Sedang A – B lebih besar dari
A – C karena menyangkut massa (jumlah penduduk yang lebih besar).
Mengingat pertumbuhan arus wisatawan demikian besar, sejumlah negara dan
organisasi internasional kepariwisataan telah mulai melakukan pengukuran arus
wisatawan secara statistik. Ada tiga alasan utama mengapa perlu mendasarkan pada cara
statistik, yaitu: (1) statistik diperlukan untuk mengevaluasi besarnya arus wisatawan dan
memonitor setiap perubahan yang terjadi, (2) statistik menjadi fakta dasar bagi perencana
dan pengusaha pariwisata agar dapat mengusahakan secara lebih efektif dan membuat
perencanaan secara lebih akurat, dan (3) statistik berguna bagi pemerintah maupun sektor
swasta sebagai dasar pengembangan pemasaran (Burhat dan Medlik dalam Boniface dan
Cooper, hal 5).
Pengukuran arus wisatawan dengan statistik dibedakan atas 3 kategori:
1. Statistik jumlah wisatawan (keberangkatan dan kedatangan) yang dipantau lewat
data yang didapat dari daerah yang bersangkutan (dapat lewat catatan dinas
imigrasi, ataupun catatan hotel/tempat menginap).
xviii
2. Statistik tentang karakteristik wisatawan (umur, jenis kelamin, keadaan sosial
ekonomi) serta perilakunya (struktur perjalanan, perilaku/sikap di tempat tujuan
wisata dll.).
3. Statistik pengeluaran/pembelanjaan uang para wisatawan.
Meski ada beberapa cara mengukur atau survei tentang arus wisatawan, statistik
yang akurat tak mudah diperoleh, sebab: (1) kesukaran pembedaan antara wisatawan dan
yang bukan wisatawan, (2) cara survei berubah dari waktu ke waktu, dan (3)
berkembangnya kebebasan perjalanan antara negara tertentu (bebas visa, bebas
pengecekan di perbatasan dll.).
Besarnya arus wisatawan dapat mengancam turunnya daya tarik daerah tujuan
wisata jika kapasitas penampungan dan pelayanan kurang memadai. Keadaan pada rute
transit perlu juga mendapat pertimbangan agar tidak mempersulit dan mengurangi minat
wisatawan.
Salah satu cara mengukur daya tampung ialah dengan menggunakan Defert’s
Tourist Function Index (Indeks fungsi wisata menurut Defert) yang rumusnya:
N x 100
Tf = dengan keterangan :
P
xix
tak diinginkan serta tak menjadikan kualitas penerimaan yang dialami pengunjung
menurun. Meski tekanannya pada daerah tujuan wisata, kapasitas penampungan
terkait/menyangkut juga daerah asal wisatawan maupun kondisi pada rute transit. Dari
tempat asal wisatawan persoalan terkait dengan waktu liburan yang terpusat pada suatu
waktu tertentu sehingga orang berangkat melakukan perjalanan wisata pada waktu
bersamaan. Sementara pada rute transit kemacetan lalulintas dapat menyebabkan orang
datang menumpuk di tempat tujuan wisata secara bersamaan sehingga melebihi daya
tampung. Keadaan yang demikian dapat menurunkan nilai tempat tujuan wisata.
SAPTA PESONA yang pada dasarnya terkait dengan upaya pemberian pelayanan
dan pemberian kesan positif bagi wisatawan (khususnya bagi wisatawan mancanegara).
Waktu senggang, rekreasi, dan pariwisata merupakan kebutuhan individu dan
masyarakat. Pada tahun 1948 PBB telah mengesahkan (mengakui) Hak-hak Asasi
Manusia dengan menyatakan antara lain: ‘everyone has the right to rest and leisure
including . . . periodic holiday with pay’. Sedang pada tahun 1980 secara khusus World
Tourism Organisation menyatakan bahwa tujuan akhir (ultimate aim) pariwisata ialah:
‘the improvement of the quality of life and the creation of better living conditions for all
peoples’. Namun dalam kenyataannya yang ambil bagian dalam perjalanan wisata
berbeda dari satu negara dengan yang lain. Pariwisata masih lebih banyak dinikmati oleh
penduduk negara industri yang tingkat kemakmurannya tinggi (dengan tingkat
pendapatan serta masa liburan dengan bayaran yang lebih memadai), meski tuntutan
kebutuhan pariwisata merupakan hak bagi semua bangsa.
Tuntutan kebutuhan pariwisata dapat diartikan sebagai: jumlah keseluruhan orang
yang melakukan perjalanan (wisata), atau berkeinginan mengadakan perjalanan, dengan
menggunakan fasilitas dan pelayanan wisata di tempat-tempat di luar tempat tinggal atau
tempat mereka bekerja.
Tuntutan kebutuhan perjalanan wisata dapat dibedakan atas:
1. Kebutuhan efektif/aktual, yaitu yang menyangkut jumlah orang yang benar-
benar melakukan perjalanan wisata;
2. Kebutuhan yang tertekan (surpressed demand) yang menyangkut orang-orang
yang tidak/belum benar-benar melakukan perjalanan, yang dapat dibedakan :
xx
a. Kebutuhan potensial, yaitu menyangkut orang-orang yang ingin melakukan
perjalanan pada waktu yang akan datang, tetapi masih perlu menunggu
kenaikan pendapatannya atau peraturan baru tentang cuti/liburan yang lebih
memungkinkan;
b. Kebutuhan yang tertunda/tertangguhkan, karena ketiadaan sarana
pelayanan angkutan.
Kebutuhan potensial dan kebutuhan yang tertangguhkan akan dapat berubah
menjadi kebutuhan efektif jika perubahan/perbaikan kondisi telah terjadi dan orang yang
berkeinginan/belum dapat melakukan perjalanan lalu benar-benar dapat mengadakan
perjalanan wisata.
Cara mengukur kebutuhan efektif antara lain dengan menghitung kecenderungan
perjalanan (travel propensity) yang menggambarkan persentase penduduk yang benar-
benar melakukan perjalanan. Dari cara ini akan dapat diketahui kecenderungan
perjalanan netto (net travel propensity), kecenderungan perjalanan seluruhnya (gross
total propensity), dan juga frekuensi perjalanan.
Contoh perhitungan:
Suatu negara mempunyai penduduk sebanyak 10 juta orang.
3,0 juta orang melakukan minimal sekali perjalanan dan menginap minimal 1 malam = 3 X 1 = 3 juta perjalanan.
1,5 juta orang melakukan 2 kali perjalanan dengan menginap 1 malam atau lebih = 1,5 X 2 = 3 juta perjalanan
0,4 juta orang melakukan 3 kali perjalanan dengan menginap 1 malam atau lebih = 0,4 X 3 = 1,2 juta perjalanan
0,2 juta orang melakukan perjalanan 4 kali dengan menginap 1 malam atau lebih = 0,2 X 4 = 0,8 juta perjalanan
Sejumlah 5,1 juta orang melakukan sedikitnya satu kali perjalanan = 8 juta perjalanan
xxi
Travel frequency :
pada skala dunia. Pertama jumlah perjalanan dari suatu negara dibagi (dibandingkan) dengan jumlah
perjalanan di dunia. Ini menunjukkan indeks suatu negara dalam kemampuannya menghasilkan wisatawan.
Kedua, penduduk negara yang bersangkutan dibagi dengan penduduk dunia. Ini akan menggambarkan
peringkat relatif penduduk negara itu terhadap penduduk dunia. Pembagian hasil hitungan pertama dengan
hasil hitungan kedua akan menghasilkan indeks penghasil wisatawan suatu negara atau Country Potential
1. Analisis arus wisatawan dari DAW menuju ke DTW dapat dijelaskan dengan
model gravitasi. Apa yang dimaksud dengan model gravitasi dan bagaimana penerapan
model ini dalam kepariwisataan.
2. Pengukuran arus wisatawan secara statutistik dibedakan menjadi 3 kategori,
sebutkan dan berikan penjelasannya.
3. Apa yang dimaksud dengan kapasitas penampungan (carrying capacity) daerah
tujuan wisata, berikan contoh penerapannya.
4. Tuntutan kebutuhan perjalanan wisata dapat menjadi dua, sebutkan dan berikan
penjelasan.
5. Bagaimanakan cara menghitung/mengukur kebutuhan efektif suatu perjalanan
wisata.
xxii
BAB IV
PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN
xxiii
pada bagan Sintesis perubahan/perkembangan tempat wisata (A sinthesis of the dynamic
of tourist space).
Pada keadaan awal suatu tempat/daerah (yang kelak berkembang sebagai tempat
wisata/tempat pesiar) kemungkinan hanya sebagai tempat yang terlewati (A) atau terlihat
dari jauh saja (B). Maka dari segi transportasi tempat itu masih hanya menjadi tempat
persinggahan atau bahkan dalam keadaan terisolasi (hanya terlihat, tetapi tak terjangkau).
Dari segi perilaku wisatawan tempat itu masih kurang menarik perhatian atau kurang
diketahui. Dari sikap penduduk dan pejabat daerah yang bersangkutan mungkin hanya
timbul khayalan (angan-angan) untuk menerima wisatawan (A), atau mungkin juga sikap
menolak kedatangan orang luar (B).
Pada tingkat pengembangan rintisan perubahan telah terjadi; yaitu
dikembangkannya suatu tempat pesiar (di pantai barat), tak menjadi soal siapa yang
mengembangkannya. Dari segi transportasi berarti tempat itu menjadi terbuka atau dapat
dijangkau, namun perilaku wisatawan masih terbatas pada pengembangan persepsi
(gambaran) secara garis besar atau secara global. Sedang pihak penduduk dan pejabat
setempat masih baru pada tahapan melihat atau mengamati bagaimana nanti
pengembangannya.
Kemudian lebih lanjut tempat pesiar berkembang tidak hanya di satu tempat saja,
tetapi juga di beberapa tempat lain di sekitarnya. Maka berkembang lebih lanjut angkutan
antara tempat-tempat pesiar tersebut. Dari pihak wisatawan terjadi kemajuan mengenai
gambaran (persepsi) tentang tempat-tempat pesiar dan juga acara perjalanannya.
Penduduk dan pejabat daerah yang bersangkutan mengambil langkah membangun
infrastruktur untuk pelayanan di tempat-tempat pesiar.
Selanjutnya terjadi pengorganisasian keruangan mengenai tempat-tempat pesiar
itu, yaitu dengan timbulnya pengelompokan tempat pesiar dan mulai ada tingkat
penggabungan yang berbeda. Dari segi transportasi berkembang jalur angkutan
perjalanan wisata. Sementara itu perilaku wisatawan yang makin banyak ditandai dengan
timbulnya persaingan dan pemisahan diri. Penduduk dan pejabat (penentu kebijakan)
daerah mengembangkan daerah wisata yang terpisah disertai dengan tindakan
xxiv
pengembangan yang mungkin bersifat berlebihan (demonstration effect) yang sebenarnya
tidak/belum diperlukan.
xxv
sata terentu
Pengambangan
Hierarki spesialisasi konektivitas Bentuk substitusi Total terencana, keles-
jenuh maximum jenuh dan kritis tourism tarian lingkungan
Kondisi Awal:
1.Iklim
2.Elevasi daerah layak
3.Bentang Alam dikembangkan
4.Hidrologi
5.Kemiringan
6.Tanah
7.Tumbuhan
8.Hewan
9.Manusia
10.dll
2. Model Pengembangan
xxvi
Pengembangan kepariwisataan di tingkat lokal, maupun regional harus sejalan
dengan kebijaksanaan nasional agar dapat menunjang pemilihan tempat/lokasi baru,
obyek yang dikembangkan dan yang lebih penting lagi adalah memberi manfaat bagi
manusia sekitar obyek wisata. (Lihat juga Model SWOT).
Analisis Dampak
Identifikasi Daerah
Potensi yang dikembangkan
xxvii
3. When: Pariwisata pada waktu senggang. Perjalanan bisa terjadi bila pekerjaan
utama telah beres. Keingin-tahuan dari pertanyaan kedua adalah : Pukul : - - -, Hari,
libur, raya : - - -, Periode : - - -, Musim : - - - . Untuk contoh no.3 harus bisa
membaca situasi dan kondisi yang tepat.
4. Who: Pariwisata Nusantara (Wisnu), manca negara (Wisman). Keduanya perlu
dibedakan sehubungan dengan waktu yang berbeda serta fasilitas yang berbeda agar
perjalanan tidak hanya sekali karena adanya kepuasan. Sebenarnya perjalanan tidak
sekedar ingin tahu tetapi mungkin ada tujuan lain, misalnya: bahan tulisan. Bila
daerah tujuan wisata sifatnya internasional (Bali), perlu diketahui bagaimana
‘menjaga’ tempat tujuan wisata.
5. Where: Pariwisata alam terbuka/tertutup. Apa yang pantas disajikan dalam ruang
dan apa yang perlu dan laku disajikan di perjalanan.
6. How: Pariwisata individual, rombongan. Dalam memberikan fasilitas kelompok
besar, misalnya area parkir bus, dapur keluarga dan lain-lain perlu menjadi
pertimbangan.
GBHN
UU
MARKET TYPE OF
PROFILE National DEVELOPMENT
Tourism Policy
STRATEGY
NATIONAL LEVEL
Institutional Organization INVENTORY
Development (Type & Scale)
Man Power Development
TREND/ Marketing and Promotion
DEMAND Financing (Public vs Private) POTENTIAL PROBLEMS
PROVINCIAL LEVEL
Integrated Sectoral Plan Type of Product
Land Use Plan Type of Development PRODUCT/
Community Needs Infrastructure SUPPLY PROFILE
xxviii
DEVELOPMENT PROGRAM
“SWOT” ANALYSIS
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)
xxix
BAB V
STRUKTUR DAN PROSES
PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN
xxx
Tempat menginap dapat dibedakan antara yang dibangun untuk keperluan umum
(hotel, motel, tempat pondokan, tempat berkemah waktu liburan) dan yang diadakan
khusus peorangan untuk menampung menginap keluarga, kenalan atau anggota
perkumpulan tertentu/terbatas. Dalam perkembangannya macam-macam akomodasi juga
berubah menjadi lebih fleksibel, baik dalam hal bentuk maupun pengelolaannya. Dari
hotel atau wisma tamu yang konvensional kemudian berkembang dengan adanya bentuk
motel yang memungkinkan orang singgap menginap dengan mobilnya dalam cara yang
lebih leluasa (termasuk penyiapan makanan/minuman sendiri di motel). Untuk waktu
menginap yang lebih panjang orang menyediakan apartment yang dapat disewa.
Pemilikan dan pengelolaan tempat menginap juga menjadi lebih fleksibel (mudah
berpindah tangan).
4. Pengadaan fasilitas pelayanan
Penyediaan fasilitas dan pelayanan makin berkembang dan bervariasi sejalan
dengan perkembangan arus wisatawan. Defert (1966, dalam Pearce, 1983: 8 – 11)
membuat model perkembangan hierarki fasilitas pelayanan dari tempat wisata tradisional
hingga kebutuhan yang makin kompleks sejalan dengan makin banyaknya wisatawan dan
keanekaan golongan wisatawan yang datang. Perkembangan pertokoan dan jasa
pelayanan pada tempat wisata dimulai dengan adanya pelayanan jasa kebutuhan sehari-
hari (penjual makanan, warung minum/jajanan); kemudian jasa-jasa perdagangan
(pramuniaga/pembantu penjualan, tukang-tukang atau jasa pelayanan lain); selanjutnya
jasa untuk kenyamanan dan kesenangan (toko pakaian, toko perabot rumah tangga; lalu
jasa yang menyangkut keamanan dan keselamatan (dokter, apotek, polisi, pemadam
kebakaran); dan pada akhirnya perkembangan lebih lanjut menyangkut juga jasa
penjualan barang mewah.
5. Prasarana (infra struktur)
Infrastruktur yang memadai diperlukan untuk mendukung jasa pelayanan dan
fasilitas pendukung. Pembangunan infrastruktur secara tidak langsung juga memberi
manfaat (dapat digunakan) bagi penduduk setempat disamping mendukung
pengembangan pariwisata. Hal ini menyangkut tidak saja pembangunan infrastruktur
xxxi
transportasi (jalan, pelabuhan, jalan kereta api) tetapi juga penyediaan saluran air minum,
penerangan listrik, dan juga saluran pembuangan limbah.
B. Agen-Agen Pengembangan
Berbagai unsur atau sektor dalam pengembangan keparwisataan harus dikelola
atau didukung oleh seseorang atau organisasi. Pendukung atau pengelola kepariwisataan
dapat pengusaha perorangan, pemerintah daerah, pemerintah nasional/negara, organisasi
kepariwisataan nasional maupun internasional. Keterlibatan perorangan atau
badan/organisasi bergantung pada keterkaitannya dengan motif, tanggung-jawab, dan
kemampuannya. Untuk bentuk kepariwisataan yang demikian berkembang mungkin tak
cukup hanya diurusi/didukung oleh pemerintahan nasional, melainkan perlu kerjasama
regional dengan negara yang berdekatan atau bahkan perlu dukungan organisasi
pariwisata dunia (dan juga Bank Dunia).
Motif dan tanggung-jawab dapat dibedakan antara yang umumnya menjadi
perhatian/urusan pemerintahan serta yang menjadi perhatian/urusan swasta. Yang menjadi
perhatian dan mengundang partisipasi pemerintah antara lain:
Bidang ekonomi: (a) perbaikan sistem pengupahan berimbang; (b) pembangunan
regional; (c) difersifikasi perekonomian; (d) peningkatan tingkat pendapatan; (e)
memperluas lapangan kerja. Dalam hal ini biasanya pemerintah juga memberi
kesempatan partisipasi pihak swasta.
C. Kemampuan pengembangan
Makin besar proyek pengembangan makin besar pula sumber-sumber yang
diperlukan (teknis dan finansial), maka dituntut kemampuan pengembangan yang makin
besar pula. Pengembang tingkat nasional atau internasional lazim memiliki kemampuan
yang lebih besar (dapat menjangkau sumber yang lebih luas) dibanding pengembang
tingkat regional atau lokal. Penggabungan usaha sering dapat meningkatkan kemampuan,
baik antar individu ataupun antar perusahaan swasta dan pemerintah.
Pengembangan kepariwisataan akan terjadi jika motivasi didukung oleh
kemampuan penyediaan berbagai fasilitas dan pelayanan. Kerjasama/koordinasi antara
xxxii
berbagai pihak diperlukan untuk mendukung pengembangan pariwisata. Pengembangan
oleh pemerintah lazimnya menyangkut pengembangan sarana jalan dan sistem angkutan,
serta juga usaha konservasi dan pemanfaatan lingkungan alam dan kesejarahan. Sedang
pihak swasta biasanya lebih terpusat perhatiannya pada pengembangan perhotelan dan
fasilitas penunjang.
Daerah wisata dengan daya tarik khusus mungkin dapat dikembangkan hingga
menarik pengunjung yang jumlahnya sangat besar (dibanding dengan jumlah penduduk
setempat). Mauritius (di Samudera Hindia) yang penduduknya 1 ½ juta jiwa mampu
menarik pengunjung (wisatawan) sebanyak hampir setengah juta orang wisatawan tiap
tahun. Pulau Mentawai yang memiliki daya tarik berupa ombak laut (sangat ideal untuk
berselancar), peninggalan sejarah (megalit), dan budaya asli, sekarang ini baru mampu
menarik kedatangan 10,000 wisatawan. Dengan pengembangan transportasi dan
partisipasi investor dari luar negeri (Australia dan Belanda) maupun dari pemerintah,
dalam waktu tak terlalu lama diharapkan mampu menyedot wisatawan sebanyak 100,000
orang atau lebih tiap tahun.
xxxiii
BAB VI
EVALUASI SUMBER DAN
ANALISIS DAMPAK PENGEMBANGAN
Seperti kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial yang lain, pariwisata juga
berlangsung dan berkembang secara tidak merata di semua tempat. Berbagai faktor
berpengaruh atas berkembangnya pariwisata di suatu wilayah. Namun faktor-faktor yang
berkaitan dengan keadaan lokasi menjadi perhatian utama dalam kajian geografi.
A. Faktor-Faktor Lokasional
Beberapa hal yang berpengaruh atas pengembangan lokasi pariwisata atau
potensinya pada garis besarnya meliputi: (1) iklim, (2) kondisi fisik, (3) atraksi, (4)
perhubungan atau pengangkutan (akses), (5) sewa dan tata guna lahan, (6) kendala dan
insentif, (7) faktor-faktor lain (tenaga kerja, stabilitas politik dsb).
1. Iklim
Keadaan atau kekhasan iklim berpengaruh dalam berbagai segi:
a. Sebagai penentu daya tarik wisatawan, mengingat di tempat asal
wisatawan keadannya sangat langka dan menjadi dambaan banyak orang. Misal:
pantai Laut Tengah yang beriklim hangat pada musim dingin; demikian juga
keadaan di beberapa tempat di kepulauan Karibea/ pantai laut daerah tropik.
b. Iklim dapat berpengaruh atas sifat musiman kegiatan pariwisata, misal:
musim panas untuk kegiatan pariwisata pantai atau perburuan sinar matahari dan
cuaca cerah; musim winter untuk olah raga/pesiar di daerah bersalju (di Snowy
Mountain, Australia, kegiatan wisata berlangsung terutama pada musim dingin
xxxiv
yang bersalju). Keadaan iklim juga dapat berpengaruh atas bentuk bangunan dan
biaya konstruksinya, serta juga biaya operasionalnya. Keadaan suhu rata-rata
yang sangat dingin memerlukan bangunan yang menjamin kenyamanan suhu
dalam ruang serta perlu diperhitungkan pemakaian tenaga listrik/energi (untuk
pemanasan ruangan).
2. Kondisi Fisik
Kondisi fisik perlu dipertimbangkan dalam beberapa aspek pengembangan
kepariwisataan.
a. Tempat dan ruang yang cukup serta memadai untuk pembangunan
gedung-gedung dan juga infrastruktur. Ini terkait juga dengan keadaan kondisi
lahan (tanah), geologi, topografi, kestabilan lereng dsb. Kondisi yang demikian
terkait juga dengan kemungkinan penyediaan air, drainase serta saluran
pembuangan limbah.
b. Kemudahan dijangkau akan dapat meningkatkan daya tarik dan juga
menghindarkan biaya besar dalam pembangunan prasarana jalan.
c. Kondisi fisik juga perlu dipertimbangkan dalam kaitan sebagai tempat
rekreasi, baik pasif atau aktif. Misal: Kondisi fisik pantai untuk aktivitas rekreasi
pasif: pasirnya bersih, panjang minmal 100 m, lebar 15 – 20 m, ada pepohonan
tempat berteduh dan lingkungan aman / tidak membahayakan, serta pantai cukup
landai (kurang dari 150), serta potensial untuk pengembangan. Sedang untuk
aktivitas rekreasi aktif (berenang, menyelam, barmain di air) perlu persyaratan
keadaan air yang menyangkut kejernihan/warna air, kandungan zat/organisme
penyebab penyakit, dasar, arus dan ombak tak membahayakan, aman dari
gangguan binatang berbahaya (hiu, ular dsb).
3. Daya Tarik
Pengembangan pariwisata berkaitan erat dengan upaya mempertemukan/
memadukan sumber keadaan alam dan kesejarahan tertentu dengan kebutuhan dan
pilihan para wisatawan. Namun perlu diingat bahwa motivasi wisatawan asing berbeda-
xxxv
beda, demikian pula dalam hal menilai daya tarik sumber-sumber wisata. Misal: di
Lebanon dan kawasan Islam Timur Tengah, orang mengabaikan daerah pantai sebagai
sumber/tempat wisata (mengapa ?), walau di Jeddah (Arab Saudi) pantai Laut Merah juga
kini dikembangkan sebagai tempat pesiar/ziarah dengan daya tarik kesejarahan (makam
Siti Hawa). Dalam evaluasi sumber-sumber, arti keindahan dan budaya perlu
diubah/diredusir menjadi besaran-besatan yang dapat dikuantifikasikan.
4. Akses
Macam keterjankauan penting untuk menilai potensi pariwisata. Akses yang
bersifat fisik ditentukan oleh keadaan infrastruktur perhubungan termasuk kedekatan
dengan lapangan terbang/pelabuhan serta kelancaran jadwal angkutan. Sedang akses
terhadap pasaran menyangkut kedekatan tempat wisata dengan sumber wisatawan; misal
kedekatan Batam dengan Singapura sebagai asal wisatawan dari berbagai negara.
5. Kepemilikan / tata guna lahan
Dapat diperolehnya lahan yang cukup luas dan dalam waktu singkat akan
meminimalisasi kemungkinan dampak spekulasi (antara lain menaikkan harga) dan
menguntungkan dalam segi hukum dalam penguasaannya, disamping memungkinkan
investasi segera dapat memberi keuntungan. Perolehan dalam ukuran besar dari sejumlah
kecil pemilik asal serta letak yang menyatu akan lebih menguntungkan dibandingkan
perolehan dalam ukuran kecil-kecil dari banyak pemilik asal, apalagi jika letaknya
terpisah satu dengan yang lain.
6. Kendala dan insentif
Faktor-faktor yang bersifat setempat dapat menjadi kendala atau insentif dalam
pengembangan. Apalagi dengan berlakunya otonomi daerah yang memungkinkan
perberlakuan aturan (perizinan, pajak dsb) yang tidak sama. Demikian pula sikap
penduduk setempat terhadap pengembangan pariwisata dan kedatangan wisatawan
dengan berbagai adat/kebiasaan yang berlainan dapat menjadikan kendala ataupun
insentif dalam pengembangan.
7. Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan
xxxvi
Kecuali faktor-faktor lokasional serta keadaan setempat yang dapat menjadikan
kendala atau insentif, ada beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan, seperti mudah tidaknya didapatkan tenaga kerja atau partisipasi
penduduk setempat dan keadaan stabilitas politik/keamanan daerah yang bersangkutan.
Disamping itu perlu juga diperhatikan sejumlah faktor penunjang yang menyangkut ada
atau tidaknya (maupun sukar tidaknya dikembangkan) transportasi, bentuk-bentuk
pelayanan dan infrastruktur lain seperti: fasilitas kesehatan, keamanan, penyediaan air
bersih, sumber tenaga (listrik), dan saluran pembuangan air kotor/limbah. Daya tampung
dalam arti luas yang terkait dengan berbagai hal juga harus dipertimbangkan dalam
pengembangan.
xxxvii
tradisional, (e) modifikasi pola konsumsi, dan (f) kemanfaatan bagi wisatawan maupun
penduduk setempat.
3. Dampak ekonomi
Pada tahap pembangunan, pengeluaran dan sirkulasi uang berkait terutama pada
developer dan bank yang bersangkutan. Tetapi pada tahap operasional, keuangan masuk
terutama dari para wisatawan, sedang keuntungan bisa masuk pada berbagai sektor (jasa
angkutan, akomodasi, perbelanjaan, tenaga pemandu dsb.).
DAFTAR PUSTAKA
Boniface, Brian G. dan Christopher, 1981. The Geography of Travel and Tourism.
London: Heinemann.
Chafid Fandeli (ed), 1995. Dasar dan Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta:
Liberty.
xxxviii
Hall, CM. Dan SJ. Page, 1999. The Geography of Tourism and Recreation, environment,
place and space. London-New York: Routledge.
Pendit, Nyoman, 1983. Panduan Wisata Singapura. Jakarta: Penerbit Sinar Harapam.
Wing Haryono, 1976. Pariwisata rekreasi dan Entertainment. Bandung: Ilmu Publishers.
Yoety, Oka. 1978. Guiding System: Suatu Pengantar Praktis. Jakarta: Pradnya Paramita.
xxxix
DIKTAT PERKULIAHAN
GEOGRAFI PARIWISATA
Disusun Oleh:
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
xl
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2006
PRAKATA
xli
yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata pada skala lokal, regional, nasional, dan
imternasional.
Sejalan dengan perkembangan kegiatan pariwisata, maka ilmu geografi
kepariwisataan juga terus mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu
penyusun sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar
dapat menyempurnakan buku ini, terima kasih.
xlii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ……………………………………………………………………… ii
xliii