Case Demensia
Case Demensia
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai
latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek,
gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya
kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan
perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa
adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.1,2
1.2. Klasifikasi
Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel
yaitu :
Reversibel :
- Alkoholisme
- Gangguan pasikiatri
- Normal pressure Hydrocephalus
- Demensia Vaskular
Ireversibel :
-Demensia Alzheimer
-Pick’s Disease
-Parkinson’s Disease Dementia1
1.3. Diagnosis
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional dan
perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian dan
sosial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis. Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit
(akut/perlahan), perjalanan penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan,
riwayat medis umum dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat
psikiatri, riwayat yang berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi,
gangguan nutrisi, penggunaan obat, dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik
meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan
neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium
dan radiologis.
Anamnesis
Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan
mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh).
Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi
1
terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan
(mendadak/progresif lambat) dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.
Riwayat Medis Umum
Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga
perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis),
ganguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan
merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan
aterosklerosis.
Riwayat Neurologis
Perlu untuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler,
trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.
Riwayat Gangguan Kognisi
Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian terpenting dari diagnosis
demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka
panjang; gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat, benda, maupun
gangguan komprehensif): gangguan fungsi eksekutif (meliputi
pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan
praksis dan visuospasial.
Selain itu, perlu ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya
melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian,
melaksanakan hobi dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu
pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.
2
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom
down dan retardasi mental.
Pemeriksaan fisik
Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya
kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara
mendadak atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan
usia.
Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada praktek klinis.
Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial,
gangguan neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik,
sensorik, otonom, koordeinasi, gangguan penglihatan, gerakan
abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan primitif.1
3
Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit
vaskuler dan telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang
berhubungan4.
Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti
tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan
kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi
dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara
patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski
mengenalkan istilah multi-infark dementia (MID) untuk menekankan bahwa
demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik
pembuluh besar maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan
istilah vascular dementia (VaD) yang membantu para dokter untuk
mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk perdarahan, yang
dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan
istilah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan
konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat
menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat dan
pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi
sebelum demesia terjadi.3
4
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik
seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler
diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80
tahun.8
1.5.2. Patofisiologi
Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan
antara suatu faktor genetik apolipoprotein E4 dengan kerusakan vaskuler
dan juga penyakit serebrovaskuler. DeCarli et.al menemukan bahwa
peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada
pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level
kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam
pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu hemostasis dari
kolesterol dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL dan
produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE,
termasuk reseptor LDL, reseptor LDL yang terikat protein dan reseptor
VLDL8. Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et.al menyimpulkan
bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di
substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi. Dalam penelitian
terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara
ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa
ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf
pusat.3,4
Patologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi
telah diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik
diobservasi. Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari
kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-
pembuluh darah besar (arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior).
Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di
otak misalnya di bagian anterolateral dan medial thalamus, yang
dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi
strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain,
basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies,
otak tengah dan pons. Pada analisis mikroskopik perubahan-perubahan
5
tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga
sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran
digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan
kontribusi pada penurunan kognisi.3
Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan
kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
dalam kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat
menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung
dan perdarahan. Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab
disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi
substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan
adanya :
1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia
alba
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal
yang dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark.3
6
kelamin. Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama. Genetik
juga merupakan faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal
dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL)
adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3,
menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang
terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini. Riwayat dari stroke
terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak
hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan
bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia.3
Depresi merupakan suatu sindroma premonitor untuk VaD pada
pasien-pasien stroke dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi
kerusakan pada otak. Hubungan antara VaD dan alel 4 dari APOE telah
diteliti pada beberapa penelitian dan ditemukan bahwa adanya alel ini
bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease,
tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison
et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme
otak normal dan terdapatnya alel €4 dalam jumlah besar menandakan
adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun
juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria
NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah
mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.4
Resiko yang berhubungan dengan paparan pestisida dan pupuk
telah dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu dan menjelaskan
hubungan dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural
juga dilaporkan Liu et.al, dan hubungan antara zat ini juga terdapat pada
Alzheimer Disease dan Parkinson.4
Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi
heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik,
perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai
dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak
harus dengan gangguan memori yang menonjol.6
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
7
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia
multi-infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu
yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger
dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun
memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler
dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
1.5.4. Etiologi
Baru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya
disebabkan oleh discret infark (multi-infark demensia), tapi juga oleh
keadaan serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat
menyebabkan demensia antara lain tercantum dalam tabel di halaman
selanjutnya ini.5
1.5.5. Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and
L’Association Internationale pour la Recherche et L’Enseignmement en
Neurosciences).
1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a)
Demensia b) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan
adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese,
kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik,
hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke (dengan atau
tanpa riwayat stroke), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan
8
pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel
pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis (girus angularis,
talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior), atau
infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi
substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan
di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu
atau lebih keadaan dibawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun
waktu 3 bulan pasca stroke.- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak
atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif..
2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
• Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi,
perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting,
mempertahankan kegiatan dan abstraksi.
• Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi
dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
B. CVD :
• CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
• Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese,
parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri,
gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan
lesi subkortikal otak6.
9
ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi
yang sesuai pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi.
Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.5
C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti
kelumpuhan ringan, refleks asimetri dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian,
emosi labil dan retardasi psikomotor.
D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan
kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI.1.7
10
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan. Keracunan logam berat,
pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi, pemakaian alkohol kronik
dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD.
Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat
mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluarga. Pemeriksa harus menggali semua insidensi demensia
pada keluarga.
B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umum. Meliputi observasi penampilan, tanda-tanda
vital, arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologis. Gangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus
atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan
saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan kognisi status mental meliputi
memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung,
menulis, praksis, gnosis, visuospasial dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsional. Merupakan pemeriksaan performa
nyata penderita dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau
saat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrik. Pemeriksaan ini untuk menentukan kondisi
mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi,
delirium, cemas atau mengalami gejala psikotik.8
11
gangguan konduksi supraventrikuler. Terapi non-farmakologis bertujuan
untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.
Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi
terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan
penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi,
reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling,
terapi musik, terapi wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas,
penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home.
Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2.Menghindari tugas yang kompleks.
3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4.Konseling dengan psikiater.
12
1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of
action dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi
depresi.
2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya,
efek samping obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara
lain
a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini
mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek
antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c.Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek
sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat
hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.
BAB 2
LAPORAN KASUS
13
Seorang pasien laki-laki umur 67 tahun dirawat di bangsal Neurologi RS.
DR. M. Djamil Padang tanggal 26 Desember 2010 :
Keluhan utama :
Bicara Pelo sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bicara pelo sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi tiba-tiba
ketika pasien sedang menonton TV. Awalnya pasien merasakan
anggota gerak kanan terasa berat digerakkan dimana pasien menjadi
berjalan dengan menyeret, dan ketika memegang benda, mudah
terlepas. Kelemahan tungkai dan lengan sama. Pasien tetap sadar,
tidak mengalami sakit kepala dan muntah, juga tidak ada riwayat
trauma sebelumnya.
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien lebih banyak tidur, kontak
dengan anggota keluarga masih ada. Sering bicara sendiri dan
terlihat seperti orang bingung.
Sering lupa sejak 5 tahun yang lalu, awalnya pasien lupa tanggal dan
hari, kesulitan mengingat nama orang baik yang baru dikenal
maupun teman yang telah lama dikenal, dan sering mengulang
pertanyaan dan pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya. Pasien
tidak betah di rumah dan sering bepergian. Kemudian pasien
kadang-kadang juga sering tersesat di jalan yang sudah sering
dilalui. Pasien juga cenderung mudah marah, tersinggung, cemas.
Kegiatan sehari-hari dan kehidupan sosial sedikit terganggu. Tidak
ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan sebelum pasien
mengalami gejala ini.
Oleh keluarga pasien dibawa ke RSUD Lubuk Basung. Karena tidak
ada perbaikan dirujuk ke RSUP Padang. Di IGD pasien terlihat
gelisah, ingin mencabut selang infus dan berjalan.
14
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Tidak ada keluarga yang menderita sakit gula, tekanan darah tinggi
dan jantung.
Riwayat Pekerjaan dan Sosio Ekonomi
Pasien seorang pensiunan TNI dan tinggal bersama istri serta anaknya.
Riwayat merokok 12 batang/hari selama kurang lebih 40 tahun.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
Tekanan darah : 160/70 mmHg
Nadi : 50 x/menit
Napas : 18x/menit
Suhu : 36,2 oC
Status Internus
Rambut : hitam tidak mudah dicabut.
Kulit dan kuku : tidak ditemukan sianosis
KGB : tidak ditemukan pembesaran
Keadaan regional
Kepala : tidak ditemukan kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
PARU
Inspeksi : normochest, simetris kiri=kanan
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi(-), wheezing(-)
JANTUNG
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus teraba 1 jari medial LCMS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : linea sternalis dextra
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
ABDOMEN
Inspeksi : tak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal
Status Neurologis
Kesadaran kompos mentis tidak kooperatif, GCS 15 (E4 M6 V5)
Status Neurologis
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : (-)
15
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Tanda Kernig : (-)
2. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
Pupil : Isokor, Ø 3mm/3 mm, Refleks cahaya +/+
Muntah proyektil (-)
sakit kepala progresif (-)
3. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N.I (Olfaktorius)
N.II (Optikus)
N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan Bulbus Doll eyes movement bergerak
Strabismus - -
Nistagmus -
Ekso/Endopthalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)
N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Sukar dinilai Sukar dinilai
16
N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Gerakanmata kemedial bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Sukar dinilai Sukar dinilai
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Sukar dinilai Sukar dinilai
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas Sukar dinilai Sukar dinilai
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Sukar dinilai Sukar dinilai
N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura palpebra Baik Baik
Menggerakan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/bersiul (+)
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)
Plika nasolabialis simetris
N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Sukar dinilai Sukar dinilai
Detik Arloji Sukar dinilai Sukar dinilai
Rinne test Tidak dilakukan
Webber test Tidak dilakukan
Scwabach test Tidak dilakukan
17
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular (-) (-)
Vertical
Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)
N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang Sukar dinilai Sukar dinilai
Refleks muntah (gag refleks) (+) (+)
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Di tengah
Menelan Baik Baik
Artikulasi Baik
Suara Baik
Nadi Teratur
N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan Baik
Menoleh kekiri Baik
Mengangkat bahu kanan Baik
Mengangkat bahu kiri Baik
N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Deviasi ke kiri
Kedudukan lidah dijulurkan Deviasi ke kanan
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)
Pemeriksaan Koordinasi
18
Rebound Phenomen (-) Tes Jari Hidung Sukar dinilai
Tes Tumit Lutut Sukar dinilai Tes Hidung Jari Sukar dinilai
Pemeriksaan Sensibilitas
Sistem Refleks
19
Hofmann Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha
Klonus kaki
Fungsi Otonom
Miksi : baik, uninhibited bladder tidak ada
Defikasi : baik
Keringat : baik
Fungsi Luhur
20
Brain CT Scan
EKG, EEG
Konsul neurobehavior
Penatalaksanaan :
1. Manajemen Umum :
Diet MB RG II 3x600 Kkal
IVFD RL 12 jam/kolf
2. Khusus :
Piracetam 4x3 gr IV
Ascardia 1x80 mg po
Haloperidol 1x1/2tab po
HLP 2x0.5 mg po
THP 2x1 mg po
Terapi yang dianjurkan untuk demensia
Program harian yang sistematis dan teratur
Orientasi realitas
FOLLOW UP
27-12-2010
S/ - Lemah anggota gerak kanan, terlihat gelisah
Pf/ KU Kes TD Nd Nf T
CMtdkkooperatif
Sdg 130/80 60 20 36,2°C
Penatalaksanaan
1. Manajemen Umum :
Diet MB RG II 3x600 Kkal
IVFD RL 12 jam/kolf
2. Khusus :
Piracetam 4x3 gr IV
Ascardia 1x80 po
21
Haloperidol 1x1/2tab po
HLP 2x0.5 mg po
THP 2x1 mg po
28-12-2010
S/ - Lemah anggota gerak kanan, terlihat gelisah
Pf/ KU Kes TD Nd Nf T
CMtdkkooperatif
Sdg 140/70 48 18 36,2°C
SI : dalam batas normal
SN: GCS 15, TRM (-), TIK (-)
Nn Cranialis : Pupil Isokor, Diameter 3 mm, Refleks Cahaya +/+
Deviasi lidah ke kanan saat dijulurkan
Motorik : 444 555
444 555
Sensorik : Baik
Otonom : Baik
Rf ++/++ , Rp -/-
A/ Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra + parese n XII dextra tipe
sentral + gangguan kognitif
Diagnosis Topik : korteks serebri hemisfer sinistra
Diagnosis Etiologi : Trombosis serebri
Diagnosis Sekunder : Hipertensi Stage II
Demensia vaskular
Penatalaksanaan
1. Manajemen Umum :
Diet MB RG II 3x600 Kkal
IVFD RL 12 jam/kolf
2. Khusus :
Piracetam 4x3 gr IV
Ascardia 1x80 po
Haloperidol 1x1 mg po
HLP 2x0.5 mg po
THP 2x1 mg po
Simvastatin 1x10
Risperidon 2x2 mg po
RESEP
22
S 4dd1
R/ Ascardia tab 80 mg No. III
S 1dd tab 1
R/ Haloperidol tab 2 mg No.II
S 1dd tab ½
R/ HLP tab 0.5 mg No. VI
S 2dd tab 1
R/ THP tab 1 mg No. VI
S 2dd tab 1
Pro : Tn. Am
Umur : 67 tahun
BAB 3
DISKUSI
23
Pada kasus ini, demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi
otak dan hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko demensia karena
menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak. Setelah pasien mengalami
stroke, tidak menutup kemungkinan bahwa gejala yang dialami, menjadi
bertambah berat, sesuai dengan teori bahwa demensia berhubungan dengan infark
pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu MB RG II. Untuk terapi
khusus pasien diberikan IVFD RL 12 jam / kolf, Asam Asetil Salisilat yang
berfungsi sebagai anti agregasi serta sebagai disease modifying agent pada
demensia dengan dosis 2x80 mg, Metabolic activator citicolin yang mempunyai
efek memperbaiki aliran darah otak serta metebolisme regional di daerah iskemia
otak dengan dosis 2x500 mg.
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain
program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis,
misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang, Perhatikan dan
asosiasi), serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri
tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:
PERDOSSI.
2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat,
hal 211-214
3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health
and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England
Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.
5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline
frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992;
42(6): 1185-936.
6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular
dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-
Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.
7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular
Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American
Heart Association 1999; (5):1548-538.
8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are
associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall
Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.
9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between
Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart
Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.
10. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in
Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5
25