LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM All1
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM All1
AGROEKOSISTEM
Komoditas Padi Ds. Bayem Kec. Kasembon
Laporan ini dapat terwujud berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Gambar.................................................................................................. v
Daftar Tabel...................................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan........................................................................................... 2
1.3 Manfaat......................................................................................... 2
BAB 3. METODOLOGI
4.3 Rekomendasi................................................................................ 50
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. Tanah............................................................................................... 6
1.2 Tujuan
o Mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di Kasembon
o Mengetahui agroekosistem dari aspek HPT, BP dan Tanah
o Mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi dalam pencapaian
keseimbangan agroekosistem
1.3 Manfaat
o Untuk mengetahui tingkat keseimbangan agroekosistem pada lahan di Kasembon
o Untuk mengetahui data dan analisis agroekosistem dari aspek HPT, BP dan Tanah
o Untuk mengetahui dasar informasi untuk memberikan rekomendasi dalam
pencapaian keseimbangan agroekosistem
2. TINJAUAN PUSTAKA
Titik abu- abu atau putih di tengah bercak meruapakan gejala khas penyakit
bercak daun coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna coklat gelap
atau keunguan berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak dapat
mencapai 1 cm. Pada serangan berat jamur dapat menginfeksi gabah dengan
gejala bercak warna hitam atau coklat gelap pada gabah.
Selain gejala di atas gejala lainnya yaitu menyerang pelepah, malai, buah
yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-bercak coklat
tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah busuk dan kecambah
mati.
2. Blast
5. Penyakit fusarium
Penyebab: jamur Ustilaginoidea virens. Gejala: malai dan buah padi dipenuhi
spora, dalam satu malai hanya beberap butir saja yang terserang. Penyakit tidak
menimbulkan kerugian besar. Pengendalian: memusnahkan malai yang sakit,
menyemprotkan fungisida pada malai sakit.
9. Penyakit kerdil
batang pendek, buku-buku pendek, anakan banyak tetapi kecil. Penyakit ini sangat
merugikan. Pengendalian: sulit dilakukan, usaha pencegahan dilakukan dengan
memusnahkan tanaman yang terserang ada memberantas vektor
Merusak dengan cara mengisap cairan batang padi. Saat ini hama wereng
paling ditakuti oleh petani di Indonesia. Wereng ini dapat menularkan virus.
Gejala: tanaman padi menjadi kuning dan mengering, sekelompok tnaman seperti
terbakar, tanaman yang tidak mengering menjadi kerdil. Pengendalian: (1)
bertanam padi serempak, menggunakan varitas tahan wereng seperti IR 36, 48, IR
64, Cimanuk, Progo dsb, membersihkan lingkungan, melepas musuh alami seperti
laba-laba, kepinding dan kumbang lebah; (2) penyemportan insektisida Applaud
10 WP, Applaud 400 FW atau Applaud 100 EC.
2. Wereng penyerang daun padi: wereng padi hijau (Nephotettix apicalis dan N.
impicticep).
Menyerang batang dan buah padi. Gejala: pada batang tanaman terdapat
bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas isapan dan
pertumbuhan tanaman terganggu. Pengendalian: mengumpulkan dan
memusnahkan telur- telurnya, penyemprotan insektisida Curacron 250 ULV,
Dimilin 25 WP, Larvin 75 WP.
5. Penggerek batang padi terdiri atas: penggerek batang padi putih (Tryporhyza
innotata), kuning (T. incertulas), bergaris (Chilo supressalis) dan merah jambu
(Sesamia inferens).
Dapat menimbulkan kerugian besar. Menyerang batang dan pelepah daun.
Gejala: pucuk tanaman layu, kering berwarna kemerahan dan mudah dicabut,
daun mengering dan seluruh batang kering. Kerusakan pada tanaman muda
disebut hama “sundep” dan pada tanaman bunting (pengisian biji) disebut
“beluk”. Pengendalian: (1) menggunakan varitas tahan, meningkatkan kebersihan
lingkungan, menggenangi sawah selama 15 hari setelah panen agar kepompong
mati, membakar jerami; (2) menggunakan insektisida Curaterr 3G, Dharmafur 3G,
Furadan 3G, Karphos 25 EC, Opetrofur 3G, Tomafur 3G.
Tanaman padi akan mengalami kerusakan parah apabila terserang oleh hama
tikus dan menyebabkan penurunan produksi padi yang cukup besar. Menyerang
batang muda (1-2 bulan) dan buah. Gejala: adanya tanaman padi yang roboh pada
petak sawah dan pada serangan hebat ditengah petak tidak ada tanaman.
Pengendalian: pergiliran tanaman, sanitasi, gropyokan, melepas musuh alami
seperti ular dan burung hantu, penggunaan pestisida dengan tepat, intensif dan
teratur, memberikan umpan beracun seperti seng fosfat yang dicampur dengan
jagung atau beras.
Diantaranya yaitu:
Pada sistem pertanian yang diolah secara intensif dengan menerapkan sistem
monokulttur biasanya jumlah bahan organiknya sedikit karena tidak ada atau
minimnya seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan organik yang berasal
dari pupuk organic baik pupuk kandang atau pupuk hijau minim karena lebih
menekankan penggunaan input kimia. Dari hal tersebut dapat diindikasikan pertanian
tanpa penerapan tambahan bahan organik pada lahan pertanain intensif merupakan
pengelolaan agroekosistem yang tidak sehat.
Pada lahan dengan pengolahan secara intensif sumber unsur haranya berasal
dari input-input kimiawi berupa pupuk anorganik, petani kurang menerapkan
tambahan bahan organic seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman
yang diusahkan., sehingga petani sangat berketergantungan dengan pupuk kimia,
padahal penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan kesuburan tanah
menurun. Terkadang nampak gejala defisiensi unsur hara pada tanaman yang
diusahakan dan petani mengatasinya dengan aplikasi pupuk kimia yang banyak
mengandung unsure hara yang kurang tadi, misalnya tanaman kekurangan unsure N
maka petani mengaplikasikan pupuk urea sebagai penunjang ketersediaan unsure N
yang kurang tadi, begitupula dengan unsure-unsur lainnya.
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh
akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar,
serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai
akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum
tanah (Hardjowigeno, 2007).
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat
lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah
dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi
tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik
untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya
kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan menyebabkan
tidak adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi tanah dari daya
pukul air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut mengakibatkan laju erosi
cenderung tinggi.
Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah,
sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas
lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah
melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah. Kascing (pupuk organik
bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan cacing dan kotoran cacing)
mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali
kadar hara bahan organik semula, serta
meningkatkan porositas tanah (pori total
dan pori drainase cepat meningkat
1,15 kali).
Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup aktif dalam tanah, walaupun
makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar
yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam
mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan
meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam
tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C)
dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).
Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada lahan
tersebut sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit, padahal
aktifitas cacing tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
seperti meningkatkan kandungan unsur hara, mendekomposisikan bahan organik
tanah, merangsang granulasi tanah dan sebagainya.
Untuk menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional maka diperlukan
sistem penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi, produktif dan
pemanfatan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian akan mewujudkan
sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh menciptakan pengelolaan
sumberdaya alam dalam suatu agroekosistem berkelanjutan.
2.7 Kriteria Indicator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan Berkelanjutan
Pengelolaan pertanian berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi
mendatang.
o Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama heterotrofik.
Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman terhadap
pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman budidaya yang
dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu
agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan
jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan
sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu
Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh
akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar,
serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai
akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum
tanah (Hardjowigeno, 2007).
c) Erosi Tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat
lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah
dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi
tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik
untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya
kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa
makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali
kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan
pori drainase cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis ‘penggali tanah’ yang hidup
aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah
dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini
berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah
lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini
membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing
ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya.
(Hairiah, 2004).
3. METODOLOGI
o Aspek Tanah
Ring : Untuk mengambil sampel tanah
Kamera : Untuk dokumentasi
Penggaris : Untuk mengukur ketinggian seresah
Gunting : Untuk mengguting rumput
Pisau : Untuk memotong rumput
Plastik : Untuk menampung sampel tanah
Palu : Unuk memukul ring
Pinset : Untuk mengambil cacing dan mikroorganisme lain
o Aspek BP
Persiapkan alat dan bahan
Hasil
o Aspek Tanah
Persiapan alat dan bahan
Pengamatan Lab
b. Laboratorium
o Aspek Tanah
Pengujian Fisika Tanah
BI dan BJ
Ambil sampel tanah
Hitung berat :
Labu
Labu + Sampel
Hitung % Porositas
Tambahkan Aquades 10 ml
C-organik
Timbang komposit halus 0,5gr
Tambahkan 10 ml K2Cr2O7
Tambahkan H2SO4
Understorey
Timbang understorey
Catat hasil
Kascing
Timbang kascing
Catat hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
o Sistem Tanam
Sistem tanam pada lahan pertanian di Desa Bayem menggunakan
sistem tanam monokultur dengan jajar legowo. Jajar legowo yang dimaksud
adalah sejumlah tanaman padi pada lahan yang memiliki pola. Pola tersebut yaitu
pola yang mana memiliki jarak tanam 20 x 10 cm dan untuk jarak antar
kelompok baris yaitu 40 cm. Setiap lubang tanam, ditanam dengan jumlah 1
sampai 2 tanaman. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangbiakan tanaman padi dibandingkan dengan 5 sampai lebih tanaman
per lubang tanam. Pola ini memiliki kesempatan bahwa cahaya mampu masuk ke
dalam ruang antar tanaman. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman padi. Selain itu, dengan adanya cahaya yang masuk dalam ruang antar
tanaman, hama serangga wereng cokelat akan berkurang.
Pada setia tahunnya, tidak dilakukan rotasi tanaman. Dengan kata lain
setiap tahun tanaman yang di usahakan adalah tanaman padi. Hal ini dilakukan
karena lahan pertanian di daerah tersebut memiliki kecukupan air irigasi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padi pada saat musim kemarau.
o Hasil Pengamatan Keanekaragaman Arthropoda
Pada studi lapang yang telah dilakukan diKasembon telah didapatkan hama dan musuh
alami:
Sehingga diperoleh prosentase hama sebesar 50% dan musuh alami 50%
dari perhitungan:
A 1
Hama : ×100 %= ×100%= 50%
B 2
C 1
Musuh alami : × 100 %= ×100%= 50%
B 2
1 ( capung)
A 9
Hama : ×100 %= ×100%= 81,81%
B 11
C 2
Musuh alami : × 100 %= ×100%= 18,18%
B 11
Belalang Hijau
Kingdom :Animalia
Phylum :Arthropoda
Class :Insecta
Ordo : Orthoptera
Family :Acrididae
Genus :Oxya
Species :Oxya chinensis
Gambar 16. Belalang Hijau
Semut
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Formicidae
Gambar 17. Semut
Tomcat
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Staphylinidae
Gambar 18. Tomcat
Wereng
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : N. lugens
Gambar 19. Wereng
Pada lahan yang kelompok kami amati adalah lahan non PHT. Pengendalian
hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida kimia. Pada lahan ini terdapat hama
yang diperoleh dari pantrap satu ekor dan musuh alami satu ekor, sedangkan pada
sweepnet diperoleh hama sebanyak sembilan ekor dan dua musuh alami. Pada pantrap
diperoleh keseimbangan karena perbandingan hama dan musuh alami yang sama,
sedangkan pada sweepnet terjadi ketidak seimbangan karena diperoleh hama lebih
banyak dari pada musuh alami. Hal ini akan menyebabkan ledakkan hama pada lahan
tersebut, apalagi dengan penggunaan pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan hama.
Lebar : 38 rumpun
Dan 10% tersebut dibagi dibagi menjadi 4 sample pengamatan 691,6/4 = 172,9 rumpun
Sampel 1 =
(n × v)
I=∑ ×100%
z ×n
( 45 ×0 )+ ( 0× 1 )+ ( 0 ×2 ) + ( 5 ×3 )+ ( 0× 4 )
= ×100
4 ×50
=7,5%
Sampel 2 =
(n × v)
I=∑ ×100%
z ×n
( 47 ×0 )+ ( 0× 1 ) + ( 3 ×2 ) + ( 10 ×3 ) + ( 0× 4 )
= ×100
4 × 60
= 15%
Sampel 3 =
(n × v)
I=∑ ×100%
z ×n
(58 × 0 ) + ( 0 ×1 ) + ( 0 × 2 )+ ( 10× 3 ) + ( 0 × 4 )
= × 100
4 ×68
=11%
Sampel 4=
(n × v)
I=∑ ×100%
z ×n
(34 ×0 ) + ( 0 × 1 )+ ( 2× 2 )+ ( 8 ×2 ) + ( 0 × 4 )
= ×100
4 ×68
=11, 3%
Total presentasi dari 4 sampel dalam 1 petak pengamatan yaitu 44,8% dari 172,9%
BIOLOGI TANAH
Kascing : 0,63 gram
Fauna tanah :
Cacing : 22 ekor
Cocon : 5
Rayap : 4 ekor
Kelabang : 1 ekor
Understory :
Frame 1
BK sample
Total BK = ×Total BB
BB sample
5,23
Total BK = × 15,84=5,23 gram
15,84
Frame 2
BK sample
Total BK = ×Total BB
BB sample
6,68
Total BK = ×31,78=11,45 gram
18,5
Seresah :
Frame 1 :
BK sample
Total BK = ×Total BB
BB sample
8,51
Total BK = ×113,9=96,93 gram
10
Frame 2 :
BK sample
Total BK = ×Total BB
BB sample
12,28
Total BK = ×31,25=27,5 gram
14
Ketebalan Seresah
Frame Frame
Titik 1 2
1 3 1
2 2.5 0.5
3 3 2
4 1.5 1
5 1 0.5
6 2 1.5
7 1 0.5
8 1.5 0.5
9 1.5 1
10 2 1
Jumlah 19 9.5
Rata -
1.9 0.95
Tabel 2. Hasil rata Pengukuran Ketebalan
Seresah
Aspek Fisika
FISIKA TANAH
BJ
Perhitungan Bobot Jenis Tanah
Bobot Jenis =
Labu+T 0+100 ml−Labu+¿
100−¿
( Labu+¿ )−Labu
¿
Labu+T 0+100 ml−Labu+¿
100−¿ 74,34−54,34
Bobot Jenis = =
( Labu+¿ )−Labu 100−(165,64−74,34)
¿
20
= = 2,298 gr / cm3
8,7
a. % Porositas
Bobot Isi
% Porositas = 1 X X
Bobot Jenis
100 % Bobot Isi 1,79 gr /cm 3
1. % Porositas = 1 X X 100 % = 1 X
Bobot Jenis 2,298 gr /cm 3
X 100 % = 77,89 %
Bobot Isi 1,946 gr /cm 3
2. % Porositas = 1 X X 100 % = 1 X
Bobot Jenis 2,298 gr /cm 3
X 100 % = 84,68 %
Bobot Isi 2,085 gr /cm 3
3. % Porositas = 1 X X 100 % = 1 X
Bobot Jenis 2,298 gr /cm 3
X 100 % = 90,73 %
Bobot Isi 2,048 gr /cm 3
4. % Porositas = 1 X X 100 % = 1 X
Bobot Jenis 2,298 gr /cm 3
X 100 % = 89,12 %
b. Seresah
Bobot Basah :
1. 3,2 gr
2. 3,7 gr
3. 4,6 gr
4. 4,2 gr
1. 2,4 gr
2. 2,0 gr
3. 3,0 gr
4. 1,8 gr
Keterangan :
BI 1 = = KA =
Kadar Air :
Aspek Kimia
KIMIA TANAH
C-Organik
DAFTAR PUSTAKA
Bamualim, A. 2004. Strategi Pengembangan Peternakan pada Daerah Kering. Makalah Seminar
Nasional Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan. IPB. Bogor
Channa,N.B., Bambaradeniya and Felix P.Amarasinghe. 2004. Biodiversity Associated With The
Rice Field Agro – Ecosystem In Asian Countries : A Brief Review. Ghana, Pakistan,
South Afrika, Srilanka, Thailand : IWMI.
Cyccu,M. 2000. Keanekaragaman hayati dan pengelolaan serangga hama dalam agroekosistem.
Pengukuhan Guru besar. Universitas Sumatera Utara.
Hairiah, Kurniatun, dkk. 2004. Ketebalan Seresah sebagai Indikator Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sehat. FP-UB. Malang.
Maredia, K.M., Dakouo, D., and Mota – Sanchez, D. 2003. Integrated Pest Management In The
Glibal Area. USA : CABI Publishing.
Muhammaf arifin. 2012. http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/01/59-potensi-dan-
pemanfaatan-musuh-alami. diakses tanggal 28 Mei 2012.
Mulyani,A. 2006. Potensi Lahan Kering Masam untuk Pengembangan Pertanian. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 28 (2): 16-17. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
http://sulteng.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/bptp/prosiding-%2007/1-4.pdf(29/1/10)