Analisis OECD PT Satyam
Analisis OECD PT Satyam
Oleh:
1. Kerangka tata kelola (Ensuring the basis for an effective corporate governance
framework),
2. Perlindungan atas hak-hak pemegang saham (The rights of shareholders and key
ownership function),
3. Perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham (The equitable treatment of
shareholders),
4. Peranan stakeholders dalam corporate governance (The role of stakeholders in
corporate governance),
5. Keterbukaan dan Tranparansi (Disclosure and transparency), dan
6. Tanggungjawabdewan komisaris (The responsibilities of the board).
Di Indonesia, praktek Good Corporate Governance (GCG) mulai banyak dikenal pada saat
terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Banyaknya bank dan perusahaan besar yang jatuh
pada saat krisis tersebut diduga karena buruknya corporate governance. Pengaturan
penerapan GCG di Indonesia berawal dari usulan penyempurnaan peraturan pada Bursa
Efek Jakarta (BEJ), yang sekarang bernama Bursa Efek Indonesia (BEJ) atau Indonesia Stock
Exchange (IDX), dimana para emitennya diwajibkan untuk mengangkat komisaris
independen serta membentuk audit commite. Pada tahun 1999, pemerintah membentuk
lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG). Tugas utama KNKCG adalah merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan
nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate
governance di Indonesia. Pedoman umum GCG pertama kali muncul di tahun 2001 melalui
KNKGC, disusul dengan pedoman pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman
Komisaris Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif. Pada tahun
2004, KNKGC diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan
diperluas cakupan tugasnya, yaitu tidak hanya sosialisasi governance di sektor korporasi,
tetapi juga sektor publik. KNKG menyempurnakan pedoman GC pada tahun 2006.
Di tingkat ASEAN menyepakati rencana implementasi ASEAN Capital Market Forum
(ACMF Implementation Plan) pada tahun 2009 untuk mempromosikan pengembangan
pasar modal yang terintegrasi. Salah satu alat yang digunakan dalam memeringkat kinerja
CG perusahaan publik di ASEAN adalah dengan ASEAN Corporat Governance Scorecard.
Prinsip-prinsip CG pada OECD digunakan sebagai acuan dalam penyusunan scorecard
tersebut. Hasil atas penilaian di Indonesia adalah bahwa sebagian besar perusahaan publik
belum menerapkan prinsip-prinsip CG yang berlaku global. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai
43,4% dengan nilai maksimum 75,4% dan nilai minimum 20,8%. Berdasarkan hasil penilaian
di tahun 2012 dan 2013, terdapat peningkatan yang signifikan dalam tata kelola emiten di
Indonesia. Namun, masih terdapat beberapa aspek yang memerlukan perbaikan, terutama
terkait dengan informasi agenda dan hasil RUPS, informasi pada situs web emiten, serta
proses nominasi direksi dan dewan komisaris.
Prinsip OECD (2004) memastikan dasar untuk kerangka kerja tata kelola perusahaan yang
efektif, hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan, perlakuan yang adil terhadap
pemegang saham, peran pemegang saham dalam CG, keterbukaan tata kelola perusahaan
dan transparansi, serta tanggung jawab dewan. Terdapat 6 bagian prinsip-prinsip penerapan
CG yang dikembangkan oleh OECD, yaitu:
1. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework,
2. The rights of shareholders and key ownership function,
3. The equitable treatment of shareholders,
4. The role of stakeholders in corporate governance,
5. Disclosure and transparency, dan
6. The responsibilities of the board.
Paper ini akan membahas tentang prinsip nomor 2, yaitu perlindungan atas hak-hak
pemegang saham, dan prinsip nomor 3 yaitu perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang
saham. Prinsip CG OECD tentang tata kelola menyebutkan bahwa kerangka tata kelola
perusahaan harus melindungi hak-hak pemegang saham dan memfasilitasi pelaksanaan hak-
hak pemegang saham. Pada prinsip nomor 2 tersebut, terdapat 7 bagian, yaitu :
Selain prinsip kedua, paper ini juga akan membahas prinsip ketiga OECD yaitu perlakuan
yang sama terhadap pemegang saham. Pada prinsip ketiga ini ditekankan perlunya
persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing.Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan
investor di pasar modal. Untuk itu industri pasar modal harus dapat melindungi investor dari
perlakuan yang tidak benar yang mungkin dilakukan oleh manajer, dewan komisaris, dewan
direksi, atau pemegang saham utama perusahaan. Untuk melindungi investor, diperlukan
suatu informasi yang jelas mengenai hak dari pemegang saham, seperti hak untuk memesan
efek terlebih dahulu dan hak pemegang saham utama untuk memutuskan suatu keputusan
tertetu dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum jika suatu saat terjadi pelanggaran
atas hak pemegang saham tersebut.
Terdapat beberapa sub prinsip dalam prinsip ketiga OECD, antara lain:
Semua investor harus memperoleh informasi mengenai hak yang dapat mereka miliki dari
semuajenis saham yang akan maupun telah merekamiliki. Strukturmodal yang optimal
ditentukan oleh manajemen perusahaan maupun pemegang saham. Hal ini efektif untuk
mendistribusikan risiko dan tetap menjaga kepentingan kelangsungan perusahaan.
1. Hak pemegang saham minoritas harus dilindungi dan kepentingannya pun harus
tetap dijaga. Potensi penyalahgunaan ditandai dengan sistem hukum yang
memungkingkan pemegang saham pengendali untuk melaksanakan suatu tingkat
pengendalian yang tidak sesuai. Dengan kata lain mereka melakukan pemanfaatan
dan berujung pada penyalahgunaan. Kunci tuntuk melindungi pemegang saham
minoritas adalah adanya pembagian yang jelas.
2. Setiap suara dalam perusahaan harus dilakukan dengan cara yang disepakati
bersama. Hal ini diperlukan untuk menggambarkan keseimbangan yang wajar bahwa
suara pemegang saham selalu memperhatikan keinginan pemegang saham dan tidak
memaksakan hal yang berlebihan. Prinsip ini tidak berlaku untuk pelaksanaan hak
suara oleh wali atau orang lain yang bertindak dibawah hukum khusus,
3. Hambatan untuk memberikan suara harus dihapuskan. Investor asing yang berada di
luar negeri harus mendapatkan informasi mengenai perusahaan dengan lengkap dan
terperinci. Teknologi yang sudah canggih seharusnya dapat digunakan sebagai alat
komunikasi yang memadai untuk saling bertukar informasi antara investor dan
perusahaan meskipun jarak jauh memisahkan sehingga investor asing tetap dapat
memberikan hak suaranya.
4. Proses dan prosedur untuk rapat umum pemegang saham harus memungkinkan
semua pemegang saham memperoleh hak yang sama. Prosedur yang dibuat
seharusnya tidak terlalu sulit atau mahal untuk memberikan suara. Hak untuk
berpartisipasi adalah hak yang fundamental sehingga setiap pemegang saham
seharusnya bisa menggunakan haknya tersebut. Beberapa perusahaan saat ini masih
mengenakan biaya untuk pengambilan suara. Oleh sebab itu, sebaiknya perusahaan
membuat peraturan dan prosedur yang sekiranya dapat memudahkan pemegang
saham yang ingin menggunakan hak suaranya.
B. Insider trading dan perlakuan kasar harus dilarang dalam kegiatan perusahaan. Hal-
hal yang dapat merugikan perusahaan dan investor karena telah terjadi manipulasi pasar
modal yang dilarang dalam peraturan sekuritas dilarang keras untuk terjadi. Namun tidak
semua yuridiksi melarang tindakan prakter tersebut, meskipun begitu, kegiatan seperti itu
sangat tidak dianjurkan dalampraktek kegiatan di perusahaan.
C. Anggota dewan dan eksekutif kunci harus mengungkapkan kepada dewan apakah
mereka secara langsung, tidak langsung, atau atas nama pihak keitga, memiliki kepentingan
material dalam suatu transaksi yang berpengaruh besar terhadap perusahaan. Mereka
berkewajiban untuk memberitahukan bisnis-bisnis apa saja yang sedang mereka kelola
diluar kegiatan perusahaan kepada dewan, sehingga kegiatan transaksi yang dilakukan
dapat menjadi jelas dan transparan serta dapat diidentifikasi dampak atas kegiatan mereka
terhadap kegiatan perusahaan.
PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk
Profil Perusahaan
PT.Sumalindo Lestari Jaya, Tbk adalah perusahaan kayu di Kalimantan Timur yang terdaftar
di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak 21 Maret 1994.
Visi:
Menjadi industri perkayuan terpadu terbaik di dunia dan bertanggung jawab sosial,
memberikan solusi dengan menghasilkan produk-produk ramah lingkungan yang
menggunakan bahan baku dari hutan yang dikelola secara lestari.
Misi:
Mengelola kelompok usaha industri perkayuan terpadu di bidang kayu lapis dan kayu
lapis olahan, MDF serta produk-produk turunan lainnya yang berkaitan dengan
industri perkayuan serta mempunyai tanggung jawab social;
Menjaga keberlangsungan kebutuhan bahan baku yang dipenuhi dari hutan alam
dan hutan tanaman yang dikelola berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari;
Melakukan proses produksi yang memenuhi standar ramah lingkungan; dan
Memberikan nilai tambah produk melalui peningkatan nilai disetiap proses
tahapannya, pengembangan produk, sumber daya manusia dan jalur distribusi.
PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk berdiri sejak tanggal 14 April 1880 dan memiliki empat anak
perusahaan.
Sejarah Singkat
Sejak mulai awal dibentuk, PT SLJ mengkhususkan diri di bidang kehutanan dan industri
perkayuan dengan mengelola 1 areal IUPHHK (dahulu Hak Pengusahaan Hutan) seluas
132.000 ha dan pabrik kayu lapis dengan kapasitas produksi 66.000 m3/tahun. Pada Tahun
1985 PT SLJ melakukan penggabungan usaha dengan 4 (empat) Perseroan perkayuan yakni
PT. Rimba Nusantara, PT. Emporium Lumber, PT. Rimba Lapis Permai dan PT. Gonpu
Indonesia Limited. Melalui penggabungan usaha tersebut PT SLJ mendapat tambahan areal
hutan alam seluas 150.000 ha dan kapasitas produksi kayu lapis dan kayu lapis olahan
menjadi 120.000m3/tahun. PT SLJ kian berkembang hingga pada Tahun 1994 dan resmi
menjadi Perseroan terbuka (Go Publik) melalui Penawaran Umum 25.000.000 saham biasa
atas nama kepada masyarakat dan mencatatkan seluruh saham yang telah dikeluarkan di
Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dana yang dihasilkan dari penawaran umum ini membiayai investasi pembangunan industri
MDF dengan kapasitas produksi 100.000/m3 pertahun serta untuk membiayai
pengembangan hutan tanaman PT SLJ dan anak perusahaan. Pada tahun 1998 PT SLJ
melakukan Penawaran Umum Terbatas I dalam rangka Penerbitan Hak Memesan Efek
Terlebih Dahulu (Right Issue I) dengan menawarkan 343.750.000 saham. Dana yang
dihasilkan untuk mengakuisisi seluruh saham yang ditempatkan dan disetor di PT. Suryaraya
Wahana (PT. SRW). PT.SRW adalah Perseroan yang memiliki investasi di bidang industri MDF
(MDF Line II) berkapasitas 100.000/m3 dengan spesifikasi produk berukuran tipis, industri
perekat, memiliki ijin industri pulp and paper serta pengembangan hutan tanaman. Pada
tahun yang sama, usaha PT.SRW tersebut digabungkan ke dalam PT SLJ.
Pada tahun 2002, PT. Astra International Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT SLJ
sebesar 75% menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada PT. Sumber Graha Sejahtera
(PT. SGS). PT.SGS merupakan sebuah perseroan telah cukup lama berkecimpung di bidang
Perkayuan Indonesia. Pada bulan Juli 2006, PT SLJ melakukan Penawaran Umum Terbatas II
dengan menawarkan 155.713.448 saham dan sebanyak 155.713.488 waran seri I. Dana yang
dihasilkan dari Right Issue II sebagian besar digunakan untuk membiayai program Strategic
Cost Reduction Perseroan (pembangunan Power plant dan Mini rotary plant ). Diakhir tahun
2006, PT SLJ mengakuisisi 60% saham PT. Orica Resindo Mahakam yang bergerak dibidang
industri perekat. Sebagian besar hasil produksi industri ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku perekat bagi pabrik PT SLJ.
Tahun 2008, PT SLJ mengambil alih areal IUPHHK Hutan Alam PT. Essam Timber yang
berlokasi di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur dengan luas 355.800 hektar.
Melalui anak perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Alam Lestari, mereka mengambil alih
99.2 % saham PT. Wana Kaltim Lestari berupa suatu unit usaha hutan tanaman industri
dengan luas 16.280 hektar di propinsi Kalimantan Timur.
Pada tahun 2009, PT SLJ kembali mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dengan
memberikan 1(satu) ijin pengelolaan hutan alam seluas 69.765 ha yakni PT. Sumalindo
Lestari Jaya Tbk (PT. SLJ Tbk) sesuai SK 438/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009. Areal baru
ini berlokasi di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, berdampingan dengan areal hutan
alam PT SLJ dan anak perusahaan lainnya yakni IUPHHK-HA PT. SLJ-Unit- II Long Bagun dan
areal IUPHHK- HA PT. Essam Timber.
Akhirnya pada tahun 2010, PT SLJ melaksanakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III pada
24 Maret sampai 30 Maret 2010 dengan melepas saham sejumlah 1.236.022.311 lembar
saham. Diakhir tahun tersebut, PT SLJ melakukan divestasi sebagian saham pada anak
perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Mitra Resindo.
Berikut adalah penjabaran tata kelola perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan
tahunan mereka yang dipublikasikan tahun 2015:
Sementara itu Direksi perusahaan memastikan bahwa setiap rencana kerja, strategi maupun
kebijakan yang akan diambil dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan sehari-hari selalu
mengikutsertakan peran para karyawannya melalui divisi-divisi yang dibentuk dalam
organisasi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan demikian apa yang diputuskan
dan dilaksanakan tetap berpedoman pada prinsip GCG, dan tentu berpedoman pula pada
peraturan dan ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal, bidang kehutanan, anggaran
dasar perusahaan serta peraturan dan ketentuan lain yang berlaku.
Dalam menganut prinsip keterbukaan, perusahaan juga menugaskan salah seorang personil
sebagai sekertaris perusahaan. Fungsi dan peran utama dari Sekretaris perusahaanadalah :
Beberapa program kegiatan sosial yang telah dilakukan PT SLJ kepada masyarakat antara
lain :
Konflik antar pemegang saham ini juga dipicu ketika Direktur PT SLJ mengumumkan
bahwaPT Sumalindo Hutani Jaya (salah satu Pemegang Saham Publik Minoritas PT SLJ) telah
dijual kepada PT Tjiwi Kimia Tbk. Berbagai pihak beranggapan bahwa selain penjualan
tersebut tidak memiliki manfaat sama sekali bagi PT SLJ dan penjualan tersebut dinilai
sangat merugikan. Hal tersebut dianggap merugikan karena pada tanggal 1 Juli 2009, PT
Sumalindo Hutani Jaya telah menerbitkan Zero Coupon Bond (surat utang tanpa bunga) atas
utangnya kepada PT SLJ sebesar lebih dari Rp 140 Miliyar Rupiah, untuk jangka waktu satu
tahun.
Deddy Hartawan Jamin dalam gugatannya mengklaim bahwa tindakan PT SLJ dalam menjual
PT SHJ telah mengabaikan asas good corporate governance, dan banyak mengabaikan
keputusan hukum yang sudah berlaku, sehingga merugikan banyak pihak.Dalam gugatan
tersebut PT SLJ juga dianggap melakukan kesalahan prosedur dalam mengajukan
permohonan persetujuan pengalihan saham kepada Menteri kehutanan tanpa didahului
persetujuan RUPS PT SLJ dan atas dasar dokumen palsu yang mengakibatkan kerugian bagi
Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat.
Atas gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin melibatkan 11 pihak sebagai tergugat yang
merupakan pemegang saham mayoritas PT SLJ, antara lain PT Sumalindo Lestari Jaya (SLJ),
Amir Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro,
Kadaryanto, Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa
Penilai Publik Benny, Desmar dan Rekan. Dalam gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin
menuntut ganti rugi materiil maupun immateriil, senilai Rp 18,7 triliun rupiah, karena dana
sebesar itu sesungguhnya adalah bersumber dari PT SLJ. Jika gugatanDeddy Hartawan Jamin
dikabulkan, ganti rugi tersebut selanjutnya akan dikembalikan ke rekening PT SLJ untuk
memperbaiki kinerja dan manajemen mereka.
Perlu digaris awahi bahwa sesuai dengan topik pembelajaran etika yang sedang dipelajari,
maka analisia praktik Corporate Governance sesuai prinsip OECD terhadap PT Sumalindo
Jaya Lestari ini disesuaikan dengan kondisi perusahaan setelah melakukan reorganisasi di
tahun 2013 dan berubah nama menjadi PT SLJ Global, Tbk.
Prinsip CG OECD tentang tata kelola menyebutkan bahwa kerangka tata kelola perusahaan
harus melindungi hak-hak pemegang saham dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak
pemegang saham. Berikut adalah hasil analisis penerapan prinsip kedua OECD pada PT
Sumalindo Jaya Lestari, Tbk
Pada prinsip ketiga ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini
menekankan pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Pada praktiknya pemegang
saham utama perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan
pengaruhnya dalam kegiatan operasional perusahaan. Berdasarkan praktik tersebut,
seringkali transaksi yang terjadi hanya memberikan manfaat hanya kepada pihak-pihak
tertentu yang berkepentingan seperti pemegang saham utama, komisaris, atau bahkan
dewan direksi. Berikut adalah hasil analisis prinsip ketiga OECD pada PT Sumalindo Jaya
Lestari, Tbk setelah dilakukannya reorganisasi tahun 2013:
Analisis 2 [insider trading dan perlakuan kasar harus dilarang dalam kegiatan perusahaan]
• Dalam kasus PT. SLJ Global Tbk tidak terdapat informasi yang mengindikasikan
adanya pelanggaran dalam prinsip ini.
Analisis 3 [anggota dewan dan eksekutif harus mengungkapkan kepada dewan apakah
mereka secara langsung, tidak langsung atau atas nama pihak ketiga memiliki kepentingan
material dlm suatu transaksi yang berpengaruh besar thd perusahaan. Mereka wajib
memberitahukan bisnis-bisnis apa saja yang sedang mereka kelola]
• CALK No. 27 menjelaskan kasus hukum yang sedang dihadapi oleh perusahaan yakni
“Deddy Hartawan, pemegang saham perusahaan, mengajukan gugatan perdata
terkait dg transaksi pengalihan saham perusahaan di PT. Sumalindo Hutani Jaya
kepada PT. Tjiwi Kimia selaku pihak ke 3 dan pengalihan tagihan perusahaan SHJ
berupa zero coupon bond kepada Marshall Enterprise Ltd”.
Analisis 4 [terkait dengan setiap hambatan untuk memberikan suara dalam RUPS harus
dihapuskan]
• Pasal 15 No. 4-5 “Akta berita acara RUPS harus disampaikan ke Otoritas Jasa
Keuangan max 30 hari setelah RUPS diselenggarakan dan wajib memuat informasi
mengenai :
Kesimpulan Penerapan Prinsip II dan III OECD pada PT. SLJ Global Tbk
Implementasi GCG dalam lingkungan bisnis PT. SLJ Global Tbk. telah dilakukan
secara maksimal dan menyeluruh sejak Perseroan dan entitas Anak Perusahaan
berdiri.
ASEAN Capital Market Forum (ACMF), ASEAN Corporate Governance Scorecard : Country
Reports and Assesments 2012-2013.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan KEP-614/BL/2011.
Peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) No.33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik.
www.sljglobal.com/corporate-information
www.wikipedia.org
www.idx.co.id
www.bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory
http://nasional.kontan.co.id/news/gugatan-sengketa-saham-suli-kandas