Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TATA KELOLA KORPORAT

PRINSIP PERLAKUAN SETARA TERHADAP PEMEGANG SAHAM

PENERAPAN PRINSIP II DAN III PADA PT. SUMALINDO LESTARI TBK.

Oleh:

Aqmarina Vaharani 041523143007

Mega Wahyu Diono 041523143009

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
PENDAHULUAN

Adanya pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian di dalam perusahaan


menyebabkan munculnya teori keagenan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan
keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the
principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf
which involves delegating some decision making authority to the agent”. Hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak atau perjanjian antara satu atau lebih orang selaku
pemilik yang memerintah orang lain selaku agen untuk melakukan suatu jasa atas nama
pemilik termasuk pemberian wewenang dalam pengambilan keputusan . Manajemen
merupakan pihak yang dikontrak (agen) oleh pemegang saham (prinsipal) untuk bekerja
demi kepentingan pemegang saham dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan.
Masalah keagenan muncul karena sifat dasar self interest manajemen yang
cenderung untuk mendahulukan kepentingan pribadi dan tidak lagi memaksimalkan nilai
perusahaan. Selain itu, adanya asymmetry information yang membuat pemilik atau
pemegang saham selalu pada posisi yang dirugikan dibandingkan manajemen. Asymmetry
information adalah suatu situasi dimana salah satu pihak (manajemen) dalam transaksi
memiliki informasi yang lebih banyak dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang
saham).Teori keagenan dan informasi asimetri inilah yang menjadi cikal bakal munculnya isu
corporate governance dengan tujuan untuk mengendalikan konflik pepentingan antara
agent (manajer) dengan principle (pemilik).
Corporate governance atau tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses,
kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan,
serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga
mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta
tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah
pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk
karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta
masyarakat luas . Saat ini, penerapan corporate governance bukan lagi merupakan pilihan
bagi perusahaan, tetapi sudah menjadi keharusan untuk diimplementasikan. Hal ini
diperkuat dengan adanya tuntutan dari publik kepada perusahaan untuk menerapkan
corporate governance serta adanya regulasi yang mengatur penerapannya.

OECD mengelompokkan prinsip-prinsip corporate governance menjadi 6 bagian, yaitu :

1. Kerangka tata kelola (Ensuring the basis for an effective corporate governance
framework),
2. Perlindungan atas hak-hak pemegang saham (The rights of shareholders and key
ownership function),
3. Perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham (The equitable treatment of
shareholders),
4. Peranan stakeholders dalam corporate governance (The role of stakeholders in
corporate governance),
5. Keterbukaan dan Tranparansi (Disclosure and transparency), dan
6. Tanggungjawabdewan komisaris (The responsibilities of the board).

Di Indonesia, praktek Good Corporate Governance (GCG) mulai banyak dikenal pada saat
terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Banyaknya bank dan perusahaan besar yang jatuh
pada saat krisis tersebut diduga karena buruknya corporate governance. Pengaturan
penerapan GCG di Indonesia berawal dari usulan penyempurnaan peraturan pada Bursa
Efek Jakarta (BEJ), yang sekarang bernama Bursa Efek Indonesia (BEJ) atau Indonesia Stock
Exchange (IDX), dimana para emitennya diwajibkan untuk mengangkat komisaris
independen serta membentuk audit commite. Pada tahun 1999, pemerintah membentuk
lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG). Tugas utama KNKCG adalah merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan
nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate
governance di Indonesia. Pedoman umum GCG pertama kali muncul di tahun 2001 melalui
KNKGC, disusul dengan pedoman pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman
Komisaris Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif. Pada tahun
2004, KNKGC diubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) dengan
diperluas cakupan tugasnya, yaitu tidak hanya sosialisasi governance di sektor korporasi,
tetapi juga sektor publik. KNKG menyempurnakan pedoman GC pada tahun 2006.
Di tingkat ASEAN menyepakati rencana implementasi ASEAN Capital Market Forum
(ACMF Implementation Plan) pada tahun 2009 untuk mempromosikan pengembangan
pasar modal yang terintegrasi. Salah satu alat yang digunakan dalam memeringkat kinerja
CG perusahaan publik di ASEAN adalah dengan ASEAN Corporat Governance Scorecard.
Prinsip-prinsip CG pada OECD digunakan sebagai acuan dalam penyusunan scorecard
tersebut. Hasil atas penilaian di Indonesia adalah bahwa sebagian besar perusahaan publik
belum menerapkan prinsip-prinsip CG yang berlaku global. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai
43,4% dengan nilai maksimum 75,4% dan nilai minimum 20,8%. Berdasarkan hasil penilaian
di tahun 2012 dan 2013, terdapat peningkatan yang signifikan dalam tata kelola emiten di
Indonesia. Namun, masih terdapat beberapa aspek yang memerlukan perbaikan, terutama
terkait dengan informasi agenda dan hasil RUPS, informasi pada situs web emiten, serta
proses nominasi direksi dan dewan komisaris.

Prinsip II OECD : Perlindungan atas Hak-hak Pemegang Saham

Prinsip OECD (2004) memastikan dasar untuk kerangka kerja tata kelola perusahaan yang
efektif, hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan, perlakuan yang adil terhadap
pemegang saham, peran pemegang saham dalam CG, keterbukaan tata kelola perusahaan
dan transparansi, serta tanggung jawab dewan. Terdapat 6 bagian prinsip-prinsip penerapan
CG yang dikembangkan oleh OECD, yaitu:
1. Ensuring the basis for an effective corporate governance framework,
2. The rights of shareholders and key ownership function,
3. The equitable treatment of shareholders,
4. The role of stakeholders in corporate governance,
5. Disclosure and transparency, dan
6. The responsibilities of the board.

Paper ini akan membahas tentang prinsip nomor 2, yaitu perlindungan atas hak-hak
pemegang saham, dan prinsip nomor 3 yaitu perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang
saham. Prinsip CG OECD tentang tata kelola menyebutkan bahwa kerangka tata kelola
perusahaan harus melindungi hak-hak pemegang saham dan memfasilitasi pelaksanaan hak-
hak pemegang saham. Pada prinsip nomor 2 tersebut, terdapat 7 bagian, yaitu :

a. Hak-hak dasar pemegang saham termasuk hak untuk:


 Metode pendaftaran kepemilikan yang aman
 Mengalihkan atau memindahkan saham
 Mendapatkan informasi yang relevan dan material tentang korporasi secara
tepat waktu dan teratur
 Berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
 Mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris
 Mendapatkan bagian dalam keuntungan perusahaan
b. Hak-hak pemegang saham untuk berpartisipasi dan mendapatkan cukup informasi
dalam pengambilan keputusan penting perusahaan, seperti :
 Perubahan anggaran dasar perusahaan atau akte pendirian atau dokumen-
dokumen tentang pengelolaan perusahaan lainnya
 Otorisasi penambahan atau penerbitan saham baru
 Transaksi luar biasa (extraordinary transaction), termasuk pengalihan sebagian
atau hampir seluruh aset yang berdampak pada penjualan perusahaan.
c. Pemegang saham memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan
memberikan suara dalam RUPS serta diberikan informasi mengenai peraturan-
peraturan termasuk prosedur penyampaian hak suara. Hal ini meliputi :
 Informasi yang memadai dan tepat waktu terkait tanggal, lokasi, dan agenda
RUPS, termasuk masalah-masalah yang akan diputuskan dalam rapat
 Kesempatan untuk bertanya kepada pengurus, termasuk pertanyaan berkaitan
dengan audit eksternal tahunan, mengusulkan butir-butir agenda rapat, dan
mengajukan pemecahannya dalam batas-batas yang wajar.
 Pemberian fasilitas kepada pemegang saham untuk berpartisipasi efektif dalam
keputusan-keputusan pokok corporate governance, termasuk mengusulkan dan
memilih calon anggota pengurus. Selain itu, kewajaran atas komponen
penggajian atau kompensasi bagi anggota pengurus dan karyawan harus
didasarkan pada persetujuan pemegang saham.
 Pemegang saham harus dapat memberikan hak suara secara langsung atau in
absentia, dan efek yang sama harus diberikan kepada mereka, baik yang secara
langsung atau in absentia.
d. Struktur dan komposisi modal yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk
mendapatkan tingkat pengendalian yang tidak proporsional dengan kepemilikan
ekuitas mereka harus diungkapkan.
e. Pasar untuk pengendalian perusahaan berfungsi secara efisien dan transparan.
 Peraturan dan prosedur yang mengatur akuisisi perusahaan di pasar modal, dan
transaksi yang luar biasa, seperti merger dan penjualan aset perusahaan dalam
jumlah yang substansial, harus diatur secara jelas dan diungkapkan sehingga
investor mengetahui hak-hak dan pilihan-pilihannya. Transaksi harus terjadi
pada harga transparan dan dalam kondisi yang adil yang melindungi hak-hak
semua pemegang saham sesuai dengan klasifikasinya.
 Perangkat anti-take-over tidak boleh digunakan untuk melindungi manajemen
dan dewan direksi dari akuntabilitas.
f. Pelaksanaan hak-hak atas kepemilikan oleh seluruh pemegang saham, termasuk
investor institusi, harus difasilitasi. Hal-hal yang diatur adalah :
 Investor institusi yang bertindak dalam kapasitas secara fidusia harus
mengungkapkan keseluruhan tata kelola perusahaan dan kebijakan pemungutan
suara berkaitan dengan investasinya, termasuk tata cara yang telah ditetapkan
untuk memutuskan penggunaan hak suara mereka.
 Investor institusi yang bertindak dalam kapasitas secara fidusia harus
mengungkapkan bagaimana mereka menangani conflict of interest (konflik
kepentingan) yang material yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan hak-hak
pemilik utama berkaitan dengan investasinya.
g. Pemegang saham, termasuk pemegang saham institusi, harus diperbolehkan untuk
saling berkonsultasi tentang masalah-masalah berkenaan dengan hak-hak dasar
pemegang saham sebagaimana didefinisikan dalam prinsip-prinsip tersebut di atas,
dapat dikecualikan untuk mencegah penyalahgunaan.

Prinsip III OECD : Perlakuan yang Sama terhadap Pemegang Saham

Selain prinsip kedua, paper ini juga akan membahas prinsip ketiga OECD yaitu perlakuan
yang sama terhadap pemegang saham. Pada prinsip ketiga ini ditekankan perlunya
persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing.Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan
investor di pasar modal. Untuk itu industri pasar modal harus dapat melindungi investor dari
perlakuan yang tidak benar yang mungkin dilakukan oleh manajer, dewan komisaris, dewan
direksi, atau pemegang saham utama perusahaan. Untuk melindungi investor, diperlukan
suatu informasi yang jelas mengenai hak dari pemegang saham, seperti hak untuk memesan
efek terlebih dahulu dan hak pemegang saham utama untuk memutuskan suatu keputusan
tertetu dan hak untuk mendapatkan perlindungan hukum jika suatu saat terjadi pelanggaran
atas hak pemegang saham tersebut.

Terdapat beberapa sub prinsip dalam prinsip ketiga OECD, antara lain:

A. Semua pemegang saham harus diperlakukan secara adil

Semua investor harus memperoleh informasi mengenai hak yang dapat mereka miliki dari
semuajenis saham yang akan maupun telah merekamiliki. Strukturmodal yang optimal
ditentukan oleh manajemen perusahaan maupun pemegang saham. Hal ini efektif untuk
mendistribusikan risiko dan tetap menjaga kepentingan kelangsungan perusahaan.

1. Hak pemegang saham minoritas harus dilindungi dan kepentingannya pun harus
tetap dijaga. Potensi penyalahgunaan ditandai dengan sistem hukum yang
memungkingkan pemegang saham pengendali untuk melaksanakan suatu tingkat
pengendalian yang tidak sesuai. Dengan kata lain mereka melakukan pemanfaatan
dan berujung pada penyalahgunaan. Kunci tuntuk melindungi pemegang saham
minoritas adalah adanya pembagian yang jelas.
2. Setiap suara dalam perusahaan harus dilakukan dengan cara yang disepakati
bersama. Hal ini diperlukan untuk menggambarkan keseimbangan yang wajar bahwa
suara pemegang saham selalu memperhatikan keinginan pemegang saham dan tidak
memaksakan hal yang berlebihan. Prinsip ini tidak berlaku untuk pelaksanaan hak
suara oleh wali atau orang lain yang bertindak dibawah hukum khusus,
3. Hambatan untuk memberikan suara harus dihapuskan. Investor asing yang berada di
luar negeri harus mendapatkan informasi mengenai perusahaan dengan lengkap dan
terperinci. Teknologi yang sudah canggih seharusnya dapat digunakan sebagai alat
komunikasi yang memadai untuk saling bertukar informasi antara investor dan
perusahaan meskipun jarak jauh memisahkan sehingga investor asing tetap dapat
memberikan hak suaranya.
4. Proses dan prosedur untuk rapat umum pemegang saham harus memungkinkan
semua pemegang saham memperoleh hak yang sama. Prosedur yang dibuat
seharusnya tidak terlalu sulit atau mahal untuk memberikan suara. Hak untuk
berpartisipasi adalah hak yang fundamental sehingga setiap pemegang saham
seharusnya bisa menggunakan haknya tersebut. Beberapa perusahaan saat ini masih
mengenakan biaya untuk pengambilan suara. Oleh sebab itu, sebaiknya perusahaan
membuat peraturan dan prosedur yang sekiranya dapat memudahkan pemegang
saham yang ingin menggunakan hak suaranya.

B. Insider trading dan perlakuan kasar harus dilarang dalam kegiatan perusahaan. Hal-
hal yang dapat merugikan perusahaan dan investor karena telah terjadi manipulasi pasar
modal yang dilarang dalam peraturan sekuritas dilarang keras untuk terjadi. Namun tidak
semua yuridiksi melarang tindakan prakter tersebut, meskipun begitu, kegiatan seperti itu
sangat tidak dianjurkan dalampraktek kegiatan di perusahaan.

C. Anggota dewan dan eksekutif kunci harus mengungkapkan kepada dewan apakah
mereka secara langsung, tidak langsung, atau atas nama pihak keitga, memiliki kepentingan
material dalam suatu transaksi yang berpengaruh besar terhadap perusahaan. Mereka
berkewajiban untuk memberitahukan bisnis-bisnis apa saja yang sedang mereka kelola
diluar kegiatan perusahaan kepada dewan, sehingga kegiatan transaksi yang dilakukan
dapat menjadi jelas dan transparan serta dapat diidentifikasi dampak atas kegiatan mereka
terhadap kegiatan perusahaan.
PT Sumalindo Lestari Jaya, Tbk

Profil Perusahaan

PT.Sumalindo Lestari Jaya, Tbk adalah perusahaan kayu di Kalimantan Timur yang terdaftar
di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak 21 Maret 1994.

Visi:

Menjadi industri perkayuan terpadu terbaik di dunia dan bertanggung jawab sosial,
memberikan solusi dengan menghasilkan produk-produk ramah lingkungan yang
menggunakan bahan baku dari hutan yang dikelola secara lestari.

Misi:

 Mengelola kelompok usaha industri perkayuan terpadu di bidang kayu lapis dan kayu
lapis olahan, MDF serta produk-produk turunan lainnya yang berkaitan dengan
industri perkayuan serta mempunyai tanggung jawab social;
 Menjaga keberlangsungan kebutuhan bahan baku yang dipenuhi dari hutan alam
dan hutan tanaman yang dikelola berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari;
 Melakukan proses produksi yang memenuhi standar ramah lingkungan; dan
 Memberikan nilai tambah produk melalui peningkatan nilai disetiap proses
tahapannya, pengembangan produk, sumber daya manusia dan jalur distribusi.

PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk berdiri sejak tanggal 14 April 1880 dan memiliki empat anak
perusahaan.

Sejarah Singkat

Sejak mulai awal dibentuk, PT SLJ mengkhususkan diri di bidang kehutanan dan industri
perkayuan dengan mengelola 1 areal IUPHHK (dahulu Hak Pengusahaan Hutan) seluas
132.000 ha dan pabrik kayu lapis dengan kapasitas produksi 66.000 m3/tahun. Pada Tahun
1985 PT SLJ melakukan penggabungan usaha dengan 4 (empat) Perseroan perkayuan yakni
PT. Rimba Nusantara, PT. Emporium Lumber, PT. Rimba Lapis Permai dan PT. Gonpu
Indonesia Limited. Melalui penggabungan usaha tersebut PT SLJ mendapat tambahan areal
hutan alam seluas 150.000 ha dan kapasitas produksi kayu lapis dan kayu lapis olahan
menjadi 120.000m3/tahun. PT SLJ kian berkembang hingga pada Tahun 1994 dan resmi
menjadi Perseroan terbuka (Go Publik) melalui Penawaran Umum 25.000.000 saham biasa
atas nama kepada masyarakat dan mencatatkan seluruh saham yang telah dikeluarkan di
Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Dana yang dihasilkan dari penawaran umum ini membiayai investasi pembangunan industri
MDF dengan kapasitas produksi 100.000/m3 pertahun serta untuk membiayai
pengembangan hutan tanaman PT SLJ dan anak perusahaan. Pada tahun 1998 PT SLJ
melakukan Penawaran Umum Terbatas I dalam rangka Penerbitan Hak Memesan Efek
Terlebih Dahulu (Right Issue I) dengan menawarkan 343.750.000 saham. Dana yang
dihasilkan untuk mengakuisisi seluruh saham yang ditempatkan dan disetor di PT. Suryaraya
Wahana (PT. SRW). PT.SRW adalah Perseroan yang memiliki investasi di bidang industri MDF
(MDF Line II) berkapasitas 100.000/m3 dengan spesifikasi produk berukuran tipis, industri
perekat, memiliki ijin industri pulp and paper serta pengembangan hutan tanaman. Pada
tahun yang sama, usaha PT.SRW tersebut digabungkan ke dalam PT SLJ.

Pada tahun 2002, PT. Astra International Tbk selaku pemegang saham mayoritas PT SLJ
sebesar 75% menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada PT. Sumber Graha Sejahtera
(PT. SGS). PT.SGS merupakan sebuah perseroan telah cukup lama berkecimpung di bidang
Perkayuan Indonesia. Pada bulan Juli 2006, PT SLJ melakukan Penawaran Umum Terbatas II
dengan menawarkan 155.713.448 saham dan sebanyak 155.713.488 waran seri I. Dana yang
dihasilkan dari Right Issue II sebagian besar digunakan untuk membiayai program Strategic
Cost Reduction Perseroan (pembangunan Power plant dan Mini rotary plant ). Diakhir tahun
2006, PT SLJ mengakuisisi 60% saham PT. Orica Resindo Mahakam yang bergerak dibidang
industri perekat. Sebagian besar hasil produksi industri ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku perekat bagi pabrik PT SLJ.

Tahun 2008, PT SLJ mengambil alih areal IUPHHK Hutan Alam PT. Essam Timber yang
berlokasi di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Timur dengan luas 355.800 hektar.
Melalui anak perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Alam Lestari, mereka mengambil alih
99.2 % saham PT. Wana Kaltim Lestari berupa suatu unit usaha hutan tanaman industri
dengan luas 16.280 hektar di propinsi Kalimantan Timur.

Pada tahun 2009, PT SLJ kembali mendapatkan kepercayaan dari pemerintah dengan
memberikan 1(satu) ijin pengelolaan hutan alam seluas 69.765 ha yakni PT. Sumalindo
Lestari Jaya Tbk (PT. SLJ Tbk) sesuai SK 438/Menhut-II/2009 tanggal 27 Juli 2009. Areal baru
ini berlokasi di Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur, berdampingan dengan areal hutan
alam PT SLJ dan anak perusahaan lainnya yakni IUPHHK-HA PT. SLJ-Unit- II Long Bagun dan
areal IUPHHK- HA PT. Essam Timber.

Akhirnya pada tahun 2010, PT SLJ melaksanakan Penawaran Umum Terbatas (PUT) III pada
24 Maret sampai 30 Maret 2010 dengan melepas saham sejumlah 1.236.022.311 lembar
saham. Diakhir tahun tersebut, PT SLJ melakukan divestasi sebagian saham pada anak
perusahaan mereka yaitu PT. Sumalindo Mitra Resindo.

Tata Kelola Perusahaan

Berikut adalah penjabaran tata kelola perusahaan yang tercantum dalam laporan keuangan
tahunan mereka yang dipublikasikan tahun 2015:

Dalam menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dengan sungguh-sungguh,


Dewan Komisaris perusahaan melakukan kontrol melalui fungsi utamanya sebagai
pengawas Direksi dalam menjalankan tata kelola perusahaan. Fungsi pengawasan Dewan
Komisaris tersebut dilaksanakan melalui mekanisme yang sudah ditentukan antara lain
melalui optimalisasi fungsi Komite Audit sebagai Komite independen yang dibentuk oleh
Dewan Komisaris dan berperan membantu Komisaris mendapatkan informasi mengenai
kondisi serta aktifitas- aktifitas tertentu yang sedang atau telah dilaksanakan oleh
perusahaan, melalui laporan rutinnya.

Sementara itu Direksi perusahaan memastikan bahwa setiap rencana kerja, strategi maupun
kebijakan yang akan diambil dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan sehari-hari selalu
mengikutsertakan peran para karyawannya melalui divisi-divisi yang dibentuk dalam
organisasi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dengan demikian apa yang diputuskan
dan dilaksanakan tetap berpedoman pada prinsip GCG, dan tentu berpedoman pula pada
peraturan dan ketentuan yang berlaku di bidang pasar modal, bidang kehutanan, anggaran
dasar perusahaan serta peraturan dan ketentuan lain yang berlaku.

Dalam menganut prinsip keterbukaan, perusahaan juga menugaskan salah seorang personil
sebagai sekertaris perusahaan. Fungsi dan peran utama dari Sekretaris perusahaanadalah :

 Sebagai Penghubung antara perusahaan dengan lembaga regulator pasar modal


yakni Bapepam dan LK serta BEI dimana saham-saham perusahaan dicatatkan.
 Sebagai pusat informasi bagi para pemegang saham dan seluruh stakeholdersyang
memerlukan informasi-informasi penting dan akurat yang berkaitan dengan kegiatan
maupun perkembangan perusahaan.
 Memberikan masukan kepada Direksi perusahaan agar tindakan korporat yang
dilakukan Direksi maupun transaksi yang dilakukan oleh korporat sesuai dengan
peraturan dan perundangan yang berlaku di pasar modal (Undang-undang no. 8
tahun 1995).
 Menyelenggarakan Rapat Pemegang Rapat Direksi, Rapat Dewan Komisaris.
 Menyampaikan setiap hal yang pertimbangan Direksi dan sesuai peraturan yang
berlaku perlu segera disampaikan kepada masyarakat.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

PT SLJ berupaya melakukan kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat (Community


Development).Kegiatan sosial tersebut dilakukan melalui pola pendekatan partisipatif dan
disesuaikan dengan kebutuhan komunitas, adat istiadat serta kondisi lainnya dari
masyarakat desa/daerah setempat. Program tanggung jawab sosial dan lingkungan
perusahaan dan anak perusahaan memiliki 4 (empat) tujuan dan sasaran utama yakni :

1. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kehidupan spiritual masyarakat sekitar areal


kerja ;
2. Mengurangi tingkat pengangguran di wilayah kerja melalui pemberdayaan
masyarakat setempat ;
3. Meningkatkan pengetahuan dan tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya
menjaga kelestarian hutan,dengan bersama-sama membangun hutan
kemasyarakatan diantaranya bertujuan untuk sama-sama melindungi hutan dari
praktek ilegal logging.
4. Meringankan beban masyarakat di wilayah-wilayah yang terkena bencana.

Beberapa program kegiatan sosial yang telah dilakukan PT SLJ kepada masyarakat antara
lain :

 Membangun berbagai fasilitas, infrastruktur antara lain pembangunan atau


penyediaan fasilitas perusahaan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat seperti
sarana jalan/jembatan dan juga sebagai sarana penghubung antar desa, fasilitas
balai pengobatan, fasilitas penerangan listrik desa, pemeliharaan instalasi air bersih,
pembangunan/perbaikan tempat peribadatan dan bantuan paket penggemukan
ternak.
 Peningkatan bidang pendidikan atau lebih dikenal dengan metode Partisipasi Rural
Appraisal (PRA) disalurkan melalui renovasi ruang belajar sekolah, penyerahan bea
siswa, penempatan guru honor, bantuan paket buku-buku penunjang belajar dan
bantuan transportasi sekolah.
 Pekerjaan repair veneer dari industri kayu lapis yang diserahkan ke masyarakat
sekitar industri di kecamatan Samarinda Seberang.

Gugatan Pemegang Saham terhadap PT SLJ

Konflik antar pemegang saham ini juga dipicu ketika Direktur PT SLJ mengumumkan
bahwaPT Sumalindo Hutani Jaya (salah satu Pemegang Saham Publik Minoritas PT SLJ) telah
dijual kepada PT Tjiwi Kimia Tbk. Berbagai pihak beranggapan bahwa selain penjualan
tersebut tidak memiliki manfaat sama sekali bagi PT SLJ dan penjualan tersebut dinilai
sangat merugikan. Hal tersebut dianggap merugikan karena pada tanggal 1 Juli 2009, PT
Sumalindo Hutani Jaya telah menerbitkan Zero Coupon Bond (surat utang tanpa bunga) atas
utangnya kepada PT SLJ sebesar lebih dari Rp 140 Miliyar Rupiah, untuk jangka waktu satu
tahun.

Deddy Hartawan Jamin dalam gugatannya mengklaim bahwa tindakan PT SLJ dalam menjual
PT SHJ telah mengabaikan asas good corporate governance, dan banyak mengabaikan
keputusan hukum yang sudah berlaku, sehingga merugikan banyak pihak.Dalam gugatan
tersebut PT SLJ juga dianggap melakukan kesalahan prosedur dalam mengajukan
permohonan persetujuan pengalihan saham kepada Menteri kehutanan tanpa didahului
persetujuan RUPS PT SLJ dan atas dasar dokumen palsu yang mengakibatkan kerugian bagi
Deddy Hartawan Jamin sebagai penggugat.

Atas gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin melibatkan 11 pihak sebagai tergugat yang
merupakan pemegang saham mayoritas PT SLJ, antara lain PT Sumalindo Lestari Jaya (SLJ),
Amir Sunarko, David, Lee Yuen Chak, Ambran Sunarko, Setiawan Herliantosaputro,
Kadaryanto, Harbrinderjit Singh Dillon, Husni Heron, Sumber Graha Sejahtera, Kantor Jasa
Penilai Publik Benny, Desmar dan Rekan. Dalam gugatan tersebut, Deddy Hartawan Jamin
menuntut ganti rugi materiil maupun immateriil, senilai Rp 18,7 triliun rupiah, karena dana
sebesar itu sesungguhnya adalah bersumber dari PT SLJ. Jika gugatanDeddy Hartawan Jamin
dikabulkan, ganti rugi tersebut selanjutnya akan dikembalikan ke rekening PT SLJ untuk
memperbaiki kinerja dan manajemen mereka.

Analisa Penerapan Prinsip II dan III OECD

PT Sumalindo Jaya Lestari, Tbk

Perlu digaris awahi bahwa sesuai dengan topik pembelajaran etika yang sedang dipelajari,
maka analisia praktik Corporate Governance sesuai prinsip OECD terhadap PT Sumalindo
Jaya Lestari ini disesuaikan dengan kondisi perusahaan setelah melakukan reorganisasi di
tahun 2013 dan berubah nama menjadi PT SLJ Global, Tbk.

I. Analisis Penerapan Prinsip II OECD PT Sumalindo Jaya Lestari, Tbk

Prinsip CG OECD tentang tata kelola menyebutkan bahwa kerangka tata kelola perusahaan
harus melindungi hak-hak pemegang saham dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak
pemegang saham. Berikut adalah hasil analisis penerapan prinsip kedua OECD pada PT
Sumalindo Jaya Lestari, Tbk

 Terkait dengan pemegang saham memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara


efektif dan memberikan suara dalam RUPS serta diberikan informasi mengenai
peraturan-peraturan termasuk prosedur penyampaian hak suara. Terkait dengan
prinsip ini, PT Sumalindo telah melaksanakan dalam RUPS nya terkait informasi
peraturan-peraturan termasuk prosedur.“Pemegang saham memiliki kewenangan
penuh dan berhak memperoleh keterangan mengenai kinerja pengawasan dan
pengelolaan Perseroan dan Dewan Komisaris / Direksi melalui forum RUPS-T. Melalui
RUPS-T, pemegang saham mengambil keputusan untuk menerima atau menolak
laporan Dewan Komisaris dan Direksi.
 Terkait dengan mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris,
“Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan melalui keputusan RUPS
setelah melalui proses pencalonan sesuai dg Anggaran Dasar dan perundang-
undangan yg berlaku dg masa jabatan anggota dewan komisaris selama 2 tahun.”
 Terkait dengan hak-hak pemegang saham untuk berpartisipasi dan mendapatkan
cukup informasi dalam pengambilan keputusan penting perusahaan, “Selama thn
2015, Corporate Audit dan Corporate Secretary telah menyusun kembali SOP untuk
memastikan bahwa prinsip akuntabilitas, tanggung jawab dan keadilan serta yg
ditetapkan Perseroan di implementasikan di seluruh organisasi sesuai ketentuan
peraturan OJK No. 22/POJK.04/2014”.
 Analisis 4 [terkait dg hak pemegang saham utk berpartisipasi secara efektif dan
memberikan suara dalam RUPS,meliputi : Informasi yg memadai terkait tanggal,
lokasi dan agenda RUPS dan kesempatan untuk bertanya kepada pengurus, Pasal 13
No 2 Perubahan Anggaran Dasar PT. SLJ Global Tbk yg berbunyi: “Satu pemegang
saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 [satu per sepuluh] atau lebih dr
jumlah seluruh saham dg hak suara, dapat meminta agar diselenggarakan RUPS Luar
Biasa dan diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat disertai alasannya”

Analisis Penerapan Prinsip Ketiga OECD PT Sumalindo Jaya Lestari, Tbk

Pada prinsip ketiga ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini
menekankan pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Pada praktiknya pemegang
saham utama perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan
pengaruhnya dalam kegiatan operasional perusahaan. Berdasarkan praktik tersebut,
seringkali transaksi yang terjadi hanya memberikan manfaat hanya kepada pihak-pihak
tertentu yang berkepentingan seperti pemegang saham utama, komisaris, atau bahkan
dewan direksi. Berikut adalah hasil analisis prinsip ketiga OECD pada PT Sumalindo Jaya
Lestari, Tbk setelah dilakukannya reorganisasi tahun 2013:

Analisis 1 [terkait dengan investor asing harus mendapatkan informasi mengenai


perusahaan dengan lengkap dan terperinci]

• Pasal 13 No 8  Pengumuman RUPS wajib diumumkan menggunakan bahasa Inggris


dan harus memuat informasi yang sama dengan informasi dalam pengumuman RUPS
yang menggunakan bahasa Indonesia.

Analisis 2 [insider trading dan perlakuan kasar harus dilarang dalam kegiatan perusahaan]

• Dalam kasus PT. SLJ Global Tbk tidak terdapat informasi yang mengindikasikan
adanya pelanggaran dalam prinsip ini.
Analisis 3 [anggota dewan dan eksekutif harus mengungkapkan kepada dewan apakah
mereka secara langsung, tidak langsung atau atas nama pihak ketiga memiliki kepentingan
material dlm suatu transaksi yang berpengaruh besar thd perusahaan. Mereka wajib
memberitahukan bisnis-bisnis apa saja yang sedang mereka kelola]

• CALK No. 27 menjelaskan kasus hukum yang sedang dihadapi oleh perusahaan yakni
“Deddy Hartawan, pemegang saham perusahaan, mengajukan gugatan perdata
terkait dg transaksi pengalihan saham perusahaan di PT. Sumalindo Hutani Jaya
kepada PT. Tjiwi Kimia selaku pihak ke 3 dan pengalihan tagihan perusahaan SHJ
berupa zero coupon bond kepada Marshall Enterprise Ltd”.

Analisis 4 [terkait dengan setiap hambatan untuk memberikan suara dalam RUPS harus
dihapuskan]

• Pasal 15 No. 4-5 “Akta berita acara RUPS harus disampaikan ke Otoritas Jasa
Keuangan max 30 hari setelah RUPS diselenggarakan dan wajib memuat informasi
mengenai :

 Tanggal, waktu, tempat dan mata acara RUPS.


 Anggota direksi dan dewan komisaris yang hadir.
 Jumlah saham dg hak suara yg sah yg hadir pada saat RUPS dan presentasenya
dari jumlah seluruh saham yang mempunyai hak suara yg sah.
 Ada tidaknya pemberian kesempatan kepada pemegang saham utk
mengajukan pertanyaan dan/atau memberi pendapat tentang mata acara
rapat.
 Mekanisme pengambilan keputusan RUPS.
 Hasil pemungutan suara yg meliputi jumlah yang setuju, tidak setuju, dan
abstain.

Kesimpulan Penerapan Prinsip II dan III OECD pada PT. SLJ Global Tbk

 Implementasi GCG dalam lingkungan bisnis PT. SLJ Global Tbk. telah dilakukan
secara maksimal dan menyeluruh sejak Perseroan dan entitas Anak Perusahaan
berdiri.

 Perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip GCG secara konsisten dengan


memandang bahwa implementasi GCG merupakan sebuah kewajiban untuk
menjaga transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Oleh karena itu, struktur
GCG Perseroan dan entitas Anak Perusahaan memastikan kerangka kerja setiap
organ dijalankan secara terpadu dan berdasarkan pada best practices.
REFERENSI

ASEAN Capital Market Forum (ACMF), ASEAN Corporate Governance Scorecard : Country
Reports and Assesments 2012-2013.

OECD. (2004 ). OECD Principles of Corporate Governance.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal nomor KEP-52/PM/1997.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan KEP-614/BL/2011.

Peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) No.32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan


Penyelenggaraan RUPS Perusahaan Terbuka.

Peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) No.33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik.

Peraturan Bapepam no. IX.E.2 tentang Transaksi Material.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

www.sljglobal.com/corporate-information

www.wikipedia.org

www.idx.co.id

www.bungrandhy.wordpress.com/2013/01/12/teori-keagenan-agency-theory

http://nasional.kontan.co.id/news/gugatan-sengketa-saham-suli-kandas

Anda mungkin juga menyukai