Panduan Komunikata PDF
Panduan Komunikata PDF
Komunikata
Meretas Kata, Tubuh, dan Makna
Draft
Subdit Litbang PDTT
6/12/2013
Komunikata June 12, 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya
penyusunan Buku Komunikata: Meretas Kata, Tubuh, dan Makna ini telah dilaksanakan dengan baik oleh tim
penyusun dari Sub Direktorat Litbang PDTT dengan sumbangan masukan yang sangat berharga dari narasumber
dan masukan berbagai pihak.
Penyusunan buku ini dilaksanakan melalui serangkaian proses (akan dilengkapi kemudian setelah due process
lengkap). Buku ini merupakan suplemen dari Seri Panduan Wawancara Dalam Rangka Pemeriksaan Investigatif
yang telah disusun pada tahun 2012. Oleh karena itu, dalam pemahamannya, pemeriksa diharapkan telah
memahami Juklak dan Juknis terkait Pemeriksaan Investigatif serta Panduan Wawancara.
Secara garis besar, buku ini memuat konsep komunikasi verbal, nonverbal, dan paralinguistik serta pendekatan
yang dapat dipergunakan pemeriksa untuk memahaminya. Buku ini bersifat tidak mengikat dan diharapkan
dapat memberikan referensi dan acuan bagi para pemeriksa untuk memahami konsep komunikasi, khususnya
dalam wawancara, dan dapat melakukan pendekatan wawancara yang efektif dalam penugasan pemeriksaan.
Kami menyadari bahwa kelancaran penyusunan buku ini tidak lain berkat dukungan, masukan, dan kritik dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan buku ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih belum sempurna. Untuk itu,
kami menerima kritik, saran, dan masukan yang membangun. Semoga buku ini dapat membantu dan
bermanfaat bagi berbagai pihak.
Terima kasih.
Jakarta, 2013
Plh. Kepala Direktorat Utama
Perencanaan Evaluasi Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan
Pemeriksaan Keuangan Negara
Bambang Pamungkas
Komunikata June 12, 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAGIAN 1 - PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Lingkup
D. Batasan
E. Pengguna
F. Kedudukan
G. Sistematika
BAGIAN 3 - PARALINGUISTIK
BAB 3 MENCERMATI PERUBAHAN KUALITAS VERBAL SUBJEK
A. Nada Bicara, Volume Suara, dan Kecepatan Bicara
B. Disfungsi Perkataan
GLOSARIUM
REFERENSI
Komunikata June 12, 2013
DAFTAR GAMBAR
BAGIAN 1
Pengantar
Komunikata June 12, 2013
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku manusia selalu menjadi misteri. Begitupun saat berkomunikasi dengan orang lain. Bagaimana
seseorang berpikir, menerima pesan, dan merespon pesan akan sangat tergantung pada berbagai hal.
Komunikasi tidak dapat hanya dilihat dan diterjemahkan dari perilaku yang nampak, tetapi juga
mempertimbangkan aspek-aspek lain, seperti psikologis (aspek internal) dan sosial (aspek eksternal).
Ketika terjadi konflik antara id dan superego, perasaan cemas Sumber: http://www.simplypsychology.org/psyche.html
1
http://www.kesimpulan.com/2009/05/mekanisme-pertahanan-ego-dalam.html
2
SDL #1: Micro Exoressions
Komunikata June 12, 2013
Dalam lingkup pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) menyebutkan bahwa bukti kesaksian diperoleh melalui permintaan keterangan, wawancara, atau
kuesioner. Pada praktiknya, wawancara menjadi salah satu teknik pengumpulan bukti yang paling efektif
sehingga sering dipergunakan sebagai metode pengumpulan bukti yang paling penting. Hal ini berbeda
dengan analisa dokumen karena meskipun dokumen juga dapat memberikan fakta, dokumen tidak memiliki
susunan bukti yang luas. Dalam wawancara, keluasan informasi dapat berkembang seiring dengan perluasan
topik wawancara.
Karena setiap manusia mempunyai perbendaharaan kata, tanda, dan bunyi yang berlainan, bisa jadi muncul
celah atau ketimpangan antara pesan yang ingin disampaikan oleh seseorang dan ditangkap oleh lawan
bicara. Begitu pula pemeriksa dalam menjalankan penugasan pemeriksaannya. Tidak dipungkiri bahwa
komunikasi memiliki porsi besar dalam sebuah penugasan pemeriksaan. Kemampuan pemeriksa untuk
berkomunikasi dengan pihak yang diperiksa akan banyak berpengaruh terhadap efektivitas penugasan.
Namun, halangan terbesar yang sering ditemui dalam proses wawancara justru berasal dari sikap
pewawancara. Seringkali dalam suatu wawancara atau permintaan keterangan, pemeriksa lebih terpaku
3
http://www.bbpp-lembang.info/index.php/en/arsip/artikel/artikel-manajemen/142-komunikasi-non-verbal
4
http://books.google.co.id/books?id=fxmSZD9gftkC&pg=PA249&lpg=PA249&dq=rosenblatt,+non+verbal&source=bl&ots=_uyid7Bmyq&sig=NurSZJF_P4fqY
5SrB8uLAEX0InA&hl=en&sa=X&ei=LZklUb3-JIHtrQejloDIAg&ved=0CCkQ6AEwAA#v=onepage&q=rosenblatt%2C%20non%20verbal&f=false
Komunikata June 12, 2013
pada komunikasi verbal subjek wawancara dibandingkan komunikasi nonverbalnya. Hal ini antara lain
dilakukan pewawancara dengan sibuk menulis poin-poin wawancara dan mengabaikan bahasa nonverbal
yang ditunjukkan subjek wawancara pada saat mengungkapkan poin-poin tersebut. Padahal, apa yang
dikeluarkan atau disampaikan oleh subjek wawancara mungkin sekali berlainan atau justru menyimpang
bagi pendengarnya. Oleh karena itu, sebagai pelengkap panduan untuk meningkatkan keterampilan
wawancara5, pemeriksa juga sebaiknya memiliki kemampuan untuk memahami komunikasi lawan bicara
dan memahami beberapa teknik dan persiapan yang seharusnya dilakukan oleh seorang pewawancara.
B. Tujuan
Penyusunan buku ini bertujuan memberikan panduan kepada pemeriksa untuk dapat memahami konsep
komunikasi, khususnya dalam wawancara, dan dapat melakukan pendekatan wawancara yang efektif
setelah memahami cara berkomunikasi subjek wawancara.
C. Lingkup
Panduan ini membahas konsep komunikasi, khususnya dalam pelaksanaan wawancara, beserta beberapa
pendekatan yang digunakan untuk memahami konsep tersebut.
D. Batasan
Buku Komunikata: Meretas Kata, Tubuh, dan Makna disusun untuk memberikan panduan kepada pemeriksa
ketika berkomunikasi dengan pihak yang diperiksa dalam rangka melaksanakan pemeriksaan investigatif.
Dalam kondisi tertentu, pemeriksa dapat menggunakannya dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan
kinerja.
E. Pengguna
Buku ini digunakan oleh pemeriksa BPK yang memiliki pengalaman dan digunakan untuk pemeriksaan
investigatif. Pemahaman lebih mendalam atas masing-masing pendekatan komunikasi dilakukan melalui
pelatihan.
5
Pemeriksa dapat mempelajari Seri Panduan Wawancara Dalam Rangka Pemeriksaan Investigatif, 2012, untuk mengetahui tentang proses wawancara
investigatif mulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan
Komunikata June 12, 2013
F. Kedudukan
Buku ini merupakan suplemen dari Seri Panduan Wawancara Dalam Rangka Pemeriksaan Investigatif
(selanjutnya disebut Seri Panduan Wawancara) yang telah disusun pada tahun 2012. Panduan ini mencakup
komunikasi verbal, nonverbal, dan paralinguistik, khususnya dalam pelaksanaan wawancara. Dalam
penggunaannya, pemeriksa harus terlebih dahulu memahami Juklak dan Juknis terkait Pemeriksaan
Investigatif dan Seri Panduan Wawancara. Penggunaan panduan ini bersifat tidak mengikat bagi pemeriksa
dan tetap mempertimbangkan perkembangan peraturan perundangan dan metodologi pemeriksaan.
G. Sistematika
Buku ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut:
Bagian 1 : Pengantar
Bagian ini terdiri atas satu bab untuk memberikan penjelasan kepada pemeriksa tentang
pentingnya kemampuan menerjemahkan makna verbal subjek wawancara serta contoh
penerjemahan beberapa ungkapan yang sering digunakan subjek wawancara.
Bagian 3 : Paralinguistik
Bagian ini terdiri dari satu bab untuk memberikan pemahaman kepada pemeriksa
tentang pentingnya mencermati perubahan kualitas verbal subjek wawancara serta
contoh perubahan kualitas verbal yang patut dicermati pemeriksa dalam wawancara.
Bagian ini terdiri dari empat bab untuk memberikan pemahaman kepada pemeriksa
tentang tiga pendekatan untuk memahami komunikasi nonverbal, yang mencakup micro
expression, neuro linguistic programming, dan graphology.
Bagian ini terdiri dari satu bab dan berisi langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan
pewawancara dalam menangani reaksi tertentu dari subjek wawancara.
Komunikata June 12, 2013
BAGIAN 2
Komunikasi
Verbal
Komunikata June 12, 2013
BAB 2
MENERJEMAHKAN MAKNA VERBAL SUBJEK
6
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122-HERLINA/IP-TM4_KOMUNIKASI_VERBAL.pdf
7 nd
Principles of Kinesic Interview and Interrogation. 2 edition. Stan B Walters. 2002. CRC Press LLC
Komunikata June 12, 2013
Selain itu, kelancaran komunikasi verbal juga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:
a. Faktor intelegensi. Orang dengan intelegensi rendah biasanya kurang lancar berbicara karena kurang
memiliki perbendaharaan kata dan bahasa, cara bicaranya terputus-putus, bahkan seringkali antara kata
yang satu dengan lainnya tidak/kurang memiliki relevansi.
b. Faktor budaya. Karena setiap budaya memiliki bahasa yang berbeda-beda, apabila setiap orang
beromunikasi dengan mempertahankan bahasa daerahnya maka komunikasi tidak akan berjalan efektif.
c. Faktor pengetahuan. Makin luas pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin banyak perbendaharaan
kata yang dapat membuat seseorang lebih lancar berbicara.
d. Faktor kepribadian. Orang yang memiliki sifat pemalu dan kurang pergaulan biasanya kurang lancar
berbicara.
e. Faktor biologis. Kelumpuhan organ bicara dapat menghambat komunikasi, misalnya sulit mengatakan kata
desis dan berbicara tidak jelas.
f. Faktor pengalaman. Makin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, main terbiasa ia menghadapi
sesuatu.
Makna verbal mencerminkan hubungan antara pemikiran subjek dan reaksinya pada saat merespon pertanyaan
pewawancara. Dalam kondisi normal, subjek umumnya dapat mengendalikan diri sehingga orang lain tidak
dapat melihat apa yang sebenarnya dipikirkan atau dirasakan subjek. Namun demikian, dalam kondisi tertekan
selama pelaksanaan wawancara, subjek cenderung tidak bisa mengendalikan reaksinya.
Subjek umumnya bereaksi terhadap ancaman/tekanan dalam tiga bentuk, yaitu membeku (freeze), melarikan
diri (flight), atau melawan (fight). Freeze merupakan reaksi spontan subjek ketika ia tidak ingin menarik
perhatian pihak lain atau menghindari deteksi objek yang mengancamnya, misalnya berbohong,
menyombongkan diri, dan bersembunyi. Flight merupakan reaksi spontan subjek yang dilakukan ketika ia
merasa terlalu dekat dengan sumber ancamannya dan bertujuan untuk menyelamatkan diri atau menjauhkan
diri dari ancaman, misalnya melakukan perilaku blocking dengan menutup mata, menutupi wajah dengan
tangan, dan lain-lain. Sedangkan fight merupakan reaksi spontan subjek yang muncul manakala subjek merasa
tidak bisa lagi menghindari ancaman atau bahaya, misalnya dengan mendebat, berbicara sinis atau kasar,
melotot, dan lain-lain. Sama halnya dalam bereaksi dengan bahasa verbal, dalam sebuah wawancara, subjek
dapat bereaksi dengan berbohong (deception), mengelak atau menghindar (evasion), mengakui secara tersamar
(omission), atau menceritakan apa adanya (truth).
Kesuksesan sebuah wawancara antara lain tergantung pada kemampuan pewawancara melakukan decoding
atas kondisi-kondisi yang mencerminkan respon subjek atas pertanyaan pewawancara - baik dalam bentuk
marah, depresi, penyangkalan, pengaburan informasi, dan penerimaan. Kemampuan pewawancara untuk
mengungkap respon tersebut akan menggiring pewawancara pada perolehan indikasi kejujuran atau
kebohongan subjek. Oleh karena itu, pewawancara harus mampu menerjemahkan makna verbal subjek atas
suatu pernyataan sehingga pewawancara dapat melakukan analisa mendalam untuk mempersiapkan langkah
atau pertanyaan selanjutnya. Berikut adalah beberapa penanda verbal yang penting dicermati pemeriksa.
Komunikata June 12, 2013
A. Marah
Subjek yang berbohong cenderung menunjukkan sikap permusuhan sejak awal, namun mudah
memaafkan pewawancara atas tuduhan yang dilontarkannya. Subjek jujur berbuat sebaliknya.
Kemarahan merupakan salah bentuk reaksi fight atau flight. Secara umum, kemarahan bukan merupakan
tanda ketidakjujuran. Meskipun demikian, pewawancara harus memahami reaksi ini untuk dapat
mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
1. Kemarahan terbuka
Kemarahan terbuka adalah kemarahan yang paling mudah dikenali. Kemarahan terbuka bersifat
terbuka, menyerang secara terbuka kepada pewawancara, korban atau saksi. Subjek menunjukkan
kemarahannya dengan menyerang pewawancara secara verbal, misalnya mengancam akan menuntut
pewawancara, mengatakan telah menyewa pengacara terbaik, memecat pewawancara, dan
sebagainya. Selain itu, subjek dapat juga “menyerang” kantor tempat pewawancara bekerja. Subjek
juga biasanya menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi. Tujuannya adalah untuk menggertak atau
mengintimidasi pewawancara atau menunjukkan bahwa dia mampu menguasai pembicaraan.
2. Marah tersamar
Kemarahan tersamar jauh lebih halus dibandingkan kemarahan terbuka dan dilakukan oleh seseorang
yang memiliki tingkat intelektual tinggi sehingga karenanya sering terabaikan oleh pewawancara.
Subjek menunjukkan kemarahannya dengan menantang fakta dengan cara mencari aspek pendukung
atas kasus yang dituduhkan kepadanya sebagai upaya mengurangi keterlibatannya. Yang menarik dari
jenis reaksi ini adalah subjek tidak menyangkal kejahatan yang telah terjadi, tetapi menanggapi
dugaan dengan sikap “buktikan saja”. Cara lain yang digunakan oleh subjek adalah dengan
memperingatkan pewawancara bahwa dia memiliki kelebihan dibanding pewawancara atau berdiskusi
dengan pewawancara menggunakan istilah yang rumit. Di satu pihak, subjek menyatakan keberatan
atas suasana wawancara atau sibuk, namun di lain pihak, dia menyatakan sanggup membantu
pewawancara. Subjek dapat juga mengatakan bahwa ia tidak memiliki waktu untuk melakukan hal
yang dituduhkan pewawancara.
Kemarahan tersamar juga dapat terjadi dalam bentuk perubahan cara panggil, misalnya, semula
subjek memanggil pewawancara dengan sebutan Bapak/Ibu, tetapi kemudian menggantinya dengan
menyebut jabatan atau ditambah nama pewawancara yang diikuti perubahan kualitas suara. Subjek
juga dapat mengalihkan isu permasalahan, misalnya dengan mengatakan bagaimana perasaannya
Komunikata June 12, 2013
dalam wawancara tersebut atau menceritakan aktivitas yang seharusnya dia lakukan apabila
wawancara tidak dilaksanakan. Subjek berupaya menyatakan bahwa apa yang dilakukan pewawancara
hanyalah suatu hal yang sia-sia.
Hal yang perlu diketahui pewawancara adalah marah merupakan reaksi yang umum terjadi. Perbedaannya
terletak pada pola pengungkapan kemarahan tersebut. Subjek yang berbohong cenderung menunjukkan
permusuhan sejak awal, bahkan sebelum pewawancara menuduhkan sesuatu padanya. Subjek
menunjukkan kemarahannya untuk membuat pewawancara lebih berhati-hati dalam bertanya dan apabila
tujuan tersebut tercapai, subjek akan menjadi kooperatif. Pewawancara perlu mewaspadai kemarahan yang
disertai penghindaran karena hal tersebut dapat menunjukkan subjek berupaya menutupi sesuatu atau
bahkan sedang berbohong. Sebaliknya, subjek yang jujur akan kooperatif dan terbuka atas tanggapan
pewawancara. Subjek tidak memberikan penolakan yang berarti dan apabila penolakan tersebut muncul
biasanya diakibatkan oleh salah paham, misalnya subjek merasa kurang yakin sehingga dia lebih suka tidak
memberikan tanggapan atas pertanyaan pewawancara.
B. Depresi
Jangan menafsirkan depresi sebagai penerimaan; Cermati dan dengarkan bahasa verbal subjek.
--Stan B. Walters, 2002--
Lain halnya dengan marah yang bersifat “menyerang” keluar, subjek yang mengalami depresi akan
“menyerang” dirinya sendiri. Pewawancara bisa jadi menemui kesulitan untuk memperoleh informasi dari
subjek yang depresi karena subjek akan lebih memfokuskan perhatiannya pada dirinya sendiri dan
permasalahannya dan menganggap bahwa wawancara yang dijalaninya tidak penting.
Bentuk-bentuk depresi:
Depresi tipe ini ditunjukkan subjek melalui kalimat-kalimat bernada negatif yang berfokus pada subjek
itu sendiri, misalnya subjek mengatakan bahwa dia merasa benar-benar terpuruk apabila memikirkan
semua yang telah terjadi, merasa tidak bisa kemana-mana akibat tuduhan yang dialamatkan
kepadanya, dan lain-lain
Depresi tipe ini ditunjukkan subjek dengan mengungkapkan permasalahan-permasalahan fisik yang
dihadapinya, seperti mengeluhkan pusing, tekanan darahnya naik, susah makan, dan sebagainya.
Komunikata June 12, 2013
Subjek mengamuk dan menyerang dirinya sendiri akibat ketakutan, kesedihan, dan keinginan
menyerang yang dikarenakan subjek merasa mendapat ancaman, baik dari tempat wawancara,
pewawancara, maupun tingkah laku pewawancara.
Pewawancara harus mampu membedakan antara depresi dengan pengaburan informasi. Pengaburan
informasi dilakukan untuk menarik simpati pewawancara. Oleh karena itu, untuk membedakannya dengan
pengaburan informasi, pewawacara harus mencermati tanda-tanda berikut:
a. suara
Pada subjek yang mengalami depresi, nada suaranya melembut dan volume suaranya melemah dan
kadang terdengar samar.
b. bahasa tubuh
Pada subjek yang mengalami depresi, bahasa tubuhnya akan mengalami perubahan, seperti
pergerakan anggota tubuhnya melambat, tubuhnya agak merosot dari tempat duduk, dan alisnya
berkerut. Pewawancara juga dapat melihat beberapa ekspresi wajah lain subjek yang mengalami
depresi pada Bab Micro Expressions.
c. intuisi
Pewawancara seringkali melakukan dua kesalahan dalam mendiagosa depresi. Pertama, bahasa tubuh
subjek yang mengalami depresi serupa dengan subjek yang akan membuat pengakuan sehingga
pewawancara seringkali menganggap ekspresi atau ungkapan depresi sebagai pengakuan subjek. Kedua,
pewawancara seringkali beranggapan bahwa subjek akan memberikan pengakuan apabila subjek mengalami
depresi. Perbedaan yang mendasar antara depresi dan penerimaan adalah pada depresi subjek
menggunakan kata-kata untuk “menyerang” dirinya sendiri dan seolah mengasingkan diri dari situasi yang
dihadapi saat itu atau situasi yang sedang direkonstruksi pada saat wawancara, sedangkan penerimaan
merupakan pengakuan dan penyerahan diri subjek akan situasi yang dihadapi.
C. Penyangkalan
Penyangkalan merupakan reaksi pendukung bagi tiga reaksi lain, yaitu marah, depresi, dan pengaburan
informasi. Oleh karena itu, apabila pewawancara gagal mendiagnosa adanya penyangkalan dan gagal
memberikan respon yang tepat terhadap penyangkalan akan memungkinkan subjek terus memanfaatkan
penyangkalan ini untuk menjauhkan diri dari pengakuan.
1. Pura-pura lupa
Apabila subjek berada dalam posisi harus menjawab sementara dilain pihak, subjek berisiko tinggi jika
memberikan jawaban, biasanya subjek mengaku tidak ingat akan peristiwa yang ditanyakan, padahal,
subjek dapat mengingat hal-hal lain diluar peristiwa yang ditanyakan. Dalam hal ini, subjek dapat
mengalami “degradasi memori”, yaitu subjek hanya mengingat potongan-potongan peristiwa penting
dan mencampurkannya dengan informasi lain; “represi”, yaitu subjek mengaku tidak ingat akan
peristiwa yang menyakitkan; dan “lupa dengan alasan tertentu”, yaitu subjek berbohong bahwa dia
tidak dapat mengingat suatu peristiwa untuk menghindarkannya dari pertanyaan-pertanyaan lain
yang dianggap memberatkannya.
Apabila dalam sebuah wawancara pewawancara menemukan subjek melakukan hal tersebut, dalam
bentuk apapun, pewawancara harus mewaspadai bahwa subjek sebenarnya mengerti hal tersebut.
Untuk mengatasinya, pewawancara dapat mencoba mengidentifikasikan peristiwa lain yang
bersamaan waktunya dengan peristiwa yang akan ditanyakan, menggali alasan mengapa subjek
mengaku tidak ingat, dan menghindari tipe pertanyaan “ya” dan ‘tidak”. Pewawancara juga tidak
boleh menyarankan subjek untuk melupakan masalah tersebut. Pewawancara juga harus terus
mengembangkan pertanyaan yang berasosiasi dengan inti pertanyaan meski tidak menanyakan
pertanyaan intinya secara langsung kepada subjek.
Ekspresi ini dinyatakan subjek untuk menyatakan bahwa pewawancara mungkin tidak percaya apa
yang dikatakan subjek, tetapi apapun itu, pewawancara harus mempercayainya, misalnya dengan
mengucapkan “Saya tidak mungkin bohong”, “Saya tidak punya alasan berbohong”, dan lain-lain.
3. Ekspresi pengalihan
Ekspresi ini dipergunakan oleh subjek untuk memberikan penekanan pada beberapa isu yang dianggap
penting dan merupakan pengalihan dari permasalahan yang sebenarnya ditanyakan oleh
pewawancara, misalnya dengan mengucapkan “Satu hal lagi….”, “Ngomong-ngomong……”, dan lain-
lain.
4. Modifier
Kata pengubah (modifier) digunakan untuk mengubah kata-kata atau kondisi yang baru saja
dinyatakan oleh subjek. Bentuk modifier yang banyak dipakai adalah kata “tapi” dan “namun
Komunikata June 12, 2013
demikian”. Selain itu, subjek dapat juga mempergunakan kata-kata yang sifatnya tidak pasti yang
memungkinkan subjek untuk menyesuaikan keterangan yang mengikutinya, seperti “biasanya”,
“kadang”, “jarang”, dan lain-lain.
5. Guilt phrase
Gulit phrase muncul akibat tekanan akibat rasa bersalah atau pengetahuan yang salah dan biasanya
muncul tanpa diminta, misalnya subjek mengatakan akan menanyakan hal yang sama apabila dia di
posisi pewawancara; menyatakan bahwa dia adalah tipe orang yang akan selalu dipersalahkan; dan
mengatakan “Mari kita anggap saja kalau….”, dan lain-lain.
6. Mengeblok pernyataan
Subjek mengeblok pernyataan pewawancara sebagai bentuk pertahanan atas tuduhan yang
dilontarkan pewawancara dan biasanya muncul dalam bentuk pertanyaan dalam bentuk “mengapa”,
misalnya “Mengapa saya harus mempermalukan diri saya dengan berbuat demikian?”
Pada saat subjek menjelaskan keterlibatannya pada serangkaian peristiwa, subjek mungkin merasa
bahwa dia perlu menghilangkan beberapa hal untuk mengurangi keterlibatannya. Supaya cerita tetap
mengalir dan penghilangan bagian tertentu tidak kentara serta untuk menyembunyikan informasi dan
permasalahan, subjek menggunakan kata penghubung, seperti “setelah itu…”, “tiba-tiba….”, dan lain-
lain.
8. Perubahan kosakata
Perubahan kosakata biasanya pada keterangan waktu dan kata ganti, misalnya daripada menyebutkan
tanggal tertentu, subjek menggantinya dengan kata kemarin atau daripada menyebutkan nama,
subjek menggantinya dengan dia.
Displacement merupakan upaya subjek untuk mengurangi keterlibatannya dalam suatu peristiwa dan
ditunjukkan dengan lebih banyak bercerita dari sudut pandang orang lain, misalnya “menurut dia”,
atau penggunaan kata mereka, dia, seseorang, dan lain-lain untuk menghindari penyebutan nama
tertentu.
Mengulur pembicaraan bagi subjek memiliki dua tujuan, yaitu mengorganisasi waktu untuk
menyelaraskan pikirannya atau meruntutkan cerita; dan apabila subjek berbohong, mengulur
pembicaraan memberikan waktu bagi subjek untuk berpikir akan sejauh mana dia berbohong. Pada
bentuk pertama, subjek akan bereaksi dengan diam sejenak atau tertawa atau terbatuk atau
berdehem sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan pewawancara. Sementara, bentuk yang
Komunikata June 12, 2013
kedua, biasanya dilakukan dengan mengajukan pertanyaan lain untuk merespon pertanyaan
pewawancara.
Penyangkalan dalam hal tertentu terjadi dalam dua bentuk. Pertama, saat subjek menganggap
pertanyaan wawancara tidak tepat, dia akan merespon khususnya pada kesalahan tersebut. Bentuk
kedua, subjek justru dapat menceritakan hal-hal yang sangat detail yang telah terjadi pada waktu yang
lampau, yang justru tidak ditanyakan oleh pewawancara, misalnya pewawancara menanyakan
“Apakah subjek mengenal tersangka?” Subjek menjawab “tidak”, tetapi dapat menceritakan alamat
tempat tinggal A secara lengkap, menceritakan kebiasaan sehari-hari A, keluarganya, kendaraannya,
dan lain-lain.
12. Memberikan jawaban “ya” dan “tidak” yang tidak benar (deceptive “yes” or “no” responses)
Cara yang paling mudah untuk menyangkal adalah berkata “tidak” atau “ya”. Untuk mengetahui
apakah subjek jujur atau berbohong, pewawancara harus memperhatikan bahasa tubuh subjek pada
saat menjawab, misalnya berkata “ya”, tetapi pada saat yang bersamaan subjek menyilangkan tangan
atau kaki, tiba-tiba memutus kontak mata, dan lain-lain. Selain itu, subjek dapat tiba-tiba memutus
pertanyaan pewawancara dengan mengatakan “ya” atau “tidak” bahkan sebelum pertanyaan selesai
diajukan.
D. Pengaburan Informasi
Subjek melakukan pengaburan informasi untuk mengaburkan kenyataan. Pengaburan informasi lebih
merupakan penghindaran dibandingkan kebohongan. Bentuk-bentuk pengaburan informasi tersebut
diantaranya:
Metode pengaburan informasi yang umum digunakan yaitu mengeluh dengan maksud mendapatkan
simpati pewawancara. Mengeluh biasanya memusatkan pada beberapa jenis ketidakberuntungan
yang menimpa subjek wawancara, seperti masalah kesehatan, kesulitan dalam melaksanakan
pekerjaan, dan lain-lain. Subjek yang berbohong akan mengeluhkan banyak hal untuk memutus
percakapan dan mengeluhkan banyak hal bahkan sejak akan melangkahkan kaki menuju tempat
Komunikata June 12, 2013
wawancara. Sementara, subjek yang jujur akan menahan diri dan memberikan informasi yang
dibutuhkan pewawancara.
2. Memperhalus kata
Salah satu perilaku pengaburan informasi adalah penggunaan kata yang lebih “halus” atau kata
pengganti untuk menggambarkan tindakan seseorang. Subjek dapat mengganti kata bukan untuk
berbohong, tetapi untuk menutupi kebenaran. Untuk menanggapinya, pewawancara harus telah
mengetahui kondisi psikologis terkini subjek.
Bentuk lain dari perilaku mengalihkan informasi adalah dengan penggunaan jawaban “abu-abu” atau
tersamar. Pernyataan tersebut berupa respon tidak jelas yang disengaja dari subjek wawancara,
misalnya ketika karyawan ditanyai apakah dia saat ini menggunakan narkoba, jawabannya ya, tetapi
sudah beberapa tahun lalu. Untuk menanggapinya, pewawancara harus terus “mengejar” sehingga
setiap jawaban abu-abu diklarifikasi oleh subjek.
Taktik pengaburan informasi yang sering digunakan adalah penggunaan pernyataan agamis sebagai
usaha untuk menambah citra kredibilitas. Seseorang yang curang menggunakan agama hanya disaat
kejadian paling kritis ketika mereka sangat butuh orang untuk mempercayainya. Pelaku biasanya
membawa-bawa nama Tuhan atau agama atau kitab suci. Pewawancara harus mewaspadai hal
tersebut karena orang yang agamis biasanya tidak memamerkan keagamaan mereka.
Subjek mengalihkan kecurigaan pewawancara darinya dengan membuat pernyataan yang mendalam
mengenai standar moralnya, misalnya dengan menceritakan bagaimana dia dididik dalam keluarga
yang ketat dengan orang tua yang tidak akan mentolerir perilaku tidak sesuai dari anak-anaknya dan
khususnya tidak tahan dengan semua tindakan yang mirip seperti yang telah dituduh atau
disangkakan.
Metode menarik yang dimiliki seseorang dengan menggunakan perilaku pengaburan informasi adalah
berperilaku terlalu sopan terhadap pewawancara. Subjek wawancara dapat memunculkan perilaku
ramah, yang kadang terlalu ekstrem, khususnya didesain “menipu” atau “memuji-muji” pewawancara.
Komunikata June 12, 2013
E. Penerimaan
Penerimaan terjadi pada saat seseorang tidak mampu lagi mengelak dari suatu kenyataan.
--Stan B Walters, 2002--
Pada titik ini, subjek akan terbuka untuk menerima masukan dari pewawancara. Namun demikian,
pewawancara harus memahami bahwa keterlambatan respon atau respon yang berlebihan dapat membuat
subjek kembali tertutup. Pernyataan penerimaan dapat dilihat dari beberapa kondisi berikut:
Pada suatu kondisi wawancara, mungkin saja subjek tidak memberikan pengakuan kepada
pewawancara. Namun, apabila subjek mengeluarkan pernyataan yang berisi kesediaan untuk
mengganti kompensasi atas kerugian pada kasus yang ditanyakan pewawancara, hal ini menandakan
penerimaan, misalnya, subjek menyatakan bahwa ia tidak melakukan pencurian kas, tetapi bersedia
mengganti senilai jumlah kas yang hilang. Apabila menghadapi kondisi tersebut, pewawancara
sebaiknya tidak menghilangkan pokok permasalahannya. Selanjutnya, pewawancara dapat
membangun suatu skenario yang menyerupai kejadian yang didiskusikan dengan mengidentifikasikan
kerugian yang lebih sedikit. Hindari menyebutkan jumlah nominal tertentu. Jelaskan skenario tersebut
pada subjek wawancara dan mintalah pendapatnya tentang siapa yang sebaiknya bertanggung jawab
atas kejadian tersebut dan berapa pihak yang bertanggung jawab tersebut harus membayar.
Pernyataan fantasi-realita merupakan tanggapan yang diungkapkan oleh subjek yang menandakan
bahwa dia membenarkan adanya kejadian tersebut. Biasanya subjek menggunakan persepsi orang
ketiga yang dilakukan untuk menutupi rasa bersalahnya. Bedanya dengan pengaburan informasi,
subjek menjadikan orang ketiga seolah-olah sebagai pelaku dalam peristiwa yang diceritakan subjek.
3. Pernyataan hukuman
Apabila pewawancara mendapati subjek menanyakan bentuk hukuman apa yang kira-kira akan dia
terima, hal tersebut menyiratkan penerimaan. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa subjek
menerima kesalahannya dan mengkhawatirkan sanksi apa yang akan ia terima. Untuk menanggapinya,
pewawancara dapat menginformasikan jenis hukuman dan lama hukuman yang mungkin diterima.
Namun demikian, apabila pewawancara tidak memahaminya, pewawancara dapat menyamarkan
jawabannya dengan menyatakan bahwa jenis dan lamanya hukuman akan tergantung pada apa yang
akan dilakukan pelaku.
Komunikata June 12, 2013
Tanda awal penerimaan umumnya dikenal dengan mirroring. Pada fase ini subjek wawancara meniru ekspresi
wajah dan perilaku pewawancara. Selain itu, pewawancara mungkin melihat subjek wawancara melonggarkan
ikatan dasinya, melepas jaket, melepas kancing lengan baju, mengendorkan ikat pinggang, dan lain-lain.
Komunikata June 12, 2013
BAGIAN 3
Paralinguistik
Komunikata June 12, 2013
BAB 4
MENCERMATI PERUBAHAN KUALITAS VERBAL SUBJEK
Secara umum, perubahan kualitas suara sebaiknya tidak dianggap sebagai indikator kebohongan, tetapi lebih
merupakan gambaran emosi subjek pada saat yang bersamaan. Pada saat perubahan kualitas suara terjadi
berbarengan dengan gejala-gejala lain (yang akan telah dijelaskan pada Bagian 2), pewawancara dapat membuat
diagnosa tentang ketertekanan subjek dan kemungkinan kebohongan. Namun, jika tidak dibarengi gejala
apapun, pewawancara dapat mencatat dalam kondisi apa reaksi tersebut muncul. Apabila pewawancara telah
menemukan pola normal subjek, setiap perubahan kualitas verbal subjek merupakan titik kritis yang harus
didalami pewawancara.
Ketegangan subjek wawancara biasanya terlihat dari perubahan nada bicara, volume, maupun kecepatan
berbicaranya. Untuk mengetahuinya, pewawancara harus sudah dapat menilai cara berbicara subjek dalam
kondisi normal sebelum mengajukan pertanyaan yang bersifat sedikit mengarahkan atau menuduh.
1. Nada bicara
Jika nada bicara subjek berubah, pewawancara dapat berasumsi bahwa subjek bereaksi lebih terhadap
pertanyaan tersebut. Jenis perubahan yang teridentifikasi dapat menjadi petunjuk atas apa yang
sebenarnya sedang terjadi pada si subjek.
Ketika nada bicara subjek meningkat, pewawancara dapat mengasumsikan bahwa subjek marah atau
mengalami tingkat stres yang cukup tinggi. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa peningkatan nada
bicara dapat menunjukkan kebohongan (Darwin dan Ekman dalam Walters). Sebaliknya, ketika nada
bicara menurun, hal ini dapat mengindikasikan kondisi emosional subjek sedang menurun drastis,
bahkan subjek dapat menunjukkan penolakan yang mengarah ke depresi, atau paling tidak sedikit
menutup diri.
2. Volume suara
Volume suara, baik meninggi maupun melemah, umumnya menunjukkan tingkat stres subjek.
Peningkatan volume suara menunjukkan kemarahan atau bahwa subjek ingin terlihat percaya diri dan
menunjukkan bahwa subjek memiliki posisi lebih tinggi dibanding pewawancara.
Sebaliknya, volume bicara yang turun selain menunjukkan stres, juga mengindikasikan subjek tidak
tertarik terhadap pembicaraan. Dalam beberapa kasus ekstrem, suara subjek akan menjadi lemah dan
Komunikata June 12, 2013
serak, dan kata-kata yang diucapkan subjek menjadi sulit untuk didengar dan dimengerti. Bahkan jika
subjek benar-benar dalam kondisi takut, suara subjek akan tercekat atau hilang sama sekali.
3. Kecepatan suara
Kecepatan berbicara lebih berhubungan dengan kecepatan berfikir subjek. Secara umum, kecepatan
normal berbicara seseorang sangat tergantung dengan budaya subjek sehingga pewawancara harus
mencermati kecepatan berbicara normal subjek. Untuk itu, ketika wawancara telah dimulai dan
kondisi masih normal dengan tingkat ketegangan rendah, pewawancara harus secara cepat dapat
menilai pola kecepatan berbicara normal subjek.
Ketika kecepatan berbicara subjek menurun, kondisi ini menunjukkan subjek sedang berhati-hati
dalam mengeluarkan pernyataan. Dengan memperlambat kecepatan berbicara, subjek sedang
menyensor dan meredaksi kata-katanya sebelum berbicara. Memperlambat kecepatan berbicara juga
membantu mengurangi kemungkinan umpan balik dan persepsi negatif dari pewawancara terhadap
subjek. Jika ternyata subjek merasa pernyataan yang dikeluarkan akan berisiko tinggi menjadi
perhatian pewawancara, subjek akan merevisi redaksi kalimat bahkan subjek dapat saja
menambahkan kebohongan di dalam pernyataannya. Proses “redaksi” kalimat ini biasanya diiringi
dengan isyarat nonverbal yang lebih sering dibandingkan dengan kondisi normal.
Sebagian orang biasanya akan mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah
mereka prediksi sebelum pelaksanaan wawancara. Jawaban-jawaban tersebut telah dilengkapi dengan
alibi yang mendukung pernyataan mereka. Akan tetapi, subjek tentu saja tidak dapat memprediksi
semua pertanyaan yang akan diajukan oleh pewawancara. Ketika subjek memperoleh pertanyaan
yang telah diantisipasinya, biasanya kecepatan berbicaranya akan meningkat. Peningkatan kecepatan
berbicara ini menunjukkan bahwa apa yang diperbincangkan merupakan hal yang penting menurut
subjek (Skinner, 1952, 1992). Pernyataan tersebut merupakan opini yang sudah dibangun subjek dari
sebelum wawancara, bukan hanya pemikiran instan. Peningkatan kecepatan bicara juga terjadi apabila
subjek sudah berulang kali melatih jawaban yang mendukung alibinya tersebut. Pada saat yang
bersamaan, subjek biasanya sangat bersemangat ketika menjawab pertanyaan tersebut untuk
membuktikan bahwa subjek tidak bersalah dan ini dapat ditangkap oleh si pewawancara dengan
mencatat peningkatan kecepatan suara dari kecepatan normal subjek.
Disfungsi perkataan pada subjek yang berbohong lebih banyak dibanding subjek yang jujur dan
terjadi manakala subjek mendapat pertanyaan yang “tepat”
--Stan B. Walters, 2002--
Komunikata June 12, 2013
Para ahli bahasa mendefiniskan disfungsi perkataan (speech dysfungtion) sebagai ketidaklancaran dalam
berbicara atau kesalahan dalam berbicara. Disfungsi perkataan menunjukkan adanya stres. Namun
demikian, baik subjek yang jujur maupun berbohong dapat saja mengalami disfungsi perkataan. Hal yang
membedakan adalah subjek yang berbohong akan cenderung melakukan lebih banyak disfungsi perkataan
akibat tekanan yang berlebihan sehingga menggunakan disfungsi perkataan tersebut sebagai pengelakan.
Dalam hal ini tugas pewawancara adalah mengidentifikasi pada area apa disfungsi tersebut kerap terjadi dan
mengeksplor isu tersebut lebih lanjut. Eksplorasi tambahan ini dapat membantu pewawancara menemukan
atau paling tidak mempersempit area kebohongan, yaitu dengan cara memberikan pertanyaan yang lebih
spesifik.
Subjek yang terus-menerus atau seringkali tidak dapat menemukan keruntutan alur dalam berbicara akan
sering melakukan kesalahan dalam berbicara. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa apabila pola tersebut
bukan merupakan pola normal cara berbicara seseorang, hal tersebut 90% mengindikasikan kebohongan
(Davis dkk dalam Walters, 2002). Kebohongan tersebut dapat berupa penghilangan informasi yang
sebenarnya atau penambahan informasi yang menyesatkan.
1. Isyarat paralinguistik
Isyarat paralinguistik merupakan bentuk pertama disfungsi perkataan. Bentuk isyarat yang paling
sering digunakan antara lain:
Isyarat tersebut selain mengindikasikan adanya stres, juga merupakan mekanisme untuk
memperlambat pembicaraan. Kita sering mendengar seorang pembicara yang belum cukup
berpengalaman menghasilkan bunyi “err” pada saat memaparkan suatu hal. Biasanya kondisi
tersebut muncul manakala pembicara tersebut bingung untuk meruntutkan pokok
pembicaraannya.
b. suara tegukan, menelan, tarikan nafas, dengusan, erangan, geraman, dan siulan
Suara-suara tersebut merupakan isyarat yang harus diperhatikan pewawancara karena suara
tersebut dihasilkan ketika subjek berada dalam tekanan. Biasanya subjek melakukan hal
tersebut karena khawatir reaksinya atas suatu pertanyaan terdiagnosa oleh pewawancara.
Suara tegukan atau menelan atau tarikan nafas dalam juga menunjukkan subjek berada dalam
kondisi tertekan atau mengindikasikan kebohongan. Suara tegukan atau menelan merefleksikan
fungsi pengulangan yang terjadi akibat subjek keluar dari alur pikirnya. Dalam kondisi stres,
subjek biasanya akan lebih banyak mengambil tarikan nafas dalam. Dalam beberapa kasus,
suara tersebut akan dibarengi dengan gerakan bibir atas kedutan pipi yang tidak disadari.
Komunikata June 12, 2013
Terbata-bata terjadi manakala subjek berusaha menyampaikan hal yang sangat penting dengan
kecepatan melebihi mulut atau organ percakapan lainnya, sedangkan gagap terjadi karena
subjek belum memikirkan apa yang akan disampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya.
Pada intinya, subjek lebih memikirkan isi pesan yang ingin disampaikan dan bagaimana
pewawancara akan menginterpretasikannya karena pemilihan kata-kata yang salah akan
menimbulkan tanggapan negatif dari pewawancara. Pewawancara perlu mencermati kedua
kondisi ini sebagai tanda stress hanya bila subjek tidak menunjukkan gelaja-gejala tersebut
sebelumnya.
d. jeda
Pada umumnya, dalam sebuah percakapan, jeda merupakan pemutusan sementara yang secara
tidak langsung diipergunakan untuk membuktikan apakah subjek memahami apa yang
disampaikan pewawancara dan pewawancara memberikan kesempatan pada subjek untuk
menyerap informasi yang disampaikan pewawancara. Selain itu, jeda juga berarti tanda bahwa
seseorang sudah berhenti bicara dan merupakan penanda bahwa giliran lawan bicara telah tiba.
Jika subjek memberikan jeda ketika pewawancara berbicara biasanya mengindikasikan ada
sesuatu dalam wawancara tersebut. Apabila subjek menginterupsi pewawancara dengan sebuah
respon tertentu, hal ini menunjukkan bahwa apa yang dibicarakan pewawancara merupakan hal
penting bagi subjek dan karenanya subjek harus meresponnya dengan cepat. Hal ini mungkin
dilakukan subjek untuk menghentikan pewawancara sebelum pertanyaannya mengarah ke titik
kritis dan mengalihkan pewawancara dari topik tersebut. Selain itu, jeda juga bisa terjadi
manakala subjek merasa sangat tertekan karena menunggu-nunggu pertanyaan yang terkait
dengan permasalahannya sehingga subjek melontarkan responnya dengan menjeda
pewawancara. Jeda tersebut bukan merupakan penanda kebohongan, tetapi merupakan tanda
yang harus diwaspadai. Pewawancara harus mencermati jeda yang terlalu panjang.
e. menghela nafas
Menghela nafas terdiri dari dua jenis. Pertama, subjek terus-menerus menghela nafas yang
dapat diartikan subjek menyesal atau lebih tepatnya mengalami depresi. Kedua, subjek
menghela nafas panjang, yang dapat diartikan subjek sudah dapat menerima situasi atau
informasi yang diajukan pewawancara, dan telah bersiap untuk memberikan pengakuan. Topik
ini akan dibahas lebih dalam pada Bab Menerjemahkan Makna Verbal Subjek.
f. tertawa
Tertawa gugup tidak selalu menunjukkan subjek merasa tertekan oleh pertanyaan pewawancara
atau terancam oleh pewawancara, tetapi juga merupakan upaya mengontrol jalannya
wawancara dan pewawancara. Tertawa yang tampak pada fase ini terkesan menghina. Jika
Komunikata June 12, 2013
Subjek juga dapat tertawa gugup karena berbagai hal. Salah satunya adalah memberikan
ekspresi “palsu”. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketegangan wawancara dan mengurangi
tingkat kecurigaan pewawancara. Kedua, tertawa gugup merupakan cara pemulihan stress pada
diri subjek wawancara. Hal terpenting yang harus dipahami pewawancara adalah bahwa subjek
sebenarnya menyadari bahwa tertawanya akan mengundang reaksi negatif dari pewawancara.
Jika pewawancara menemukan subjek yang secara tidak sadar menambahkan tertawa dalam
responnya, pewawancara harus mewaspadai adanya kemungkinan kebohongan.
Tanda-tanda paralinguistik secara umum bukan merupakan penanda kebohongan, tetapi lebih
merupakan penanda stres. Subjek menggunakan isyarat paralinguistik untuk mengulur waktu sehingaa
ia dapat menyiapkan kebohongan. Kemunculan isyarat-isyarat tersebut pada saat subjek
mendiskusikan topik penting seharusnya mendapat perhatian dan dieksplorasi lebih dalam oleh
pewawancara. Pewawancara sebaiknya mencatat tanda-tanda tersebut dan mengelompokkannya
untuk membantu pewawancara mengidentifikasikan apakah subjek menyembunyikan sesuatu atau
tidak. Selain itu, pewawancara dapat menghalau kecurigaannya dengan mengajak subjek
mendiskusikan topik tertentu dengan lebih mendalam.
Diantara isyarat-isyarat paralinguistik di atas, yang perlu mendapat perhatian adalah menghela nafas
dan tertawa.
Bentuk kedua dari disfungsi perkataan adalah ketidakruntutan alur pembicaraan. Semakin banyak
ketidakruntutan alur pembicaraan menunjukkan adanya kecenderungan kebohongan. Isi pernyataan
yang disampaikan oleh subjek dapat saja dimengerti oleh pewawancara, akan tetapi subjek
menyampaikannya dengan alur yang tidak runtut, misalnya hilangnya beberapa kata dari kalimat,
hilangnya imbuhan dan kata depan, atau hilangnya kata seperti “dan”, “atau”, dan “seperti”. Gejala-
gejala ini muncul dikarenakan subjek berbicara terburu-buru agar segera mendapatkan alibi yang
sesuai dengan keinginannya atau merupakan upaya untuk mengontrol apa yang akan diungkapkan.
Dalam kondisi tersebut, pewawancara akan menjumpai subjek mengoreksi pilihan katanya pada
pertengahan kalimat dalam bentuk editing kata secara spontan. Subjek kemudian memilih kata-kata
yang dianggapnya lebih tepat dan tidak dicurigai pewawancara. Subjek menjadi lebih terkonsentrasi
pada pilihan katanya karena khawatir akan menerima respon negatif dari pewawancara. Kekhawatiran
ini juga akan membuat pembicaraan subjek terpotong-potong pada pertengahan pembicaraan yang
ditunjukkan dengan menghentikan pembicaraan atau pengucapan kata dengan terputus-putus. Dalam
hal ini, subjek memberikan penekanan pada hampir setiap kata.
Komunikata June 12, 2013
Subjek yang tertekan juga cenderung sering mengulangi beberapa kalimat. Subjek mulai berbicara dan
mengulangi frasa atau kata yang sama dalam suatu kalimat yang sama. Hal ini sepertinya dilakukan
untuk meyakinkan dirinya sendiri dan pewawancara bahwa subjek telah memilih kata yang tepat
untuk mengekspresikan maksudnya. Pengulangan ini sebenarnya menekankan bahwa bagian yang
diulang-ulang merupakan bagian penting yang ingin disampaikan subjek.
Selain itu, subjek dapat pula mengulang-ulang sebagian ceritanya. Namun demikian, pengulangannya
biasanya diluar hal-hal yang telah diceritakan subjek. Hal tersebut diceritakan berulang-ulang untuk
menggambarkan betapa hal tersebut penting bagi subjek. Subjek merasa tidak puas dengan apa yang
sudah dikatakan dan harus memperkuat alasannya. Dengan itu, subjek seolah menggambarkan ulang
suatu peristiwa dan berusaha mengurangi tekanan pada pikiran subjek dengan terus mengulang suatu
cerita. Perilaku ini disebut juga “fiksasi ide”.
Gejala mental lain atas stres terus-menerus yang dialami subjek adalah “pikiran melayang”. Kondisi ini
akan dialami oleh subjek ketika terlalu banyak isu penting yang seperti berlomba-lomba ingin
disampaikan oleh subjek kepada pewawancara sehingga subjek tidak dapat menyampaikan isu
tersebut satu persatu dengan lancar. Pewawancara dapat mengidentifikasi gejala ini dalam dua
bentuk, yaitu:
a. subjek tidak dapat menyampaikan suatu kalimat dengan lengkap, seolah-olah isu yang akan
disampaikan berjalan dengan cepat sehingga subjek belum menyampaikan isu pertama dengan
lengkap dan segera melompat ke isu berikutnya
b. subjek menanggapi pertanyaan dari pewawancara dengan komentar dan jawaban yang tidak
ada kaitan sama sekali dengan pertanyaan. Dalam kondisi stres, subjek akan mengganti isu di
tengah kalimat yang sedang disampaikan dan mengulang kembali pernyataannya. Namun, yang
seringkali terdengar oleh pewawancara adalah subjek mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas
atau ucapan yang terdengar aneh sebelum subjek mengganti kalimatnya.
Komunikata June 12, 2013
BAGIAN 4
Komunikasi
Nonverbal
Komunikata June 12, 2013
BAB 4
MEMAHAMI KOMUNIKASI NONVERBAL
kontak Kontak
perlu memahami komunikasi nonverbal, serta apa tubuh Tubuh
(misal: jabat (misal: jabat
yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan dalam tangan) tangan)
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter menambahkan jenis-jenis komunikasi nonverbal adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi Tubuh
Dari sekian jenis komunikasi nonverbal, komunikasi tubuh adalah yang paling penting, karena tubuh
paling sering digunakan. Komunikasi tubuh digolongkan menjadi empat, yaitu:
i. Komunikasi gestur/isyarat
Komunikasi ini merupakan tanda berdasarkan keaslian, fungsi, dan bentuk perilaku.
8
http://communicationdomain.wordpress.com/2010/12/17/komunikasi-nonverbal/
Komunikata June 12, 2013
Gerakan wajah yang dikomunikasikan dalam hubungan antarpribadi terutama dalam hal
mengekspresikan emosi.
Komunikasi sentuhan ini merupakan jenis komunikasi nonverbal yang paling primitif. Seperti pada
bayi, sentuhan adalah awal untuk belajar dan akan menjadi pengalaman hidupnya.
Fungsi kontak mata adalah memonitor umpan balik, tanda untuk kembali pada percakapan, tanda
hakikat suatu hubungan, dan tanda kedekatan fisik.
b. Komunikasi Ruang
Dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang berbicara dengan jarak dekat dengan lawan bicaranya, ada
yang bercakap-cakap dengan berpegangan tangan, mengganti dekorasi rumah atau menyukai warna
tertentu. Semua ini adalah aspek-aspek dari komunikasi ruang. Komunikasi ruang dapat dikelompokkan
dalam tiga jenis, yaitu:
Komunikasi jarak berhubungan dengan ruang fisik yang membatasi jarak orang-orang di dalam
hubungan antar pribadi. Jarak dapat menggambarkan hubungan manusia. Semakin dekat hubungan
seseorang maka jarak dalam komunikasi akan semakin dekat.
ii. Teritorial
Dalam melakukan proses komunikasi, manusia memiliki batas-batas teritorial. Batas-batas ini
menunjukkan kepemilikan, contohnya ruang kamar atau tempat duduk yang tidak boleh ditempati
oleh orang lain. Teritorial ini juga menunjukkan status seseorang. Semakin tinggi status seseorang,
dia akan lebih bebas dari seseorang dengan status yang ada dibawahnya. Misalnya pada sebuah
kantor, seorang manajer akan dengan bebas keluar masuk ruang kerja karyawannya, akan tetapi para
karyawan tidak dapat sembarangan keluar masuk ruang manajer tersebut.
Estetika adalah komunikasi ruang terkait dengan dekorasi ruang atau tempat tertentu. Menciptakan
ruang agar mempunyai arti dan keindahan terkait dengan cita rasa pemilik ruangan. Komunikasi
warna terkait dengan arti warna tertentu dan berhubungan dengan personalitas.
c. Diam
Diam dapat berfungsi untuk memberikan waktu berfikir bagi seorang pewawancara untuk
melanjutkan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
ii. menyakiti
Diam mungkin akan dilakukan kepada seseorang yang dianggap menjengkelkan. Fungsi lain dari diam
adalah menolak keberadaan dan peran seseorang didalam suatu kelompok.
Diam dapat dimaksudkan sebagai upaya untuk menolak membicarakan hal-hal tertentu. Contoh:
seseorang akan menolak membicarakan pribadi orang lain. Selain itu, diam juga berarti mencegah
seseorang akan melakukan kesalahan atau berbicara salah.
d. Paralanguage
Paralanguage didefinisikan sebagai suara-suara atau vokal nonverbal yang merupakan aspek-aspek dari
percakapan. Paralanguage mencakup kecepatan berbicara, volume, ritme, resonansi, bentuk-bentuk
vokal (seperti tertawa, pekikan, rintihan, semburan, rengekan), dan tinggi rendah suara.
e. Komunikasi Waktu
Penggunaan waktu akan menunjukkan status seseorang dalam beberapa segi kehidupan, misalnya
seorang staf akan berusaha tepat waktu apabila mempunyai janji dengan manajernya, sebaliknya dengan
manajer. Penggunaan waktu berkaitan pula dengan kesesuaian dari kegiatan yang dilakukan, misalnya
dokter akan menerima telepon diluar jam kerjanya apabila harus menghadapi keadaan darurat yang
menyangkut nyawa orang lain.
Sementara itu, Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebutkan lima fungsi komunikasi nonverbal,
yaitu:
a. Repetisi, yaitu mengulang kembali pesan yang telah disampaikan secara verbal, misalnya setelah
mengatakan penolakan, kita akan menggelengkan kepala.
b. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal, misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata,
kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
c. Kontradiksi, yaitu menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal,
misalnya seseorang ”memuji” prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau
memang hebat”.
d. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna verbal, misalnya Anda melambaikan tangan
saat mengatakan ”selamat jalan”. Air muka yang menunjukkan penderitaan tidak terungkap dengan
kata-kata.
Komunikata June 12, 2013
e. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya, misalnya Anda sebagai
mahasiswa membereskan buku-buku atau melihat jam tangan Anda ketika jam kuliah berakhir
sehingga dosen menutup kuliahnya.
Dalam pelaksanaan wawancara, terkadang pewawancara dipandang sebagai sosok yang kaku, penuh
curiga, serta suka menekan dan mencari kesalahan. Pandangan tersebut dapat menyebabkan subjek
menyimpan dendam atau melakukan perbuatan yang mengancam pewawancara atau menghambat
jalannya wawancara. Oleh karena itu, pewawancara memerlukan komunikasi nonverbal untuk memahami
segala macam perilaku subjek yang mendukung bahasa verbalnya9, seperti apakah subjek jujur atau
berbohong. Selain itu, komunikasi nonverbal membantu pewawancara untuk menguasai emosi dan
jalannya wawancara. Komunikasi nonverbal juga dapat menjadi dasar penguatan dugaan bagi
pewawancara untuk mencari bukti pendukung lain. Dalam hal ini, ketidaksinkronan komunikasi nonverbal
dengan bahasa verbal subjek bukan menjadi sarana bagi pewawancara untuk menuduh subjek, tetapi
menjadi dasar bagi pewawancara untuk mencari bukti-bukti pendukung atas pernyataan atau bantahan
subjek.
9
Lihat pada bab Mengenal KNV
Komunikata June 12, 2013
BAB 5
MENGENAL MICRO EXPRESSIONS
Istilah micro expressions pertama kali diungkapkan oleh dua orang peneliti, yaitu Haggard dan Issacs. Pada
penelitian tahun 1966, mereka mengungkapkan bagaimana mereka menemukan micro expressions ketika
meneliti adegan pada film psikologi, mencari indikasi komunikasi nonverbal antara terapis dan pasien.
Berdasarkan penelitian tersebut, Dr. Paul Ekman dan Dr. Wallace Friesen meneliti ekspresi dan emosi wajah
emosi menggunakan foto-foto yang menunjukkan ekspresi terkejut, takut, jijik, merendahkan, marah,
bahagia, dan sedih.
Ketika pewawancara berusaha mengidentifikasi micro expressions subjek, pewawancara sebaiknya fokus
kepada ekspresi wajah subjek. Hal ini karena otot yang paling aktif ketika subjek menunjukkan micro
expressions adalah otot di sekitar mata dan mulut. Karena durasi micro expressions yang sangat singkat,
pewawancara harus lebih fokus ketika mengamati ekspresi wajah subjek.
1. Bahagia
Ekspresi bahagia dapat muncul jika seseorang merasa senang, puas, dan bersemangat atas suatu hal
atau kondisi. Atribut utama dari bahagia adalah tentu saja senyuman. Bentuk bahagia sebenarnya akan
terlihat dari sudut bibir yang naik yang diikuti oleh pipi bergerak ke atas. Akan tetapi kuncinya ternyata
terletak pada terbentuknya kerutan kecil di sudut luar mata. Jika pewawancara tidak melihat kerutan
kecil tersebut ketika otot wajah subjek sedang tersenyum, maka senyuman subjek wawancara adalah
palsu.
2. Sedih
Ekspresi kesedihan, misalnya, muncul ketika seseorang sedang memikirkan orang yang disayangi yang
telah meninggal. Ekspresi kesedihan akan terlihat pada kelopak mata bagian atas dan sudut luar alis
yang menurun. Subjek akan kehilangan fokus pada matanya, dan sudut bibir akan terlihat sedikit turun.
3. Marah
Ekspresi marah terlihat dari subjek yang merapatkan bibirnya dengan rapat. Subjek juga akan
mengerenyitkan dahi, hingga kedua alis seolah-olah bersatu ke bawah menuju hidung. Dan hal yang
paling signifikan adalah sorotan mata yang tajam dari subjek.
4. Jijik
5. Takut
6. Terkejut
Ekspresi ini merupakan ekspresi paling penting yang wajib dipahami oleh pewawancara. Ekspresi
terkejut sangat membantu pewawancara dalam mendeteksi kebohongan subjek. Ketika pewawancara
menuduhkan sesuatu dan subjek terlihat terkejut, berarti tuduhan pewawancara tidak tepat. Memang
Komunikata June 12, 2013
Ekspresi terkejut terlihat dari mata yang melebar dan alis mata yang naik, mulut subjek akan sedikit
terbuka. Catatan penting yaitu jika alis mata yang naik hanya satu detik atau kurang, maka subjek
benar-benar terkejut akan tuduhan yang diajukan oleh pewawancara. Sebaliknya jika alis mata subjek
terangkat lebih dari satu detik, tidak diragukan lagi subjek sedang melakukan kebohongan.
7. Merendahkan
Secara umum, aturan sederhana dalam mengidentifikasi micro expressions antara lain:
b. Jika subjek berkata sedang merasakan sebuah emosi, akan tetapi subjek sama sekali tidak
menunjukkannya, maka subjek berbohong. Misal, subjek berkata bahwa dia sedang marah akan tetapi
Komunikata June 12, 2013
subjek terlihat netral atau subjek berkata bahwa dia sedang berbahagia akan tetapi subjek terlihat
netral.
c. Jika subjek berkata dia sedang merasakan emosi yang negatif, akan tetapi terlihat senyum di
wajahnya, pewawancara dapat saja mempercayai perkataan subjek, tetapi juga dapat mempercayai
senyumannya, tergantung dengan situasi yang dihadapi. Misalnya, subjek berkata bahwa dia takut
dengan dokter gigi, akan tetapi dia tersenyum. Pewawancara akan menginterpretasikan senyuman
bukan sebagai penyangkalan, akan tetapi hanya sebagai senyuman pencair suasana, maka
pewawancara dapat mempercayai perkataan subjek. Akan tetapi dalam kasus seorang wanita dirayu
oleh seorang pria, wanita tersebut berkata marah terhadap rayuan pria tersebut, akan tetapi
menunjukkan senyuman, maka abaikan perkataannya.
d. Jika subjek berkata sedang tidak mengalami emosi, akan tetapi wajahnya menunjukkan emosi
tertentu, maka pewawancara harus lebih mempercayai ekspresi wajah subjek, terutama jika subjek
melakukan penyangkalan. Misalnya, subjek berkata “saya tidak terkejut”, akan tetapi wajahnya
terlihat terkejut, maka subjek memang terkejut atas pernyataan pewawancara.
Paul Ekman dalam bukunya Telling Lies menjelaskan meskipun kebohongan telah dapat disembunyikan
dengan baik, akan tetapi tetap saja terdapat petunjuk yang memperlihatkan ekspresi emosi yang tidak
sesuai dengan situasi dan bahwa subjek tidak mempersiapkan dengan baik alur ceritanya. Pewawancara
tidak harus selalu mempertimbangkan semua informasi yang ada. Tidak semua informasi tersebut relevan
dengan informasi yang sedang digali. Mayoritas orang akan lebih banyak memperhatikan kata yang
diucapkan dan ekspresi wajah yang dengan sangat mudah dimanipulasi oleh subjek.
Subjek tentu saja tidak dapat menyembunyikan semua kebiasaannya. Bukan karena tidak ingin, tetapi
memang tidak mampu untuk menyembunyikan semuanya. Biasanya subjek lebih fokus kepada kata-kata
yang dipilih yang akan diucapkan. Ucapan tentu saja akan mendapat perhatian yang lebih banyak dari
pewawancara karena ucapan paling banyak mengandung informasi. Subjek akan sangat melakukan sensor
terhadap ucapan mereka, bukan hanya karena perhatian yang lebih dari pewawancara, akan tetapi juga
ucapan akan lebih dipertanggungjawabkan dibandingkan suara dan gestur-gestur yang lain.
Selain ucapan, wajah subjek harus menjadi perhatian pewawancara. Wajah, dibandingkan ucapan, juga lebih
tersambung langsung ke area otak yang mengatur emosi. Maka, ketika suatu emosi muncul, otak akan
langsung mengirim sinyal ke wajah yang langsung memperlihatkan emosi yang sedang dirasakan subjek.
Oleh karena itu, pewawancara harus mempertimbangkan tubuh dan suara disamping ucapan dan wajah
subjek.
Komunikata June 12, 2013
BAB 6
MENGENAL NLP
A. Apakah NLP?
Neuro Linguistic Programming (NLP) mencerminkan dinamika mendasar antara pikiran (neuro) dan bahasa
(linguistik) dan bagaimana hubungan keduanya mempengaruhi tubuh dan tingkah laku seseorang
(programming)10. NLP dikembangkan oleh Richard Bandler, John Grinder, dan Gregory Bateson pada tahun
1970-an dengan mempelajari gaya bahasa, cara kerja otak, dan bagaimana kalimat serta tindakan terhubung
secara simultan membentuk serangkaian perilaku. Lain halnya dengan micro expressions yang hanya fokus
pada ekspresi wajah, wawancara berbasis NLP memperhatikan seluruh perilaku tubuh subjek wawancara.
Dalam konsep NLP, terdapat pandangan dasar bahwa cara berpikir seseorang berbeda antara satu dengan
lainnya. Pada umumnya manusia memiliki preferensi/prioritas tertentu terhadap sistem representational-
nya dan hal tersebut terlihat dari bagaimana mereka bereaksi terhadap dunia luar. NLP membagi preferensi
manusia ke dalam tiga jenis yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Seseorang yang memiliki preferensi
visual akan menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan penglihatan ketika bereaksi, seperti “Saya
melihat masalah ini berkaitan erat dengan diri anda”. Seseorang yang memiliki preferensi auditorial akan
menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan suara dan pendengaran, seperti “Saya mendengar anda
memiliki kaitan erat dengan permasalahan ini”. Seseorang yang memiliki preferensi kinestetik akan
menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan perasaan, seperti “Saya merasa adanya kaitan erat antara
anda dan permasalahan ini”.
1. Rapport
10
http://www.nlpu.com/NewDesign/NLPU_WhatIsNLP.html
Komunikata June 12, 2013
and mirroring) dan menyamakan pemahaman tentang suatu hal untuk dapat memimpin jalannya
wawancara (pacing and leading).
Pewawancara harus fokus pada hasil yang diinginkan dari sebuah wawancara karena hal tersebut akan
membantu dalam berkonsentrasi untuk langkah selanjutnya, membantu untuk membuat keputusan
dan pilihan yang tepat, serta merencanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Kendati lima indera utama manusia normal sama, informasi yang masuk ke otak akan diterjemahkan
secara individual. Oleh karena itu, pewawancara harus melatih penggunaan inderanya secara teratur
untuk meningkatkan efektivitas komunikasi.
Pewawancara yang fleksibel adalah pewawancara yang mampu memahami bahwa seseorang akan
menafsirkan situasi sesuai dengan persepsinya dan akan mencipatkan realitas internalnya sebagai
konsekuensinya. Semakin mudah pewawancara memahami perbedaan tersebut, akan semakin mudah
pewawancara menjalin komunikasi dengan subjek.
Pada umumnya manusia memiliki preferensi/prioritas tertentu. NLP membagi preferensi manusia dalam
menafsirkan lingkungan dan situasi di sekitarnya kedalam empat jenis, yaitu preferensi visual (melihat),
auditoral (mendengar), kinestetik (merasakan), dan auditoral digital (mendengar dunia dengan konsepnya
sendiri). Keempat preferensi ini membentuk peta mental, yaitu cara seseorang mengorganisasi semua
stimulus yang diterimanya. Peta mental ini akan secara tidak sadar menjadi dasar seseorang untuk
mengambil keputusan tentang cara merespon situasi yang dihadapinya. Dengan mengetahui peta mental
subjek, pewawancara akan menemukan cara subjek berpikir dan mengolah informasi sehingga
pewawancara dapat menyesuaikan bentuk pertanyaan sesuai dengan peta mental subjek untuk
memperoleh hasil yang optimal.
1. Kepala
Berikut adalah beberapa penanda yang harus dipahami pada area kepala:
Komunikata June 12, 2013
tulang dada
2. Wajah
Penanda umum pada wajah dapat diamati pada keseluruhan area wajah dan pengamatan khusus pada
daerah mata.
a. Berikut adalah beberapa penanda umum yang harus dipahami pada area wajah:
NLP juga mengindikasikan preferensi seseorang berdasarkan gerakan mata. Dalam kondisi
normal, orang dengan tipe visual gerakan mata akan mengarah ke kiri atas, sedangkan ketika
akan mengkreasi atau mengarang suatu informasi visual maka gerakan matanya akan ke kanan
atas. Orang dengan tipe auditorial, gerakan matanya akan cenderung ke kiri tengah, sedangkan
ketika akan mengkreasi atau mengarang suatu informasi auditorial maka gerakan matanya akan
ke kanan tengah.11
3. Badan
Berikut adalah beberapa penanda yang harus dipahami pada area badan.
11 nd
Principles of Kinesic Interview and Interrogation. 2 edition. Stan B walters. 2002
Komunikata June 12, 2013
Berikut adalah beberapa penanda yang harus dipahami pada area tangan dan jari.
Komunikata June 12, 2013
membentuk huruf L
Berikut adalah beberapa penanda yang harus dipahami pada area kaki dan tungkai.
1. Intimate zone
Pada zona ini seseorang hanya memperbolehkan orang-orang tertentu yang memiliki hubungan yang
sangat erat dengannya untuk dapat masuk. Orang-orang tesebut biasanya adalah orang tua,
suami/istri, kekasih, anak dan lain-lain yang memiliki hubungan kedekatan. Zona ini adalah zona yang
tidak ingin dibagi oleh subjek kepada pewawancara. Kehadiran pewawancara di zona ini akan
menimbulkan tekanan tersendiri bagi subjek. Jarak interaksi pada zona ini antara 15-45 cm.
2. Personal zone
Pada zona ini seseorang biasanya memperbolehkan beberapa teman dekat untuk memasukinya.
Teman-teman dekat yang diperbolehkan untuk mengakses zona ini biasanya adalah rekan kerja dan
rekan yang biasanya bersosialisasi rutin dengan subjek. Jarak interaksi pada zona ini antara 45-120 cm
3. Social zone
Zona ini biasanya dapat diakses oleh orang-orang yang tidak dikenal baik oleh subjek, misalnya
terhadap orang-orang yang ditemui di rumah makan. Orang-orang pada zona ini hanya mendapatkan
sedikit perhatian dari subjek, kecuali orang-orang tersebut berperilaku yang khusus ditujukan
kepadanya. Jarak interaksi pada zona ini antara 120-300 cm.
4. Public Zone
Pada zona ini, seseorang tidak memberikan perhatian khusus pada orang-orang lain yang berada di
sekitarnya. Seandainya seseorangpun tertarik untuk mengamati perilaku orang tertentu, dia dapat
melakukannya secara leluasa tanpa takut dianggap melakukan hal yang negatif. Jarak interaksi pada
zona ini adalah 300cm ke atas.
Dengan kecenderungan alami seperti di atas, maka tidak mengherankan bahwa subjek yang diwawancara
akan berupaya untuk mempertahankan zona amannya dari pewawancara. Semakin kuat pertahanan yang
dibangun, maka subjek akan semakin merasa aman dari pewawancara yang berupaya untuk mendapatkan
pengakuan. Pertahanan ini sedikit banyak akan menyulitkan pewawancara untuk mengontrol perilaku fisik
subjek. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk untuk menciptakan kondisi agar subjek mau mengaku
adalah dengan “menyerang zona-nya”. Agar dapat menciptakan kendali atas subjek, seorang pewawancara
harus sedapat mungkin menghindari adanya objek fisik di antara dirinya dan subjek. Objek-objek seperti
meja, kursi, dan bahkan ruang antara yang luas antara pewawancara dan subjek dapat menjadi penghalang
bagi pewawancara dalam mengontrol subjek. Pewawancara harus selalu dengan seksama memperhatikan
subjek, karena kemungkinan subjek merasa tertekan dan menunjukkan reaksi yang menyesatkan dalam
proses wawancara.
Komunikata June 12, 2013
Ketika subjek mengalami empat tekanan negatif yaitu marah, depresi, menyangkal, dan menawar,
subjek akan berekasi dengan bahasa tubuh yang negatif, misalnya duduk dengan posisi di ujung meja,
posisi menyandar ke belakang, menyilangkan tangan di belakang kepala (seolah-olah sebagai bantal).
Selain itu, mungkin saja subjek duduk di depan pewawancara, namun dia memalingkan dirinya ke sisi
kursi sehingga hanya bahunya yang menghadap ke arah pewawancara. Subjek juga berupaya untuk
menghindari kontak mata dengan pewawancara dengan banya cara, seperti menggunakan kacamata,
membiarkan rambut sedikit menutupi mata, banyak berkedip ketika pewawancara bicara, dan
memegang kening. Ekspresi wajah subjek juga dapat menunjukkan sinyal negatif, misalnya, subjek tidak
pernah membalas senyuman dari pewawancara atau sekedar menunjukkan ekspresi santai. Selama
wawancara berlangsung, subjek selalu memasang wajah bermusuhan dengan pewawancara.
Penolakan subjek dapat juga dilihat dari ekspresinya dalam mengerutkan kening dan alis, dan pada saat
bersamaan kadang subjek menaruh jarinya tepat di bawah hidung. Apabila ekspresi-ekpresi ini terjadi
ketika subjek mendengarkan pewawancara, dapat diduga subjek tidak mempercayai pernyataan-
pernyataan dari pewawancara. Sebaliknya, apabila ekspresi ini muncul saat subjek bicara, patut
dicurigai dia berbohong. Untuk menandakan penyangkalannya, subjek juga seringkali justru
memberikan anggunkan yang terlalu banyak. Hal ini dianalogikan dengan anak-anak ketika diceramahi
oleh orangtuanya seringkali sekedar mengangguk-angguk hanya untuk sekedar mmebuat orangtua
selesai menceramahinya, bukan tanda persetujuan.
Sinyal awal adanya penerimaan dari subjek adalah “mirroring” oleh subjek atas bahasa tubuh yang
disampaikan oleh pewawancara. Ketika subjek mulai merasa sependapat dengan pewawancara, subjek
mungkin akan mengikuti ekspresi wajah dan bahasa tubuh dari pewawancara. Misalnya pewawancara
berbicara dan menggunakan gerakan tangan untuk memperjelasnya, bisa jadi subjek melakukan hal
yang sama. Begitu juga ketika pewawancara memiringkan kepalanya ke satu sisi, bisa jadi subjek juga
memiringkan kepala ke arah yang sama. Hal-hal ini jelas memberikan sinyal positif mengenai
penerimaan subjek atas apa yang dibicarakan. Petunjuk lain yang bisa diobservasi adalah, sikap duduk
subjek juga lebih tenang, tidak menghadap ke sisi tertentu, tidak menutupi sebagian mata untuk
menghindari kontak, menatap wajah pewawancara, bahkan mencondongkan tubuhnya ke depan,
anggukan pun berkurang. Perilaku sederhana lain yang menunjukkan penerimaan subjek misalnya
subjek mengendurkan dasinya, membuka jaket, hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam posisi santai
untuk menghadapi pewawancara sehingga dia berada dalam kondisi mau menerima.
Komunikata June 12, 2013
Subjek yang pada akhirnya mau mengaku, biasanya memberikan sinyal yang jelas atas keinginannya
tersebut. Seseorang yang mau mengaku biasanya membuka dirinya dari pewawancara.
Keterbukaannya ini tidak hanya diungkapkan secara verbal, namun juga secara nonverbal. Contoh
bahasa nonverbal yang disampaikan adalah dengan membalik telapak tangan menghadap atas dan
mencondongkan tubuh ke pewawancara, menurunkan posisi bahu, dagu juga biasanya diturunkan ke
arah dada, dan mata tertunduk. Subjek terlihat seperti mau pingsan. Subjek juga mungkin
menunjukkan bahasa tubuhnya dengan menatap ke atas langit-langit, dan mulai berkedip secara pelan-
pelan. Menangis merupakan salah satu tanda bahwa subjek bersalah dan siap mengakui kesalahannya.
Ketika pewawancara membaca bahwa subjek siap untuk mengaku, maka ia harus berhenti bicara, dan
mulai mendengarkan subjek. Pewawancara sebaiknya mulai menurunkan nada dan volume suaranya.
Komunikata June 12, 2013
BAB 7
MENGENAL GRAPHOLOGY
Ilmu analisa tulisan tangan (graphology) merupakan bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk
menginterpretasi karakter dan kepribadian seseorang melalui tulisan tangannya. Pada tahun 1622 Camillo Baldi
mempublikasikan buku tentang analisa tulisan tangan. Pada tahun 1870 Jean Michon memperkenalkan istilah
graphology. Sejak abad ke-17 graphology pun berkembang pesat di Eropa.
Untuk dapat menganalisa tulisan tangan subjek, pewawancara dapat meminta subjek menulis di atas selembar
kertas polos (tidak bergaris) dengan menggunakan pulpen (bukan pensil, tinta, atau spidol). Mintalah subjek
untuk menulis sesuatu yang baru, dengan huruf tegak bersambung, dalam bentuk paragraf, bukan menyalin
atau mencontek tulisan lain. Salah satu cara yang dapat ditempuh pewawancara adalah dengan meminta subjek
menuliskan hal-hal yang bersifat netral dan menuliskan jawaban atas pertanyaan pewawancara. Analisa tulisan
yang bersifat netral akan menunjukkan kecenderungan umum atau karakter subjek, sedangkan analisa jawaban
yang dibuat subjek menunjukkan respon dan kondisi subjek pada saat subjek menulis jawaban. Dalam
menganalisa tulisan tangan, pewawancara tidak sepenuhnya memperhatikan apa yang ditulis dalam sampel
tulisan, tetapi lebih pada bagaimana tulisan itu dibuat.
Graphology penting bagi pewawancara untuk mendalami kepribadian subjek sebagai salah satu sarana
membangun rapport dengan baik dengan subjek. Selain itu, studi graphology yang dilakukan para ahli di
Amerika Serikat menyatakan bahwa graphology dapat dimanfaatkan untuk menentukan kejujuran, kestabilan
emosi, atau kemungkinan untuk bertindak kasar. Hal ini dikarenakan ketika menulis, manusia menggunakan
aspek fisik (untuk menulis), mental (untuk berkomunikasi dengan simbol-simbol), dan emosi (untuk
mengarahkan pemilihan simbol tertentu).
Untuk mendalami karakter subjek melalui graphology, pewawancara harus memperhatikan beberapa elemen
berikut:
A. Konteks
1. Tekanan (Pressure)
Pressure merupakan representasi gerakan energi penulis. Hal tersebut berhubungan dengan kontrol
penulis terhadap energi fisik dan emosi yang dimiliki subjek saat tulisan tersebut dibuat. Karakteristik
subjek melalui analisa pressure dapat dilihat sebagaimana tabel berikut.
Pressure Karakteristik
Tekanan yang kuat Tegas, bertanggungjawab, ambisius, egois, daya imanjinasi tinggi,
inisiatif tinggi
Tekanan sedang/medium Kesehatan fisik yang cukup baik, hangat, mampu bertahan dalam
Komunikata June 12, 2013
Pressure Karakteristik
stress, mampu beradaptasi dengan baik, positif
Tekanan yang ringan Kesehatan fisik yang kurang baik, sensitif, romantis, memiliki
kegelisahan, ramah, mampu beradaptasi, mudah terganggu, pandai,
kreatif
Tekanan yang tidak teratur Kesehatan yang buruk, kegelisahan yang kuat, sakit/gangguan
syaraf, frustasi, keterbatasan dalam menerima kenyataan,
ketergantungan pada obat-obatab atau alkohol.
2. Margin
Margin adalah batas tepi penulisan teks dengan tepi kertas. Margin menunjukkan cara pandang subjek
terhadap orientasi waktu. Karakteristik subjek melalui analisa margin dapat dilihat sebagaimana tabel
berikut.
Margin Karakteristik
Margin Kiri pengaruh masa lalu dan cara penulis menggunakan kemampuan
yang dimilikinya
kemampuan berpikir dengan jelas, peduli pada orang lain, baik hati
(normal)
berorientasi pada masa lalu, kurang terencana (apabila tulisan
berantakan), ingin popular, cenderung bereaksi berlebihan untuk
menolak berbagai perubahan, hemat, menginginkan personal
security (sempit)
murah hati, bangga terhadap diri sendiri, ceroboh, termotivasi
untuk menggunakan waktu dengan baik, mandiri (melebar)
takut, pemalu, pesimis, hati-hati, depresi, nyaman berada dalam
lingkungan yang sudah dikenal dengan baik dan bekerja dengan
caranya sendiri (menyempit)
Margin kanan cara pandang penulis terhadap masa depan dan kemampuan untuk
mengatur suatu pekerjaan
komunikatif, socially active, predictabel, cerewet, adaptif, tidak
takut menghadapi masa depan (sempit)
pemalu,mudah curiga, menarik diri dari lingkungan, takut
menghadapi masa depan (lebar)
Margin atas penulis memiliki perhatian pada orang lain dan rendah hati (lebar)
memiliki masalah dalam dirinya dan sifat yang pemalu (terlalu lebar)
egois, arogan dan belum dewasa (sempit)
Margin Karakteristik
ketertarikan pada seni dan cenderung menarik diri (lebar)
Keseluruhan margin sadar akan nilai keindahan, bangga terhadap diri sendiri, berjiwa
bisnis, sangat formal, memiliki tujuan yang jelas dan konsisten dan
ekspresif. (teratur)
well-organized, mandiri, mengisolasi diri dari keramaian dan phobia
(lebar di semua sisi)
tidak merencanakan sesuatu dengan baik dan tidak komunikatif
(sempit di semua sisi)
3. Spasi
Spasi atau jarak antar kata di dalam tulisan tangan mengindikasikan cara subjek ingin menunjukkan
bagaimana dirinya bereaksi terhadap keseluruhan lingkungannya. Karakteristik subjek melalui analisa
spasi dapat dilihat sebagaimana tabel berikut:
Spasi Karakteristik
Teratur antar Baris dan Kata stabil, rapi, mampu bersosialisasi dengan baik dan meiliki sifat
ceria
Besar antar Baris dan Kata tidak tergantung pada orang lain, idealis, hedonisme dan
cenderung mengisolasi diri
Sempit antar Baris dan Kata tergantung pada pemikiran orang lain, sulit untuk membuat
keputusan dan memiliki ketakutan yang bersifat tidak rasional
Tidak Teratur antar Baris dan tidak stabil, suasana hati cepat berubah dan belum dewasa
Kata
Baseline Karakteristik
Sangat lurus dengan ritme yang Dapat diandalkan, teratur, bekerja dengan terstruktur, responsif,
baik (rapi) memiliki tujuan yang pasti dan tetap
Sangat lurus dengan ritme yang Over control, mudah bosan, terlalu kaku, kurang responsif
tidak teratur
Baseline Karakteristik
Cembung Mudah putus asa, mudah bosan, mudah kecewa, bagus dalam
memulai suatu pekerjaan, kurang tekun
Garis dasar naik Optimis, ambisi, memiliki inisiatif, mempu berkerja sama dengan
orang lain, respon yang baik pada ide-ide baru, tidak mudah kecil
hati (normal)
Ambisi yang terlalu berlebihan, impractical, sangat gembira,
penuh semangat, mudah gelisah (ekstrem)
Garis dasar turun Depresi, pesimistik, lesu, gelisah, letih, kesedihan, apatis, dan
sakit hati(bersifat sementara) (normal)
Depresi yang sangat serius, self concern yang berlebihan
(ekstrem)
B. Bentuk
1. Bentuk huruf
Bulat/arcade (pada huruf n dan m Ramah, mudah bergaul, mudah beradaptasi, penuh kasih
terlihat sambungan seperti sayang, terkadang egois, terkadang menggunakan pesonanya
lingkaran untuk memanipulasi orang lain
Kaku/angular stroke (tulisan Ambisius, pekerja keras, realistis, dinamis, dapat dipercaya untuk
dengan sudut tajam) melakukan pekerjaan yang berat, materialistis (dengan ditunjang
tanda lain yang sama), egois, kasar
Angular hooks pada akhir atau di dalam huruf menunjukan
keserakahan yang dapat menyebabkan seseorang akan mempu
berbohong
Kombinasi bulat dan kaku memiliki kepribadian yang baik dengan kamampuan berpikir
secara analitis dan deduktif, pandai dan berpendidikan baik,
terbuka pada saran-saran baru serta mampu beradaptasi dengan
situasi yang tidak terduga
Coils (mata pancing) egois, tidak jujur. Jika tidak terlalu jelas, bisa diartikan
kemampuan berkonsentrasi dan membuat alasan yang masuk
akal
Bentuk huruf seperti garis dan memiliki kecerdasan dalam berbisnis, diplomatis sehingga akan
tersambung berbohong bila memang dirasa perlu. Bila tekanan tulisan ringan
dan dengan baseline yang bervariasi penulis cenderung
melarikan diri dari kegelisahannya, tidak stabil, tidak seimbang
serta mencoba melarikan diri dari kenyataan
Garland (huruf m ujungnya tidak penulisnya sangat ramah, mampu bersosialisasi dengan baik dan
tajam dan terlihat seperti huruf berkeinginan untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan
w) daya tariknya. Individu ini akan mampu beradaptasi dalam
berbagai situasi sosial dengan baik, dan terkadang tidak memiliki
prinsip dan mudah dipengaruhi
2. Kecepatan
Dari kecepatan tulisan tangan, kita akan dapat mengukur bagaimana kemampuan berpikir seseorang
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan situasi. Karakteristik subjek melalui analisa kecepatan
tulisan dapat dilihat sebagaimana tabel berikut.
Tulisan yang lambat Mengindikasikan individu memikirkan reaksi dari orang yang
membaca tulisannya dan individu yang menekankan pada suatu
topik atau pesan yang dianggapnya penting, konformis
3. Connection
Cara kita menghubungkan huruf dalam tulisan menunjukkan cara berpikir, berperilaku dalam
berhubungan dengan orang lain dan juga pendekatan yang digunakan dalam memecahkan suatu
masalah. Karakteristik subjek melalui analisa connection dapat dilihat sebagaimana tabel berikut.
Connection Karakteristik
Connected script Deductive thinking, sistematis, logis dalam berpikir, konsisten, mau
bekerja sama, memiliki konsep yang realistis, daya ingat yang baik,
mampu beradaptasi dengan baik (positif)
Tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, terkadang dangkal
dalam berpikir (negatif)
Tulisan yang tersambung dengan ekstrem (terutama pada zona
atas) mengindikasikan penulis bekerja di bawah tekanan dan
memiliki halangan mental untuk meneruskan pekerjaanya dengan
baik
Tulisan yang tersambung diikuti dengan bentuk huruf sederhana,
mudah dibaca dan dengan tulisan yang teratur mengindikasikan
penulisnya memiliki cara berpikir yang jelas dan cara berpikir yang
terstruktur dan logis
Disconnected script Handal dalam banyak bidang, mampu melakukan observasi dengan
baik, mampu bekerja sendiri, berhati-hati, dan mandiri (positif)
Kurang bisa bersosialisasi, cara berpikir yang kurang terstruktur,
kurang memikirkan masa depan, lama beradaptasi (negatif)
Connected & disconnected Handal dalam banyak hal, mampu beradaptasi dengan baik, dan
script sama banyak kreatif (positif)
Suka membuang waktu, kurang sabar, dan keras dalam
mempertahankan apa yang disukai dan tidak disukai (negatif)
4. Kemiringan/Slant
Slant menandakan tingkat emosi seseorang dan kelakuan secara sosial. Penilaian slant tidak
terpengaruh apakah penulis menggunakan tangan kanan maupun kiri. Karakteristik subjek melalui
analisa slant dapat dilihat sebagaimana tabel berikut.
Slant Karakteristik
Vertikal Memiliki konsentrasi yang baik, realistis, mau menerma saran dari orang
lain, snagat berhati-hati
Kemiringan ke kiri Tekun, memegang teguh prinsip, menarik diri, terlalu berhati-hati, takut
akan masa depan, sentimental
Kemiringan ke kiri yang Takut pada komitmen, suka memberontak, egois, keras kepala, tidak
Komunikata June 12, 2013
Slant Karakteristik
ekstrem puas diri
Kemiringan ke kanan yang Terburu-buru, kurang disiplin, kurang sabar, mudah khawatir
ekstrem
Kemiringan yang bervariasi Sulit untuk diprediksi perilakunya, emosi yang tidak stabil, sulit
membuat keputusan
5. Ukuran
Ukuran huruf dalam tulisan tangan mengindikasikan cara seseorang ingin dilihat oleh orang lain dalam
suatu lingkungan. Selain ukuran huruf, cara subjek menggunakan ruang yang tersedia juga
mengindikasikan hal yang sama. Karakteristik subjek melalui analisa ukuran huruf dapat dilihat
sebagaimana tabel berikut.
Tulisan dengan ukuran besar (1 Butuh pengakuan dari lingkungan sekitar, kebebasan
cm > untuk huruf kapital dan 4 berekspresi, tidak mampu berkonsentrasi dalam jangka waktu
mm > untuk huruf kecil) lama, suka tampil di depan umum/dilihat/dikagumi, egois,
optimis
Tulisan dengan ukuran kecil Realistis, memiliki ketepatan dalam bekerja, memperhatikan
detail, mampu berkonsentrasi untuk jangka waktu lama,
Perasaan minder, depresi yang bersifat sementara, ketertarikan
hanya pada bidang tertentu serta membatasi diri dari interaksi
sosial (untuk tulisan ukuran kecil yang berantakan)
Tulisan dengan ukuran normal Kepribadian baik (asal slant tidak ke arah kiri, tidak ada hook dan
(sekitar 3 mm untuk huruf kecil coils yang jelas)
dan 1 cm untuk huruf capital,
lower zone (bagian bawah)
berkisar antara 2-4 mm)
Ekstrem kecil Tidak percaya diri, serakah, egois dan cenderung tidak jujur
C. Detail
1. Zona
Pada bagian ini akan dibahas tiga daerah yang terdapat dalam tulisan, yaitu Upper Zone atau Zona Atas
(ZA), Middle Zone atau Zona Tengan (ZT) dan Lower Zone atau Zona Bawah (ZB). ZA dapat dilihat dari
huruf b, d, h, k, l, t. ZT dilihat dari huruf vokal, m, n, r, s, v, w, dan z. ZB dilihat dari huruf g, j, p, q, f, dan
y. Struktur dari kepribadian terletak pada keseimbangan dari ketiga daerah tersebut dan dianggap
sebagai trait yang dapat menunjukkan letak kelemahan dan kekuatan subjek.
Zona Karakteristik
Zona atas pendek percaya diri, realistis, mampu bersosialisasi dengan baik, rendah
hati (positif)
ide tak terarah, kurang ambisi, kurang sadar etika (negatif)
Zona atas tinggi imaginative, idelais, pintar, antusias, spiritual, sadar diri (positif)
kurang objektif, suka pura-pura, boros, ingin kekuasaan, tidak
realistis (negatif)
Zona tengah kecil ambisi dan perencanaan baik, detail, sederhana, tenang (positif)
suka meremehkan, cara pandang sempit, kurang sosialisasi, penuh
prasangka, cenderung subjektif, kurang antusias (negatif)
Zona tengah besar antusias, butuh pengakuan orang, yakin, perasaan kuat, tahu apa
yang disukai dan tidak (positif)
peduli diri sendiri, butuh kenyamanan, prasangka, subjektif
(negatif)
Zona bawah tentang kebutuhan material, energi psikis dan fisik dan dorongan
naluriah
ketertarikan subjek hanya pada hal-hal yang berbau materi dan sex
(zona bawah besar)
aktif secara fisik, tekun, gigih, materialistis, slow starting, suka
pamer ilmu (loop panjang tekanan kuat)
jiwa bisnis, sensitif, berorientasi pada uang (loop panjang tekanan
ringan)
kurang realistis, tidak puas (tidak punya loop)
Komunikata June 12, 2013
Selain memperhatikan zona, pewawancara dapat pula memperhatikan loop pada zona atas dan zona
bawah sebagai berikut:
Tinggi dan sempit Memiliki inspirasi spiritual (jika dengan tekanan tulisan
ringan), menginginkan pencapaian intelektual (jika tidak
teratur), memiliki keinginan yang tersembunyi untuk
pengakuan dan kekuasaan.
Huruf “I” seperti huruf “t” Tidak teliti, jika trait ini muncul dalam tulisan yang
berantakan maka hal tersebut mengindikasikan pikiran
yang tidak terarah dan komunikasi yang tidak sempurna.
Tanpa loop, dengan ukuran Uncultured mind, penilai yang baik, cerdas.
normal (2-4 mm)
Terbuka dan lebar Penyayang, lembut dan penuh kasih sayang. Terkadang
belum dewasa dalam masalah yang berhubungan dengan
emosi.
Lebar, dengan loop yang Semakin besar tekanannya = fantasi seksual yang ekstrim.
panjang Bila dengan tekanan yang ringan = keinginan untuk
mendapat kesan baik. Fantasi seksual tidak bisa
dipraktekan karena cenderung takut.
Huruf ‘g” dengan loop dan Mampu menyimpan uang yang dimilikinya.
tekanan yang medium
Huruf “g” dengan angle Tidak dapat dipercaya. Namun indikasi ini harus diikuti
dengan trait lainnya yang juga menunjukkan indikasi yang
sama.
Huruf “y” tanpa loop dan Agresif dan tidak mudah percaya pada orang lain,
dengan tekanan tulisan yang memiliki kecenderungan kasar dalam bersikap.
sangat kuat
Huruf “g” yang berbentuk Agresif, sulit untuk meminta sesuatu pada orang lain.
seperti segitiga pada lower loop Pada pria, feminine disposition, sensitif untuk urusan sex,
(pada wanita) rewel.
Lower zone yang mengarah ke Belum dewasa secara emosional, pemalu, sulit menerima
kiri namun dengan kemiringan sesuatu yang baru untuk urusan sex, Nampak seperti
(slant) ke kanan tidak memiliki ketertarikan pada sex tetapi sebenarnya
memiliki imajinasi dan self-stimulation. Biasanya hal ini
disebabkan karena di masa kecil, orang terdekatnya
mengatakan hal yang menghancurkan rasa percaya
dirinya.
Huruf “g” dengan loop yang Pemalu, tidak memiliki kepercayaan diri dalam hal
mengarah ke dalam (biasanya seksual.
pada tulisan tangan pria)
Loop yang diisi penuh Ingin mendapatkan kepuasan seksual yang sangat
berlebihan. Bisa juga merupakan indikasi seseorang yang
mengikuti kata hati dalam melakukan hubungan sex.
Lower zone yang sangat kecil Kurang ekspresif dan membutuhkan pengertian dan
dengan middle zone yang pemahaman yang dalam dari orang lain untuk urusan sex.
dominan
Komunikata June 12, 2013
Loop dengan bentuk Pada tulisan tangan pria = perilaku yang agresif dan
menyerupai segitiga namun perilaku yang cenderung mengganggu. Pada wanita =
tidak teratur (asal-asalan) kehidupan seksual yang mengecewakan dan kacau.
2. Hook
Hook pada dasarnya memiliki dua arti mendasar, yaitu keuletan dan keserakahan, namun umumnya
hook diartikan sebagai sesuatu yang negatif.
Hook Karakteristik
Pada zona atas Memiliki ide atau pemikiran, tetapi tidak mengatakannya pada orang lain
Untuk mengevaluasi i-dot (titik pada huruf i) harus diperhatikan posisinya dari batang huruf ‘i’ tersebut,
kemiringan ke kanan atau kiri, dan letak titik yang tinggi atau rendah. Demikian juga bila kita
mengamati t-bar (garis pada huruf t).
a. i-dots
Ilustrasi Keterangan Arti
Titik yang lemah Kurang percaya diri, mudah dipengaruhi orang lain.
Titik yang berbentuk bulat Belum dewasa (biasanya ditemukan pada tulisan anak
remaja).
t-bar mengarah ke bawah Kesal hati, kebencian, kekecewaan. Cenderung tidak mau bekerja
sama dengan orang lain. Akan menolak ide orang lain dan
mempertahankan pendapatnya tanpa kompromi. Agresif dan
suka berdebat.
t-bar berbentuk seperti alat Agresif, temperamen yang brutal, perilaku yang sulit diprediksi.
pemukul
Dengan tekanan yg kuat Yakin pada diri sendiri dan berpendirian keras. Dapat termotivasi
dengan pencapaian materi. Mampu bertahan dalam keadaan
yang sulit.
t-bar yang pendek dan Siap menerima tantangan dan mencoba hal baru. Motivasi yang
terlepas dimiliki realistis.
Komunikata June 12, 2013
t-bar sangat pendek Ukuran tulisan sedang : konformis, dapat diprediksi, berhati-
hati dan kurang percaya diri. Pada ukuran kecil : mampu
konsentrasi dengan pekerjaan detil, kurang fleksibel. Pada
tulisan seperti benang : suka mengelak, tidak menunjukan
sesuatu dengan pasti.
t-bar di sebelah kiri Memiliki kesadaran diri, menarik diri dari kontak sosial.
t-bar di sebelah kiri dan Sangat terpengaruh oleh masa lalu, penuh keragu-raguan.
terlepas
t-bar mengarah ke atas Memiliki imajinasi yang tinggi, terkadang ambisius namun
dengan keseluruhan tulisan ada jurang antara ambisinya dengan kekuatan dan stamina
yg rapi untuk mencapainya, seseorang yang mau mencoba namun
kurang persisten.
t-bar yg panjang dengan Sensitif terhadap kritik, plin-plan, penyayang, berbudi halus.
huruf “t” yang memilliki
loop
‘t’-bar yang menurun Depresi. Dapat juga mengindikasikan orang yang suka
berdebat dan suka menentang kebiasaan umum.
Komunikata June 12, 2013
Huruf ‘t’ yang berbentuk Dapat mengindikasikan kekasaran dan kurang bijaksana.
tenda dan tajam
Garis ‘t’ yang tinggi dan Individu yang didominasi minat pada bidang sosial, ambisi
terpisah dari batang dan ketekunan.
Garis belakang ‘t’ yang Respon mental dan fisik yang cepat, tidak dapat diandalkan
tajam sepenuhnya untuk membuat pekerjaan yang detail.
‘t’ bar yang tinggi dan Kemampuan untuk memimpin dan mengambil kendali,
menyatu dengan batang individu yang akan mengikuti aturan yang diyakini efektif,
penghargaan diri yang tinggi.
‘t’-bar yang seperti cambuk Individu yang sulit diprediksi dan tidak menentu.
‘t’-bar yang kusut Suka melawan, keras kepala. Bila kekusutannya kecil berarti
ketelitian.
‘t’ yang berbentuk bintang Sangat sensitif pada kritikan, penuh kebimbangan, suka
menekan keinginan sendiri.
‘t’ yang berbentuk segitiga Suka intervensi dan cenderung agresif jika diberi
dan panjang pertanyaan.
‘t’ yang menyatu dengan Sorang pemikir yang handal, cepat dan cerdas.
huruf selanjutnya
‘t’ yang berbeda-beda Konflik dalam berpikir dan emosi, tidak pernah yakin atau
dalam satu script puas.
D. Detail Tambahan
1. Tanda tangan
Analisa tanda tangan merupakan bagian analisa sricpt, dan tidak bisa dianalisa terpisah dari sricpt itu
sendiri.
Komunikata June 12, 2013
Diletakkan sedikit ke arah kanan dan Cerdas, dapat diandalkan, jujur, terprediksi
terbaca jelas kepribadiannya
Diletakkan jauh dari teks Penulis merasa dirinya terasing, pemalu, frustasi
Diletakkan sangat dekat dengan teks Merasa insecure, gelisah, dan “rendah”
Diletakkan di tengah atau kiri Pemalu, depresi, pesimistik, tidak percaya diri
Tulisan tangan naik, tanda tangan turun Memiliki tujuan yang tinggi, tetapi tidak mampu
meraih tujuan tersebut
Huruf besar pada awal tanda tangan Tergantung pada orang lain, mengingat konflik di
miring ke kiri diikuti huruf vertikal masa lalu
Huruf besar pada tanda tangan besar dan Mencoba melawan egois, inferior
sempit
Tanda tangan lebih kecil dari tulisan teks Terasing, memiliki masalah psikologi, kurang percaya
diri
Baseline tanda tangan naik dan turun Tidak stabil, tidak dapat diandalkan, dipplomatis,
akan mampu berbohong jika dianggap perlu
2. Huruf kapital
Huruf kapital dalam analisa tulisan tangan berhubungan dengan harga diri.
Diletakkan pada tempat yang salah Emosional (bersifat sementara), over react, emosi yang
tidak stabil, dan sangat mementingkan pemikiran,
tindakan, dan idenya saja
Sempit, namun normal dibanding huruf Kecewa, tidak puas, mudah curiga, sangat berhati-hati
lain
3. Covering stroke
Covering stroke merupakan coretan kedua dari sebuah huruf yang menutupi/menyatu dengan coretan
yang pertama, misalnya huruf “e” yang dibuat menyerupai huruf “I”. Covering stroke mengindikasikan
hambatan/rintangan yang kuat. Yang harus diperhatikan ketika menganalisa covering stroke adalah
zona dimana terdapat huruf yang menunjukkan terjadinya covering stroke.
Pada zona atas Cenderung tertutup tentang rencana dan idenya, tidak suka “maju” atau
tidak suka orang lain “maju”
Pada zona tengah Tertutup pada hal-hal yang berhubungan dengan perasanaannya,
cenderung menarik diri dari lingkunganya, pemalu
Pada zona bawah Tertutup pada hal yang berhubungan dengan kehidupan seksual, mudah
cemas/khawatir
4. Tanda baca
Penulisan tanda baca dapat menggambarkan keinginan subjek untuk meninggalkan kesan baik dan
mengesampinkan halangan untuk mendapat pujian.
Garis bawah yang tidak Yakin dengan teori dan idenya, sulit menerima saran orang
perlu
Komunikata June 12, 2013
terdapat beberapa tulisan atau paragraf pada margin kiri yang ditulis terlalu ke kiri dibanding tulisan
atau paragraf lainnya (hal ini menunjukkan pada bagian tersebut indikasi kebohongan terjadi)
spasi pada beberapa kalimat atau paragraf terlalu lebar atau sempit dibanding kalimat atau paragraf
lainnya (hal ini menunjukkan pada bagian tersebut indikasi kebohongan terjadi)
baseline tiba-tiba terlalu naik atau terlalu turun (hal ini menunjukkan pada bagian tersebut indikasi
kebohongan terjadi)
slant tiba-tiba berubah arah (misalnya awalnya kecenderungan lurus atau ke kanan, tiba-tiba ke kiri)
ukuran huruf cenderung lebih kecil pada atau ditemukan banyak penebalan atau ditemukan banyak
kesalahan atau bekas perbaikan pada bagian yang diindikasi terjadi kebohongan
t-bar mengarah ke bawah, titik pada huruf i biasanya rendah dan terletak di kiri
1. Kemiringan Huruf (Slant) = Kemiringan ke kanan, mengindikasikan penulis adalah orang yang
senang bersosialisasi, mudah merasa iba serta mudah dipengaruhi.
2. Tekanan (Pressure) = Tekanan tidak teratur, mengindikasikan penulis adalah orang yang
memiliki kesehatan yang kurang baik, kegelisahan yang kuat, sakit/gangguan syaraf serta keterbatasan
dalam menerima kenyataan.
3. Ukuran Huruf (Size) = Ukuran huruf kapital besar, mengindikasikan penulis adalah orang yang
butuh pengakuan dari lingkungan sekitar, ingin bebas berekspresi, tidak mampu berkonsentrasi dalam
jangka waktu lama, suka tampil di depan umum/dilihat/dikagumi.
4. Spasi (Space) = Spasi tidak teratur, mengindikasikan penulis adalah orang yang tidak stabil,
suasana hati cepat berubah dan cenderung belum dewasa.
5. Margin (Margin) = Margin kanan yang cenderung lebar, mengindikasikan penulis adalah orang
yang pemalu dan cenderung menarik diri dari interaksi sosial serta takut menghadapi masa depan.
6. Zona (Zone) = Zona bawah sangat dominan, mengindikasikan penulis adalah orang yang
tertarik pada hal-hal yang berbau materi dan sex.
7. Garis Dasar (Baseline) = Garis dasar turun pada akhir tulisan, mengindikasikan penulis adalah
orang yang kurang perencanaan dan perkiraan.
8. Kecepatan Tulisan (Speed) = Tulisan dapat dikatakan cepat, karena stem pada huruf “t”
biasanya akan berbentuk seperti garis. Juga tulisan yang cepat akan miring ke kanan. Maka tulisan
yang cepat mengindikasikan penulis adalah orang yang memiliki kemampuan mengkomunikasikan ide-
ide.
10. i-dot dan t-bar = i-bar cenderung lemah, mengindikasikan penulis adalah orang yang kurang
percaya diri dan mudah dipengaruhi oleh orang lain. Sedangkan untuk t-bar cenderung hanya ada di
sebelah kiri, mengindikasikan penulis adalah orang yang menarik diri dari kontak sosial.
11. Bentuk Huruf = Bentuk huruf bervariasi (ada Garland dan Angular), mengindikasikan penulis
adalah orang yang tidak stabil serta memiliki kegelisahan dalam dirinya.
Komunikata June 12, 2013
BAGIAN 5
Komunikasi
Efektif
Komunikata June 12, 2013
BAB 8
APA YANG HARUS KITA LAKUKAN?
Seperti dinyatakan dalam Seri Panduan Wawancara Dalam Rangka Pemeriksaan Investigatif (2012), untuk
memulai wawancara, pewawancara harus membangun rapport dengan subjek untuk memperoleh petunjuk
terkait perilaku dan kebiasaan subjek dalam menanggapi suatu permasalahan. Dalam tahap ini,
pewawancara memperhatikan perilaku subjek pada kondisi normal dan rileks. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pewawancara salah menerjemahkan kebiasaan subjek sebagai tanda-tanda kebohongan.
Selanjutnya, untuk dapat melakukan observasi dasar komunikasi nonverbal dengan cermat, pewawancara
dapat melakukan beberapa hal berikut:
Secara umum, desain ruangan sebaiknya berkesan minimalis dengan warna cat tidak mencolok.
Ruangan juga sebaiknya tidak diketahui umum sebagai ruang wawancara.
Pewawancara harus mempertimbangkan lay out ruang termasuk pemilihan perabot, misalnya memilih
kursi tanpa tempat untuk meletakkan tangan, tidak beroda (sehingga tidak dapat bergeser dan tidak
dapat berputar), dan membelakangi pintu masuk bagi subjek. Sebaiknya pewawancara juga tidak
meletakkan meja besar diantara kursi pewawancara dan subjek sehingga pewawancara dapat dengan
leluasa mengamati gerak gerik subjek.
3. Mempersiapkan perlengkapan
Pewawancara mempersiapkan peralatan berupa alat perekam, setumpuk map berwarna atau
berpenanda khusus (untuk memberikan tekanan bahwa pewawancara telah memperoleh bukti yang
kuat), dan stoples transparan berisi materai. Semua benda tersebut diletakkan di atas meja. Selan itu,
apabila memungkinkan, sebaiknya pelaksanaan wawancara direkam dengan suatu alat perekam,
misalnya cctv.
Wawancara dilaksanakan pada jam kerja, pemanggilan bersifat tertutup dan rahasia.
5. Melaksanakan wawancara
Pewawancara sebaiknya menghindari menunjukkan sikap simpati pada subjek karena hal tersebut
dapat menimbulkan kesan kurang profesional dan emosional. Selama pelaksanaan wawancara,
pewawancara sebaiknya menyejajarkan posisi dengan subjek. Oleh karena itu, untuk menghindari
reaksi negatif, pejabat yang posisinya tinggi lebih baik diwawancarai oleh pewawancara yang memiliki
Komunikata June 12, 2013
kedudukan pula. Selain itu, selama pelaksanaan wawancara, pewawancara harus mengamati petunjuk
nonverbal subjek dan menjalin rapport yang baik dengan subjek.
Selama pelaksanaan wawancara, pewawancara tidak seharusnya sibuk dengan dirinya sendiri dan tidak
fokus pada subjek sehingga pewawancara tidak mampu memperhatikan perilaku subjek dengan seksama
dan akan kehilangan informasi berharga yang disampaikan subjek. Oleh karena itu, dalam sebuah
wawancara sebaiknya melibatkan dua orang pewawancara, dimana salah seorang pewawancara bertugas
untuk mengajukan pertanyaan dan fokus pada jawaban-jawaban yang diberikan subjek, sedangkan
pewawancara yang lain fokus pada komunikasi nonverbal subjek (pembaca sinyal komunikasi nonverbal).
Kedua pewawancara tersebut harus terus berkomunikasi dengan suatu cara yang sudah disepakati bersama,
sehingga pewawancara yang betugas sebagai pembaca sinyal komunikasi nonverbal dapat memberikan
tanda kepada pewawancara pertama untuk menghentikan atau mengubah atau melanjutkan pertanyaan
atau strategi wawancara yang sudah diatur di awal. Apabila memungkinkan, wawancara juga dapat diawasi
oleh pemeriksa lain yang berperan sebagai pengawas. Dalam kondisi tersebut, pengawas mengawasi
jalannya wawancara termasuk mengamati perilaku subjek wawancara atau mengganti pewawancara apabila
pengawas menganggap pewawancara yang bertugas tidak mampu mengoptimalkan proses wawancara.
Setelah mampu mengidentifikasikan respon subjek terhadap pertanyaan wawancara, pewawancara harus
bersiap diri sehingga dapat mengantisipasi setiap respon subjek.
A. Menghadapi Kemarahan
Hal yang perlu diketahui pewawancara adalah marah merupakan reaksi yang umum terjadi. Pewawancara
dapat memanfaatkan kemarahan subjek untuk menggali informasi lebih dalam karena kemarahan
melemahkan kemampuan subjek untuk menahan diri dari berpura-pura lupa. Namun, pewawancara
sebaiknya menghindari hal-hal yang dapat memicu amarah pada subjek karena semua informasi yang
diperoleh dalam kondisi tersebut biasanya tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga
tidak akan diakui di pengadilan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat kemarahan subjek,
sebaiknya pewawancara sebaiknya dapat membangun rapport dan kepercayaan dari subjek sebelum
melanjutkan wawancara.
Ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan pewawancara untuk menghadapi kondisi tersebut, yaitu:
Hal ini dilakukan untuk menghindarkan pewawancara dari lingkaran efek kemarahan subjek.
Pewawancara sangat dianjurkan tidak menanggapi kemarahan tersebut dengan respon serupa karena
hal tersebut justru akan melemahkan dirinya sendiri. Selain itu, apabila subjek dan pewawancara
menanggapi kemarahan tersebut dengan sama-sama marah, kedua belah pihak akan membangun
benteng dan membatasi diri.
Komunikata June 12, 2013
Bersikap sabar
Hindari mengambil posisi bermusuhan dengan subjek, jangan terpancing, dan tetap fokus dengan
sudut pandang pewawancara.
Pewawancara sebaiknya mengulangi pertanyaan sebelumnya dimana subjek masih bisa menjawabnya
tanpa kemarahan, misalnya mengulangi pertanyaan pada awal proses wawancara.
Hindari mengejar semua informasi, fokuskan pada bagian-bagian yang memang diinginkan diperoleh
dari subjek atau kelompokkan jenis pertanyaan. Hal ini menghindarkan pewawancara dari resistansi
subjek dan seolah membiarkan subjek mengontrol wawancara. Hal ini tidak berarti pewawancara
menghilangkan bagian-bagian tidak penting, tetapi hanya menimbulkan kesan tidak banyak yang ingin
kita ketahui dari subjek.
Tidak seorang pun pewawancara ingin menjadi target kemarahan. Namun demikian, pewawancara
sangat dianjurkan untuk tidak secara verbal menyerang subjek sebagai balasan atas kemarahan si
subjek.
B. Menghadapi Depresi
Apabila dalam sebuah wawancara, pewawancara menemui subjek merespon dengan depresi, pewawancara
harus dapat mengidentifikasikan depresi apa yang dialami subjek dan hal-hal apa saja yang membuat subjek
depresi, seperti ruangan wawancara, atribut yang dipakai pewawancara (misal name tag), dan sikap
pewawancara yang subjektif.
Pewawancara harus membangun rapport dengan subjek dan menghindari hal-hal yang sekiranya membuat
subjek depresi. Apabila subjek berpura-pura depresi sementara respon sebenarnya pengaburan informasi,
subjek harus diperlakukan berbeda. Untuk membedakannya dengan pengaburan informasi, pewawancara
harus mendengarkan apakah kualitas suara subjek berubah dan dapatkah pewawancara merasakan
kesedihan subjek.
Apabila depresi yang dialami subjek merupakan depresi klinis, pewawancara disarankan untuk tidak
menanggapinya. Pengakuan juga akan sangat sulit diperoleh dari subjek yang mengalami depresi klinis.
Apabila depresi yang dialami subjek merupakan respon terhadap stress, pewawancara dapat menunjukkan
bahwa pewawancara dapat menerima depresi tersebut dan tidak menolaknya karena penolakan terhadap
reaksi subjek dapat berakibat pada paranoid pada subjek. Pewawancara harus lebih sabar terhadap
lambatnya respon subjek dan menawarkan solusi atas kesedihan yang dialami subjek.
Komunikata June 12, 2013
Pewawancara juga dapat memanfaatkan depresi yang dialami subjek karena pada saat depresi umumnya
subjek tidak lagi dapat mengontrol bahasa verbalnya sehingga subjek yang berbohong justru akan
mengungkapkan informasi berharga pada tahap ini. Pewawancara harus mengelaborasi pernyataan yang
dikemukakan subjek pada saat itu. Namun, apabila subjek merasa apa yang akan disampaikannya berbahaya
untuk dirinya dan keluarganya, pewawancara harus menyediakan lebih banyak waktu untuk berdiskusi
dengan subjek. Seperti halnya menangani subjek yang marah, pewawancara juga dapat mengembalikan
topik pembahasan ke topik sebelum subjek terlihat depresi.
C. Menghadapi Penyangkalan
Untuk menghadapi subjek yang terus-menerus menyangkal, pewawancara harus terus menyerang subjek
dengan fakta-fakta atau kondisi yang sudah dimiliki. Artinya, pewawancara harus telah memahami bahwa
fakta yang dia ajukan pasti akan ditolak subjek dan bagaimana subjek akan menentang fakta tersebut.
Selanjutnya, catat setiap hal yang diperkirakan pewawancara sebagai kebohongan dan ajukan pertanyaan
dengan didasari bukti yang ada. Jangan pernah percaya sepenuhnya apa yang dikatakan oleh subjek.
Pewawancara juga sebaiknya telah mempelajari tipe kepribadiaan subjek dan menggunakan tipe
kepribadian yang sama untuk menyerang balik subjek, memperkecil salah paham dalam berkomunikasi
dengan subjek, dan menurunkan resistensi subjek.
Jika subjek menyamarkan informasi yang terkait dengan dirinya, pewawancara harus berupaya memperoleh
pengakuan subjek dengan cara yang tidak membahayakan subjek. Apabila subjek menyembunyikan
kejahatannya, pewawancara harus mendekati subjek secara personal. Namun serangan yang diajukan
pewawancara sebaiknya jangan terlalu kuat karena justru dapat memicu munculnya reaksi negatif lain dari
subjek.
Komunikata June 12, 2013
E. Menghadapi Penerimaan
Pewawancara harus memahami bahwa keterlambatan respon atau respon yang berlebihan pada tahap ini
dapat membuat subjek kembali tertutup. Oleh karena itu, apabila pewawancara menemukan kondisi bahwa
subjek akan mengaku, pewawancara sebaiknya berhenti bicara dan banyak mendengarkan. Jangan menyela
pernyataan subjek atau menanyakan hal-hal lain yang justru akan mengalihkan perhatian subjek.
Pewawancara juga harus bicara dengan nada suara yang rendah dan pelan dan menawarkan apakah subjek
ingin memberikan pengakuan dengan cara lisan atau tertulis.
Komunikata June 12, 2013
GLOSARIUM
Pemeriksa berpengalaman : Pemeriksa yang telah memiliki pengalaman dalam berbagai bidang
pemeriksaan
Pemeriksaan Investigatif : Pemeriksaan yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi dalam
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, seperti tindak
pidana korupsi, tindak pidana perpajakan, tindak pidana di bidang
perbankan, atau tindak pidana di pasar modal
REFERENSI
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Petunjuk Teknis Pemeriksaan Investigatif Atas Indikasi Tindak Pidana
Korupsi yang Mengakibatkan Kerugian Negara/Daerah. 2008
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Seri Panduan Wawancara Dalam Rangka Pemeriksaan Investigatif. 2012
http://www.bbpp-lembang.info/index.php/en/arsip/artikel-manajemen/142-komunikasi-non-verbal
http://www.communication.wordpress.com/2010/12/17/komunikasi-nonverbal
http://www.kesimpulan.com/2009/05/mekanisme-pertahanan-ego-dalam.html
Laura K. Guerrero dan Kory Floyd. Nonverbal Communication in Close Relationship. LEA Publishers. London.
2006
Paul Ekman. Telling Lies: Clues to Deceit in the Marketplace, Politics, and Marriage. WW Norton Company.
1992
Paul Ekman. Emotions Revealed: Recognizing Faces and Feelings to Improve Communication and Emotional
Life. HB Fenn and Company. Canada. 2003
Richard Bandler and John Grinder. Frog into Princes: Neuro Linguistic Programming. Real People Press.
Utah. 1979
Stan B. Walters. Principles of Kinesic Interview and Interrogation 2nd edition. CRC Press LLC. Florida.2003